dan bambu dapat digunakan sebagai bahan pengawet alternatif yang aman untuk di komsumsi.
4.8. Model Kinetika Pirolisis
Kinetika pirolisis degradasi termal untuk bahan-bahan lignoselulosa seperti serbuk kayu jati, kayu pinus, dan bambu, umumnya didasari oleh proses
perpindahan panas dan massa. Reaksi pirolisis limbah kayu dan bambu sangat dipengaruhi oleh suhu, laju pemanasan dan asal gas pembawa. Menurut Babu
2004, laju pemanasan mempunyai pengaruh nyata terhadap mekanisme reaksi pirolisis. Xiu et al. 2005, pirolisis flash dengan limbah pertanian menghasilkan
energi aktivasi pada lignin kraft antara 31-33 kJmol dan faktor pre eksponensial 10
3
detik. Akibat perbedaan struktur lignin, energi aktivasi, dan laju reaksi berubah tergantung jenis bahan baku dan metode perlakuan.
4.8.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinetika Pirolisis
Faktor yang mempengaruhi kinetika pirolisis yang diuji secara khusus dilaksanakan pada kondisi suhu dan waktu seperti ditunjukkan pada Tabel 24
dan Lampiran 5. Tabel 24 Berbagai suhu, waktu pirolisis dan yield asam asetat
Suhu °C
Waktu pirolisis menit ke Yield asam asetat bb
Jati Pinus
Bambu Jati
Pinus Bambu
110 28
35 25
5.31 7.35
6.15 200
63 80
63 35.99
12.05 18.89
300 100
118 85
46.81 14.94
28.46 400
145 155
120 55.75
20.16 44.82
500 200
190 165
56.40 20.62
46.12
Tabel 24 memperlihatkan pengaruh kenaikan suhu pirolisis terhadap waktu tinggal dan yield asam asetat. Yield asam asetat tertinggi diperoleh jati diikuti
bambu dan pinus. Untuk suhu yang sama, diperlukan waktu yang berbeda oleh ketiga bahan baku. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi hemiselulosa, selulosa
dan lignin pada kayu jati, kayu pinus dan bambu yang berbeda. Semakin tinggi suhu pirolisis, maka yield asam asetat semakin besar. Hal ini disebabkan terjadi
depolimerisasi dan pemutusan ikatan C-O dan C-C. Pada kisaran suhu yang sama selulosa sudah terdegradasi, lignin mulai terurai menghasilkan ter, larutan
pirolignat dan gas CO menurun Bryne Nagle 1997. Jumlah asap cair yang dihasilkan sangat tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan dan suhu
yang dicapai dalam proses. Reaksi kinetika pirolisis dipengaruhi oleh suhu dan waktu tinggal dalam reaktor Wei et al. 2006.
4.8.2. Model Kinetika Pirolisis Asam Asetat
Model kinetika pirolisis terbentuk dalam dua tahap. Tahap pertama adalah mekanisme pirolisis kayu dan bambu, dan tahap kedua adalah produk asam asetat
yang diperoleh dari limbah kayu dan bambu yang mengalami reaksi kinetika pirolisis. Model kinetika pirolisis dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh
laju pemanasan kayu dan bambu terhadap jumlah asap cair. Reaksi ini dianggap sebagai reaksi orde pertama dari model Arrhenius dan Tsamba dalam
menentukan energi aktivasi dan faktor pre eksponensial.
4.8.2.1. Energi Aktivasi dan Faktor pre Eksponensial
Kinetika pirolisis asam asetat jati, pinus dan bambu berdasarkan hasil analisis persamaan Arrhenius yang disajikan pada Gambar 17a-c dan Lampiran
14. Kinetika pirolisis tersebut digunakan untuk menentukan energi aktivasi dan faktor pre eksponensial.
a b
yjt = 1.462x ‐ 7.177
R² = 0.997
‐6 ‐5
‐4 ‐3
‐2 ‐1
1 2
3
ln k
1000T
y pns= 1.264x ‐ 6.939
R² = 0.985
‐6 ‐5
‐4 ‐3
‐2 ‐1
1 2
3
ln k
1000T
c Gambar 17 Hubungan antara ln k terhadap 1000 T menggunakan model
Arrhenius pada perlakuan: a. Asam asetat jati, b. Asam asetat pinus, c. Asam asetat bambu.
Gambar 17a-c menyajikan model Arrhenius kinetika pirolisis asam asetat pada suhu 283-773K menghasilkan energi aktivasi rata-rata untuk asam asetat jati
12.16 kJmol lebih tinggi daripada asam asetat pinus 10.51 kJmol dan bambu 11.36 kJmol. Faktor pre eksponensial A untuk asam asetat jati 7.64x10
-4
menit lebih tinggi daripada asam asetat pinus 9.69x10
-4
menit dan asam asetat bambu 1.04x10
-4
menit. Hal ini disebabkan nilai konstanta kinetika k
1,
k
2
, k
3
, k
4
dan k
5
asam asetat jati 1.46x10
-5
–10.74x10
-5
menit lebih tinggi dari konstanta kinetika asam asetat pinus 3.57x10
-5
–18.89x10
-5
menit dan asam asetat bambu 2.94x10
-5
– 17.80x10
-5
menit. Jumlah asap cair yang dihasilkan sangat tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan dan suhu yang dicapai dalam proses. Hal ini sesuai
dengan pernyataan yang dikemukakan Djatmiko et al. 1985 bahwa keberadaan senyawa –senyawa kimia dalam asap cair dipengaruhi oleh kandungan kimia dari
bahan baku yang digunakan dan suhu yang ingin dicapai pada proses pirolisis. Berkaitan dengan hal tersebut, Byrne Nagle 1997 mengatakan bahwa
penguapan, penguraian atau dekomposisi komponen kimia kayu pada proses pirolisis terjadi secara bertahap, yaitu pada suhu 100-150°C hanya terjadi
penguapan molekul air. Pada suhu 200°C mulai terjadi penguraian hemiselulosa; pada suhu 240°C mulai terdekomposisi selulosa menjadi larutan pirolignat, gas
CO, CO
2
dan sedikit ter. Pada suhu 240-400°C, terjadi proses dekomposisi selulosa dan lignin menjadi larutan pirolignat, gas CO, CH
4
, H
2
dan ter lebih banyak. Pada suhu di atas 400°C terjadi pembentukan lapisan aromatik.
y bb= 1.366x ‐ 6.866
R² = 0.982
‐6 ‐5
‐4 ‐3
‐2 ‐1
1 2
3
ln k
1000T
a b
c Gambar 18 Hubungan antara ln k terhadap 1000 T menggunakan persamaan
model Tsamba pada perlakuan: a Asam asetat jati, b Asam asetat pinus, c Asam asetat bambu.
Gambar 18 menunjukkan model kinetika pirolisis asam asetat pada suhu 283-773K menggunakan model Tsamba diperoleh energi aktivasi rata-rata untuk
asam asetat jati adalah 19.04 kJmol lebih tinggi daripada asam asetat pinus 12.06 kJmol dan bambu 17.19 kJmol. Faktor pre eksponensial asam asetat jati adalah
7.12x10
-4
menit, lebih tinggi daripada asam asetat pinus 3.72x10
-3
dan asam asetat bambu 1.50x10
-3
menit Tabel 25 dan Lampiran 14. Faktor yang mempengaruhi lain adalah nilai konstanta kinetika yang berbeda, dimana konstanta kinetika k
1,
k
2
, k
3
, k
4
dan k
5
asam asetat jati berkisar antara 2.21x10
-5
-1.953x10
-6
menit lebih tinggi dibandingkan konstanta kinetika asam asetat pinus berkisar antara
2.142x10
-5
-3.54x10
-6
menit dan bambu berkisar antara 2.217x10
-5
-2.084x10
- 6
menit. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa laju pemanasan ξ
1,
ξ
2 ,
ξ
3 ,
ξ
4
dan ξ
5
asam asetat jati berkisar antara 13.68-3.87 Kmenit lebih rendah
y = 2.290x ‐ 16.94
R² = 0.987
‐15 ‐10
‐5 1
2 3
ln Fx
T2
1000T
y = 1.451x ‐ 14.67
R² = 0.993
‐13 ‐12.5
‐12 ‐11.5
‐11 ‐10.5
1 2
3
ln F
x T2
1000T
y = 2.067x ‐ 16.21
R² = 0.993
‐15 ‐10
‐5 1
2 3
ln Fx
T2
1000T
dibandingkan laju pemanasan asam asetat pinus berkisar antara 10.94-4.07 Kmenit dan bambu berkisar antara 15.32-4.68 Kmenit, sehingga semakin naik
suhu pirolisis, maka laju pemanasan semakin turun. Hasil perhitungan energi aktivasi dan faktor pre eksponensial dari pembentukan asam asetat jati, pinus dan
bambu dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Menentukan energi aktivasi Ea dan faktor pre eksponensial A asam
asetat jati, pinus dan bambu Produk
Model Arrhenius Model Tsamba
pirolisis Ea kJmol
A menit
-1
Ea kJmol A menit
-1
Jati 12.16 7.64x10
-4
19.04 7.12x10
-4
Pinus 10.51 9.69x10
-4
12.06 3.72x10
-3
Bambu 11.36 1.04x10
-4
17.19 1.51x10
-3
Hasil penelitian ini sejalan dengan kajian-kajian tentang energi aktivasi dan faktor pre eksponensial dalam model kinetika pirolisis yang telah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya. Menurut Abass 2011, energi aktivasi dari pirolisis potongan ban scrap tires pada suhu yang tinggi yaitu 390-450°C diperoleh
sebesar 5.56 kJmol dan faktor pre eksponensial sebesar 6.0 x10
-7
menit. Sedangkan menurut Novozhilov et al. 1996, energi aktivasi dari hasil pirolisis
jenis kayu pinus sebesar 1.26 x 10
5
kJ mol dan faktor pre eksponensial sebesar 5.1 x 10
11
menit. Sedang Murugan et al. 2008, memperoleh energi aktivasi untuk lignin kayu keras 34-284 kJmol dan faktor pre eksponensial sebesar 2.22
x10
3
menit. Menurut Sevim et al. 2006, energi aktivasi dari pirolisis asam borat sebesar 79.85 kJmol dan faktor pre eksponential 3.82 x10
4
menit. Menurut hasil penelitian Di Blasi Branca 2001, menemukan energi aktivasi dari pirolisis
kayu Beech sebesar 152.7 kJmol dan faktor pre eksponential 2.63 x10
10
menit untuk laju pemanasan 1000 Kmenit dengan suhu reaksi kisaran 587-720 K.
Berdasarkan hasil tersebut, maka perbedaan nilai energi aktivasi dan faktor pre eksponensial disebabkan peralatan yang digunakan, waktu tinggal, laju
pemanasan, dan suhu pirolisis..
4.8.2.2. Kinetika Pirolisis Asam Asetat Jati, Pinus dan Bambu Kinetika pirolisis untuk asam asetat jati. pinus dan bambu berdasarkan
hasil analisis persamaan Arrhenius disajikan pada Gambar 19 dan Lampiran 14. Perbandingan nilai ln k terhadap 1000T pada model Arrhenius dari kinetika
pirolisis asam asetat jati, pinus dan bambu menghasilkan nilai energi aktivasi yang diperoleh dari slope sedangkan faktor pre eksponesial yang diperoleh dari
intersep.
Gambar 19 Perbandingan nilai ln k terhadap 1000T pada model Arrhenius dari kinetika pirolisis asam asetat jati, pinus dan
bambu. Gambar 19 menunjukkan adanya perbedaan perilaku konstanta kinetika
model Arrhenius dari asam asetat jati, pinus dan bambu. Nilai ln k model Arrhenius memperlihatkan pola yang cenderung menurun dengan semakin
tingginya suhu pirolisis. Hubungan antara suhu pirolisis x dan ln konstanta kinetika y pada model Arrhenius asam asetat jati adalah y jt = -1.517x – 7.176.
bila y = ln k = -9.4307, maka persamaan regresi -9.4307 = -1.517x-7.176, sehingga x = 1.4863 atau T =10001.4863 = 672.81 K. Maka suhu optimun asam
asetat jati Arrhenius = 672.81-273 = 399.81°C. Artinya konstanta kinetika asam
asetat jati yang optimal sebesar -9.4307menit dan dicapai pada suhu pirolisis optimal 399.81°C, dengan nilai koefisien determinasi R
2
= 0.997. Nilai R
2
menunjukkan adanya korelasi yang kuat pada suhu pirolisis dengan nilai konstanta kinetika asam asetat jati sebesar 99.70. Hal ini menunjukkan
‐12 ‐10
‐8 ‐6
‐4 ‐2
0.5 1
1.5 2
2.5 3
ln k
1000T
Jati Pinus
Bambu
pembentukan energi aktivasi asam asetat terjadi seiring dengan peningkatan suhu pirolisis.
Peningkatan ln k model Arrhenius asam asetat pinus memperlihatkan pola yang cenderung menurun dengan semakin tingginya suhu pirolisis Gambar 19.
Hubungan antara suhu pirolisis x dan konstanta kinetika model Arrhenius asam asetat pinus dinyatakan dengan persamaan: y pns = -1.264x -6.938. Bila y pns =
ln k = -8.8174, maka persamaan regresi adalah -8.8174 = -1.264x -6.938, sehingga x = 1.4869 atau T =10001.4869 = 672.54 K. Maka suhu optimun asam
asetat pinus Arrhenius = 672.54-273 = 399.54°C. Hal ini mengandung arti bahwa konstanta kinetika asam asetat pinus yang optimal sebesar -8.8174 menit dan
dicapai pada suhu pirolisis optimal 399.54°C, dengan nilai koefisien determinasi R
2
= 0.985. Nilai R
2
tersebut menunjukkan adanya korelasi yang kuat. artinya suhu pirolisis memberikan pengaruh terhadap konstanta kinetika asam asetat
pinus. sebesar 98.50. Hal ini menunjukkan pembentukan energi aktivasi asam asetat pinus terjadi seiring dengan peningkatan suhu pirolisis didapatkan adanya
perbedaan antara hasil percobaan dan hasil prediksi. Gambar 19 menunjukkan adanya perbedaan perilaku ln k model Arrhenius
asam asetat bambu, dimana peningkatan ln k model Arrhenius memperlihatkan pola yang cenderung menurun dengan semakin tingginya suhu pirolisis.
Hubungan antara suhu dan konstanta kinetika model Arrhenius asam asetat bambu dinyatakan dengan persamaan: y bb = -1.369x – 6.861. Bila y bb = ln k = -
8.8963, maka persamaan regresi adalah -8.8963= -1.369x – 6.861, sehingga x = 1.4867 atau T =10001.4867 = 672.63 K. Maka suhu optimun asam asetat bambu
Arrhenius = 672.63-273 = 399.63°C. Hal ini mengandung arti bahwa konstanta kinetika asam asetat bambu yang optimal sebesar -8.8963menit dan dicapai pada
suhu pirolisis optimal 399.63°C, dengan nilai koefisien determinasi R
2
= 0.982. Nilai R
2
tersebut menunjukkan adanya korelasi yang kuat, artinya suhu pirolisis yang memberikan pengaruh terhadap konstanta kinetika asam asetat bambu
sebesar 98.2. Hal ini menunjukkan pembentukan energi aktivasi asam asetat bambu terjadi seiring dengan peningkatan suhu pirolisis. Hasil penelitian ini
diperoleh model Arrhenius kinetika pirolisis asam asetat tidak dipengaruhi oleh
laju pemanasan, yang menyebabkan nilai konstanta kinetika terhadap kenaikan suhu pirolisis asam asetat jati, pinus dan bambu mengalami kenaikan.
Dalam penelitian ini, salah satu faktor yang mempengaruhi kinetika pirolisis adalah laju pemanasan
ξ yang menyebabkan menggunakan model Tsamba, dimana hubungan ln FxT
2
terhadap 1000T sehingga diperoleh energi aktivasi dan faktor pre eksponensial. Untuk mendapatkan nilai ln k , maka perlu dilakukan
perhitungan selisih nilai ln FxT
2
terhadap ln R ξEa. Nilai ln FxT
2
dalam kinetika pirolisis untuk model Tsamba asam asetat jati, pinus dan bambu
berdasarkan hasil perhitungan persamaan Arrhenius terhadap perubahan suhu pirolisis pada Gambar 20 dan Lampiran 14.
Gambar 20 Perbandingan nilai ln FxT
2
terhadap 1000T untuk model Tsamba dari kinetika pirolisis asam asetat jati, pinus dan bambu
Kinetika asam asetat jati model Tsamba dengan persamaan : y jt = 2.290x- 16.94. Bila y jt = ln FxT
2
= -13.5609, maka persamaan regresi adalah -13.5609 = 2.290x-16.94, sehingga x = 1.4756 atau T =10001.4756 = 677.69 K. Maka
suhu optimun asam asetat jati Tsamba = 6877.69-273 = 404.69°C. Artinya
konstanta kinetika asam asetat jati sebesar -13.5609menit pada suhu optimal 404.69°C, dengan nilai koefisien determinasi R
2
= 0.9870. Nilai R
2
tersebut menunjukkan adanya korelasi yang tinggi, artinya suhu pirolisis memberikan
pengaruh terhadap konstanta kinetika asam asetat jati sebesar 98.70. Kinetika asam asetat pinus model Tsamba dengan persamaan : y pns =
1.451x -14.67. bila y pns = ln FxT
2
= -12.5527, maka persamaan regresi adalah
‐16 ‐14
‐12 ‐10
‐8 ‐6
‐4 ‐2
0.5 1
1.5 2
2.5 3
ln Fx
T2
1000T
Jati Pinus
Bambu
-12.5527 = 1.451 x-14.67, sehingga x = 1.4592 atau T =10001.4592 = 685.31 K. Maka suhu optimun asam asetat pinus Tsamba = 685.31-273 = 412.31⁰C. Artinya
konstanta kinetika asam asetat pinus sebesar -12.5527 menit pada suhu optimal
412.31°C, dengan nilai koefisien determinasi R
2
= 0.9930. Nilai R
2
tersebut menunjukkan adanya korelasi yang kuat, artinya suhu pirolisis memberikan
pengaruh terhadap konstanta kinetika asam asetat pinus. sebesar 99.3`. Kinetika asam asetat bambu model Tsamba dengan persamaan : ybb =
2.069x -16.21. Bila y bb = ln FxT
2
= -12.7786, maka persamaan regresi - 12.7786 = 2.067x-16.21, sehingga x = 1.4351 atau T =10001.4351 = 696.82 K.
Maka suhu optimun asam asetat bambu Tsamba = 696.82-273 = 423.82° C. Artinya konstanta kinetika asam asetat bambu sebesar -13.2437 menit pada suhu
optimal 423.82°C, dengan nilai koefisien determinasi R
2
= 0.983. Nilai R
2
tersebut menunjukkan adanya korelasi yang kuat, artinya suhu pirolisis yang memberikan pengaruh terhadap konstanta kinetika asam asetat pinus sebesar
98.30. Nilai ln FxT
2
untuk model Tsamba kinetika pirolisis asam asetat jati, pinus dan bambu meningkat dengan kenaikan suhu pirolisis. Nilai ln FxT
2
model Tsamba meningkat secara proporsional dengan suhu pirolisis. Kedua model ini mempertimbangkan pengaruh suhu pirolisis terhadap konstanta kinetika.
Perbedaannya adalah model Arrhenius hanya melihat pengaruh suhu terhadap konstanta kinetika tanpa laju pemanasan. Model Tsamba mempertimbangkan
pengaruh suhu pirolisis terhadap laju pemanasan. Menurut Koufapanos et al. 2001, bahwa model kinetika yang
disimulasikan dengan nilai terbaik dari konstanta kinetika didapatkan dengan meminimalkan kesalahan kuadrat terkecil untuk model Tsamba. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah laju pemanasan, dengan nilai ln FxT
2
untuk model Tsamba meningkat secara proporsional dengan kenaikan suhu pirolisis. Penelitian
ini memperoleh hasil bahwa model Tsamba lebih sesuai daripada model Arrhenius pada laju reaksi asam asetat jati, pinus dan bambu. Kinetika pirolisis
untuk model Tsamba menunjukkan ln FxT
2
versus 1000T untuk menentukan nilai Ea dan A. Nilai k diperoleh dari perhitungan ln k yaitu selisih ln FxT
2
terhadap ln RξEa, dimana faktor yang mempengaruhi adalah laju pemanasan dan
suhu pirolisis. Sedangkan model Arrhenius hanya suhu pirolisis yang berpengaruhi dalam kinetika pirolisis. Laju reaksi untuk model Tsamba diperoleh
dari hasil perhitungan antara konstanta kinetika k terhadap konsentrasi asam asetat, yang mana mendekati nilai laju reaksi hasil percobaan yang diperoleh dari
hasil perhitungan antara konsentrasi asam asetat yang berbanding terbalik terhadap waktu pirolisis. Sedangkan model Arrhenius, nilai k relatif lebih kecil
daripada hasil percobaan. Sehingga laju reaksinya bertolak belakang. Hubungan laju reaksi asam asetat jati, pinus dan bambu terhadap waktu pirolisis pada model
Arrhenius dan Tsamba dapat lihat Gambar 21 dan Lampiran 16.
a
b Gambar 21 Hubungan laju reaksi terhadap waktu pirolisis a Percobaan,
dan Model Tsamba, b Model Arrhenius untuk asam asetat jati, pinus dan bambu.
0.5 1
1.5 2
2.5 3
3.5
200 400
600 800
1000
La ju
reak si
m o
lL .m
e n
it
Suhu pirolisis °C
Jati Percobaan
Pinus Percobaan
Bambu Percobaan
Jati Tsamba
Pinus Tsamba
Bambu Tsamba
2 4
6 8
10 12
14 16
200 400
600 800
1000
La ju
reaksi 10
‐4 molL.menit
Suhu pirolisis °C
Jati Arrhenius
Pinus Arrhenius
Bambu Arrhenius
Gambar 21 menunjukkan adanya perbedaan perilaku laju reaksi hasil percobaan dengan laju reaksi hasil prediksi. Penurunan laju reaksi percobaan
memperlihatkan pola yang cenderung menurun dengan semakin tingginya suhu pirolisis. Laju reaksi hasil prediksi menggunakan model Arrhenius untuk
pembentukan asam asetat jati, pinus dan bambu menunjukkan perilaku yang berbeda dengan laju reaksi hasil prediksi. Nilai konstanta laju reaksi pada suhu
yang berbeda, karena konstanta laju reaksi berbanding lurus dengan laju reaksi, untuk laju reaksi prediksi yang dihasilkan dengan menggunakan model Arrhenius
untuk pembentukan asam asetat jati lebih tinggi dibandingkan laju reaksi asam asetat pinus dan bambu. Jika laju suatu reaksi bertambah dengan cepat dengan
kenaikan suhu, maka reaksi itu akan terjadi ledakan dan reaksi itu disebut reaksi eksplosif Holil 2008.
Nilai laju reaksi prediksi menggunakan model Tsamba untuk pembentukan asam asetat jati lebih tinggi dibandingkan laju reaksi asam asetat pinus dan
bambu. Nilai laju reaksi prediksi lebih mendekati nilai laju reaksi hasil percobaan untuk asam asetat jati dan lebih besar dibandingkan dengan pinus dan bambu, juga
terlihat bahwa semakin tinggi suhu pirolisis, nilai laju reaksi percobaan mengalami trend yang menurun yang mendekati nilai laju reaksi hasil prediksi
model Tsamba. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan asam asetat jati, pinus dan bambu pada hasil percobaan terjadi seiring dengan peningkatan suhu pirolisis
400-500°C yang sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam hasil prediksi model Tsamba yang disebabkan adanya pengaruh suhu dan laju pemanasan. Oleh
karena itu maka laju reaksi pada model Tsamba dapat memperlambat
pembentukan asam asetat, bila reaksi lambat menunjukkan nilai konstanta laju
reaksi kecil, sebalikya reaksi cepat menunjukkan nilai konstanta laju reaksi besar yang diterapkan pada model Arrhenius.
4.8.3. Waktu Paruh dalam Kinetika Pirolisis
Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan bagi bahan baku serbuk kayu jati. pinus dan bambu untuk bereaksi sehingga konsentrasi reaktan menjadi
setengah dari semula. Waktu paruh asam asetat jati, pinus dan bambu pada model
Arrhenius mengalami penurunan dan cenderung mengalami kenaikan model Tsamba terhadap suhu pirolisis dapat dilihat pada Gambar 22 dan Lampiran 7.
Waktu paruh asam asetat jati 4.75x10
4
–0.64x10
4
menit lebih tinggi dibandingkan waktu paruh asam asetat pinus 1.94x10
4
–0.37x10
4
menit dan bambu 2.36x10
4
–0.39x10
4
menit pada model Arrhenius. Waktu paruh Tsamba asam asetat jati adalah 1.1079-81.5467menit, lebih tinggi dibandingkan dengan
waktu paruh asam asetat pinus yakni 2.4597-44.4325menit dan bambu yakni 1.1535-55.4518menit. Waktu paruh dipengaruhi oleh nilai konstanta kinetika k
yang berorde satu dari persamaan Arrhenius, sehingga apabila nilai k semakin besar maka waktu paruh semakin kecil dan sebaliknya
.
a
b Gambar 22 Hubungan antara waktu paruh terhadap suhu pirolisis a. Model
Arrhenius b. Model Tsamba untuk kinetika asam asetat jati, pinus dan bambu.
1 2
3 4
5
200 400
600
Wa ktu
pa ruh
Ar rh
e n
iu s
10
4.
menit
Suhu pirolisis ⁰C
Jati Pinus
Bambu
20 40
60 80
100
100 200
300 400
500 600
Wak tu
pa ruh
Tsamba menit
Suhu pirolisis ⁰C
Jati Pinus
Bambu
Waktu paruh untuk model Arrhenius berada pada kisaran suhu pirolisis 400- 450°C, dimana produk asam asetat mengalami penurunan di atas suhu pirolisis
400°C. Berdasarkan hasil perhitungan untuk model Arrhenius Gambar 22 dan Lampiran 15 diperoleh bahwa dekomposisi lignin kayu jati berada pada suhu
optimun 404.23°C, sedang dari hasil analisis GC-MS asap cair kayu jati menghasilkan asam asetat 45.86. Dekomposisi lignin kayu pinus optimun pada
448.45°C dan dari analisis GC-MS asap cair kayu pinus menghasilkan asam asetat 19.60. Dekomposisi lignin bambu optimun pada 446.59°C dari hasil analisis
asap cair bambu menghasilkan asam asetat 46.30. Hasil perhitungan untuk model Tsamba dari persamaan regresi untuk asam asetat jati diperoleh y =
2.290x-16.94 diperoleh suhu optimun asam asetat jati Tsamba = 677.69-273°C = 404.69°C.
Persamaan regresi untuk asam asetat pinus Tsamba adalah y = 1.451x- 14.27, maka suhu optimun asam asetat pinus Tsamba = 685.31-273°C =
412.31⁰C. Persamaan regresi untuk asam asetat pinus Tsamba adalah y = 2.067x- 16.21, maka suhu optimun asam asetat bambu Tsamba = 696.82-273°C =
423.82°C. Hal ini menunjukkan bahwa produk asam asetat yang dihasilkan sangat
mempengaruhi nilai konstanta kinetika sehingga waktu paruh yang optimum berada pada kisaran suhu tersebut.
4.9. Termodinamika Kimia 4.9.1. Konversi Perubahan Nilai Kalor terhadap Perubahan Entropi