Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh untuk Studi Perubahan Letak, Luas, dan Status Kawasan

2.4. Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh untuk Studi Perubahan

Penutupan Lahan Sistem informasi geografis adalah suatu sistem informasi tentang pengumpulan dan pengolahan data serta penyampaian informasi dalam koordinat ruang, baik secara manual maupun digital. Data yang diperlukan merupakan data yang mengacu pada lokasi geografis, yang terdiri dari dua kelompok, yaitu data grafis dan data atribut. Data grafis tersusun dalam bentuk titik, garis, dan poligon. Sedangkan data atribut dapat berupa data kualitatif atau kuantitatif yang mempunyai hubungan satu-satu dengan data grafisnya Barus et al. 2000. Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji Lilesand Kiefer 1990. Dengan kemampuan Sistem Informasi Geografi untuk meng-overlay peta dalam studi perubahan penutupan lahan bisa diketahui bagaimana perubahan penutupan lahan dalam periode waktu tertentu. Teknologi ini jika dikombinasikan dengan penginderaan jauh maka kemampuan tersebut bisa dilakukan tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji agar lebih efektif.

2.5. Faktor Penyebab Perubahan Penutupan Lahan

2.5.1. Sosial Ekonomi Masyarakat

Darmawan 2002 menyatakan bahwa faktor sosial ekonomi yang diduga berpengaruh terhadap penggunaan lahan yaitu tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, lama menetap, jumlah jenis penggunaan lahan, jarak antara lahan dan tempat tinggal. Dari keenam faktor tersebut yang berpengaruh nyata adalah pendapatan dan jenis penggunaan lahan. Suheri 2003 menyatakan tinggi rendahnya tingkat kepadatan penduduk dapat mempengaruhi luas penutupan lahan. Hubungan antara kepadatan penduduk dengan luasan hutan menunjukkan adanya korelasi yang negatif, sedangkan hubungan dengan korelasi yang positif terjadi pada hubungan antara kepadatan penduduk dengan luas ladang dan sawah. Sedangkan Harris 2005 menyatakan hubungan antara kepadatan penduduk dengan luas penutupan lahan, ladang, dan perkebunan menunjukkan bahwa presentase luas penutupan hutan, ladang, dan perkebunan menurun seiring dengan bertambahnya kepadatan penduduk. Namun sebaliknya presentase luas sawah meningkat dengan meningkatnya kepadatan penduduk. Rusydi 2007 menyatakan perubahan penutupan lahan dipengaruhi oleh faktor-faktor penyebab antara lain perubahan kepadatan penduduk dan jumlah petani. Peningkatan kepadatan penduduk dan jumlah petani mengakibatkan penurunan luas penutupan lahan di Taman Nasional Kerinci Seblat. Berdasarkan analisis sosial ekonomi dengan metode Uji Pengaruh Chi- Quadrat dengan taraf nyata 0,05 yang berpengaruh nyata terhadap penguasaan lahan di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Kerinci adalah tingkat penghasilan keluarga artinya bahwa semakin besar tingkat penghasilan keluarga responden maka tingkat penguasaan lahan semakin tinggi pula Adnan, 2004 Menurut Hamidy 2003 terdapat dua faktor penyebab perubahan yang terjadi di Suaka Margasatwa Cikepuh yaitu alami dan non alami. Penyebab alami adalah perkembangan tegakan hutan suksesi, sedangkan non alami adalah kebakaran hutan, penebangan liar, dan pembukaan hutan untuk areal pertanian. Wijaya 2005 juga menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penutupan lahan di Kabupaten Cianjur secara umum dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yaitu bencana alam maupun mekanisme alamiah lainnya, sedangkan faktor manusia yaitu pertumbuhan penduduk, mata pencaharian, aksesibilitas dan fasilitas pendukung kehidupan, serta kebijakan pemerintah. Pada umumnya penyebab perubahan penutupan lahan pada kawasan konservasi adalah pertumbuhan penduduk. Seperti penelitian Khalil 2009 menyatakan faktor yang mempengaruhi perubahan penutupan lahan di hutan adat kasepuhan Citorek TNGHS yaitu pertumbuhan penduduk, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian. Selain itu, ketidakpastian kepemilikan pemerintah terhadap sumber daya alam di kawasan TNGHS dan adanya aktivitas pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan oleh masyarakat adalah penyebab utama terjadinya perubahan penggunaan dan penutupan lahan di kawasan TNGHS. Peubah sosial ekonomi yang berpengaruh dominan terhadap perubahan penggunaan dan penutupan lahan di kawasan TNGHS adalah kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, luas kepemilikan lahan, perluasan pemukiman, dan perluasan lahan pertanian Yatap, 2008. Faktor penyebab perubahan penutupan lahan di Pulau Jawa umumnya adalah sama, yaitu kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, luas kepemilikan lahan, perluasan pemukiman, perluasan lahan pertanian, dan faktor lainnya yang berhubungan langsung dengan aktivitas manusia. Kawasan di luar Jawa khususnya Pulau Kalimantan memiliki faktor penyebab perubahan penutupan lahan lainnya seperti pertambangan, HTI, HPH, dan aktivitas ilegal lainnya. Sehingga perlu diketahui secara pasti bagaimana pengaruh faktor tersebut terhadap perubahan penutupan lahan di kawasan Taman Nasional Kutai khususnya di Kabupaten Kutai Timur.

2.5.2. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam

Suatu kebijakan direncanakan dan dilaksanakan untuk menjamin bahwa suatu aksi atau kegiatan akan memberikan kontribusi untuk hasil tertentu, tujuan, atau sasaran yang diharapkan oleh masyarakat. Kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan merupakan salah satu bagian atau proses dari kebijakan publik. Karakteristik sumberdaya alam berupa barang publik public goods memerlukan intervensi pemerintah untuk mengatur dan mengarahkannya. Kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan bersifat spesifik yang dibedakan atas perbedaan tipe ekosistem, potensi sumberdaya alam, tujuan pengelolaan, sistem birokrasi, kemampuan komunikasi lokal, dan sebagainya Ramdan, 2003. Dalam pengelolaan TNK, Pemerintah Pusat berwenang menunjuk dan menetapkan status kawasan hutan, sedangkan mengenai pengelolaan taman nasional, diserahkan kepada lembaga pengelola, yang disebut Balai Taman Nasional, namun seiring dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 1999, adanya daerah-daerah otonom yang juga memiliki kewenangan untuk mengelola kawasan yang ada dalam wilayah administratifnya, membawa pengaruh pada pengelolaan TNK, dimana muncul inisiatif-inisiatif untuk melakukan pengelolaan. Dengan berlakunya UU No. 32 tahun 2004 dan PP No. 38 tahun 2007, daerah otonom memiliki kewenangan yang meliputi kewenangan teknis pengelolaan SDA dalam bentuk izin untuk penyediaan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan SDA di daerah dan kewenangan mengatur dan mengurus SDA yang merupakan satu kesatuan yang utuh baik pengelolaan yang meliputi perencanaan, pemanfaatanpengelolaan, pemulihannya. Untuk bidang kehutanan, termasuk ke dalam kelompok kewenangan pilihan. Pemerintah Daerah dapat mengeluarkan produk hukum daerah seperti Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan atau Surat Keputusan Bupati untuk mendukung kegiatan konservasi dan pengelolaan konservasi bersama Balai Taman Nasional. Pemberlakukan ini, ditujukan untuk melakukan reorganisasi hubungan Pemerintah Pusat Daerah pasca UU No. 22 Tahun 1999, yang menghasilkan rangkaian permasalahan kewenangan, tumpang tindih peraturan dan penyelenggaran pemerintahan sebagai daerah otonom. III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1. Letak, Luas, dan Status Kawasan

Menurut Dirjen PHKA 2004, kawasan TNK memiliki luas ±198.629 hektar dan secara geografis berada pada koordinat 00° 08 - 00° 34 LU dan 116° 58 - 117° 36 BT. Berdasarkan wilayah administratif pemerintahan kawasan TNK terletak di Provinsi Kalimantan Timur dan termasuk pada 2 kabupaten dan satu kotamadya yaitu Kabupaten Kutai Timur 80 meliputi Kecamatan Bontang Utara, Bontang Selatan, Marang Kayu, dan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara 17,48, dan Kota Bontang 2,52. Kawasan Taman Nasional Kutai TNK merupakan bentang alam yang memiliki ekosistem relatif masih utuh dan unik. Kawasan ini memiliki berbagai tipe vegetasi utama yaitu vegetasi hutan pantaimangrove, hutan rawa air tawar, hutan kerangas, hutan rawa dataran rendah, dan hutan Dipterocarpaceae campuran. Taman nasional ini merupakan perwakilan hutan ulin yang paling luas di Indonesia. Kawasan TNK membentang di sepanjang garis khatulistiwa dari pantai Selat Makasar ke arah daratan ke barat sepanjang kurang lebih 65 km, dengan batas-batas kawasan yaitu sebelah Timur dibatasi oleh Selat Makasar, di sebelah Utara dibatasi oleh Sungai Sangatta, di sebelah Selatan dibatasi oleh Hutan Lindung Bontang dan HPH PT. Surya Hutani Jaya, dan di sebelah Barat dibatasi oleh HPH PT. Kiani Lestari. Penunjukan kawasan ini sebagai Taman Nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 325Kpts-II1995 tanggal 29 Juni 1995 setelah adanya pernyataan Menteri Pertanian, SK No. 736MentanX1982 dengan luas 200.000 ha. Pada awalnya Pemerintah Belanda menunjuk kawasan ini untuk Hutan Persediaan dengan luas 2.000.000 ha, yang kemudian oleh Pemerintah Kerajaan Kutai ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa Kutai dengan luas 306.000 ha. Tanggal 29 Juni 1995, Menteri Kehutanan menunjuk dengan merubah fungsi Suaka Margasatwa Kutai seluas ± 198.629 hektar menjadi Taman Nasional Kutai. Sejak keberadaannya TNK memang tidak pernah lepas dari konflik kepentingan. Berdasarkan data yang ada, dalam kurun waktu 63 tahun terakhir terhitung sejak tahun 1934 sampai tahun 1997 kawasan ini terus mengalami pengurangan luas secara drastis seperti tersaji dalam Tabel 2. Tabel 2 Sejarah pengelolaan Taman Nasional Kutai Institusi Keputusan Status Luas ha Keterangan Pemerintah Hindia Belanda SK GB No. 3843Z1934 Hutan Persediaan 2.000.000 Pemerintah Kerajaan Kutai SK ZB No. 8022- B1936 Suaka Margasatwa 306.000 Ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa Menteri Pertanian SK No. 110UN 1957, tanggal 14 Juni 1957 Suaka Margasatwa Kutai 306.000 Menteri Pertanian SK No. 30Kpts Um61971, tanggal 23 Juli 1971 Suaka Margasatwa Kutai 200.000 Dilepas 106.000 ha, 60.000 ha yang masih asli untuk HPH PT Kayu Mas dan sisanya untuk perluasan Industri pupuk dan gas alam. 100.000 ha yang dikelola oleh HPH pada tahun 1969 kemudian dikembalikan ke SMK Menteri Pertanian SK. No. 736MentanX1982 Calon Taman Nasional Kutai 200.000 Dideklarasikan pada Kongres Taman Nasional III Sedunia di Bali sebagai satu dari 11 calon TN Menteri Kehutanan SK. No.435KptsXX19 91 Calon Taman Nasional Kutai 198.629 Luasnya dikurangi 1.371 ha untuk perluasan Bontang dan PT Pupuk Kaltim Menteri Kehutanan SK Menhut No.325Kpts- II1995 Taman Nasional Kutai 198.629 Perubahan fungsi dan penunjukan SMK menjadi Taman Nasional Kutai Menteri Kehutanan Surat No.997Menhut- VII1997 Taman Nasional Kutai 198.629 Izin prinsip pelepasan kawasan TN Kutai seluas 25 ha untuk keperluan pengembangan fasilitas pemerintah daerah Bontang Sumber : Ditjen PHKA 2004

3.2. Kondisi Fisik