Latar Belakang Risiko Harga Sayuran di Indonesia

1 I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui peningkatan Produk Domestik Bruto PDB, perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Selain itu, sektor pertanian juga mempunyai efek pengganda ke depan dan ke belakang yang besar, melalui keterkaitan input-output-outcome antar industri, konsumsi dan investasi. Hal ini terjadi secara nasional maupun regional karena keunggulan komparatif sebagian besar wilayah Indonesia adalah di sektor pertanian. Hal ini dapat dibuktikan selama krisis, sektor pertanian masih mampu tumbuh positif dan merupakan tumpuan sebagian tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja dari sektor lain 1 . Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mampu bertahan dalam masa krisis ekonomi dan sektor yang mampu tumbuh positif sebesar 0,26 persen dan memberikan kontribusi sebesar 17,28 persen pada akhir tahun 1998. Kontribusi ini meningkat 2,40 persen dari tahun sebelumnya 1997 yaitu sebesar 14,88 persen BPS, 2011 2 . Meskipun sektor pertanian mampu bertahan pada masa krisis, pada tahun 1997-1999 menunjukkan adanya kecenderungan penurunan kontribusi yang relatif dari sektor pertanian Makmun dan Yasin, 2003. Kondisi ini menurut Soekartawi 1995, merupakan salah satu ciri transformasi srtuktural yang telah terjadi pada perekonomian Indonesia di mana peran sektor pertanian dan sumbangannya pada PDB serta penyerapan tenaga kerja semakin menurun. Selama periode tahun 2005-2009, PDB atas dasar harga berlaku sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan cenderung mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan menempati urutan ketiga setelah industri pengolahan dan perdagangan, hotel, restoran Tabel 1. Pada tahun 2009, PDB sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan diperkirakan meningkat 1 www.deptan.go.idpembiayaandokumenRENSTRA.pdf [22 Maret 2011] 2 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. www.bps.go.id [22 Maret 2011 ] 2 dengan distribusi persentase sebesar 15,3 persen atau meningkat sekitar 0,8 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan peran penting sektor pertanian dalam upaya mendukung perekonomian nasional khususnya untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Perkembangan PDB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha, di Indonesia tahun 2005-2009, disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, di Indonesia Tahun 2005-2009 Lapangan Usaha Nilai PDB Milyar Rupiah 2005 2006 2007 2008 2009 Pertanian, Peternakan, Kehutanan Perikanan 364.169,3 13,1 433.223,4 13,0 541.931,5 13,7 716.065,3 14,5 858.252,0 15,3 Pertambangan Penggalian 309.014,1 11,1 366.520,8 11,0 440.609,6 11,2 540.605,3 10,9 591.531,7 10,5 Industri Pengolahan 760.361,3 27,4 919.539,3 27,5 1.068.653,9 27,1 1.380.713,1 27,9 1.480.905,4 26,4 Listrik, Gas Air Bersih 26.693,8 1,0 30.354,8 0,9 34.723.8 0,9 40.846,1 0,8 46.823,1 0,8 Konstruksi 195.110,6 7,0 251.132,3 7,5 304.996.8 7,7 419.642,4 8,5 554.982,2 9,9 Perdagangan, Hotel Restoran 431.620,2 15,6 501.542,4 15,0 592.304.1 14,9 691.494,7 14,0 750.605,0 13,4 Pengangkutan dan Komunikasi 180.584,9 6,5 231.523,5 6,9 264.263.3 6,7 312.190,2 6,3 352.407,2 6,3 Keuangan, Real Estate Jasa Perusahaan 230.522,7 8,3 269.121,4 8,1 305.213.5 7,7 368.129,7 7,4 404.116,4 7,2 Jasa-jasa 276.204,2 10,0 336.258,9 10,1 398.196.7 10,1 481.669,9 9,7 573.818,7 10,2 Keterangan: Angka Sementara Angka Sangat Sementara Angka dalam kurung menunjukkan persentase distribusi Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 3 PDB subsektor tanaman bahan makanan memberikan kontribusi yang besar dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya. PDB tanaman bahan makanan menempati urutan pertama yang menyumbang terhadap PDB sektor pertanian. Pada tahun 2009, PDB tanaman bahan makanan diperkirakan akan meningkat lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 7,5 persen, yang disajikan dalam Tabel 2. 3 Ibid, hlm. 1 3 Tabel 2. Kontribusi Subsektor Pertanian terhadap PDB Atas Dasar Harga yang Berlaku Menurut Subsektor Lapangan Usaha Pertanian di Indonesia, Tahun 2005-2009 Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 Tanaman Bahan Makanan 181.331,60 6,5 214.346,30 6,4 265.090,90 6,7 349.795,00 7,1 418.963,90 7,5 Perkebunan 56.433,70 2,0 63.401,40 1,9 81.664,00 2,1 105.969,30 2,1 112.522,10 2,0 Peternakan 44.202,90 1,6 51.074,70 1,5 61.325,20 1,6 82.676,40 1,7 104.040,00 1,9 Kehutanan 22.561,80 0,8 30.065,70 0,9 36.154,10 0,9 40.375,10 0,8 44.952,10 0,8 Perikanan 59.639,30 2,2 74.335,30 2,2 97.697,30 2,5 137.249,50 2,8 177.773,90 3,2 Keterangan: Angka sementara Angka sangat sementara Angka dalam kurung menunjukkan persentase distribusi Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 4 Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan prospektif. Wilayah Indonesia dengan keragaman agroekosistem dan sosial budaya memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman hortikultura. Pada dasarnya, komoditas hortikultura dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama yaitu buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka tanaman obat-obatan. Komoditas hortikultura terdiri dari 323 jenis, yaitu buah-buahan 60 jenis, sayuran 80 jenis, biofarmaka 66 jenis, dan tanaman hias 117 jenis. Banyaknya jenis komoditas yang ditangani dan berbagai pertimbangan strategis lain, saat ini pengembangan hortikultura diprioritaskan pada komoditas-komoditas unggulan yang ada 5 . Hortikultura memiliki peran yang penting dalam sektor pertanian, baik dari sisi sumbangan ekonomi nasional, pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja maupun berbagai segi kehidupan masyarakat. Salah satu indikator ekonomi makro yang cukup penting untuk mengetahui peranan dan kontribusi yang diberikan oleh subsektor hortikultura terhadap pendapatan nasional adalah dengan melihat nilai PDB. Perkembangan PDB Hortikultura selama periode tahun 2005-2009 Tabel 3, cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Rata-rata peningkatan PDB 4 Ibid , hlm. 1 5 Soekirno. 2007. Peran Pelaku Perlindungan Tanaman Dalam Pasar Internasional Produk- Produk Hortikultura Indonesia. http:www.jakerpo.org [14 Maret 2011] 4 Hortikultura sebesar 9,24 persen. Untuk kelompok sayuran memberikan kontribusi PDB terbesar yang terjadi pada tahun 2007-2008 sebesar 10,23 persen. Selain sumbangan terhadap PDB, komoditas hortikultura berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja, perdagangan lokal, regional maupun nasional. Sementara di tingkat rumah tangga petani, hortikultura merupakan sumber pendapatan rumah tangga yang penting, bahkan banyak diantara petani-petani hotikultura yang mempunyai kehidupan ekonomi yang cukup baik di pedesaan. Perkembangan PDB hortikultura atas dasar harga berlaku di Indonesia, tahun 2005-2009, yang disajikan dalam Tabel 3 . Tabel 3. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia, Tahun 2005-2009 Kelompok Hortikultura Nilai PDB Milyar Rupiah 2005 2006 2007 2008 2009 Sayuran 22.629,88 24.694,25 9,12 25.587,03 3,62 28.205,27 10,23 30.505,71 8,16 Buah-buahan 31.694,39 35.447,59 11,84 42.362,48 19,51 47.059,78 11,09 48.436,70 2,93 Tanaman Hias 4.662,11 4.734,27 1,55 4.104,87 0,14 3.852,67 7,25 3.896,90 1,15 Tanaman Biofarmaka 2.806,06 3.762,41 34,08 4.740,92 9,10 5.084,78 -6,14 5.494,24 8,05 Total Hortikultura 61.792,44 68.638,53 11,08 76.795,30 11,88 84.202,50 9,65 88.333,56 4,91 Rata-rata Peningkatan PDB Hortikultura 9,24 Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen Sumber: Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian, 2009a Menurut Ditjen Hortikultura 2009a, komoditas yang termasuk dalam jenis tanaman sayuran unggulan diantaranya adalah kentang, kubis, dan tomat. Kelima komoditas tersebut memberikan kontribusi produksi terbesar terhadap total produksi sayuran di Indonesia khususnya dalam menyumbang pendapatan negara terutama pada tingkat PDB. Ketiga komoditas ini cenderung mengalami fluktuasi selama lima tahun terakhir. Untuk komoditas kubis merupakan komoditas yang cenderung mengalami fluktuasi paling tinggi diantara ketiga komoditas yaitu sebesar 0,33 hingga 5,81 persen, yang disajikan pada Tabel 4. 5 Tabel 4. Perkembangan Nilai PDB Sayuran Atas Dasar Harga yang Berlaku untuk Kentang, Kubis, dan Tomat di Indonesia Tahun 2005-2009 Komoditas Nilai PDB Milyar Rupiah 2005 2006 2007 2008 2009 Kentang 1.776,22 1.961,03 10,40 2.145,85 9,42 2.284,45 6,46 2.489,57 8,98 Kubis 1.784,62 1.868,93 4,72 1.862,72 -0,33 1.971,02 5,81 2.030,19 3,0 Tomat 1.466,85 1.441,11 -1,55 1.691,74 17,15 1.978,39 16,94 2.282,38 15,37 Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen Sumber: Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian, 2009a Secara keseluruhan produksi maupun luas panen sayuran menunjukkan adanya peningkatan setiap tahunnya. Rata-rata peningkatan produksi pada tahun 2006 dibandingkan tahun 2005 sebesar 5,47 persen sedangkan peningkatan luas areal panen sebesar 2,62 persen. Secara jumlah, peningkatan produksi tanaman buah dan sayuran pada tahun 2006 cukup besar, yaitu 593.347 ton untuk buah- buahan dan 240.449 ton untuk sayuran. Persentase peningkatan produksi tanaman hias dan tanaman biofarmaka pada tahun 2006 juga cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya 6 . Luas panen kelompok sayuran Tabel 5 cenderung mengalami fluktuasi untuk kentang kubis, dan tomat. Luas panen komoditas kentang mengalami penurunan sebesar 2,94 persen tahun 2006, komoditas tomat sebesar 3,64 persen tahun 2007, dan komoditas kubis mengalami penurunan sebesar 0,06 persen tahun 2006 lebih rendah daripada dua komoditas yang lain. Penurunan luas panen tersebut menyebabkan menurunnya produksi masing-masing komoditas. Untuk komoditas kentang, produksi menurun sebesar 0,81 persen tahun 2007, produksi komoditas kubis menurun sebesar 1,95 persen tahun 2006, dan komoditas tomat menurun sebesar 2,67 persen tahun 2006. Pada tahun 2009, luas panen untuk kentang, kubis, dan tomat mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 11,05, 10,16 dan 5,18 persen lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Akan tetapi, peningkatan areal panen sayuran relatif lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lainnya karena dalam kebijakan pengembangan sayuran memang lebih ditekankan pada keseimbangan antara produksi atau pasokan supply dengan kebutuhan demand dan peningkatan kualitas produksi sehingga dapat 6 Bahar, Y H. 2007. Keberhasilan dan Kinerja Agribisnis Hortikultura 2006 . http:www. hortikultura.go.id [22 Maret 2011] 6 menghindari fluktuasi harga 7 . Selain itu, kondisi ini disebabkan oleh dampak pemanasan global sehingga hasil tanaman di dataran tinggi menurun. Hampir seluruh petani di Indonesia merasakan dampak dari pemanasan global tersebut seperti kesulitan menentukan waktu yang tepat untuk tanam, mengalami gagal panen karena hujan yang tidak menentu atau kemarau yang berpanjangan, kelangkaan air di daerah produksi UNDP Indonesia, 2007. Perkembangan Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kentang dan tomat, serta perkembangannya di Indonesia tahun 2005-2009, disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Kentang, Kubis, dan Tomat, serta Perkembangannya di Indonesia Tahun 2005-2009 Komoditas Luas Panen Produksi Produktivitas Ha Pertumbuhan Ton Pertumbuhan TonHa Pertumbuhan Kentang 2005 61.557 - 1.009.619 - 16,40 - 2006 59.748 -2,94 49.344 0,23 16,94 3,26 2007 62.375 4,40 1.003.732 -0,81 16,09 -4,99 2008 64.151 2,85 1.071.543 6,76 16,70 3,80 2009 71.238 11,05 1.176.304 9,78 16,51 -1,14 Kubis 2005 57.765 - 1.292.984 - 22,38 - 2006 57.732 -0,06 1.267.745 -1,95 21,96 -1,90 2007 60.711 5,16 1.288.738 1,66 21,23 -3,33 2008 61.540 1,37 1.323.702 2,71 21,51 1,33 2009 67.793 10,16 1.358.113 2,60 20,03 -6,86 Tomat 2005 51.205 - 647.020 - 12,64 - 2006 53.492 4,47 629.744 -2,67 11,77 -6,83 2007 51.523 -3,68 635.474 0,91 12,33 4,77 2008 53.128 3,12 725.973 14,24 13,66 10,79 2009 55.881 5,18 853.061 17,51 15,27 11,72 Sumber: Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian, 2009b Peningkatan luas panen yang terjadi pada tahun 2009 juga menambah produksi kentang, kubis, dan tomat secara berturut-turut sebesar 9,78; 2,6; dan 17,51 persen. Peningkatan produksi ini terjadi sebagai akibat penambahan luas areal tanam, semakin banyaknya tanaman yang berproduksi, berkembangnya teknologi produksi yang diterapkan petani, semakin intesifnya bimbingan dan fasilitasi yang diberikan kepada petani dan pelaku usaha, semakin baiknya 7 Ibid, hlm. 5 7 manajemen usaha yang diterapkan pelaku usaha, dan adanya penguatan kelembagaan agribisnis petani 8 . Perubahan paradigma menuju pemahaman hidup sehat yang tidak hanya memerlukan protein dan kalori, tetapi juga vitamin dan mineral yang terkandung dalam sayuran dan buah-buahan untuk menjalani pola konsumsi gizi yang seimbang. Tingkat konsumsi sayuran penduduk Indonesia tahun 2005 sebesar 35,30 kilogramkapitatahun, kemudian tahun 2006 sebesar 34,06 kilogramkapitatahun, dan tahun 2007 meningkat sebesar 40,90 kilogramkapitatahun. Standar konsumsi sayur yang direkomendasikan oleh FAO sebesar 73 kilogramkapitatahun, sedangkan standar kecukupan untuk sehat sebesar 91,25 kilogramkapitatahun 9 . Pola konsumsi masyarakat Indonesia untuk kentang, kubis, dan tomat di Indonesia periode 1990-2008, disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Pola Konsumsi Masyarakat Indonesia untuk Kentang, Kubis, dan Tomat di Indonesia Periode 1999-2008 Komoditas Konsumsi per Kapita KilogramTahun 1990 1993 1996 1999 2002 2005 2008 Kentang 1,66 1,98 1,77 0,99 1,77 1,92 2,03 Kubis 1,98 1,87 1,82 1,56 1,92 2,03 1,92 Tomat 1,09 0,13 1,24 1,29 1,53 1,34 2,23 Sumber: Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian, 2009c Berdasarkan Tabel 6, menunjukkan bahwa pola konsumsi masyarakat Indonesia terhadap sayuran terutama kentang, kubis, dan tomat cenderung mengalami fluktuasi. Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap komoditas tomat lebih tinggi dibandingkan komoditas lainnya pada tahun 2008 yang diikuti dengan komoditas kentang yang menunjukkan konsumsi diatas dua kilogram per tahunnya dan kubis 1,92. Pada tahun 1999 konsumsi komoditas kentang dan kubis cenderung mengalami penurunan hal ini dipengaruhi oleh kondisi perekonomian Indonesia sedang mengalami krisis sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap sayuran. Berbeda dengan komoditas tanaman tomat yang cenderung meningkat yang disebabkan oleh komoditas tersebut tergolong sayuran yang ada untuk setiap masakan. Konsumsi sayuran di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, kemampuan ekonomi, ketersediaan, dan pengetahuan tentang 8 Ibid, hlm. 5 9 http:www.depkominfo.go.id [22 Maret 2011] 8 manfaat mengkonsumsi sayuran yang sangat berpengaruh terhadap pola dan perilaku konsumsi. Untuk itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang tidak hanya berupa penyediaan sarana dan prasarana, tetapi juga upaya perubahan sikap dan perilaku dari masyarakat, melalui sosialisasipenyuluhan dan promosi yang lebih intensif pada masyarakat tentang manfaat dari konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan 10 . Seiring dengan peningkatan jumlah produksi untuk kentang, kubis, dan tomat maka jumlah sayuran yang dikonsumsi tersebut semakin tinggi. Peningkatan konsumsi disebabkan oleh kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya sayuran dalam kebutuhan sehari-hari. Tetapi tidak semua masyarakat Indonesia dapat menikmati sayuran tersebut setiap hari. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan harga yang mengalami fluktuasi tiap tahunnya karena perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu sehingga mempengaruhi kuantitas dan kontinuitas panen pada masing-masing daerah penghasil sayuran terutama kentang, kubis dan tomat. Kondisi ini menyebabkan distribusi sayuran tidak merata untuk setiap daerah karena tidak semua wilayah di Indonesia menghasilkan sayuran untuk setiap komoditas terutama kentang, kubis, dan tomat. Fluktuasi harga tersebut disebabkan oleh besarnya jumlah penawaran dan permintaan konsumen akan sayuran. Semakin tinggi jumlah penawaran yang ditawarkan produsen maka akan berimplikasi terhadap harga yang diperoleh semakin kecil. Sebaliknya, ketika jumlah yang ditawarkan rendah maka harga yang ada dipasar akan tinggi ceteris paribus. Fluktuasi harga rata-rata tahunan komoditas kentang, tomat, kubis pada tahun 2006-2010 di Pasar Induk Kramat Jati disajikan pada Gambar 1. 10 Loc.cit, hlm. 7 9 Gambar 1. Fluktuasi Harga Rata-rata Tahunan Komoditas Kentang, Tomat, dan Kubis pada Tahun 2006-2010 di Pasar Induk Kramat Jati. Sumber: Pasar Induk Kramat Jati, 2011 Fluktuasi harga rata-rata tahunan pada Gambar 1, menunjukkan bahwa terjadinya fluktuasi harga untuk kentang, tomat, dan kubis mengindikasikan adanya risiko yang merugikan pihak petani karena ketidakpastian harga dipasar. Ketiga komoditas tersebut cenderung mengalami fluktuasi selama lima tahun terakhir. Untuk komoditas tomat dan kubis pada tahun 2010 mengalami peningkatan harga yang tinggi dibandingkan tahun sebelumnya berturut-turut sebesar Rp. 5.388 dan Rp. 2.913 per kilogram, tetapi untuk komoditas kentang justru mengalami penurunan pada tahun 2010 sebesar Rp. 4,961 per kilogram dan mengalami peningkatan pada tahun 2009 sedangkan kedua komoditas mengalami penurunan pada tahun yang sama. Dengan adanya fluktuasi harga dari komoditas sayuran tersebut kentang, kubis, dan tomat maka sangat penting mengkaji risiko harga pada komoditas sayuran yang dapat mengukur tingkat volatilitas harga sehingga fluktuasi harga tersebut dapat diantisipasi oleh pihak yang bersangkutan petani dan pedagang dalam menetapkan komoditas yang sesuai untuk ditanam serta disesuaikan dengan jumlah permintaan dan penawaran yang terdapat di pasar.

1.2 Perumusan Masalah