berat terhadap kehidupan tiram, yaitu melalui kerusakan sublethal terhadap efisiensi pemanfaatan makanan Sanusi 1985.
Berdasarkan hasil penelitian Widigdo Pariwono 2000 Lampiran 6 menunjukkan bahwa nilai logam berat Cd yang diperoleh pada penelitian ini
jauh lebih rendah, dimana nilai logam berat Cd pada penelitian Widigdo Pariwono 2000 berada pada kisaran nilai 3-36 µgL, dengan nilai tertinggi
terdapat pada daerah muara. Nilai logam berat tersebut berbeda dapat disebabkan karena perbedaan waktu pengambilan sampel yang memiliki rentang 10 tahun.
Selain itu juga karena perairan Blanakan, khususnya daerah tambak, sudah banyak digalakkan dan disosialisasikan tentang pentingnya menanam mangrove pada
tambak yang memiliki peran dalam mengasimilasi logam berat pada air Gunawan Anwar 2008. Berdasarkan hasil penelitian Gunawan Anwar 2008 pada
Lampiran 8 didapat nilai logam berat Cd 4 µgL yang diamati didaerah Ciasem pada tahun 2008. Nilai Cd di daerah Ciasem lebih tinggi disebabkan daerah
Ciasem lebih dekat dengan jalur pantura, dimana terdapat banyak aktivitas transportasi kendaraan yang secara umum menjadi penyumbang logam Cd ke
perairan. Untuk kebutuhan budidaya udang, kandungan logam berat Cd yang
diperbolehkan berada dalam perairan tambak adalah sebesar 0-10 µgL Prihatman 2000. Dalam badan perairan, kelarutan Cd dalam konsentrasi tertentu
dapat membunuh biota perairan. Biota-biota yang tergolong kelompok udang- udangan akan mengalami kematian dalam selang waktu 96 jam bila di dalam
badan perairan terlarut logam atau persenyawaan Cd pada rentang konsentrasi antara 5-150 µgL. Untuk jenis biota laut seperti ikan akan mengalami kematian
bila dalam badan perairan tersebut terkandung logam Cd pada rentang konsentrasi 22000-55000 µgL Lestari Edward 2004.
4.3.2 Tembaga Cu
Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui bahwa nilai logam berat jenis Cu pada masing-masing stasiun pengamatan memiliki kadar 8 µgL. Pada daerah
Hulu Blanakan memiliki nilai sebesar 2,21 µgL, daerah Tambak A, B, C, dan D sesuai urutan sebesar 2,04 µgL, 0,51 µgL, 2,55 µgL, dan 1,02 µgL. Tiga daerah
muara seperti Muara Ciasem, Muara Blanakan dan Muara Gangga masing-masing
sebesar 1,87 µgL dan 2,89 µgL. Dari kedelapan daerah tersebut, Muara Blanakan dan Muara Gangga memiliki kadar logam berat Cu paling tinggi
dibandingkan dengan daerah lainnya. Nilai Cu yang diperoleh berdasarkan baku mutu KepMen LH Nomor 51 Tahun 2004 menunjukan bahwa nilai Cu pada
kedelapan tempat belum melewati batas yang ditetapkan yaitu sebesar 8 µgL, sehingga logam berat Cu belum begitu berbahaya bagi biota yang ada di perairan.
Namun Cu termasuk kedalam kelompok logam esensial dimana dalam kadar yang rendah dibutuhkan oleh organisme sebagai Ko-enzim dalam proses metabolisme
tubuh. Sifat racunnya baru muncul dalam kadar yang tinggi. Biota perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam badan perairan dimana ia hidup. Muara
Gangga dan Muara Blanakan memiliki nilai Cu tertinggi dikarenakan perairan ini merupakan daerah tempat perlintasan kapal-kapal perikanan setiap waktu. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Mukhtasor 2007 bahwa logam berat Cu dipakai dalam pengawetan kayu dan cat antikarat pada lambung kapal.
Gambar 8. Grafik kandungan logam Cu µgL di perairan lokasi penelitian Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Widigdo Pariwono 2000 pada daerah Subang, didapatkan nilai Cu yang sudah melewati batas baku mutu KepMen LH Nomor 51 Tahun 2004 yaitu sebesar 235
µg- 412 µg. Hal ini diduga karena pengambilan sampel pada penelitian Widigdo Pariwono dilakukan pada tahun 2000, sehingga diduga terjadi pengendapan
2,21 2,04
0,51 2,55
1,02 1,87
2,89 2,89
Hulu Blanakan
Tambak A Tambak B
Tambak C Tambak D
Muara Ciasem
Muara Blankan
Muara Gangga
logam berat Cu ke dasar perairan. Selain itu, daerah pengambilan sampel penelitian yang dilakukan Widigdo Pariwono 2000 lebih dekat dengan laut
lepas, sehingga logam berat memiliki kecenderungan lebih cepat mengendap ke dasar laut, hal ini dikarenakan senyawa-senyawa logam Cu memiliki tingkat
kelarutan yang relatif kecil dan kondisi perairan yang bersalinitas tinggi Kadang 2005.
Untuk kebutuhan budidaya udang, kandungan logam berat Cu yang diperbolehkan berada dalam perairan adalah sebesar 0-20 µgL Prihatman
20000. Ikan sensitif terhadap logam Cu karena mempunyai penahan yang efektif pada proses absorpsi tembaga. Juga merupakan racun bagi algae dan moluska.
Konsentrasi Cu sebesar 2.000 µg dapat membunuh ikan Cannel 1974 dalam Syahminan 1996. Konsentrasi logam Cu sebesar 50 µg telah membahayakan
lingkungan laut. Logam Cu dapat terakumulasi oleh organisme laut dengan faktor konsentrasi sebesar 5.000 kali besarnya dalam moluska dan seribu kali dalam ikan
Razak 1980 dalam Syahminan 1996. Konsentrasi Cu terlarut dalam air laut sebesar 10 µg dapat mengakibatkan kematian fitoplankton. Kematian tersebut disebabkan
daya racun Cu telah menghambat aktivitas enzim dalam pembelahan sel fitoplankton. Jenis-jenis sumberdaya ikan yang termasuk dalam keluarga udang-
udangan akan mengalami kematian dalam tenggang waktu 96 jam, bila konsentrasi Cu berada dalam kisaran 170-100.000 µgL. Dalam tenggang waktu
yang sama, biota yang tergolong ke dalam keluarga moluska akan mengalami kematian bila kadar Cu yang terlarut dalam badan perairan di mana biota tersebut
hidup berkisar antara 160-500 µgL, dan kadar Cu sebesar 2.500-3.000 µgL dalam badan perairan
telah
dapat membunuh ikan-ikan Lestari Edward 2004. Berdasarkan hasil penelitian Lampiran 6 yang dilakukan oleh Widigdo
Pariwono 2000 menunjukan bahwa nilai logam berat Cu yang diperoleh jauh lebih tinggi dibanding dengan hasil data logam berat Cu yang diperoleh
pada penelitian ini, dimana logam Cu memiliki rentang nilai dari 235-412 µgL dengan nilai tertinggi terdapat pada daerah muara. Nilai logam berat tersebut
berbeda bisa disebabkan karena selang tahun pengambilan sampel yang dilakukan yang memiliki rentang 10 tahun dimana logam berat tersebut mengalami
pengendapan ke dasar laut.
4.3.3 Timbal Pb