Pemasaran Tomat di Indonesia

25 c. Petani menjual ke pasar terdekat, pada pola ini petani memanen dan mengangkut sendiri kubisnya ke pasar terdekat. Petani yang memilih pola ini biasanya petani yang produksinya sedikit, maksimal satu ton.

2.2.3 Pemasaran Tomat di Indonesia

Seperti halnya pada komoditas sayuran lainnya, kegiatan pemasaran tomat bertujuan untuk memindahkan produk dari tangan produsen ke tangan konsumen. Pada umumnya kegiatan produksi berlangsung di daerah pedesaan, sementara daerah konsumen terletak di perkotaan. Hal ini memberikan gambaran besarnya kontribusi lembaga-lembaga pemasaran dalam menjembatani produsen dan konsumen. Hampir seluruh sektor pemasaran tomat ditangani oleh pihak swasta dan intervensi pemerintah dalam hal ini relatif minimal, khusus terbatas pada penyediaan infrastruktur. Oleh karena itu, pasar tomat seringkali dianggap beroperasi berdasarkan kekuatan penawaran dan permintaan. Dibandingkan komoditas sayuran lainnya seperti kentang, tomat termasuk sayuran yang mudah rusak. Oleh karena itu jarang sekali petani tomat yang mempunyai gudang penyimpanan. Pada umumnya, petani menjual hasil produksi segera setelah panen. Cara penjualan tomat yang paling sering dilakukan oleh petani adalah dengan cara menimbang berat kiloan dan tebasan. Penjualan secara ditimbang dilakukan apabila panen telah selesai. Penentuan harga jual dilakukan berdasarkan harga kiloan yang berlaku. Hampir seluruh petani di sentra produksi Lembang dan Pangalengan menggunakan sistem penjualan tersebut. Tebasan merupakan cara penjualan yang dilakukan berdasarkan taksiran hasil produksi. Transaksi dilakukan menjelang panen, sedangkan biaya pemeliharaan selanjutnya dibebankan kepada pembeli. Sistem tebasan ini banyak dilakukan oleh petani tomat di daerah Garut Jawa Barat Adiyoga et al., 2004. Sebelum menjual hasil panennya, petani biasa melakukan sortasi memisahkanmemilih tomat yang marketabledan non-marketable dan grading pada umumnya berdasarkan ukuran berat tomat. Grading atau pengkelasan ternyata banyak memberikan keuntungan baik bagi produsen maupun konsumen tomat, antara lain: 1 memudahkan pembeli untuk mendapatkan tomat sesuai dengan kualitas yang diinginkan, 2 dapat meningkatkan keperca-yaan konsumen, 26 3 memberikan kepuasan kepada konsumen, dan 4 bagi produsen dapat menamba nilai keuntungan yang cukup besar. Berdasarkan Standarisasi Nasional Indonesia SNI, grading pada komoditas tomat dapat dibedakan menjadi tiga kelas Adiyoga, et al . 2004 yaitu : Kelas A : SPL = spesial besar besar 150 gram Kelas B : GH = menengah 100 – 150 gram Kelas C : TO = kecil 100 gram Secara umum harga tomat untuk masing-masing kelas berbeda, semakin tinggi kelas grading harga akan semakin mahal. Namun demikian, generalisasi hubungan harga antar kelas, sukar untuk ditetapkan, karena terlalu banyaknya kemungkinan kombinasi perubahan penawaran dan permintaan berdasarkan pengkelasan ini. Terlepas dari hal tersebut, sebagian besar petani dan pedagang mengindikasikan bahwa perbedaan harga antar kelas secara proporsional meningkat menurun sejalan dengan peningkatanpenurunan harga tomat. Beberapa tipe saluran pemasaran yang menggerakkan tomat dari sentra produksi ke daerah konsumsi adalah sebagai berikut Adiyoga et al., 2004: 1. Petani produsen -- Pedagang pengumpul – Konsumen lembaga 2. Petani Produsen -- Pedagang pengumpul -- Pedagang besar – Konsumen lembaga 3. Petani Produsen -- Pedagang pengumpul -- Pedagang besar -- Pedagang pengecer – Konsumen rumah tangga. 4. Petani Produsen -- Pedagang pengumpul – Pedagang besar – Pedagang besar pembantu -- Pedagang pengecer – Konsumen rumah tangga. 5. Petani produsen – pedagang pengunpul – Pedagang besar – Pedagang besar pembantu – konsumen rumah tangga.

2.3 Kajian Risiko Harga dengan Pendekatan Model ARCH-GARCH