Sebaran Titik Panas pada PenutupanPenggunaan Lahan

33 Gambar 13 Sebaran titik panas satelit NOAA-AVHRR dan MODIS tahun 2006 Gambar 14 Sebaran titik panas satelit NOAA-AVHRR dan MODIS tahun 2007 Sebaran titik panas menurut penutupanpenggunaan lahan tahun 2008 dapat dilihat pada Gambar 15. Jumlah titik panas pada 2008 menurun dari tahun sebelumny. Satelit NOAA-AVHRR hanya mengidentifikasi 38 titik panas, 14 titik 34 diantaranya berada di perkebunan. Sementara MODIS menangkap 183 titik panas, 58 titik panas diantaranya berada di belukar dan 53 titik panas berada di hutan lahan kering sekunder. Gambar 1 Sebaran titik panas satelit NOAA-AVHRR dan MODIS tahun 2008 Sebaran titik panas pada tahun 2009 berdasarkan penutupanpenggunaan lahan 2009 dapat dilihat pada Gambar 16. Titik panas pada tahun ini kembali meningkat seperti tahun 2006. Fenomena El-Nino medium merupakan salah satu faktor pendorong tingginya jumlah dan kerapatan titik panas pada tahun ini. Pada satelit NOAA-AVHRR diidentifikasi 134 titik panas pada tutupan lahan belukar rawa dan 118 titik panas pada hutan lahan kering sekunder, sedangkan pada satelit MODIS dapat diidentifikasi 1 149 titik panas pada tutupan lahan bulukar rawa dan 466 titik panas pada hutan rawa sekunder. Pada perubahan lahan periode 2008- 2009 terjadi peningkatan luas perkebunan yang besar 20 185 ha, sementara pada periode yang sama terjadi penurunan hutan lahan kering sekunder 11 667 ha, belukar rawa 9 253 ha, dan hutan rawa sekunder 9 009 ha. Contoh hutan lahan kering sekunder yang dikonversi menjadi perkebunan pada periode 2008-2009 seluas 5249 ha, dapat dilihat pada Gambar 22. Pada periode 2009-2010 juga masih terjadi peningkatan penggunaan lahan perkebunan 7 772 ha dan lahan terbuka 7 166, yang diikuti dengan penurunan luasan hutan rawa sekunder 11 931 ha dan hutan lahan kering sekunder 11 891 ha. Sebaran titik panas tahun 2010 menurut penutupanpenggunaan lahan tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 17. Titik panas yang direkam oleh kedua satelit kembali mengalami penurunan. NOAA-AVHRR dan MODIS merekam titik panas terbanyak pada penggunaan lahan hutan lahan kering sekunder masing- masing 31 dan 11 titik panas. 35 Gambar 16 Sebaran titik panas satelit NOAA-AVHRR dan MODIS tahun 2009 Gambar 17 Sebaran titik panas satelit NOAA-AVHRR dan MODIS tahun 2010 Sebaran titik panas menurut penutupanpenggunaan lahan 2011 disajikan pada Gambar 18. Jumlah titik panas pada tahun ini sedikit meningkat dibandingkan tahun 2010 tetapi tidak sebanyak tahun 2006 atau 2009. 36 Kemunculan titik panas terbanyak terjadi pada penggunaan lahan perkebunan, dimana NOAA-AVHRR menangkap 55 titik panas dan MODIS menangkap 209 titik panas. Titik panas pada penggunaan lahan ini diduga berasal dari persiapan lahan untuk perkebunan, karena pada periode 2010-2011 luas perkebunan meningkat sebanyak 5 875 ha. Gambar 2 Sebaran titik panas satelit NOAA-AVHRR dan MODIS tahun 2011 Ada hal yang menarik, yaitu ditemukannya kemunculan titik panas pada tutupan tubuh air dan permukiman. Pada kenyataannya titik panas yang biasanya diindikasikan sebagai peristiwa kebakaran hutanlahan, maka kemungkinan kecil dapat ditemukan pada tubuh air. Kondisi ini menunjukkan kelemahan dari penggunaan data titik panas pada satelit. Jika dilihat menggunakan citra dengan resolusi tinggi Google Earth, titik panas yang berada pada permukiman Gambar 19 bukanlah kebakaran, sedangkan titik panas pada Gambar 20 merupakan titik panas yang teridentifikasi pada tubuh air. 37 Keterangan :  Titik Panas Gambar 19 Titik panas pada atap permukiman dilihat pada citra DigitalGlobe Keterangan : Titik Panas Gambar 20 Titik panas teridentifikasi pada tubuh air Hal tersebut dikarenakan adanya adanya efek kilau matahari sunglint. Menurut Hiroki dan Prabowo 2003, efek sunglint dapat teridentifikasi pada badan air, jika sudut perekaman yang terlalu rendah dan mengenai obyek air sehingga dapat menyebabkan nilai pantulan menjadi tinggi dan hampir sama dengan nilai pancaran. Sementara menurut Wihardandi 2012, titik panas yang terletak di a b 38 daerah pemukiman adalah efek yang terjadi pada atap rumah yang terbuat dari lembaran seng yang memiliki nilai pantulan hampir sama dengan nilai pancaran. Efek sunglint juga dapat terjadi pada lahan gundul yang berpasir dan permukaan bumi yang mengandung metal cukup tinggi.

5.4 Analisis Hubungan antara Sebaran Titik Panas dengan Perubahan Penutupanpenggunaan Lahan

Selama tahun 2005-2011 diketahui bahwa titik panas dominan ditemukan pada belukar rawa NOAA 592 titik; MODIS 2 843 titik, belukar NOAA 347 titik; MODIS 442 titik, perkebunan NOAA 333 titik; MODIS 1 143 titik, hutan rawa sekunder NOAA 316 titik; MODIS 1 098 titik dan hutan lahan kering sekunder NOAA 368 titik; MODIS 449 titik. Berdasarkan data perubahan penutupanpenggunaan lahan periode 2005-2011 diketahui bahwa luas perkebunan di Kabupaten Kapuas meningkat 49.5, belukar rawa meningkat 4.5, dan belukar meningkat 4.02 sementara hutan rawa sekunder mengalami penurunan 19.02 dan hutan lahan kering sekunder menurun 7.83. Diduga titik panas yang muncul pada belukar rawa, belukar, hutan rawa sekunder, perkebunan dan hutan lahan kering sekunder bukanlah kebakaran liar namun kebakaran terkontrol yang dilakukan untuk penyiapan lahan perkebunan atau pertanian. Sebagai contoh, hutan lahan kering sekunder dikonversi menjadi perkebunan, hutan rawa sekunder dikonversi menjadi perkebunan, atau pertanian lahan kering tetap pertanian lahan kering dan sawah tetap sawah, persiapan atau pembukaan lahannya mungkin menggunakan api. Gambar 21 Hutan lahan kering sekunder beralih fungsi menjadi perkebunan Transisi konversi hutan lahan kering sekunder menjadi perkebunan disajikan pada Gambar 21. Transisi penutup lahan dimulai dari pembukaan hutan lahan terbuka tahun 2006, selanjutnya tahun 2007 lahan terbuka tersebut menjadi perkebunan dan di lokasi yang tidak jauh dari perkebunan sebagian hutan dibuka kembali menjadi lahan terbuka, dan akhirnya tahun 2008-2011 perkebunan 39 menjadi semakin luas. Setiap perubahan dari hutan menjadi lahan terbuka, hutan menjadi perkebunan atau perkebunan tetap perkebunan selalu diikuti dengan kenampakan titik panas yang semakin banyak mengikuti luasan lahan terbuka yang dikonversi menjadi perkebunan. Oleh karena itu, titik panas yang teridentifikasi pada transisi lahan merupakan pembakaran untuk pernyiapan lahan perkebunan. Hal serupa pun terjadi pada hutan rawa sekunder dan belukar rawa yang dikonversi menjadi perkebunan Gambar 22. Pada tahun 2007 muncul perkebunan baru setelah tahun 2006 pada lokasi tersebut teridentifikasi titik panas yang cukup banyak. Luasan perkebunan setiap tahun bertambah hingga tahun 2011. Di sebelah barat perkebunan terdapat belukar rawa yang beralih fungsi menjadi hutan tanaman di tahun 2009, dan titik panas teridentifikasi diantara perkebunan dan hutan tanaman. Oleh karena itu, titik panas tersebut diduga kebakaran yang disengaja untuk mempersiapkan hutan tanaman dan atau perkebunan. Gambar 22 Hutan rawa sekunder dan belukar rawa beralih fungsi menjadi perkebunan Titik panas yang teridentifikasi pada pertanian lahan kering atau sawah Gambar 23 diduga sebagai adanya pembakaran yang dilakukan masyarakat untuk menyiapkan lahan pertanian, karena pada kawasan tersebut tidak terjadi konversi lahan atau perubahan luasan lahan. Sebuah titik panas dapat mencerminkan sebuah areal lahan yang mungkin terbakar, namun tidak dapat menunjukkan secara pasti seberapa luas areal yang terbakar. Kelemahan pada kedua satelit juga menjadi kendala, jika terjadi kebakaran besar maka wilayah tersebut tertutup oleh asap, sehingga jumlah titik panas yang terdeteksi jauh rendah dari yang seharusnya. Hal ini sering terjadi pada musim kemarau. 40 Gambar 23 Pertanian lahan kering tetap menjadi pertanian lahan kering dan sawah tetap menjadi sawah