efisien karena konsumen membayar barang dan jasa pada harga yang lebih rendah daripada harga pasar sehingga muncul kecenderungan konsumen tidak hemat
dalam mengkonsumsi barang yang disubsidi; dan 2 subsidi dapat menyebabkan distorsi harga Spencer dan Amor dalam Handoko dan Patriadi, 2005.
Handoko dan Patriadi, 2005
Gambar 2.2. Grafik Pengaruh Subsidi Terhadap Produksi
2.1.3. Subsidi Pupuk
Pemberian subsidi kepada petani merupakan salah satu kebijakan pembangunan pertanian yang telah lama dilaksanakan pemerintah dengan
cakupan dan besaran yang berubah dari waktu ke waktu. Subsidi yang diberikan sebagian besar dialokasikan pada penyediaan pupuk dan benih dibanding subsidi
harga output pertanian. Terdapat beberapa alasan bahwa subsidi input lebih mudah dibandingkan dengan subsidi harga output pertanian, yaitu: 1 sebagian
besar petani menghadapi kendala biaya produksi dengan orientasi minimalisasi biaya, sehingga insentif input lebih sesuai; 2 dengan adanya insentif input akan
terbuka peluang untuk mengadopsi teknologi baru guna meningkatkan produktivitas dibanding insentif output; dan 3 pengelolaan dan penjaminan
harga pada subsidi input akan lebih mudah dicapai dibandingkan subsidi output Kementrian Pertanian, 2006.
Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian 2004, kebijakan strategis yang perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan
efektivitas sistem distribusi pupuk antara lain adalah: 1 rasionalisasi penggunaan pupuk di tingkat petani karena penggunaan pupuk sudah melampaui takaran
anjuran; 2 rekomendasi pupuk berdasarkan atas analisis tanah spesifik lokasi, dan waktu penggunaan berdasarkan acuan analisis bagan warna daun; 3
peningkatan efektivitas penggunaan pupuk anorganik yang dikomplemen dengan pemanfaatan pupuk organik serta sistem irigasi yang baik; 4 perbaikan
standardisasi dan sertifikasi pupuk sehingga petani terhindar dari pupuk alternatif yang diragukan kualitas dan efektivitasannya; 5 peningkatan kinerja usaha tani
padi dengan
mengupayakan sumber
pertumbuhan selain
peningkatan produktivitas; serta 6 pelaksanaan kebijakan ekspor dan impor pupuk yang
kondusif bagi kontinuitas dan harga di tingkat petani. Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa petani cenderung tidak lagi
memperhatikan penggunaan pupuk secara berimbang, mengingat di satu sisi harga jual produksi pertanian yang sangat fluktuatif dan cenderung merugikan petani
dan di sisi lain semakin mahalnya biaya produksi. Jika kondisi ini dibiarkan berlanjut, maka akan menyebabkan sektor pertanian semakin tidak menarik bagi
petani dan pada akhirnya berdampak terhadap ketahanan pangan nasional Adnyana dan Kariyasa, 2000.
Untuk mengurangi permasalahan di atas, pemerintah Indonesia sejak tahun 2003 kembali menerapkan kebijakan pemberian subsidi pupuk untuk sektor
pertanian tanaman pangan dan perkebunan rakyat untuk membantu petani agar dapat membeli pupuk sesuai kebutuhan dengan harga yang lebih murah, dengan
harapan produktivitas dan pendapatan petani meningkat Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2004.
Tabel 2.1. Alokasi Anggaran Subsidi Pupuk Tahun 2006 - 2011
Uraian 2006
2007 2008
2009 2010
2011 Subsidi Pupuk
trilyun rupiah
3,2 6,3
15,2 18,3
18,4 18,8
Volume ribu ton 5.674,0
6.353,0 6.891,0
7.612,5 7.355,0
9.753,9
Urea 3.962,0
4.249,0 4.558,0
4.624,9 4.279,0
5.100,0 SP-36Superphose
711,0 765,0
558,0 582,1
644,0 750,0
ZA 601,0
702,0 751,0
751,3 713,0
850,0 NPK
400,0 637,0
956,0 1.417,7
1.473,0 2.349,9
Organik -
- 68,0
236,5 246,0
704,0
Sumber: Kementrian Pertanian dalam RUU APBN, 2012
Kebijakan pemerintah dalam pengadaan dan penyaluran pupuk sejak awal didasari oleh pemenuhan prinsip enam tepat dalam penyalurannya, yaitu tepat
jenis, jumlah, harga, tempat, waktu dan mutu. Alokasi anggaran subsidi pupuk rata-rata mengalami peningkatan setiap tahun, hal ini ditunjukkan oleh Tabel 2.1..
Pada tahun 2008, pemerintah memperkenalkan Bantuan Langsung Pupuk BLP dan Bantuan Langsung Benih Unggul BLBU. Program BLBU yang
dimulai sejak tahun 2007 telah memberikan bantuan benih unggul untuk padi, jagung, dan kedelai kepada petani di 249 kabupaten yang tersebar di 29 propinsi.
Sementara, program BLP yang dimulai pada tahun 2008 telah mencakup 159 kabupaten yang tersebar di 17 propinsi.
Untuk program BLP, dari segi cakupan luas areal dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Tahun 2008 luas areal baru 403.514 hektar, kemudian
tahun 2009 diperluas menjadi 648.386 hektar, atau meningkat sebesar 60,68.
Menurut perencanaan, tahun 2010 diperluas kembali menjadi 1.066.395 hektar atau meningkat sebesar 64,47 PSP3 IPB, 2010.
Bagi daerah-daerah yang telah berproduktivitas relatif tinggi dimantapkan dengan fokus pengembangan yang diarahkan kepada aspek rekayasa sosial,
ekonomi dan kelembagaan. Peningkatan produktivitas tersebut dilakukan melalui penggunaan benih bermutu dari varietas unggul; pemupukan berimbang dan
penggunaan pupuk organik; pengaturan pengairan dan tata guna air; penggunaan alat mesin pertanian; serta perbaikan budidaya PSP3 IPB, 2010.
Benih Bermutu dari Varietas Unggul. Penggunaan benih bermutu dari varietas unggul difasilitasi melalui pembinaan produsen benih untuk dapat
menghasilkan benih secara enam tepat. Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan benih bermutu dari varietas unggul adalah: a
inventarisasi stok dan penangkaran benih; b pemanfaatan stok benih yang ada secara optimal; serta c pembinaan kepada produsenpenangkar benih agar proses
produksi benih terlaksana secara berkelanjutan PSP3 IPB, 2010. Pemupukan Berimbang dan Pupuk Organik. Untuk meningkatkan
produktivitas tanaman pangan dan kualitas hasil dilakukan pemupukan berimbang, sehingga perbandingan penyerapan unsur hara oleh tanaman
dilakukan secara seimbang. Rekomendasi dosis pemupukan berimbang berpedoman kepada dosis anjuran spesifik lokasi yang dinamis PSP3 IPB, 2010.
Berkenaan dengan program Bantuan Langsung Pupuk, menurut Permentan No. 30PermentanOT.14062008 tentang Pedoman Umum Bantuan Langsung
Pupuk tahun anggaran 2008, kegiatan BLP dijalankan dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan. Hal ini didasari fakta dimana kendala yang dihadapi selama ini
adalah masih rendahnya penggunaan pupuk berimbang N, P dan K. Faktor ini telah menyebabkan produktivitas tanaman belum tercapai secara optimal.
Sementara, penggunaan pupuk anorganik kurang berimbang yang telah berlangsung lebih dari tiga puluh tahun secara intensif, telah menyebabkan
kerusakan struktur tanah. Dampak lain adalah terjadinya inefisiensi penggunaan pupuk anorganik PSP3 IPB, 2010.
Salah satu penyebab rendahnya penggunaan pupuk NPK dan pupuk organik antara lain disebabkan daya beli, tingkat kesadaran, serta keyakinan petani yang
masih rendah. Kontribusi penggunaan pupuk NPK dan organik dalam meningkatkan produktivitas, produksi bahkan mutu hasil telah terbukti secara
signifikan dalam peningkatan produksi komoditas tanaman pangan. Dengan demikian, ketersediaan dan penggunaan pupuk NPK dan organik merupakan suatu
syarat keharusan bagi peningkatan ketahanan pangan nasional PSP3 IPB, 2010. Berkenaan dengan itu, pemerintah melalui BUMN termasuk PT. Pertani
Persero memberikan Bantuan Langsung Pupuk NPK dan Pupuk Organik untuk didistribusikan kepada petani. Tujuan kegiatan ini adalah a memperkenalkan
kepada petani penggunaan pupuk majemuk NPK dan pupuk organik; b meringankan beban petani dalam penyediaan dan penggunaan pupuk NPK serta
pupuk organik; c meningkatkan penggunaan pupuk NPK dan pupuk organik; d meningkatkan produktivitas dan produksi tanaman pangan; serta e
meningkatkan perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah PSP3 IPB, 2010. Pada hakekatnya, Program BLP dan BLBU dilaksanakan secara berjenjang
mulai dari tingkat desa sampai nasional, sehingga pemanfaatan bantuan dapat terlaksana dengan efektif efisien dan tepat sasaran. Agar bantuan dapat
mendukung upaya peningkatan produktivitas dan produksi tanaman pangan, Dinas Pertanian Propinsi dan Dinas Pertanian KabupatenKota melakukan
pembinaan, pendampingan dan monitoring secara optimal kepada kelompok tani penerima bantuan pupuk serta melakukan evaluasi pada akhir kegiatan. Untuk
menjamin terpenuhinya kualitas dan kuantitas bantuan, maka pembinaan, pendampingan, monitoring dan evaluasi dapat dilakukan oleh Pembina Teknis
secara berkala dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan PSP3 IPB, 2010. Monitoring dan evaluasi bantuan ditujukan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan pelaksanaan penyaluran bantuan sesuai rencana alokasi di setiap kabupatenkota; monitoring kuantitas dan kualitas yang disalurkan kepada
kelompok tani; memonitor realisasi pertanaman padi yang menggunakan bantuan di setiap kabupatenkota; memantau dan melakukan bimbingan teknis penerapan
anjuran teknologi untuk budidaya lainnya; mengetahui peningkatan produktivitas dan produksi padi di setiap kabupatenkota; serta mengetahui kemungkinan
permasalahan yang dihadapi sedini mungkin, guna memberikan solusi pemecahannya sehingga tingkat keberhasilan pelaksanaan program dapat dicapai
PSP3 IPB, 2010.
2.1.4. Pupuk Organik