Larva Ikan Perancangan Ruang Kajian Marxan

9 4. Zona lainnya merupakan zona diluar zona inti, zona perikanan berkelanjutan, dan zona pemanfaatan yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu antara lain: zona perlindungan, zona rehabilitas dan sebagainya.

2.2. Larva Ikan

Iktioplankton berasal dari kata ichthyes ikan dan plankton pengembara yang artinya ikan yang masih bersifat palnktonis. Istilah iktioplankton muncul setelah beberapa ahli mulai membedakannya dengan plankton berdasarkan istilah ichthyes untuk ikan. Dalam golongan plankton, organisme ini dikategorikan sebagai meroplankton atau plankton sementara, dimana hanya sebagian dari hidupnya bersifat sebagai plankton. Adapun setelah dewasa mereka menjalani kehidupan sebagai perenang-perenang yang aktif yang sudah masuk dalam kategori nekton Olii 2003. Mengingat pentingnya iktioplankton ini bagi kegiatan perikanan khususnya konservasi, lokasi penemuan telur dan larva ikan merupakan petunjuk dimana dan berapa luas daerah pemijahan spawning ground jenis ikan tertentu sebagai informasi dasar dalam menentukan kawasan konservasi. Mantiri 1995 in Olii 2003 mengatakan bahwa Iktioplankton adalah organisme ikan yang masih berada pada stadia telur dan larva, Namun ada juga yang menggunakan istilah ini pada ikan yang sudah berada pada stadia juvenil yang masih bersifat planktonis. Iktioplankton sebagai tahapan awal perkembangan sejak dari stadia telur, larva dan juvenil ikan merupakan awal dari daur hidup ikan. Menurut Nontji 2008 larva ikan yang baru saja menetas umumnya berbentuk transparan, belum bisa mencari makanan sendiri serta fungsi mulut dan saluran pencernaannya belum berkembang dengan sempurna. Pada saat seperti itu, larva ikan masih bergantung pada cadangan makanan yang berupa kuning telur. Pada tahap ini tingkat mortalitas tinggi karena peka terhadap predator dan perubahan lingkungan seperti suhu, salinitas bahkan ketersediaan makanan di alam. Dengan demikian pada tahap ini pula yang menentukan kelangsungan hidup satu spesies maupun populasi ikan tersebut. 10

2.3. Perancangan Ruang Kajian Marxan

Marxan Marine Reserve Design using Spatially Explicit Anealling dikembangkan sebagai sebuah produk pengembangan Spexsan untuk memenuhi kebutuhan Great Barrier Reef Marine Park Authority GBRMPA Ball dan Possingham 2000. Ide yang mendasari pengembangan MARXAN ini adalah permasalahan perencanaan konservasi dalam menentukan daerah konservasi karena daerah perencanaan yang berpotensi cukup luas sehingga banyak kemungkinan daerah yang akan dipilih sebagai daerah konservasi. Perangkat lunak Marxan adalah sebuah perangkat lunak yang dapat digunakan untuk membantu merancang sebuah kawasan perlingdungan laut. Hal ini karena Marxan dapat memberikan bantuan dalam menentukan daerah konservasi berdasarkan data dan skenario perencanaan yang telah disiapkan secara otomatis Darmawan dan Darmawan 2007. Penggunaan Marxan sangat mudah bagi pengguna baru karena prosesnya didesain secara otomatis sehingga pengguna dapat mencoba berbagai skenario perencanaan kawasan yang berbeda dan dapat melihat seperti apa hasilnya, dari hasil tersebut Perencana dapat memilih skenario terbaik untuk perencanaan Meerman 2005. Perangkat lunak ini menggunakan algoritma simulated annealing, yang memiliki cara kerja terbagi menjadi 3 bagian, yaitu literatif improfment, random backward dan repetition . Ketiga langkah algoritma tersebut berfungsi mencari nilai cost yang paling rendah. Dengan kombinasi ketiga langkah tersebut, memastikan bahwa lokasi yang terpilih adalah lokasi yang terendah. Algoritma simulated anealling menjalankan fungsi obyektif yang merupakan kombinasi sederhana dari nilai cost terpilih dan nilai penalty untuk yang tidak memenuhi target konservasi Ball dan Posingham 2000. = + × + × Keterangan : Cost : Nilai cost biaya yang terpilih di planing unit yang dapat diukur i = 1,2,…,n; n adalah banyaknya satuan perencanaan. 11 BLM : Boundary lenght modifier, adalah kontrol penting dari batas relatif cost terpilih di planing unit. BLM bernilai 0 maka boundary lenght tidak dimasukkan dalam fungsi obyektif. Boundary : Batas dari area terpilihperimeter ke-i SPF : Species penalty factor, yaitu faktor yang mengontrol besarnya nilai penalty ke-i apabila target tiap spesies tidak terpenuhi Penalty : Nilai yang ditambahkan dalam fungsi obyektfi untuk setiap target tidak terpenuhi pada setiap perencanaan ke-i, penalti ini opsional, dapat tidak dimasukkan dalam fungsi obyektif Langkah awal dalam penentuan kawasan konservasi yaitu dengan mengidentifikasi daerah target sebagai dasar dalam skenario perencanaan yang hendak dilakukan. Kemudian daerah target dirubah menjadi planing units atau unit perencanaan. Planing units sendiri adalah blok blok atau petakan petakan lokasi yang dalam evaluasi marxan sebagai pertimbangan untuk dipilih sebagai solusi Loos 2006. Loos 2006 menyatakan bentuk yang dapat digunkan dalam membentuk planing units dapat berupa segitiga, persegi empat, dan hexagon Gambar 2. Bentuk yang paling banyak digunakan untuk analisis Marxan adalah hexagon karena bentuk yang lebih natural, mendekati bentuk lingkaran dan memiliki rasio tepi yang rendah Gaselbarcht et al. 2005. Selain itu planing units yang menggunakan hexagon memiliki keluaran output yang lebih halus dibanginkan dengan bentuk planing units lainnya Miller et al. 2003. Hexagon juga memiliki perimeter yang lebih rendah terhadap luasan dibandingkan dengan persegi empat dengan area yang sama Warman 2001 in Azhar 2010. Selain Cost dan SPF, BLM merupakan merupakan salah satu faktor dalam menentukan fungsi obyektif penentuan kawasan konservasi. BLM Boundary Lenght Modifier merupakan pengaturan dalam Marxan untuk membuat batasan perimeter kawasan konservasi. Tinggi rendahnya BLM akan berpengaruh terhadap perimeter dan area yang muncul dalam solusi Loos 2006. BLM rendah akan menghasilkan perimeter yang lebih besar Gambar 3.a, sedangkan BLM yang tinggi, areal terpilih akan lebih luas dan terfokus serta memiliki perimeter yang lebih kecil Gambar 3.c. Dengan BLM yang kecil, marxan akan terkonsentrasi meminimalkan planning unit cost, sedangkan BLM yang besar akan memberikan tekanan pada penurunan Boundary Lenght Steward dan Possingham 2005. 12 a. b. c. d. Gambar 2. Grid unit perencanaan dalam Marxan. a bentuk segitiga, b bentuk persegi, c bentuk hexagon, d bentuk octagons Sumber : Loos 2006 Gambar 3. Pengaturan BLM. a BLM rendah, b BLM sedang, c BLM tinggi Sumber: Loos 2006 Penentuan nilai BLM ini akan bervariasi dari suatu daerah dengan daerah lain. Nilai BLM dipilih berdasarkan bentang alam dari daerah penelitian, serta tujuan dari 13 analisis yang dilakukan Possingham et al. 2000. Dengan kata lain tidak ada parameter yang menentukan nilai BLM, nilai ini ditentukan berdasarkan eksperimen dan memperhatikan bentang alam hasil dari Marxan untuk menemukan desain yang diharapkan sehingga memberikan keleluasaan pada perencana kawasan konservasi dalam menentukan hasil terbaik untuk kegiatan pengambilan keputusan. Hasil terbaik dalam menentukan solusi kawasan konservasi adalah desain yang terfokus dan mengumpul, karena desain tersebut lebih efeketif, dapat memudahkan pengelolaan dan juga memudahkan untuk di aplikasikan di lapang dibandingkan dengan desain solusi yang menyebar. Menurut Diamond 1975 atas dasar teori biogeografi pulau, ada 7 prinsip desain yang sangat efektif dalam perencanaan perlindungan, antara lain sebagai berikut Gambar 4. Prinsip desain kawasan perlindungan sumber: Diamond 1975 14 Menurut Diamond 1975, ada sembilan prinsip desain kawasan perlindungan, antara lain adalah kawasan perlindungan yang besar lebih baik dibandingkan dengan kawasan yang lebih kecil dengan bentuk yang sama Gambar 4a, bentuk yang mengumpul lebih baik daripada bentuk yang tersebar walaupun dengan ukuran yang sama Gambar 4b, bentuk yang menyebar namun berdekatan lebih baik daripada bentuk yang menyebar berjauhan walau dengan ukuran yang sama Gambar 4c, bentuk yang mengumpul lebih baik daripada bentuk yang terpisah memanjang namun tidak berhubungan Gambar 4d, bentuk yang terpisah namun berhubungan lebih baik daripada bentuk yang terpisah namun tidak berhubungan gambar 4e, bentuk yang mengumpul lebih baik daripada bentuk yang menjang berhubungan Gambar 4e. Walaupun sebelumnya banyak menghasilkan perdebatan ekologi, yang dikenal dengan SLOSS single large or several small reserves sebagian besar dari prinsip ini telah diterima sebagai desain jaringan kawasan konservasi pada modern biogeografi studies for the design of natural preveses dan telah banyak diterapkan hingga sekarang. Penerapan Marxan telah digunakan untuk mendukung perancangan kawasan konservasi laut dan darat di seluruh dunia. Namun Marxan lebih dikenal untuk digunakan dalam merancang jaringan konservasi pada ekosistem terumbu karang di daerah tropis dan subtropis Fernandes et al. 2005. Beberapa zonasi kawasan konservasi di indonesia telah menggunakan Marxan. Hal ini dilakukan karena Marxan mempunyai beberapa keunggulan antara lain: 1. Software MARXAN dapat dengan mudah terintegrasi dengan program Arcview, dengan tersedianya ekstensi-ekstensi yang memudahkan pembuatan planing unit, file-file yang diperlukan MARXAN serta otomatisasi pembuatan shapefile hasil perhitungannya 2. Mempunyai skenario luas dan terbuka, berbagai skenario dapat dikembangkan agar tercipta sebuah bentuk kawasan konservasi yang sesuai dengan yang diinginkan. 3. Transparan, seluruh proses dilakukan secara algoritma matematis, sehingga alurnya dapat diikuuti dalam kerangka ilmiah. Selain itu juga 15 berbagai faktor, baik ekologi maupun sosial dapat menjadi input dalam perhitungan. 4. Bisa mengadopsi penataan zonasi menurut PP No. 60 tahun 2007 dan Permen No. 17 tahun 2008. Sebagai software buatan manusia, marxan masih terdapat kekurangan, yaitu Marxan belum bisa menjelaskan secara rinci tentang konektivitas secara ekologi, karena marxan mengidentifikasi wilayah hanya berdasarkan biaya terendah. Untuk mengatasi hal tersebut, ada beberapa cara yang bisa dilakukan Smith et al. 2009 yaitu meningkatkan nilai BLM secara bertahap sampai daerah yang terpilih cukup untuk menjamin tingkat konektivitas yang tinggi, menambah zona inti diantara zona sebelumnya, membagi wilayah perencanaan terhadap target yang ditetapkan untuk mewakili setiap spesies. Sebagai referensi untuk meningkatkan tingkat konektifitas yang tinggi, tingkat konektivitas dapat dinilai dengan menggunakan model biofisik yang mampu memperkirakan lintasan larva dari daerah pemijahan ke daerah pembesaran bagi beberapa spesies yang termasuk sebagai target fitur konservasi Van der Molen et al. 2007. Menurut Palumbi 2004 bahwa konektivitas dapat dilihat dengan mengetahui jarak lintasan yang dapat dilalui oleh telur dan larva ikan, serta daerah jelajah biota tersebut Tabel 1. Tabel 1. Perkiraan pergerakan larva dan dewasa Palumbi 2004 Jarak km Dewasa Larva 1000 100-1000 10-100 1-10 1 Spesies migrasi besar Ikan pelagis besar Hampir semua ikan dasar, ikan pelagis kecil Ikan dasar kecil, beberapa invertebrata dasar Species yang menerap, spesies dengan karakteristik habitat khusus Banyak spesies Beberapa spesies Hampir semua ikan, dan invertebrata Alga, plankton, beberapa ikan Invertebrata dasar yang bersosialisasi langsung

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2012 yang bertepatan dengan acara nyalawean di laut dan muara Sungai Cimaja, Citiis, Citepus dan Sukawayana di Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat Gambar 5. Data penelitian yang diambil meliputi data primer dan sekunder. Data primer terdiri dari data informasi pemanfaatan dan sosial ekonomi masyarakat meliputi daerah penangkapan ikan dan persepsi masyarakat, sedangkan data sekunder berupa data spasial jenis dan kelimpahan larva ikan yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian. No. Alat dan Bahan Kegunaan 1. Alat tulis, GPS, Peta, Kuisioner dan camera Sebagai alat untuk mendapatkan data primer dari wawancara 2. Personal computer, dan microsoft excel Sebagai media untuk menyimpan dan mengeluarkan file dan data 3. Data primer dan sekunder, meliputi: • Fitur Konservasi • Fitur Biaya Sebagai input data dalam perangkat lunak marxan 5. Peta dasar basemap yang sudah didigitasi Sebagai bahan dasar penentuan lokasi 4. Perangkat lunak Arcview GIS 3.2 beserta Extension tambahan meliputi : Av Tools, CLUZ, TNC tool, dan Repeating Shapes Sebagai alat dalam pengolahan data GIS 6. Perangkat lunak Marxan 211 Sebagai alat untuk menyeleksi satuan unit perancangan dan menampilkan skenario wilayah konservasi