Waktu paruh untuk model Arrhenius berada pada kisaran suhu pirolisis 400- 450°C, dimana produk asam asetat mengalami penurunan di atas suhu pirolisis
400°C. Berdasarkan hasil perhitungan untuk model Arrhenius Gambar 22 dan Lampiran 15 diperoleh bahwa dekomposisi lignin kayu jati berada pada suhu
optimun 404.23°C, sedang dari hasil analisis GC-MS asap cair kayu jati menghasilkan asam asetat 45.86. Dekomposisi lignin kayu pinus optimun pada
448.45°C dan dari analisis GC-MS asap cair kayu pinus menghasilkan asam asetat 19.60. Dekomposisi lignin bambu optimun pada 446.59°C dari hasil analisis
asap cair bambu menghasilkan asam asetat 46.30. Hasil perhitungan untuk model Tsamba dari persamaan regresi untuk asam asetat jati diperoleh y =
2.290x-16.94 diperoleh suhu optimun asam asetat jati Tsamba = 677.69-273°C = 404.69°C.
Persamaan regresi untuk asam asetat pinus Tsamba adalah y = 1.451x- 14.27, maka suhu optimun asam asetat pinus Tsamba = 685.31-273°C =
412.31⁰C. Persamaan regresi untuk asam asetat pinus Tsamba adalah y = 2.067x- 16.21, maka suhu optimun asam asetat bambu Tsamba = 696.82-273°C =
423.82°C. Hal ini menunjukkan bahwa produk asam asetat yang dihasilkan sangat
mempengaruhi nilai konstanta kinetika sehingga waktu paruh yang optimum berada pada kisaran suhu tersebut.
4.9. Termodinamika Kimia 4.9.1. Konversi Perubahan Nilai Kalor terhadap Perubahan Entropi
Nilai kalor terutama ditentukan oleh kandungan air, sedikit abu dan zat terbang maupun ukuran bahan yang dibakar. Keuntungan kayu dan bambu sebagai
bahan bakar arang karena memiliki kandungan abu dan belerang yang rendah. Untuk serbuk kayu jati, serbuk kayu pinus dan bambu, maka nilai kalor dan
entropi arang disajikan pada Tabel 26 Perhitungan diberikan di Lampiran 8 dan 9. Tabel 26 Karakteristik nilai kalor dan entropi arang serbuk kayu jati, pinus dan
bambu Suhu pirolisis
° C Nilai kalor MJkg
Entropi JK.mol Jati Pinus bambu Jati
Pinus bambu 110 18.73
18.89 18.45
4.08 4.11 4.01 200 23.77
22.10 22.09
4.19 3.89 3.89 300 24.92
25.28 24.25
3.62 3.68 3.53 400 27.37
27.07 26.41
3.39 3.35 3.27 500
27.92 28.36
26.86 3.01
3.06 2.90
Nilai kalor arang untuk ketiga jenis bahan baku di atas cenderung naik pada kenaikan suhu pirolisis. Hasil perhitungan tersebut di atas memperoleh hasil
bahwa nilai kalor jati berkisar antara 18.73-27.92 MJkg, pinus berkisar antara 18.89-28.36 MJkg dan bambu berkisar antara 18.45-26.86 MJkg. Nilai kalor
pinus lebih tinggi dibandingkan nilai kalor jati dan bambu Tabel 26 dan Lampiran 9. Hal ini didasarkan pada kondisi proses pembakaran yang
menghasilkan panas langsung dalam bentuk praktis yang berbeda dan tergantung pada suhu pembakaran yang digunakan serta jenis bahan baku. Nilai kalor
dipengaruhi oleh kadar air, sedikit abu dan zat terbang serta jenis bahan bakunya
.
Hasil ini sejalan dengan hasil kajian-kajian tentang nilai kalor bahan baku dari proses pirolisis yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian ini
didukung oleh Wang et al. 2009, menunjukkan bahwa nilai kalor limbah kayu pinus yang berasal dari industri pengolahan kayu sebesar 17.2 MJkg. Sedangkan
nilai kalor campuran sampah kota dan limbah industri dengan pirolisis sebesar 19.87 MJkg Paulucci et al. 2010. Nilai kalor dari kayu pinus dan spruce sebesar
16.6 MJkg dan ampas tebu Bagase sebesar 15.4 MJkg Demirbas Balat 2007. Nilai kalor untuk pirolisis Maize Straw sebesar 16.9 MJkg dan rumput laut
Ulva petruza sebesar 11.5 MJkg Ye et al. 2010, nilai kalor arang kayu berkisar 22.5 MJkg dan bambu 23.1 MJkg Tippayawong et al. 2010. Perbedaan jenis
nilai kalor batu bara Ashland, Afrika selatan dan Sardinian Sulcis sebesar 29.75, 27.44 dan 20.83 MJKg Franzoni et al. 2010. Perbandingan nilai entropi dari
arang dan asap cair ketiga bahan baku pada termodinamika kimia dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23 Perbandingan nilai entropi arang dan asam asetat jati, pinus dan bambu terhadap suhu pirolisis pada termodinamika kimia.
Nilai entropi pada ketiga bahan baku cenderung mengalami penurunan terhadap suhu pirolisis. Nilai entropi ketiga jenis arang hampir sama. Sedangkan
nilai entropi ketiga asam asetat hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa entropi arang dipengaruhi oleh nilai kalor terhadap suhu pirolisis dengan dS = dqT,
dimana nilai kalor yang dihasilkan dari proses pirolisis menggunakan reaktor listrik, untuk setiap variasi suhu pirolisis dan waktu tinggal, mempunyai nilai
kalor yang hampir sama. Oleh karena itu, bahan baku yang digunakan dalam proses pirolisis ini mempunyai komposisi bahan organik sama yaitu kayu jati,
pinus dan bambu, sehingga nilai kalor yang hampir sama. Semakin tinggi nilai kalor ketiga arang, maka entropi semakin besar. Artinya kualitas semakin baik
karena energi yang dipancarkan semakin baik. Dimana nilai kalor semakin tinggi, maka kadar abu semakin naik, Berdasarkan hasil penelitian ini seperti kadar abu
arang bambu berkisar antara 2.77-15.60 lebih tinggi dibandingkan kadar abu arang jati berkisar 1.09-10.82 dan pinus berkisar antara 0.44-1.24, mendekati
hasil penelitian Wang et al. 2009. Analisa proksimat limbah kayu pinus menunjukkan kadar abu 0.30, dan bahan biomassa yang berasal dari kayu
mangga menghasilkan kadar abu 2.5 Tippayawong et al. 2010. Sedangkan kadar zat terbang bambu dalam penelitian ini berkisar antara 82.75-4.62 lebih
rendah dibandingkan zat terbang jati berkisar 83.28-5.08 dan pinus berkisar antara 85.93-15.15, Menurut penelitian Wang et al. 2009, bahwa zat terbang
‐450 ‐400
‐350 ‐300
‐250 ‐200
‐150 ‐100
‐50 50
200 400
600 800
1000
E n
tr opi
Per p
a dua
n Jmol
Suhu pirolisis K
Arang Jati
Arang Pinus
Arang Bambu
Asam asetat jati
Asam asetat pinus
Asam asetat Bambu
limbah pinus 77.28, dan zat terbang kayu mangga 74.7 Tippayawong et al. 2010.
4.9.2. Perubahan Entalpi
ΔH⁰, Entropi ΔS⁰ dan Energi Bebas Gibbs ΔG⁰
Termodinamika kimia untuk proses pirolisis ini memberikan data perubahan entropi, entalpi dan energi aktivasi. Laju reaksi tergantung pada
kondisi suhu, konstanta kinetika dan energi aktivasi. Data termodinamika yang diperoleh adalah nilai perubahan entropi, entalpi dan energi bebas Gibbs dapat
digunakan dalam menentukan reaksi kesetimbangan Barin et al. 1973. Perubahan entalpi diperoleh dari nilai energi aktivasi terhadap perubahan suhu
dan konstanta gas, dapat dilihat pada Gambar 24 dan Lampiran 19 dan 20.
Gambar 24 Perubahan entalpi asam asetat jati, pinus dan bambu untuk model Tsamba dalam termodinamika kimia.
Gambar 24, secara umum nilai entalpi untuk model Tsamba dari ketiga bahan baku mengalami penurunan dengan kenaikan suhu, dimana perubahan
entalpi untuk jati berkisar antara 15.86-12.61 kJmol, pinus berkisar antara 8.88- 5.63 kJmol dan bambu berkisar 14.01-10.76 kJmol. Hal ini disebabkan oleh
pengaruh energi aktivasi, dimana nilai energi aktivasi asam asetat jati 19.04 kJmol, asam asetat pinus 12.06 kJmol dan asam asetat bambu sebesar 17.19
kJmol lebih besar dibandingkan nilai perkalian tetapan gas dan suhu pirolisis sebesar 3.184-6.426 kJmol sehingga perubahan entalpi bernilai positif.
2000 4000
6000 8000
10000 12000
14000 16000
18000
200 400
600 800
1000
Enta lpi
Tsamba J
mol
Suhu pirolisis K
Jati Pinus
Bambu
Pada penelitian ini untuk menghitung perubahan ∆H⁰ dimana Ea
tergantung pada suhu pirolisis. Sifat termodinamika suatu sistem yang didefenisikan sebagai
∆H⁰ = Ea-RT. Perubahan entalpi berbanding lurus dengan energi aktivasi. Jika Ea RT, maka perubahan entalpi bernilai positif pada
pembentukan asam asetat jati, pinus dan bambu. Secara umum perubahan entalpi dipengaruhi oleh nilai energi aktivasi dan suhu pirolisis. Jika perubahan entalpi
bernilai positif berarti reaksi bersifat endotermik. Hal ini didukung oleh penelitian Adejero et al.2010, bahwa nilai entalpi untuk AM
I
, MNDO dan PM
3
sebesar 250.66, 325.07, dan 195.01 kJmol. Perubahan entalpi untuk pirolisis kayu Bark
sebesar 434 Jg lebih tinggi dibandingkan selulosa sebesar 274 Jg Billbao et al. 1993, nilai entalpi tongkol jagung untuk arang aktif sebesar 6.231 kJmol pada
suhu 400° C Bangash Alam 2007. Perubahan entalpi untuk CrIII sebesar 12.64 kJmol dengan kenaikan suhu Mahdavi et al 2011.
Gambar 25 Perubahan entropi asam asetat jati, pinus dan bambu dengan model Tsamba dalam termodinamika pirolisis.
Gambar 25 memperlihatkan bahwa secara umum perubahan entropi untuk model Tsamba dari ketiga bahan baku cenderung mengalami penurunan. Nilai
entropi model Tsamba untuk asam asetat jati berkisar lebih kecil dibandingkan entropi asam asetat pinus dan entropi bambu. Hal ini disebabkan oleh pengaruh
kondisi proses suhu pirolisis dan laju pemanasan yang menyebabkan terjadi penurunan entalpi yang mana dekomposisi selulosa asap cair jati menghasilkan
asam asetat, asam format, metil ester dan asam hidronitrat. Pada dekomposisi
‐350 ‐300
‐250 ‐200
‐150 ‐100
‐50 200
400 600
800 1000
En tro
p i
Tsamba J
K.mol
Suhu Pirolisis K
Jati Pinus
Bambu
selulosa asap cair pinus dihasilkan asam asetat, L-alanin etil ester, 2 propanon dan asam propanoat. Dekomposisi selulosa asap cair bambu menghasilkan asam
asetat, metil ester dan asam propanoat. Dalam rangka menghitung entropi diperlukan data konstanta kinetika dan suhu pirolisis agar diperoleh perubahan
entalpi. Jika entalpi bernilai negatif artinya reaksi berlangsung secara spontan dan reaksi eksotermal. sehingga entropi yang dihasilkan bernilai negatif. Hal ini
didukung oleh penelitian Adejero et al 2010, bahwa nilai entropi untuk AM
I
, MNDO dan PM
3
sebesar -0.69, 3.367, dan -0.742 Jmol. Perubahan entalpi tongkol jagung untuk arang aktif sebesar -262.10 JK mol pada suhu 400°C
Bangash Alam 2007. Selanjutnya Li et al. 2009. mengatakan bahwa perubahan entalpi bernilai positif menunjukkan bahwa proses berlangsung secara
spontan dan bersifat endotermik. Perubahan energi bebas Gibbs pada termodinamika kimia pada pembentukan
asam asetat jati, pinus dan bambu dengan menghitung nilai perubahan entalpi dan entropi terhadap suhu pada proses pirolisis dapat dilihat pada Gambar 26 dan
Lampiran 19 dan 20.
Gambar 26 Energi bebas Gibbs asam asetat jati, pinus dan bambu untuk model Tsamba.
Gambar 26, menunjukkan bahwa perubahan energi bebas Gibbs asam asetat jati, pinus dan bambu dalam termodinamika kimia cenderung mengalami
kenaikan dengan naiknya suhu. Perubahan energi bebas Gibbs pada model Tsamba untuk asam asetat jati berkisar antara 142.11-310.81 kJmol lebih tinggi
50 100
150 200
250 300
200 400
600 800
1000
Ene rgi
beb a
s G
ibbs J
mol
Suhu pirolisis K
Jati Tsamba
Pinus Tsamba
Bambu Tsamba
dibandingkan energi bebas Gibbs untuk asam asetat pinus berkisar antara 142.46- 304.31 kJmol dan asam asetat bambu berkisar antara 142.26-308.90 kJmol. Hal
ini disebabkan perubahan suhu dan entropi T ∆S⁰ lebih besar dibandingkan
perubahan entalpi ∆H⁰. Hasil penelitian ini didukung penelitian Adejero et
al.2010, menemukan energi bebas Gibbs untuk AM
I
sebesar 251.09 kJmol dan PM
3
sebesar 195.47 kJmol. Menurut penelitian Ora et al. 2008, energi bebas Gibbs untuk Sn II sebesar 67.092 kJmol pada suhu 333 K. Perbedaan ini
disebabkan mekanisme reaksi pirolisis dalam keadaan transisi dan laju pemanasan dan suhu pirolisis. Nilai parameter termodinamika untuk menghitung perubahan
entalpi dan entropi untuk proses sorpsion sebesar 39.3 kJmol dan 0.202 kJK mol Wassewar et al. 2009. Dalam kenyataan, bahwa pada suhu 150° C dan dibawah
tekanan 2 Mpa, dengan penambahan katalis mampu meningkatkan rendemen metanol mendekati prediksi termodinamika Mahajjan et al. 1999. Berdasarkan
hasil termodinamika ditunjukkan bahwa proses gasifikasi lebih efektif dibandingkan proses pirolisis dalam pembentukan hidrogen dan Syngas gas CO,
CO
2
, CH
4
dan H
2
pada campuran batu bara dan biomassa Franzoni et al. 2010. Secara umum, perubahan energi bebas Gibbs yang bernilai positif semakin tinggi
dengan meningkatnya suhu pirolisis, yang diindikasikan bahwa proses pirolisis biomassa kayu jati, pinus dan bambu berlangsung secara tidak spontan dengan
reaksi endotermik terhadap produk asam asetat yang dihasikan dalam pirolisis. Nilai negatif pada perubahan energi bebas Gibbs ∆G° mengindikasikan bahwa
proses absorpsi adalah kemungkinan terjadi feasible dan spontan pada semua suhu yang dipelajari. Nilai ∆G° menurun dengan kenaikan suhu yang
membuktikan bahwa reaksi tersebut pada suhu yang tinggi Haron et al. 2009. Nilai positif pada perubahan entalpi untuk Cr III dengan proses endotermik, dan
nilai negatif pada perubahan energi bebas Gibbs mengindikasikan bahwa kemungkinan terjadi dan proses spontan Mahdavi et al. 2011. Secara umum
reaksi dapat berlangsung, berarti ∆G 0 dan reaksi kesetimbangan pada termodinamika dengan suhu kamar tergantung dari pembentukan asam asetat,
ternyata reaksinya berlangsung sangat lambat, dimana laju reaksi semakin turun dengan waktu pirolisis dan yield asam asetat semakin naik dengan kenaikan
energi bebas Gibbs.
4.10. Konversi Bahan Baku menjadi Kandungan Karbon Biomassa