1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor  pertanian  telah  berperan  dalam  perekonomian  nasional  melalui peningkatan Produk Domestik Bruto PDB, perolehan devisa, penyediaan pangan
dan  bahan  baku  industri,  pengentasan  kemiskinan,  penciptaan  kesempatan  kerja, dan  peningkatan  pendapatan  masyarakat.  Selain  itu,  sektor  pertanian  juga
mempunyai  efek  pengganda  ke  depan  dan  ke  belakang  yang  besar,  melalui keterkaitan  input-output-outcome  antar  industri,  konsumsi  dan  investasi.  Hal  ini
terjadi  secara  nasional  maupun  regional  karena  keunggulan  komparatif  sebagian besar  wilayah  Indonesia  adalah  di  sektor  pertanian.  Hal  ini  dapat  dibuktikan
selama  krisis,  sektor  pertanian  masih  mampu  tumbuh  positif  dan  merupakan tumpuan  sebagian  tenaga  kerja  yang  terkena  pemutusan  hubungan  kerja  dari
sektor lain
1
. Sektor  pertanian  merupakan  salah  satu  sektor  yang  mampu  bertahan  dalam
masa krisis ekonomi dan sektor yang mampu tumbuh positif sebesar 0,26 persen dan  memberikan  kontribusi  sebesar  17,28  persen  pada  akhir  tahun  1998.
Kontribusi ini meningkat 2,40 persen dari tahun sebelumnya 1997 yaitu sebesar 14,88  persen  BPS,  2011
2
.  Meskipun  sektor  pertanian  mampu  bertahan  pada masa  krisis,  pada  tahun  1997-1999  menunjukkan  adanya  kecenderungan
penurunan  kontribusi  yang  relatif  dari  sektor  pertanian  Makmun  dan  Yasin, 2003.  Kondisi  ini  menurut  Soekartawi  1995,  merupakan  salah  satu  ciri
transformasi  srtuktural  yang  telah  terjadi  pada  perekonomian  Indonesia  di  mana peran  sektor  pertanian  dan  sumbangannya  pada  PDB  serta  penyerapan  tenaga
kerja semakin menurun. Selama  periode  tahun  2005-2009,  PDB  atas  dasar  harga  berlaku  sektor
pertanian,  peternakan,  kehutanan,  dan  perikanan  cenderung  mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan menempati urutan ketiga setelah industri
pengolahan  dan  perdagangan,  hotel,  restoran  Tabel  1.  Pada  tahun  2009,  PDB sektor  pertanian,  peternakan,  kehutanan,  dan  perikanan  diperkirakan  meningkat
1
www.deptan.go.idpembiayaandokumenRENSTRA.pdf  [22 Maret 2011]
2
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. www.bps.go.id [22 Maret 2011
]
2 dengan distribusi persentase sebesar 15,3 persen atau meningkat sekitar 0,8 persen
dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan peran penting sektor pertanian dalam upaya  mendukung  perekonomian  nasional  khususnya  untuk  peningkatan
pendapatan  dan  kesejahteraan  masyarakat  Indonesia.  Perkembangan  PDB  atas dasar  harga  berlaku  menurut  lapangan  usaha,  di  Indonesia  tahun  2005-2009,
disajikan dalam Tabel 1. Tabel  1.  Perkembangan  PDB  Atas  Dasar  Harga  Berlaku  Menurut  Lapangan
Usaha, di Indonesia Tahun 2005-2009
Lapangan Usaha Nilai PDB Milyar Rupiah
2005 2006
2007 2008
2009 Pertanian, Peternakan,
Kehutanan  Perikanan 364.169,3
13,1 433.223,4
13,0 541.931,5
13,7
716.065,3
14,5
858.252,0
15,3
Pertambangan Penggalian
309.014,1
11,1
366.520,8
11,0
440.609,6
11,2
540.605,3
10,9
591.531,7
10,5
Industri Pengolahan 760.361,3
27,4
919.539,3
27,5
1.068.653,9
27,1
1.380.713,1
27,9
1.480.905,4
26,4
Listrik, Gas  Air Bersih 26.693,8
1,0
30.354,8
0,9
34.723.8
0,9
40.846,1
0,8
46.823,1
0,8
Konstruksi 195.110,6
7,0
251.132,3
7,5
304.996.8
7,7
419.642,4
8,5
554.982,2
9,9
Perdagangan, Hotel Restoran
431.620,2
15,6
501.542,4
15,0
592.304.1
14,9
691.494,7
14,0
750.605,0
13,4
Pengangkutan dan Komunikasi
180.584,9
6,5
231.523,5
6,9
264.263.3
6,7
312.190,2
6,3
352.407,2
6,3
Keuangan, Real Estate Jasa Perusahaan
230.522,7
8,3
269.121,4
8,1
305.213.5
7,7
368.129,7
7,4
404.116,4
7,2
Jasa-jasa 276.204,2
10,0
336.258,9
10,1
398.196.7
10,1
481.669,9
9,7
573.818,7
10,2
Keterangan: Angka Sementara
Angka Sangat Sementara Angka dalam kurung menunjukkan persentase distribusi
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
3
PDB  subsektor  tanaman  bahan  makanan  memberikan  kontribusi  yang  besar dibandingkan  dengan  sektor  pertanian  lainnya.  PDB  tanaman  bahan  makanan
menempati  urutan  pertama  yang  menyumbang  terhadap  PDB  sektor  pertanian. Pada  tahun  2009,  PDB  tanaman  bahan  makanan  diperkirakan  akan  meningkat
lebih  besar  dibandingkan  tahun  sebelumnya  yaitu  sebesar  7,5  persen,  yang disajikan dalam Tabel 2.
3
Ibid, hlm. 1
3 Tabel 2. Kontribusi  Subsektor  Pertanian  terhadap  PDB  Atas  Dasar  Harga  yang
Berlaku  Menurut  Subsektor  Lapangan  Usaha  Pertanian  di  Indonesia, Tahun 2005-2009
Lapangan Usaha 2005
2006 2007
2008 2009
Tanaman Bahan Makanan
181.331,60 6,5
214.346,30 6,4
265.090,90 6,7
349.795,00 7,1
418.963,90 7,5
Perkebunan 56.433,70
2,0 63.401,40
1,9 81.664,00
2,1 105.969,30
2,1 112.522,10
2,0 Peternakan
44.202,90 1,6
51.074,70 1,5
61.325,20 1,6
82.676,40 1,7
104.040,00 1,9
Kehutanan 22.561,80
0,8 30.065,70
0,9 36.154,10
0,9 40.375,10
0,8 44.952,10
0,8 Perikanan
59.639,30 2,2
74.335,30 2,2
97.697,30 2,5
137.249,50 2,8
177.773,90 3,2
Keterangan: Angka sementara
Angka sangat sementara Angka dalam kurung menunjukkan persentase distribusi
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
4
Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi  tinggi  dan  prospektif.  Wilayah  Indonesia  dengan  keragaman
agroekosistem  dan  sosial  budaya  memungkinkan  pengembangan  berbagai  jenis tanaman  hortikultura.  Pada  dasarnya,  komoditas  hortikultura  dikelompokkan  ke
dalam  empat  kelompok  utama  yaitu  buah-buahan,  sayuran,  tanaman  hias  dan biofarmaka tanaman obat-obatan. Komoditas hortikultura terdiri dari 323 jenis,
yaitu  buah-buahan  60  jenis,  sayuran  80  jenis,  biofarmaka  66  jenis,  dan  tanaman hias  117  jenis.  Banyaknya  jenis  komoditas  yang  ditangani  dan  berbagai
pertimbangan  strategis  lain,  saat  ini  pengembangan  hortikultura  diprioritaskan pada komoditas-komoditas unggulan yang ada
5
. Hortikultura  memiliki  peran  yang  penting  dalam  sektor  pertanian,  baik  dari
sisi  sumbangan  ekonomi  nasional,  pendapatan  petani,  penyerapan  tenaga  kerja maupun berbagai segi kehidupan masyarakat. Salah satu indikator ekonomi makro
yang cukup penting untuk mengetahui peranan dan kontribusi yang diberikan oleh subsektor  hortikultura  terhadap  pendapatan  nasional  adalah  dengan  melihat  nilai
PDB.  Perkembangan  PDB  Hortikultura  selama  periode  tahun  2005-2009  Tabel 3, cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Rata-rata peningkatan PDB
4
Ibid , hlm. 1
5
Soekirno.  2007.  Peran  Pelaku  Perlindungan  Tanaman  Dalam  Pasar  Internasional  Produk- Produk Hortikultura Indonesia.
http:www.jakerpo.org  [14 Maret 2011]
4 Hortikultura  sebesar  9,24  persen.  Untuk  kelompok  sayuran  memberikan
kontribusi PDB terbesar yang terjadi pada tahun 2007-2008 sebesar 10,23 persen. Selain sumbangan terhadap PDB, komoditas hortikultura berperan penting dalam
penyerapan  tenaga  kerja,  perdagangan  lokal,  regional  maupun  nasional. Sementara  di  tingkat  rumah  tangga  petani,  hortikultura  merupakan  sumber
pendapatan  rumah  tangga  yang  penting,  bahkan  banyak  diantara  petani-petani hotikultura  yang  mempunyai  kehidupan  ekonomi  yang  cukup  baik  di  pedesaan.
Perkembangan  PDB  hortikultura  atas  dasar  harga  berlaku  di  Indonesia,  tahun 2005-2009, yang disajikan dalam Tabel 3
.
Tabel 3.  Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia, Tahun 2005-2009
Kelompok Hortikultura Nilai PDB Milyar Rupiah
2005 2006
2007 2008
2009 Sayuran
22.629,88 24.694,25
9,12 25.587,03
3,62 28.205,27
10,23 30.505,71
8,16 Buah-buahan
31.694,39 35.447,59
11,84 42.362,48
19,51 47.059,78
11,09 48.436,70
2,93 Tanaman Hias
4.662,11 4.734,27
1,55 4.104,87
0,14 3.852,67
7,25 3.896,90
1,15 Tanaman Biofarmaka
2.806,06 3.762,41
34,08 4.740,92
9,10 5.084,78
-6,14 5.494,24
8,05 Total Hortikultura
61.792,44 68.638,53
11,08 76.795,30
11,88 84.202,50
9,65 88.333,56
4,91 Rata-rata Peningkatan PDB Hortikultura
9,24 Keterangan:   Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen
Sumber: Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian, 2009a
Menurut  Ditjen  Hortikultura  2009a,  komoditas  yang  termasuk  dalam  jenis tanaman sayuran unggulan diantaranya adalah kentang, kubis, dan tomat. Kelima
komoditas  tersebut  memberikan  kontribusi  produksi  terbesar  terhadap  total produksi sayuran di Indonesia khususnya dalam menyumbang pendapatan negara
terutama pada tingkat PDB. Ketiga komoditas ini cenderung mengalami fluktuasi selama  lima  tahun  terakhir.  Untuk  komoditas  kubis  merupakan  komoditas  yang
cenderung  mengalami  fluktuasi  paling  tinggi  diantara  ketiga  komoditas  yaitu sebesar 0,33 hingga 5,81 persen, yang disajikan pada Tabel 4.
5 Tabel 4.  Perkembangan Nilai PDB Sayuran Atas Dasar Harga yang Berlaku untuk
Kentang, Kubis, dan Tomat di Indonesia Tahun 2005-2009
Komoditas Nilai PDB Milyar Rupiah
2005 2006
2007 2008
2009 Kentang
1.776,22 1.961,03
10,40 2.145,85
9,42 2.284,45
6,46 2.489,57
8,98 Kubis
1.784,62 1.868,93
4,72 1.862,72
-0,33 1.971,02
5,81 2.030,19
3,0 Tomat
1.466,85 1.441,11
-1,55 1.691,74
17,15 1.978,39
16,94 2.282,38
15,37 Keterangan:   Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen
Sumber: Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian, 2009a
Secara  keseluruhan  produksi  maupun  luas  panen  sayuran  menunjukkan adanya  peningkatan  setiap  tahunnya.  Rata-rata  peningkatan  produksi  pada  tahun
2006  dibandingkan  tahun  2005  sebesar  5,47  persen  sedangkan  peningkatan  luas areal  panen  sebesar  2,62  persen.  Secara  jumlah,  peningkatan  produksi  tanaman
buah  dan  sayuran  pada  tahun  2006  cukup  besar,  yaitu  593.347  ton  untuk  buah- buahan dan 240.449 ton untuk sayuran. Persentase peningkatan produksi tanaman
hias  dan  tanaman  biofarmaka  pada  tahun  2006  juga  cukup  signifikan dibandingkan tahun sebelumnya
6
. Luas  panen  kelompok  sayuran  Tabel  5  cenderung  mengalami  fluktuasi
untuk  kentang  kubis,  dan  tomat.  Luas  panen  komoditas  kentang  mengalami penurunan sebesar 2,94 persen tahun 2006, komoditas tomat sebesar 3,64 persen
tahun 2007, dan komoditas kubis mengalami penurunan sebesar 0,06 persen tahun 2006  lebih  rendah  daripada  dua  komoditas  yang  lain.  Penurunan  luas  panen
tersebut  menyebabkan  menurunnya  produksi  masing-masing  komoditas.  Untuk komoditas  kentang,  produksi menurun  sebesar  0,81  persen  tahun  2007,  produksi
komoditas  kubis  menurun  sebesar  1,95  persen tahun  2006,  dan  komoditas  tomat menurun  sebesar  2,67  persen  tahun  2006.  Pada  tahun  2009,  luas  panen  untuk
kentang,  kubis,  dan  tomat  mengalami  peningkatan  yang  signifikan  yaitu  sebesar 11,05,  10,16  dan  5,18  persen  lebih  besar  dibandingkan  tahun  sebelumnya.  Akan
tetapi, peningkatan areal panen sayuran relatif lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman  lainnya  karena  dalam  kebijakan  pengembangan  sayuran  memang  lebih
ditekankan  pada  keseimbangan  antara  produksi  atau  pasokan  supply  dengan kebutuhan  demand  dan  peningkatan  kualitas  produksi  sehingga  dapat
6
Bahar,  Y  H.  2007.  Keberhasilan  dan  Kinerja  Agribisnis  Hortikultura  2006 .
http:www. hortikultura.go.id  [22 Maret 2011]
6 menghindari  fluktuasi  harga
7
.  Selain  itu,  kondisi  ini  disebabkan  oleh  dampak pemanasan  global  sehingga  hasil  tanaman  di  dataran  tinggi  menurun.  Hampir
seluruh  petani  di  Indonesia  merasakan  dampak  dari  pemanasan  global  tersebut seperti  kesulitan  menentukan  waktu  yang  tepat  untuk  tanam,  mengalami  gagal
panen  karena  hujan  yang  tidak  menentu  atau  kemarau  yang  berpanjangan, kelangkaan air di daerah produksi UNDP Indonesia, 2007. Perkembangan Luas
panen,  produksi,  dan  produktivitas  tanaman  kentang  dan  tomat,  serta perkembangannya di Indonesia tahun 2005-2009, disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5.  Perkembangan  Luas  Panen,  Produksi,  dan  Produktivitas  Tanaman Kentang, Kubis, dan Tomat, serta Perkembangannya di Indonesia Tahun
2005-2009
Komoditas Luas Panen
Produksi Produktivitas
Ha Pertumbuhan
Ton Pertumbuhan
TonHa Pertumbuhan
Kentang 2005
61.557 -
1.009.619 -
16,40 -
2006 59.748
-2,94 49.344
0,23 16,94
3,26 2007
62.375 4,40
1.003.732 -0,81
16,09 -4,99
2008 64.151
2,85 1.071.543
6,76 16,70
3,80 2009
71.238 11,05
1.176.304 9,78
16,51 -1,14
Kubis 2005
57.765 -
1.292.984 -
22,38 -
2006 57.732
-0,06 1.267.745
-1,95 21,96
-1,90 2007
60.711 5,16
1.288.738 1,66
21,23 -3,33
2008 61.540
1,37 1.323.702
2,71 21,51
1,33 2009
67.793 10,16
1.358.113 2,60
20,03 -6,86
Tomat 2005
51.205 -
647.020 -
12,64 -
2006 53.492
4,47 629.744
-2,67 11,77
-6,83 2007
51.523 -3,68
635.474 0,91
12,33 4,77
2008 53.128
3,12 725.973
14,24 13,66
10,79 2009
55.881 5,18
853.061 17,51
15,27 11,72
Sumber: Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian, 2009b
Peningkatan  luas  panen  yang  terjadi  pada  tahun  2009  juga  menambah produksi  kentang,  kubis,  dan  tomat  secara  berturut-turut  sebesar  9,78;  2,6;  dan
17,51  persen.  Peningkatan  produksi  ini  terjadi  sebagai  akibat  penambahan  luas areal  tanam,  semakin  banyaknya  tanaman  yang  berproduksi,  berkembangnya
teknologi  produksi  yang  diterapkan  petani,  semakin  intesifnya  bimbingan  dan fasilitasi  yang  diberikan  kepada  petani  dan  pelaku  usaha,  semakin  baiknya
7
Ibid, hlm. 5
7 manajemen  usaha  yang  diterapkan  pelaku  usaha,  dan  adanya  penguatan
kelembagaan agribisnis petani
8
. Perubahan  paradigma  menuju  pemahaman  hidup  sehat  yang  tidak  hanya
memerlukan protein dan kalori, tetapi juga vitamin dan mineral yang terkandung dalam  sayuran  dan  buah-buahan  untuk  menjalani  pola  konsumsi  gizi  yang
seimbang.  Tingkat  konsumsi  sayuran  penduduk  Indonesia  tahun  2005  sebesar 35,30
kilogramkapitatahun, kemudian
tahun 2006
sebesar 34,06
kilogramkapitatahun, dan
tahun 2007
meningkat sebesar
40,90 kilogramkapitatahun. Standar konsumsi sayur yang direkomendasikan oleh FAO
sebesar  73  kilogramkapitatahun,  sedangkan  standar  kecukupan  untuk  sehat sebesar 91,25 kilogramkapitatahun
9
. Pola konsumsi masyarakat Indonesia untuk kentang,  kubis,  dan tomat  di  Indonesia  periode 1990-2008,  disajikan  pada Tabel
6. Tabel 6.  Pola Konsumsi Masyarakat Indonesia untuk Kentang, Kubis, dan Tomat
di Indonesia Periode 1999-2008 Komoditas
Konsumsi per Kapita KilogramTahun
1990 1993
1996 1999
2002 2005
2008
Kentang
1,66 1,98
1,77 0,99
1,77 1,92
2,03
Kubis
1,98 1,87
1,82 1,56
1,92 2,03
1,92
Tomat
1,09 0,13
1,24 1,29
1,53 1,34
2,23 Sumber: Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian, 2009c
Berdasarkan  Tabel  6,  menunjukkan  bahwa  pola  konsumsi  masyarakat Indonesia  terhadap  sayuran  terutama  kentang,  kubis,  dan  tomat  cenderung
mengalami  fluktuasi.  Konsumsi  masyarakat  Indonesia  terhadap  komoditas  tomat lebih tinggi dibandingkan komoditas lainnya pada tahun 2008 yang diikuti dengan
komoditas  kentang  yang  menunjukkan  konsumsi  diatas  dua  kilogram  per tahunnya dan kubis 1,92. Pada tahun 1999 konsumsi komoditas kentang dan kubis
cenderung  mengalami penurunan  hal  ini  dipengaruhi oleh  kondisi  perekonomian Indonesia sedang mengalami krisis sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat
terhadap  sayuran.  Berbeda  dengan  komoditas  tanaman  tomat  yang  cenderung meningkat yang disebabkan oleh komoditas tersebut tergolong sayuran yang ada
untuk setiap masakan. Konsumsi sayuran di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor  diantaranya,  kemampuan  ekonomi,  ketersediaan,  dan  pengetahuan tentang
8
Ibid, hlm. 5
9
http:www.depkominfo.go.id [22 Maret 2011]
8 manfaat  mengkonsumsi  sayuran  yang  sangat  berpengaruh  terhadap  pola  dan
perilaku  konsumsi.  Untuk  itu,  diperlukan  upaya  untuk  meningkatkan  konsumsi sayur-sayuran  dan  buah-buahan  yang  tidak  hanya  berupa  penyediaan  sarana  dan
prasarana,  tetapi  juga  upaya  perubahan  sikap  dan  perilaku  dari  masyarakat, melalui  sosialisasipenyuluhan  dan  promosi  yang  lebih  intensif  pada  masyarakat
tentang manfaat dari konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan
10
. Seiring dengan peningkatan jumlah produksi untuk kentang, kubis, dan tomat
maka  jumlah  sayuran  yang  dikonsumsi  tersebut  semakin  tinggi.  Peningkatan konsumsi  disebabkan  oleh  kesadaran  masyarakat  Indonesia  akan  pentingnya
sayuran  dalam  kebutuhan  sehari-hari.  Tetapi  tidak  semua  masyarakat  Indonesia dapat  menikmati  sayuran  tersebut  setiap  hari.  Hal  ini  disebabkan  oleh
kecenderungan  harga  yang  mengalami  fluktuasi  tiap  tahunnya  karena  perubahan cuaca  dan  iklim  yang  tidak  menentu  sehingga  mempengaruhi  kuantitas  dan
kontinuitas  panen  pada  masing-masing  daerah  penghasil  sayuran  terutama kentang,  kubis  dan  tomat.  Kondisi  ini  menyebabkan  distribusi  sayuran  tidak
merata  untuk  setiap  daerah  karena  tidak  semua  wilayah  di  Indonesia menghasilkan sayuran untuk setiap komoditas terutama kentang, kubis, dan tomat.
Fluktuasi  harga  tersebut  disebabkan  oleh  besarnya  jumlah  penawaran  dan permintaan  konsumen  akan  sayuran.  Semakin  tinggi  jumlah  penawaran  yang
ditawarkan  produsen  maka  akan  berimplikasi  terhadap  harga  yang  diperoleh semakin  kecil.  Sebaliknya,  ketika  jumlah  yang  ditawarkan  rendah  maka  harga
yang  ada  dipasar  akan  tinggi  ceteris  paribus.  Fluktuasi  harga  rata-rata  tahunan komoditas  kentang,  tomat,  kubis  pada  tahun  2006-2010  di  Pasar  Induk  Kramat
Jati disajikan pada Gambar 1.
10
Loc.cit, hlm. 7
9 Gambar 1.   Fluktuasi  Harga  Rata-rata  Tahunan  Komoditas  Kentang,  Tomat,  dan
Kubis pada Tahun 2006-2010 di Pasar Induk Kramat Jati.
Sumber: Pasar Induk Kramat Jati, 2011
Fluktuasi  harga  rata-rata  tahunan  pada  Gambar  1,  menunjukkan  bahwa terjadinya  fluktuasi  harga  untuk  kentang,  tomat,  dan  kubis  mengindikasikan
adanya  risiko  yang  merugikan  pihak  petani  karena  ketidakpastian  harga  dipasar. Ketiga  komoditas  tersebut  cenderung  mengalami  fluktuasi  selama  lima  tahun
terakhir.  Untuk  komoditas  tomat  dan  kubis  pada  tahun  2010  mengalami peningkatan  harga  yang  tinggi  dibandingkan  tahun  sebelumnya  berturut-turut
sebesar  Rp.  5.388  dan  Rp.  2.913  per  kilogram,  tetapi  untuk  komoditas  kentang justru mengalami penurunan pada tahun 2010 sebesar Rp. 4,961 per kilogram dan
mengalami peningkatan pada tahun 2009 sedangkan kedua komoditas mengalami penurunan pada tahun yang sama. Dengan adanya fluktuasi harga dari komoditas
sayuran tersebut kentang, kubis, dan tomat maka sangat penting mengkaji risiko harga  pada  komoditas  sayuran  yang  dapat  mengukur  tingkat  volatilitas  harga
sehingga fluktuasi harga tersebut dapat diantisipasi oleh pihak yang bersangkutan petani  dan  pedagang  dalam  menetapkan  komoditas  yang  sesuai  untuk  ditanam
serta  disesuaikan  dengan  jumlah  permintaan  dan  penawaran  yang  terdapat  di pasar.
1.2  Perumusan Masalah