Selain itu, ketidakpastian kepemilikan pemerintah terhadap sumber daya alam di kawasan TNGHS dan adanya aktivitas pemanfaatan sumber daya alam
yang dilakukan oleh masyarakat adalah penyebab utama terjadinya perubahan penggunaan dan penutupan lahan di kawasan TNGHS. Peubah sosial ekonomi
yang berpengaruh dominan terhadap perubahan penggunaan dan penutupan lahan di kawasan TNGHS adalah kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk,
luas kepemilikan lahan, perluasan pemukiman, dan perluasan lahan pertanian Yatap, 2008.
Faktor penyebab perubahan penutupan lahan di Pulau Jawa umumnya adalah sama, yaitu kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, luas
kepemilikan lahan, perluasan pemukiman, perluasan lahan pertanian, dan faktor lainnya yang berhubungan langsung dengan aktivitas manusia.
Kawasan di luar Jawa khususnya Pulau Kalimantan memiliki faktor penyebab perubahan penutupan lahan lainnya seperti pertambangan, HTI, HPH,
dan aktivitas ilegal lainnya. Sehingga perlu diketahui secara pasti bagaimana pengaruh faktor tersebut terhadap perubahan penutupan lahan di kawasan Taman
Nasional Kutai khususnya di Kabupaten Kutai Timur.
2.5.2. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam
Suatu kebijakan direncanakan dan dilaksanakan untuk menjamin bahwa suatu aksi atau kegiatan akan memberikan kontribusi untuk hasil tertentu, tujuan,
atau sasaran yang diharapkan oleh masyarakat. Kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan merupakan salah satu bagian atau proses dari
kebijakan publik. Karakteristik sumberdaya alam berupa barang publik public goods memerlukan intervensi pemerintah untuk mengatur dan mengarahkannya.
Kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan bersifat spesifik yang dibedakan atas perbedaan tipe ekosistem, potensi sumberdaya alam, tujuan
pengelolaan, sistem birokrasi, kemampuan komunikasi lokal, dan sebagainya Ramdan, 2003.
Dalam pengelolaan TNK, Pemerintah Pusat berwenang menunjuk dan menetapkan status kawasan hutan, sedangkan mengenai pengelolaan taman
nasional, diserahkan kepada lembaga pengelola, yang disebut Balai Taman
Nasional, namun seiring dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 1999, adanya daerah-daerah otonom yang juga memiliki kewenangan untuk mengelola
kawasan yang ada dalam wilayah administratifnya, membawa pengaruh pada pengelolaan TNK, dimana muncul inisiatif-inisiatif untuk melakukan
pengelolaan. Dengan berlakunya UU No. 32 tahun 2004 dan PP No. 38 tahun 2007,
daerah otonom memiliki kewenangan yang meliputi kewenangan teknis pengelolaan SDA dalam bentuk izin untuk penyediaan, peruntukan, penggunaan
dan pengusahaan SDA di daerah dan kewenangan mengatur dan mengurus SDA yang merupakan satu kesatuan yang utuh baik pengelolaan yang meliputi
perencanaan, pemanfaatanpengelolaan, pemulihannya. Untuk bidang kehutanan, termasuk ke dalam kelompok kewenangan pilihan. Pemerintah Daerah dapat
mengeluarkan produk hukum daerah seperti Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan atau Surat Keputusan Bupati untuk mendukung kegiatan konservasi dan
pengelolaan konservasi bersama Balai Taman Nasional. Pemberlakukan ini, ditujukan untuk melakukan reorganisasi hubungan Pemerintah Pusat Daerah
pasca UU No. 22 Tahun 1999, yang menghasilkan rangkaian permasalahan kewenangan, tumpang tindih peraturan dan penyelenggaran pemerintahan sebagai
daerah otonom.
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1. Letak, Luas, dan Status Kawasan