Perubahan PenutupanPengggunaan Lahan di Kabupaten Kapuas Tahun 2005-2011

26 Hasil analisis menunjukan bahwa pada rentang waktu tahun 2005-2006 penutupanpenggunaan lahan yang dominan mengalami penambahan luas adalah belukar rawa sebanyak 1 909 ha 0.81, dan diikuti oleh pertanian lahan kering campur sebanyak 1 708 ha 39.57, sedangkan penutupanpenggunaan lahan yang paling banyak mengalami penurunan luas adalah hutan lahan kering sekunder sebanyak 3 679 ha 0.63. Perubahan setiap masing-masing penutupanpenggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 4. Keterangan kode penutupanpenggunaan lahan: A : Air HRP : Hutan Rawa Primer PLK : Pertanian Lahan Kering B : Belukar HRS : Hutan Rawa Sekunder PLKC : Pertanian Lahan Kering Campur BR : Belukar Rawa HT : Hutan Tanaman Rw : Rawa HLKP : Hutan Lahan Kering Primer LT : Lahan Terbuka Sw : Sawah HLKS : Hutan Lahan Kering Sekunder Pk : Perkebunan Tm : Tambak HMP : Hutan Mangrove Primer Pmk : Permukiman Tr : Transmigrasi HMS : Hutan Mangrove Sekunder Pt : Pertambangan Gambar 4 Perubahan luasan penutupanpenggunaan lahan tahun 2005-2006 Penutupanpenggunaan lahan lainnya yang luas lahannya bertambah adalah belukar sebanyak 601 ha 0.28, pertambangan 212 ha 3.37, lahan terbuka 54 ha 0.09, perkebunan 53 ha 0.05, permukiman 43 ha 1.94, dan hutan tanaman 14 ha 0.16. Selain itu, terdapat pembukaan lahan tambak sebesar 71 ha yang pada tahun 2005 belum ditemukan. Hutan rawa sekunder mengalami penurunan sebesar 975 ha 0.32, begitu pula hutan rawa primer 12 ha 0.06, sedangkan untuk penutupanpenggunaan lahan lainnya tidak mengalami perubahan yang signifikan. Periode tahun 2006-2007, luasan penutupanpenggunaan lahan yang dominan meningkat adalah lahan terbuka 9 095 ha 15.12, disusul perkebunan sebesar 8 298 ha 7.09, dan belukar rawa sebesar 8 141 ha 3.44. Sementara, luasan penutupanpenggunaan lahan yang mengalami penurunan adalah hutan rawa sekunder 21 252 ha 7.00. Perubahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. Penambahan luas penutupanpenggunaan lahan lainnya yaitu terjadi pada penggunaan lahan pertambangan 301 ha 5.09, rawa 160 ha 2.46, dan air yang meningkat 30 ha 0.14. Penurunan luas lahan terjadi pada hutan lahan kering sekunder sebanyak 4 321 ha 0.74, hutan rawa primer 168 ha 0.76, belukar 385 ha 0.18, dan penggunaan penutupan lahan lainnya tidak mengalami perubahan. -4000 -3000 -2000 -1000 1000 2000 A B BR HL K P HL K S HM P HM S HRP HRS HT L T Pk P m k Pt P L K P L KC Rw Sw Tm Tr L u as H a PenggunaanPenutupan Lahan 27 Keterangan kode penutupanpenggunaan lahan: A : Air HRP : Hutan Rawa Primer PLK : Pertanian Lahan Kering B : Belukar HRS : Hutan Rawa Sekunder PLKC : Pertanian Lahan Kering Campur BR : Belukar Rawa HT : Hutan Tanaman Rw : Rawa HLKP : Hutan Lahan Kering Primer LT : Lahan Terbuka Sw : Sawah HLKS : Hutan Lahan Kering Sekunder Pk : Perkebunan Tm : Tambak HMP : Hutan Mangrove Primer Pmk : Permukiman Tr : Transmigrasi HMS : Hutan Mangrove Sekunder Pt : Pertambangan Gambar 5 Perubahan luasan penutupanpenggunaan lahan tahun 2006-2007 Luas penutupanpenggunaan lahan pada periode tahun 2007-2008 yang dominan mengalami peningkatan adalah perkebunan 15 757 ha 12.57 dan diikuti oleh belukar rawa 12 689 ha 5.19. Sementara luas lahan yang dominan mengalami penurunan adalah hutan rawa sekunder 11 954 ha 4.25 disusul oleh hutan lahan kering sekunder 10 861 ha 1.88 dan lahan terbuka 6 866 ha 9.92. Perubahan masing-masing penutupanpenggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 6. Keterangan kode penutupanpenggunaan lahan: A : Air HRP : Hutan Rawa Primer PLK : Pertanian Lahan Kering B : Belukar HRS : Hutan Rawa Sekunder PLKC : Pertanian Lahan Kering Campur BR : Belukar Rawa HT : Hutan Tanaman Rw : Rawa HLKP : Hutan Lahan Kering Primer LT : Lahan Terbuka Sw : Sawah HLKS : Hutan Lahan Kering Sekunder Pk : Perkebunan Tm : Tambak HMP : Hutan Mangrove Primer Pmk : Permukiman Tr : Transmigrasi HMS : Hutan Mangrove Sekunder Pt : Pertambangan Gambar 6 Perubahan luasan penutupanpenggunaan lahan tahun 2007-2008 Luas penutupanpenggunaan lainnya yang bertambah adalah belukar 1 351 ha 0.62, pertambangan 1 007 ha 16.22, sawah 630 ha 1.14, permukiman 143 ha 6.36, dan hutan manggrove sekunder 33 ha 1.91. -25000 -20000 -15000 -10000 -5000 5000 10000 A B BR HL K P HL K S HM P HM S HRP HRS HT L T Pk P m k Pt P L K P L KC Rw Sw Tm Tr L u as H a PenggunaanPenutupan Lahan -12000 -8000 -4000 4000 8000 12000 16000 A B BR HL K P HL K S HM P HM S HRP HRS HT L T Pk P m k Pt P L K P L KC Rw Sw Tm Tr L u as H a PenggunaanPenutupan Lahan 28 Penutupanpenggunaan lahan yang mengalami penurunan adalah pertanian lahan kering campur 1 189 ha 19,74, 389 ha 5.83, hutan rawa primer 318 ha 1.45, hutan mangrove primer 33 ha 10.77, rawa dan penutupan penggunaan lahan lainnya tidak mengalami perubahan yang signifikan. Luas penutupanpenggunaan lahan pada tahun 2008-2009 yang dominan mengalami peningkatan adalah perkebunan 20 185 ha 14.30 dan diikuti hutan tanaman 5 705 ha 62.12, sedangkan luas lahan yang dominan menurun adalah hutan lahan kering sekunder 11 667 ha 2.50, belukar rawa 9 253 ha 3.60, dan hutan rawa sekunder 9 009 ha 3.35. Perubahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. Keterangan kode penutupanpenggunaan lahan: A : Air HRP : Hutan Rawa Primer PLK : Pertanian Lahan Kering B : Belukar HRS : Hutan Rawa Sekunder PLKC : Pertanian Lahan Kering Campur BR : Belukar Rawa HT : Hutan Tanaman Rw : Rawa HLKP : Hutan Lahan Kering Primer LT : Lahan Terbuka Sw : Sawah HLKS : Hutan Lahan Kering Sekunder Pk : Perkebunan Tm : Tambak HMP : Hutan Mangrove Primer Pmk : Permukiman Tr : Transmigrasi HMS : Hutan Mangrove Sekunder Pt : Pertambangan Gambar 7 Perubahan luasan penutupanpenggunaan lahan tahun 2008-2009 Perubahan penutupanpenggunaan lahan lainnya pada periode 2008-2009 yang mengalami peningkatan luas adalah belukar sebesar 2 184 ha 1, pertambangan 1 607 ha 22.26, lahan terbuka 361 ha 0.58, rawa 234 ha 3.37, permukiman 127 ha 5.35, hutan mangrove sekunder 63 ha 3.58, dan sawah 11 ha 0.02. Sementara, yang mengalami penurunan luas adalah hutan rawa primer 475 ha 2.20, hutan mangrove primer 50 ha 18.10, air 24 ha 0.11, dan penutupanpenggunaan lahan lainnya tetap. Tahun 2009-2010 luas perkebunan meningkat 7 772 ha 4.82 dan diikuti lahan terbuka sebanyak 7 166 ha 11.42, sementara hutan rawa sekunder menurun sebanyak 11 931 ha 4.58 dan hutan lahan kering sekunder menurun sebanyak 11 891 ha 2.14. Perubahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Penutupanpenggunaan lahan lainnya pada periode tahun 2009-2010 yang mengalami peningkatan luas adalah belukar 3 303 ha 1.50, rawa 2 971 ha 45.60, hutan tanaman 2 212 ha 14.86, pertambangan 933 ha 10.57, sawah 515 ha 0.92, permukiman sebesar 83 ha 3.29, dan air 39 ha 0.18. Sementara penutupanpenggunaan lahan yang menurun adalah belukar rawa 520 ha 0.21, hutan rawa primer 389 ha 1.84, dan hutan mangrove sekunder 264 ha 14.47. Penutupanpenggunaan lahan lainnya tidak mengalami perubahan pada periode tahun ini. -15000 -10000 -5000 5000 10000 15000 20000 A B BR HL K P HL K S HM P HM S HRP HRS HT L T Pk P m k Pt P L K P L KC Rw Sw Tm Tr L u as H a PenggunaanPenutupan Lahan 29 Keterangan kode penutupanpenggunaan lahan: A : Air HRP : Hutan Rawa Primer PLK : Pertanian Lahan Kering B : Belukar HRS : Hutan Rawa Sekunder PLKC : Pertanian Lahan Kering Campur BR : Belukar Rawa HT : Hutan Tanaman Rw : Rawa HLKP : Hutan Lahan Kering Primer LT : Lahan Terbuka Sw : Sawah HLKS : Hutan Lahan Kering Sekunder Pk : Perkebunan Tm : Tambak HMP : Hutan Mangrove Primer Pmk : Permukiman Tr : Transmigrasi HMS : Hutan Mangrove Sekunder Pt : Pertambangan Gambar 8 Perubahan luasan penutupanpenggunaan lahan tahun 2009-2010 Periode tahun 2010-2011, luas penutupanpenggunaan lahan yang dominan meningkat adalah perkebunan 5 875 ha 3.47, sedangkan lahan yang dominan menurun adalah hutan lahan kering sekunder 3 522 ha 0.65, hutan rawa sekunder 2 668 ha 1.07, dan belukar rawa 2 365 ha 0.96. Penutupan penggunaan lahan lain, yang mengalami peningkatan luas adalah belukar 1 645 ha 0.74, pertambangan 760 ha 7.79, pertanian lahan kering sebesar 649 ha 2.62, permukiman 412 ha 15.87, hutan tanaman 61 ha 0.36, dan sawah 55 ha 0.10. Penurunan luas juga terjadi pada lahan terbuka 699 ha 1 dan hutan rawa primer 202 ha 0.97. Sementara penutupanpenggunaan lahan lainnya pada periode ini tidak mengalami perubahan luas. Perubahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 9. Keterangan kode penutupanpenggunaan lahan: A : Air HRP : Hutan Rawa Primer PLK : Pertanian Lahan Kering B : Belukar HRS : Hutan Rawa Sekunder PLKC : Pertanian Lahan Kering Campur BR : Belukar Rawa HT : Hutan Tanaman Rw : Rawa HLKP : Hutan Lahan Kering Primer LT : Lahan Terbuka Sw : Sawah HLKS : Hutan Lahan Kering Sekunder Pk : Perkebunan Tm : Tambak HMP : Hutan Mangrove Primer Pmk : Permukiman Tr : Transmigrasi HMS : Hutan Mangrove Sekunder Pt : Pertambangan Gambar 9 Perubahan luasan penutupanpenggunaan lahan tahun 2010-2011 -12000 -8000 -4000 4000 8000 A B BR HL K P HL K S HM P HM S HRP HRS HT L T Pk P m k Pt P L K P L KC Rw Sw Tm Tr L u as H a PenggunaanPenutupan Lahan -4000 -2000 2000 4000 6000 A B BR HL K P HL K S HM P HM S HRP HRS HT L T Pk P m k Pt P L K P L KC Rw Sw Tm Tr L u as H a PenggunaanPenutupan Lahan 30 Perubahan penutupanpenggunaan lahan jika dilihat hanya dengan rentang waktu satu tahun tidak terlihat secara signifikan. Perubahan penutupan penggunaan lahan dalam rentang waktu 2005 – 2011 disajikan pada Gambar 10. Luas perkebunan mengalami peningkatan sebanyak 57 941 ha 49.5, sedangkan disisi lain hutan rawa sekunder dan hutan lahan kering sekunder masing-masing menurun sebesar 57 689 ha 19.02 dan 45 941 ha 7.83. Peningkatan penggunaan lahan perkebunan dalam jumlah besar tersebut dapat terjadi, karena nilai ekonomi perkebunan lebih tinggi dibanding hutan lahan kering sekunder ataupun hutan rawa sekunder. Keterangan kode penutupanpenggunaan lahan: A : Air HRP : Hutan Rawa Primer PLK : Pertanian Lahan Kering B : Belukar HRS : Hutan Rawa Sekunder PLKC : Pertanian Lahan Kering Campur BR : Belukar Rawa HT : Hutan Tanaman Rw : Rawa HLKP : Hutan Lahan Kering Primer LT : Lahan Terbuka Sw : Sawah HLKS : Hutan Lahan Kering Sekunder Pk : Perkebunan Tm : Tambak HMP : Hutan Mangrove Primer Pmk : Permukiman Tr : Transmigrasi HMS : Hutan Mangrove Sekunder Pt : Pertambangan Gambar 10 Perubahan luasan penutupanpenggunaan lahan selama rentang waktu tahun 2005 sampai tahun 2011 Peningkatan lahan pertambangan disebabkan karena sektor pertambangan di Kapuas cukup menjanjikan. Kabupaten ini kaya intan, emas, batubara, batu kapur, dan pasir kuarsa Kalimantan Tengah Minning 2011. Belukar ataupun belukar rawa merupakan lahan yang tidak dikelola atau tidak diusahakan dalam waktu yang lama karena kendala muka air rawa. Kemungkinan lain adalah lahan ini merupakan lahan transisi dari hutan sekunder yang dikonversi menjadi lahan pertanian dan belum dimanfaatkan oleh masyarakat. Badan air pada penelitian ini meliputi sungai dan danau. Berdasarkan hasil interpretasi, penutupanpenggunaan lahan air sedikit mengalami perubahan luas dan dapat dikatakan konstan. -60000 -40000 -20000 20000 40000 60000 A B B R H L KP H L KS H M P H M S H RP H RS H T LT Pk Pm k Pt PL K P L KC Rw Sw Tm Tr L u as H a PenggunaanPenutupan Lahan 31

5.3 Sebaran Titik Panas pada PenutupanPenggunaan Lahan

Berdasarkan penutupanpenggunaan lahan, selama rentang waktu 2005- 2011 titik panas baik yang direkam oleh NOAA-AVHRR maupun MODIS umumnya berada pada penutupanpenggunaan lahan: belukar rawa, perkebunan, hutan rawa sekunder, hutan lahan kering sekunder, belukar, lahan terbuka, pertanian lahan kering, sawah, rawa, pertanian lahan kering campur, air, permukiman, pertambangan, hutan tanaman, hutan rawa primer, hutan mangrove sekunder, hutan lahan kering primer dan transmigrasi. Sementara, pada hutan mangrove primer dan tambak tidak teridentifikasi adanya titik panas. Sebaran titik panas yang terdapat pada masing-masing penggunaan lahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 11 dibawah ini. Keterangan kode penutupanpenggunaan lahan: A : Air HRP : Hutan Rawa Primer PLK : Pertanian Lahan Kering B : Belukar HRS : Hutan Rawa Sekunder PLKC : Pertanian Lahan Kering Campur BR : Belukar Rawa HT : Hutan Tanaman Rw : Rawa HLKP : Hutan Lahan Kering Primer LT : Lahan Terbuka Sw : Sawah HLKS : Hutan Lahan Kering Sekunder Pk : Perkebunan Tm : Tambak HMP : Hutan Mangrove Primer Pmk : Permukiman Tr : Transmigrasi HMS : Hutan Mangrove Sekunder Pt : Pertambangan Gambar 11 Sebaran titik panas masing-masing penutupanpenggunaan lahan pada satelit NOAA-AVHRR dan MODIS Gambar di atas memperlihatkan bahwa sebaran titik panas pada periode 2005-2011 paling banyak dominan ditemukan pada tutupan lahan belukar rawa, kemudian hutan lahan kering sekunder, belukar, perkebunan, dan hutan rawa sekunder. Sebuah titik panas dapat mencerminkan sebuah areal lahan yang mungkin terbakar, namun tidak dapat menunjukkan secara pasti seberapa luas areal yang terbakar. Kelemahan pada kedua satelit juga menjadi kendala, jika terjadi kebakaran besar maka wilayah tersebut tertutup oleh asap, sehingga jumlah titik panas yang terdeteksi jauh rendah dari yang seharusnya. Hal ini sering terjadi pada musim kemarau. Sebaran titik panas menurut penutupanpenggunaan lahan tahun 2005 dapat dilihat pada Gambar 12. Dari satelit NOAA-AVHRR diidentifikasi 87 titik panas pada tutupan lahan belukar rawa dan 35 titik panas pada penggunaan lahan perkebunan, sedangkan satelit MODIS merekam 327 dan 109 titik panas masing- masing pada tutupan lahan belukar rawa dan lahan perkebunan. 500 1000 1500 2000 2500 3000 A B BR HL KP HL KS H M P H M S H RP H RS HT LT Pk P mk Pt P LK P LK C Rw Sw Tm Tr 13 347 592 3 368 10 316 13 127 333 1 18 63 26 15 77 1 30 442 2 843 449 2 4 1 098 13 430 1 143 27 19 211 30 87 184 Ju m la h T itik P an as PenggunaanPenutupan Lahan NOAA-AVHRR MODIS 32 Gambar 12 Sebaran titik panas satelit NOAA-AVHRR dan MODIS tahun 2005 Sebaran titik panas menurut penutupanpenggunaan lahan 2006 disajikan pada Gambar 13. Seperti tahun sebelumnya 2005, kedua satelit NOAA-AVHRR dan MODIS masih merekam titik panas terbanyak pada balukar rawa dan hutan rawa sekunder. Satelit MODIS menangkap titik panas lebih banyak dibandingkan dengan satelit NOAA-AVHRR dan secara konsisten pada belukar rawa lebih banyak dibandingkan dengan hutan rawa sekunder. Kemunculan titik panas pada tahun 2006 meningkat cukup drastis dibandingkan tahun sebelumnya atau sesudahnya. Hal ini dimungkinkan karena adanya pengaruh fenomena El-Nino, yaitu musim kering panjang yang biasanya dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk membuka dan mengkonversi lahan untuk berladang dan berkebun dengan cara membakar. Hal ini dapat dilihat dengan adanya perubahan penutupanpenggunaan lahan pada periode tahun 2006- 2007, dimana hutan lahan kering sekunder dan hutan rawa sekunder dominan berkurang, sedangkan lahan terbuka, belukar rawa, dan perkebunan dominan bertambah. Sebaran titik panas menurut penutupanpenggunaan lahan tahun 2007 dapat dilihat pada Gambar 14. Tahun 2007 kemunculan titik panas masih dikatakan cukup banyak, namun tidak sebanyak tahun 2006. Satelit NOAA-AVHRR merekam 120 titik panas pada tutupan lahan belukar dan penggunaan lahan hutan lahan kering sekunder. Sementara, satelit MODIS menangkap 144 titik panas pada belukar rawa dan 64 titik panas pada belukar. 33 Gambar 13 Sebaran titik panas satelit NOAA-AVHRR dan MODIS tahun 2006 Gambar 14 Sebaran titik panas satelit NOAA-AVHRR dan MODIS tahun 2007 Sebaran titik panas menurut penutupanpenggunaan lahan tahun 2008 dapat dilihat pada Gambar 15. Jumlah titik panas pada 2008 menurun dari tahun sebelumny. Satelit NOAA-AVHRR hanya mengidentifikasi 38 titik panas, 14 titik