Dalam penelitian ini, fungsi produksi Cobb-Douglas yang akan dibuat adalah berupa:
Ln Y = C + β1 Ln X1 + β2 Ln X2 + β3 Ln X3 + β4 Ln X4 + β5 Ln X5 + β6
Ln X6 +
β7 Ln X7 + β8 Ln X8 + β9 Ln X9 + β10 Ln X10 + u 3.9.
Keterangan: Ln Y
: Ln Gabah Kering Panen Kg C
: Konstanta β1, β2, …, β11 : Konstanta Penduga
Ln X1 : Ln Lahan Ha
Ln X2 : Ln Benih Kg
Ln X3 : Ln Tenaga Kerja Manusia HOK
Ln X4 : Ln Pupuk Urea Kg
Ln X5 : Ln Pupuk TSP Kg
Ln X6 : Ln Pupuk KCL Kg
Ln X7 : Ln Pupuk NPK Kg
Ln X8 : Ln Pupuk Organik Granul Kg
Ln X9 : Ln Pupuk Organik Cair Liter
Ln X10 : Ln Pestisida Obat Kg
u : galat
3.5. Asumsi dalam Analisis Regresi
Fungsi produksi Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma natural dapat dibentuk menggunakan metode regresi linear berganda. Menurut Juanda 2009,
terdapat lima asumsi yang harus dipenuhi untuk memilih suatu model analisis regresi. Kelima asumsi tersebut adalah:
1. Spesifikasi model yang ditetapkan seperti persamaan: Y
i
= β
1
+ β
2
X
2i
+ β
3
X
3i
+ … + β
k
X
ki
+ u
i
3.10.
2. Peubah X
k
merupakan peubah non-stokastik fixed, artinya sudah ditentukan, bukan peubah acak. Selain itu, tidak ada hubungan linear sempurna antar
peubah X
k
; 3. Komponen sisaan u
i
mempunyai nilai harapan sama dengan nol, dan ragam konstan untuk semua pengamatan i. Eu
i
=0 dan Varu
i
= σ
2
;
4. Tidak ada hubungan atau tidak ada korelasi antar sisaan u
i
, sehingga Covu
i
,u
j
=0 untuk setiap i ≠j;
5. Komponen sisaan menyebar normal. Menurut Dalil Gaus-Markov, jika kelima asumsi di atas dipenuhi, maka
pendugaan parameter koefisien regresi menggunakan metode OLS Ordinary Least Square akan menghasilkan penduga tak bias linear terbaik BLUE, Best
Linear Unbiased Estimator. Penduga terbaik dalam pengertian ragamnya paling kecil paling efisien diantara semua penduga tak bias linear lainnya Juanda,
2009.
3.6. Uji Kriteria Statistik
Tujuan pengujian kriteria statistik adalah untuk melihat korelasi antar variabel persamaan, yaitu dengan menggunakan uji-R
2
, uji-F, uji-t, dan Uji Pelanggaran Asumsi.
1. Uji-R
2
Koefisien determinasi R
2
sering digunakan secara informal sebagai ukuran dari kecocokan goodness of fit model regresi walaupun untuk menentukan
kebaikan dari kecocokan suatu model tidak hanya dilihat dari besar R
2
saja. Koefisien determinasi R
2
dapat diintepretasikan sebagai “proporsi total keragaman Y yang dapat dijelaskan oleh model regresi X terhadap Y”. Jika nilai
R
2
besar, maka persentase peluang keragaman Y yang dapat diprediksi dari nilai X
2
, X
3
hingga X
k
semakin besar Juanda,2009. 2.
Uji-F dan Uji-t Setelah model fungsi produksi dibentuk, lebih baik dilakukan analisis
secara keseluruhan terlebih dahulu dengan menggunakan statistik uji-F melalui
analisis ragam analysis of variance. Uji statistik ini digunakan untuk menguji apakah keragaman yang bersumber dari model regresi
σ
R 2
lebih besar dari keragaman sisaan
σ
u 2
. Jika keragaman regresi lebih besar daripada keragamaan sisaan
σ
R 2
σ
u 2
maka dapat disimpukan model regresi yang telah dibuat dapat menjelaskan keragaman Y. Untuk membuktikan hal tersebut, maka dilakukan
pengujian hipotesis,
H :
σ
R 2
= σ
u 2
atau σ
R 2
≤ σ
u 2
atau β
i
= β
j
= 0 H
1
: σ
R 2
σ
u 2
atau σ
R 2
σ
u 2
1 atau minimal ada satu
β ≠ 0 dengan ketentuan:
jika F-statistik F
αdbr,dbu
, maka terima H
1
jika F- statistik F
αdbr,dbu
, maka terima H di mana:
dbr : banyaknya peubah bebas X = k-1
dbu : n-k
Jika model yang telah dibuat secara signifikan dapat menjelaskan keragaman Y dengan menggunakan statistik uji-F, maka dilanjutkan dengan
pengujian masing-masing koefisien model dengan menggunakan statistik uji-t. Uji-t digunakan untuk mencari faktor peubah mana X
2
, X
3
, atau X
k
yang dapat menjelaskan atau berpengaruh nyata terhadap Y. Untuk membuktikan hal
tersebut, maka akan dilakukan dengan uji hipotesis:
H :
β
i
= 0 faktor ke-i tidak berpengaruh nyata terhadap Y H
1
: β
i
≠ 0 faktor ke-i berpengaruh nyata terhadap Y dengan ketentuan:
jika |t- statistik | t
α,dbu
maka terima H
1
jika |t- statistik | t
α,dbu
maka terima H
3. Uji Pelanggaran Asumsi
Tujuan pengujian pelanggaran asumsi adalah untuk memastikan bahwa model yang telah dibuat memenuhi asumsi BLUE. Uji ekonometrika tersebut
dapat dilakukan dengan uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi Juanda,2009.
a. Uji Multikolinearitas
Salah satu asumsi dari model regresi berganda adalah bahwa tidak ada hubungan linear antar peubah bebas dalam model tersebut. Multikolinearitas
muncul jika dua atau lebih peubah atau kombinasi peubah bebas berkorelasi tinggi antara peubah satu dengan yang lainnya. Jika terjadi hal demikian, maka
dugaan parameter koefisien regresi dengan metode OLS masih mungkin dapat diperoleh, namun interpretasinya menjadi sulit. Hal ini dikarenakan, apabila
terjadi perubahan dalam suatu peubah bebas yang berkolinearitas, maka pengamatan peubah lainnya yang berpasangan kemungkinan akan berubah juga
sesuai dengan arah kolinearitasannya. Adanya multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat nilai VIF hasil uji statistika. Apabila nilai VIF pada tiap variabel
yang diuji harus memiliki nilai kurang dari 10 Gujarati, 2004.
b. Uji Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa ragam sisaan u
i
sama atau homogen. Dengan pengertian lain Eu
i 2
=Varu
i
= σ
2
, untuk setiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam model regresi. Asumsi ini
disebut homoskedastisitas. Namun, jika ragam sisaan tidak sama atau lain
Eu
i 2
=Varu
i
≠σ
2
, untuk setiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam model regresi, maka dikatakan ada masalah heteroskedastisitas.
Jika semua asumsi klasik dalam model regresi linear dipenuhi kecuali masalah heteroskedastisitas, maka akibatnya dugaan parameter koefisien regresi
dengan metode OLS tetap tidak bias, dan masih konsisten, namun standar error- nya bias ke bawah underestimate; sehingga penduga OLS tidak lagi efisien. Jika
dugaan ragam koefiseian yang bias ini digunakan, maka statistik uji-t akan bias ke atas overestimate dan selang kepercayaan bagi parameter koefisien menjadi
tidak benar. Adanya gejala heteroskedastisitas dapa dilakukan dengan menggunakan Uji
White dengan hipotesis H untuk homoskedastisitas dan H
1
untuk heteroskedastisitas. Ketentuan yang digunakan adalah apabila nilai probabilitas
hasil uji memiliki nilai yang lebih besar daripada taraf nyata, maka terima H .
Namun apabila nilai probabilitas hasil uji memiliki nilai yang lebih kecil daripada taraf nyata, maka kesimpulan yang diambil adalah tolak H
Gujarati, 2004.
c. Uji Autokorelasi
Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa sisaan menyebar bebas atau Covu
i
,u
j
=Eu
i
,u
j
=0 untuk setiap i ≠j, yang dikenal sebagai bebas
serial serial independence. Jika antar sisaan tidak bebas atau Eu
i
,u
j
≠0 untuk i
≠j, maka dapat dikatakan terdapat masalah autokorelasi. Autokorelasi mengakibatkan parameter koefisien regresi dengan metode OLS masih tetap tidak
bias, masih konsisten, namun memiliki standar error yang bias ke bawah, sehingga penduga OLS menjadi tidak efisien.
Pengujian adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan Uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM. Hipotesis yang digunakan adalah tidak
ada autokorelasi untuk H , sedangkan terdapat autokorelasi untuk H
1
. Ketentuan yang digunakan adalah apabila nilai probabilitas hasil uji memiliki nilai yang
lebih besar daripada taraf nyata, maka terima H . Namun apabila nilai probabilitas
hasil uji memiliki nilai yang lebih kecil daripada taraf nyata, maka kesimpulan yang diambil adalah tolak H
Gujarati, 2004.
BAB IV GAMBARAN UMUM BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK
DAN PROPINSI JAWA TIMUR
4.1. Alokasi Bantuan Langsung Pupuk Tahun Anggaran 2010
Berdasarkan Pedoman Umum Bantuan Langsung Pupuk Tahun Anggaran 2010 Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 37 Permentan SR.130 5 2010,
BLP organik disalurkan ke 31 propinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa
Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, Maluku Utara, Banten, Bangka Belitung, Gorontalo,
Papua Barat dan Sulawesi Barat. Lima propinsi yang memperoleh alokasi bantuan langsung pupuk terbanyak berturut-turut adalah Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa
Tengah, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur Tabel 4.1..
Tabel 4.1. Lima Propinsi Penerima BLP Terbanyak Tahun 2010
No Provinsi
Jumlah Alokasi Areal BLP ha
1. Jawa Barat
104.091 2.
Sumatera Utara 95.000
3. Jawa Tengah
78.490 4.
Sulawesi Selatan 75.000
5. Jawa Timur
67.290
Sumber: Pedoman Umum Bantuan Langsung Pupuk Tahun Anggaran 2010
Jumlah volume BLP untuk Pupuk NPK sebanyak 106.639,8 ton; Pupuk Organik Granul POG 319.919,4 ton; dan Pupuk Organik Cair POC 2.132.790
liter yang terinci pada Tabel 4.2.. Paket bantuan pupuk BLP per hektar terdiri atas pupuk NPK 100 kg, POG 300 kg, dan POC 2 liter.