17
3.3.1 Tahap Persiapan
Tahapan ini meliputi studi literatur dan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang
berkaitan dengan topik penelitian. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data spasial yang meliputi data titik panas, citra Landsat, peta administrasi, serta data
curah hujan.
3.3.2 Tahap Pengolahan dan Pemrosesan Data
Tahap pengolahan data dari citra Landsat 7 ETM+ yaitu meliputi pengunduhan citra untuk wilayah penelitian, layer stacking penggabungan band,
mozaic penggabungan citra, interpretasi citra, dan penyajian hasil dalam bentuk penutupan lahan. Kemudian dilakukan verifikasi penutupanpenggunaan lahan
dan pengolahan data titik panas.
a. Proses pengunduhan citra Pengunduhan citra Landsat dilakukan di URL glovis.usgs.gov. Kabupaten
Kapuas mencakup tiga scene citra yaitu dengan partrow: 11860, 11861, 11862 dengan akuisisi seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 5 Akuisisi citra Landsat 7 ETM+ Kabupaten Kapuas Tahun
Partrow Tanggal Citra
2005 11860
3 November 11861
7 Agustus 11862
7 Agustus 2006
11860 18 Agustus
11861 3 September
11862 3 September
2007 11860
15 April 11861
5 Agustus 11862
4 Juli 2008
11860 28 Januari
11861 19 Mei
11862 19 Mei
2009 11860
7 Juni 11861
22 Mei 11862
25 Juli 2010
11860 10 Februari
11861 10 Februari
11862 10 Februari
2011 11860
20 November 11861
15 Juli 11862
13 Juni b. Layer stacking penggabungan band
Proses menggabungkan band pada masing-masing scene citra Landsat kecuali band 6 untuk mempermudah dalam proses pengolahan awal dan
interpretasi citra.
18 c. Mozaic penggabungan citra
Proses menggabungkan sejumlah scene citra. Scene dapat di-mozaic jika memiliki jumlah band dan sistem proyeksi yang sama.
d. Interpretasi citra Interpretasi citra merupakan proses untuk mengidentifikasi dan memberi
makna objek. Tahap ini terdiri atas 3 tahap, yaitu deteksi, identifikasi, dan klasifikasi. Deteksi dilakukan untuk mengamati atas keberadaan suatu objek, yang
selanjutnya diidentifikasi, sebagai upaya mencirikan objek yang telah di deteksi dan pada tahap analisis dikumpulkannya keterangan yang lebih lanjut. Hal ini
dapat dilakukan dengan memperhatikan unsur interpretasi. Tahap selanjutnya yaitu klasifikasi, proses deleniasi untuk membatasi dan membagi kelas
penutupanpenggunaan lahan. Pada tahap ini mengacu berdasarkan Petunjuk Teknis Penafsiran Citra Resolusi Sedang untuk Menghasilkan Data Penutupan
Lahan Tahun 2009 yang dikeluarkan oleh Badan Planologi Kementerian Kehutanan dan mengacu pada hasil interpretasi penggunaan lahan tahun 2010
.
Hasil pada tahap interpretasi citra adalah peta penutupanpenggunaan lahan tahun 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011 dengan kelas penggunaan
penutupan lahan sebanyak 20 kelas.
e. VerifikasiPenutupanPenggunaan Lahan Ketelitian interpretasi penutupanpenggunaan lahan dilakukan dengan
ground truth survey dan dengan membandingkan hasil interpretasi dengan data Google Earth. Kelemahan pada data Google Earth ini adalah tidak semua wilayah
Kabupaten Kapuas memiliki citra resolusi tinggi.
f. Pengolahan data titik panas Data titik panas berupa data tabular hasil pantauan satelit NOAA AVHRR
dan satelit MODIS diubah kedalam bentuk vektor sehingga dapat ditampilkan dan dianalisis secara spasial. Transformasi data tabular menjadi data vektor tersebut
dilakukan dengan memetakan data titik panas sesuai dengan koordinat geografisnya, sehingga diperoleh distribusi spasial sebaran titik panas.
3.3.3 Tahap Analisis Data Spasial a. Analisis perubahan penutupanpenggunaan lahan
Untuk mengetahui perubahan penutupanpenggunaan lahan, maka dilakukan proses tumpang tindih data vector penutupanpenggunaan lahan untuk 6 enam
periode tahun, yaitu antara penutupanpenggunaan lahan tahun 2005 dengan 2006, 2006 dengan 2007, 2007 dengan 2008, 2008 dengan 2009, 2009 dengan 2010, dan
tahun 2010 dengan 2011. Analisis ini mendapatkan peta perubahan penggunaan penutupan lahan, yang kemudian dilakukan analisis pola sebaran titik panas pada
penutup lahan tertentu dan lokasi perubahannya.
b. Analisis sebaran titik panas pada penutupanpenggunaan lahan tahun 2005 hingga 2011
Untuk mengetahui hubungan sebaran titik panas dengan penutupan penggunaan lahan dilakukan proses tumpang tindih antara peta sebaran titik panas
dengan peta penutupanpenggunaan lahan pada tahun 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011. Dari tahapan tersebut, dapat diketahui distribusi spasial
sebaran titik panas dan distribusi temporal dengan menganalisis atribut pada data vektor titik panas.