Hasil kromatogram GC-MS Tabel 20, senyawa paling dominan yang dihasilkan fraksi etil asetat kayu jati, pinus dan bambu adalah asam asetat. Ketiga
bahan baku tersebut mengandung senyawa asam asetat yang berpotensi sebagai pengawet alami. Lebih lanjut Bukle et al 1985 menyatakan asap cair yang
bersifat asam dapat digunakan sebagai pengawet. Tabel 21 Kandungan destilat dari fraksi etil asetat
Pemisahan etil asetat Rendemen fraksi etil asetat vv
T 95 °C 95 °C T 105° C 105° CT 120°C
Fraksi etil asetat jati 17.14
8.57 5.71
Fraksi etil asetat pinus 50
15.91 4.5
Fraksi etil asetat bambu 42
26 6
Pada Tabel 21 dan Lampiran 4, rendemen fraksi etil asetat yang telah dipisahkan menunjukkan fraksi etil asetat pinus mengandung asam asetat lebih
besar dibandingkan dengan fraksi etil asetat jati dan bambu. Pada fraksi etil asetat baik serbuk jati. pinus dan bambu, dimana suhu distilasi yang berbeda dapat
menghasilkan rendemen yang berbeda. Hal ini dapat dilihat Tabel 21 dari rendemen yang semakin kecil seiring dengan peningkatan suhu distilasi. Hal ini
menunjukkan pada suhu distilasi 95°C T 105°C hampir semua fraksi air yang ada pada asap cair menguap sehingga memperbesar rendemen yang diperoleh.
Selanjutnya semakin tinggi suhu destilasi, asap cair yang terpisahkan semakin kecil, sedangkan suhu distilasi 105°C T 120°C yang teruapkan tidak lagi
mengandung air bebas, melainkan komponen kimia asam asetat sehingga rendemen yang dihasilkan relatif kecil. Berdasarkan hasil tersebut, maka
pemisahan fraksi etil asetat jati, pinus dan bambu dengan suhu destilasi antara 95-120°C menghasilkan asam asetat dari asap cair.
4.6. Uji Anti Jamur pada Asap Cair
Pengujian sifat anti jamur dilakukan dengan mengukur daya hambat pertumbuhan relatif misela jamur Aspergillus niger dalam media MEA yang telah
ditambahkan asap cair dan membandingkan dengan kontrol tanpa penambahan asap cair. Hasil pengujian sifat anti jamur secara lengkap pada Gambar 16.
Hasil uji aktivitas asap cair pada jamur dengan uji difusi sumur terhadap Aspergillus niger menunjukkan bahwa asap cair memiliki aktivitas anti jamur
yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan asap cair mengandung komponen kimia seperti asam asetat, asam format, asam isosianat, asam benzoat, dan asam
propanoat yang berfungsi sebagai anti jamur yang mampu menghambat kapang dengan konsentrasi yang besar. Secara kualitatif aktivitas anti jamur dari suatu
ekstrak dapat dilihat berdasarkan zona bening pada media agar yang dihitung diamaternya sebagai daya hambat Tabel 22. Semakin lebar zona tersebut berarti
daya hambat semakin tinggi. Tabel 22 Diamater daerah hambat yang terbentuk Aspergillus niger
Fraksi asap cair
Diamater daerah hambat mm kontrol 2 4 6 8 10vv
Jati - - - - - 12.4
Pinus - - - - - 10.2
Bambu - - - - - 8.5
a b
Gambar 16 Uji aktivitas anti jamur: a. Kontrol dan asap cair kayu jati, pinus dan bambu, b. Daya hambat kontrol dan fraksi etil
asetat jati. Hasil pengujian aktifitas anti jamur selama 3 minggu menunjukkan bahwa
diantara fraksi yang diuji, fraksi etil asetat jati, pinus dan bambu mampu menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus niger. Tabel 22 menunjukkan
bahwa miselium jamur tidak mampu tumbuh pada media yang mengandung fraksi etil asetat kayu jati, pinus dan bambu pada konsentrasi 2-8vv.
Fraksi etil asetat jati, pinus dan bambu menunjukkan gejala adanya sifat anti jamur
pada konsentrasi 10vv dibandingkan pertumbuhan jamur pada kontrol. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa fraksi asap cair
jati yang mempunyai aktifitas paling tinggi dalam menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus niger dengan diamater daya hambat 12.4 mm. Fraksi asap cair
pinus mempunyai aktifitas paling tinggi pada konsentrasi 10 dalam menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus niger dengan diamater daya
hambat 10.2 mm. Fraksi asap cair bambu mempunyai aktifitas paling tinggi pada konsentrasi 10 dalam menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus niger
diamater daya hambat 8.5 mm. Menurut Johansson et al. 1976, beberapa enzim mempunyai aktivitas ekstracelular yang dikeluarkan oleh jamur yang dapat
menghambat pertumbuhan jamur seperti laccase, cellulase, polygalacturonase dan aryl-
ȕ-glucosidase. Mekanisme efek fungsida dari asap cair yang menghambat pertumbuhan jamur karena asap cair tersebut menghambat aktifitas
enzim yang dikeluarkan oleh jamur. Enzim berperan dalam mendekomposisi karbohidrat pada media menjadi senyawa-senyawa sederhana yang mudah
diabsopsi dan digunakan oleh jamur. Proses senyawa antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri, menurut Pelczar et al. 1988 ada beberapa
cara yaitu 1. merusak struktur dinding sel dengan cara menghambat proses pembentukannya atau menyebabkan lisis pada dinding sel yang sudah terbentuk,
2. mengubah permeabilitas membran sitoplasma, rusaknya membran sitoplasma akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel, 3
menyebabkan terjadinya denaturasi protein, 4. menghambat kerja enzim di dalam sel, sehingga mengakibatkan terganggunya metabolisme sel. Menurut
Pelczar et al. 1988, senyawa kimia yang memiliki sifat antibakteri adalah fenol dan senyawa fenolat, alkohol, halogen, logam berat dan aldehida. Antibakteri
alami berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan ternyata banyak terdapat pada rempah-rempah. Hal ini disebabkan oleh
adanya kandungan minyak atsiri yang terdapat dalam rempah-rempah. Kaitan dalam penelitian ini,
bahwa asap cair yang digunakan mengandung senyawa asam sebagai bahan pengawet alami. Lebih lanjut Bukle et al. 1985 menyatakan asap cair yang
bersifat asam dapat digunakan sebagai pengawet karena asam berfungsi
menurunkan nilai pH, sehingga dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. 4.7. Aplikasi Asap Cair pada Ikan dan Tahu
Asap cair yang telah diuji anti jamur digunakan untuk pengawet ikan tongkol mampu mengawetkan ikan selama 3 hari, sedangkan pada tahu mampu
bertahan selama 9 hari. Komponen kimia asap cair mampu bertahan dari serangan jamur, juga disebabkan pada asap cair mengandung senyawa asam asetat yang
berfungsi sebagai zat antikosidan. Pada penelitian ini dilakukan pengujian dengan proses perendaman secara
visual, yaitu melihat mengamati penampilan ikan secara keseluruhan terutama penampilan fisik, mata insang, meraba, menekan dan mencium bau ikan
Wibowo 2002
.
Penggunaan asam asetat jati 5 JEA 20, 5 JEA 40 dan 5 JEA 60, asam asetat pinus 5 PEA, 5 PEA 40 dan 5 PEA 60 dan asam asetat bambu 5
BEA 20, 5 BEA 40. dan 5 BEA 60 dengan konsentrasi 5. Fraksi etil asetat jati 10 JF 60 , pinus 10 PF 60 dan bambu 10 BF 60 dengan konsentrasi 10.
Fraksi ekstrak yang digunakan adalah etil asetat, karena mempunyai kandungan asam asetat yang lebih besar dan berpotensi sebagai pengawet. Perlakuan
perendaman dengan fraksi etil asetat karena mengandung senyawa asam yang besar. Perlakuan pengujian asap cair dapat dilihat pada Tabel 23.
Pengamatan pada percobaan ikan tongkol dilakukan secara visual Tabel 23. Pada H-0 kontrol dilakukan pengamatan ikan tongkol menunjukkan
kondisi ikan masih segar dan bening +. Pada pengamatan hari 1 ikan tongkol masih dalam keadaan segar
++
. Hal ini masih dilihat dalam keadaan mata yang masih cemerlang dan daging tidak lunak. Kondisi kontrol sudah mengalami
penurunan dengan mata ikan sudah tidak lunak, dilihat kenampakan insang yang sudah mulai kusam dan bau ikan yang cenderung mendekati busuk. Ikan yang
direndam dengan fraksi asap cair masih menunjukkan tingkat kesegaran yang baik. Hal ini menunjukkan fraksi-fraksi asap cair masih mampu berfungsi sebagai
bakteriosidal dan fungisidal. Pada Hari ke 3 kondisi ikan sudah mengalami penurunan dimana mulai terdapat jamur pada permukaan ikan +. Hasil
pengamatan setelah hari ke 6 dan ke 9 menunjukkan bahwa ikan tongkol sudah ditumbuhi jamur yang berwarna merah muda dan berbau busuk -. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan asap cair dalam bentuk destilat jati, pinus dan bambu hanya mampu bertahan selama 3 hari saja.
Tabel 23 Perlakuan pengujian asap cair pada ikan tongkol dan tahu
Simbol Sampel
Jenis asap cair Lama perendaman
hari i 1 3 6 9
Kontrol Ikan tongkol
- ++ - -
5 JEA 20 Ikan tongkol Jati asam asetat
++ +
- 5 JEA 40
Ikan tongkol Jati asam asetat ++
+ -
5 JEA 60 Ikan tongkol Jati asam asetat
++ ++
- 5 PEA 20
Ikan tongkol Pinus asam asetat ++
+ -
5 PEA 40 Ikan tongkol Pinus asam asetat
++ ++
- 5 PEA 60
Ikan tongkol Pinus asam asetat ++
+ -
5 BEA 20 Ikan tongkol Bambu asam asetat
++ ++
- 5 BEA 40
Ikan tongkol Bambu asam asetat ++
++ _
5 BEA 60 Ikan tongkol Bambu asam asetat
++ ++
_ 10 JF60
Ikan tongkol Fraksi jati etil asetat +
+ -
10 PF 60 Ikan tongkol Fraksi pinus etil asetat
+ +
- 10 BF 60
Ikan tongkol Fraksi bambu etil asetat +
+ -
Kontrol Tahu -
+++ +
- -
SJ 60 Tahu
Asap cair kayu jati +++
++ + +
SP 60 Tahu
Asap cair kayu pinus +++
++ +
- SB 60
Tahu Asap cair bambu
+++ ++
+ -
5 SJ 60 Tahu
Asap cair kayu jati +++
++ +
+ 5 SP 60
Tahu Asap cair kayu pinus
+++ ++
+ +
5 SB 60 Tahu
Asap cair bambu +++
++ +
+
Keterangan : Tanda +++ = masih segar dan bening. ++ = masih segar dan mulai menyusut + = tidak segar dan - = busuk
Percobaan perendaman tahu dilakukan dengan perendaman asap cair jati 5 SJ 60. pinus 5 SP 60 dan bambu 5 SB 60 pada konsentrasi 5. Menunjukkan
bahwa tahu dengan perendaman asap cair jati, pinus dan bambu mampu bertahan pada hari 1 +++, mampu bertahan hari ke 3 ++. Pada tahu dengan perlakukan
kontrol pada hari 3, 6, dan 9 sudah mengalami pembusukan - dibandingkan dengan penambahan asap cair pada tahu pada hari 6 + dan hari 9 +. Ternyata
asap cair jati pada tahu dapat bertahan selama 9 hari dibandingkan tahu asap pinus dan asap bambu. Hal ini disebabkan bahwa komponen kimia asap jati
memiliki kandungan asam asetat yang lebih banyak dibandingkan dengan asap cair pinus dan asap cair bambu.
Perbedaan bahan pembuat asap cair tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan baik dari segi penampakan visual. Secara umum asap cair jati, pinus
dan bambu dapat digunakan sebagai bahan pengawet alternatif yang aman untuk di komsumsi.
4.8. Model Kinetika Pirolisis