Waktu dan Tempat Hubungan antara Titik Panas dengan Perubahan Penutupan/ Penggunaan Lahan (Studi Kasus: Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah)
18 c. Mozaic penggabungan citra
Proses menggabungkan sejumlah scene citra. Scene dapat di-mozaic jika memiliki jumlah band dan sistem proyeksi yang sama.
d. Interpretasi citra Interpretasi citra merupakan proses untuk mengidentifikasi dan memberi
makna objek. Tahap ini terdiri atas 3 tahap, yaitu deteksi, identifikasi, dan klasifikasi. Deteksi dilakukan untuk mengamati atas keberadaan suatu objek, yang
selanjutnya diidentifikasi, sebagai upaya mencirikan objek yang telah di deteksi dan pada tahap analisis dikumpulkannya keterangan yang lebih lanjut. Hal ini
dapat dilakukan dengan memperhatikan unsur interpretasi. Tahap selanjutnya yaitu klasifikasi, proses deleniasi untuk membatasi dan membagi kelas
penutupanpenggunaan lahan. Pada tahap ini mengacu berdasarkan Petunjuk Teknis Penafsiran Citra Resolusi Sedang untuk Menghasilkan Data Penutupan
Lahan Tahun 2009 yang dikeluarkan oleh Badan Planologi Kementerian Kehutanan dan mengacu pada hasil interpretasi penggunaan lahan tahun 2010
.
Hasil pada tahap interpretasi citra adalah peta penutupanpenggunaan lahan tahun 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011 dengan kelas penggunaan
penutupan lahan sebanyak 20 kelas.
e. VerifikasiPenutupanPenggunaan Lahan Ketelitian interpretasi penutupanpenggunaan lahan dilakukan dengan
ground truth survey dan dengan membandingkan hasil interpretasi dengan data Google Earth. Kelemahan pada data Google Earth ini adalah tidak semua wilayah
Kabupaten Kapuas memiliki citra resolusi tinggi.
f. Pengolahan data titik panas Data titik panas berupa data tabular hasil pantauan satelit NOAA AVHRR
dan satelit MODIS diubah kedalam bentuk vektor sehingga dapat ditampilkan dan dianalisis secara spasial. Transformasi data tabular menjadi data vektor tersebut
dilakukan dengan memetakan data titik panas sesuai dengan koordinat geografisnya, sehingga diperoleh distribusi spasial sebaran titik panas.