Hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja pengangkutan

Tabel 21 Hasil uji Wilcoxon antara persepsi pekerja pengangkutan dengan a penilaian berdasarkan standar Nilai Knowledge Skill Attitude Z -2,866 -2,044 -2,654 Asymp. Sig. 2-tailed 0,004 0,041 0,008 α 0,05 0,05 0,05 Keterangan: H diterima jika angka probabilitas asymp.sig nilai α Keterangan: H ditolak jika angka probabilitas asymp.sig nilai α Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa aspek kompetensi knowledge, skill, attitude supir truk memiliki nilai probabilitas sebesar 0,004; 0,041; 0,008 yang kurang dari nilai α sehingga hipotesis H 1 diterima atau tolak H H : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar.

b. Hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja pengangkutan

Untuk melihat keeratan hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja mandor lapangan sebagai strategi untuk meningkatkan aspek kompetensi, dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Hasil uji korelasi Spearman antar aspek kompetensi supir truk Knowledge Skill Attitude Spearmans rho Knowledge Correlation Coefficient 1,000 0,733 -0,796 Sig. 2-tailed . 0,010 0,003 N 11 11 11 Skill Correlation Coefficient 0,733 1,000 -0,522 Sig. 2-tailed 0,010 . 0,099 N 11 11 11 Attitude Correlation Coefficient -0,796 -0,522 1,000 Sig. 2-tailed 0,003 0,099 . N 11 11 11 Keterangan: = korelasi signifikan pada taraf nyata 0,05 2-tailed H diterima jika angka probabilitas asymp.sig nilai α H ditolak jika angka probabilitas asymp.sig nilai α Berdasarkan hasil perhitungan korelasi peringkat Spearman pada Tabel 22, terdapat korelasi yang signifikan antara aspek knowledge dengan skill dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,733 dan nilai probabilitas Sig.2-tailed nilai α pada selang kepercayaan 95, atau dapat dikatakan bahwa hipotesis H ditolak H : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aspek yang diuji. Untuk hubungan antara aspek knowledge dengan attitude koefisien korelasi sebesar -0,796 terdapat hubungan yang signifikan nilai probabilitas Sig.2-tailed nilai α. Namun walaupun terdapat korelasi yang signifikan sebesar 0,796, berdasarkan hasil korelasi yang bernilai negatif maka hubungan korelasi bersifat tidak searah. Sarwono 2006 menjelaskan bahwa pada korelasi yang tidak searah, dengan semakin meningkatkan salah satu peubah maka nilai dari peubah lainnya akan semakin rendah sehingga korelasi yang bernilai negatif tidak dapat digunakan sebagai strategi untuk meningkatkan aspek kompetensi pekerja pengangkutan. Untuk hubungan antara aspek skill dengan attitude koefisien korelasi sebesar -0,522 tidak terdapat hubungan yang signifikan nilai probabilitas Sig.2-tailed nilai α. Dari hasil analisis pada aspek knowledge diketahui bahwa responden supir truk memiliki nilai rata-rata sebesar 3,16 yang apabila dilihat berdasarkan rataan skala Likert pengetahuan tentang pemahaman K3 responden supir truk berada pada tingkatan cukup. Data hasil kuisioner menunjukkan bahwa perlunya peningkatan pengetahuan supir truk tentang penggunaan APD berupa sepatu boot dan penerapan aturan ketika dilakukan pemuatan. Alat pelindung kaki bagi supir truk tetap menjadi prioritas utama ketika masuk ke dalam lokasi petak tebang. Berdasarkan hasil observasi tidak ada pekerja pengangkutan yang menggunakan sepatu boot dan terdapat beberapa diantaranya termasuk tidak menggunakan pelindung tubuh berupa pekaian tertutup dari tubuh hingga kaki. Supir truk bertugas mencatat panjang, diameter, total volume, dan jumlah sortimen log ketika dilakukan pemuatan oleh penyarad yang disesuaikan dengan jenis kelas sortimen AI, AII, dan AIII. Dalam pelaksanaannya keseluruhan supir truk melakukan pencatatan dengan tidak safety sesuai aturan. Supir truk terbiasa melakukan pencatatan sortimen di dalam tempat penampungan kayu di atas truk ataupun di dalam kabin. Berdasarkan Permenaker No.11978 pasal 7 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Penebangan dan Pengangkutan Kayu, pekerja dilarang untuk berada dalam kabin dan berada di depan truk sewaktu pemuatan dilakukan. Dalam melaksanakan tugasnya, para supir truk merupakan satu mitra kerja dengan penyarad, sehingga penyarad akan mengikuti kegiatan pengangkutan sampai ke tempat tujuan untuk melakukan kegiatan pembongkaran unloading. Setelah pemuatan selesai dilaksanakan biasanya para penyarad berada di atas tumpukan kayu ataupun di atas bagian kepala truk. Para penyarad melakukan hal demikian karena bertugas untuk menjaga tumpukan kayu agar selalu termonitor hingga ke tempat pembongkaran. Walaupun sudah terbiasa melakukannya, tindakan tersebut dapat dikatakan tidak sesuai dengan aturan keselamatan. Berdasarkan ILO 2002 disebutkan bahwa selain di kabin pekerja dilarang keras naik kendaraan di bagian lain truk pengangkut kayu. Nilai rata-rata aspek attitude responden supir truk sebesar 2,98 yang berada pada tingkat cukup. Berdasarkan hasil wawancara dan data hasil kuisioner, supir truk memahami bahwa dalam kegiatan pengangkutan sebaiknya menggunakan pelindung kaki berupa sepatu boot pada saat berada di areal tebangan dan menggunakan sabuk keselamatan ketika mengemudikan truk. Namun hubungan korelasi yang bernilai negatif tidak searah antara aspek knowledge dengan attitude menjelaskan bahwa supir truk telah menyalahgunakan pengetahuan tentang aturan keselamatan kerja yang telah dipahami sehingga dalam pelaksanaan kegiatan pengangkutan tidak menggunakan pelindung kaki dan sabuk keselamatan dengan alasan sudah terbiasa dan lebih nyaman. Hal ini mengakibatkan terdapat kesenjangan antara peraturan sesuai standar yang telah dibuat untuk melindungi kondisi keselamatan dalam kegiatan pengangkutan kayu dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan sikap supir truk dalam menggunakan safety belt sabuk keselamatan dan pelindung kaki sepatu boot ketika melakukan pengangkutan kayu menggunakan truk. Berdasarkan ILO 2002 ketentuan supir truk dalam melaksanakan kegiatan pengangkutan kayu yaitu: a. Memegang lisensi legal yang diharuskan sesuai dengan jenis truk yang dioperasikan b. Mematuhi peraturan lalulintas secara terus menerus c. Mempunyai pengetahuan menyeluruh mengenai instruksi dan peraturan untuk beroperasi khususnya jenis truk yang digunakan d. Dapat melakukan pemeliharaan rutin dan perawatan kecil pada alat angkutan truk e. Mempunyai tanggung jawab bahwa truk dimuati dengan benar dan aman tidak melebihi kapasitas angkut. Secara keseluruhan aspek kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap responden supir truk tergolong baik dalam melaksanakan pengangkutan dengan tidak melebihi kapasitas, melakukan pemeriksaan truk sebelum melakukan kegiatan pengangkutan setiap harinya, dan memegang lisensi legal ketika mengoperasikan alat angkut. Para supir truk sangat mengetahui mengenai kapasitas muat truk harus disesuaikan dengan keadaan kendaraan dan kondisi jalan angkutan, sehingga kapasitas kayu yang diangkut berkisar antara 4m 3 5 m 3 . Hal ini berbeda dengan jika kondisi jalan baik memiliki badan jalan yang rata dan tidak tergenang air pada waktu hujan maka kapasitas kayu yang diangkut dapat mencapai 7 m 3 . Sumber : koleksi pribadi Gambar 13 Kondisi jalan utama angkutan kayu di areal tebangan Kondisi jalan angkutan pada areal tebangan dapat dikatakan tidak baik, hal ini dikarenakan memiliki ukuran lebar sekitar 3 m dengan badan jalan yang tidak rata dan apabila terjadi hujan maka akan terbentuk genangan air yang menyebabkan truk pengangkut tidak dapat masuk ke lokasi tebangan. Adapun untuk meningkatkan aspek knowledge dapat berupa pemberian penyuluhan tentang penggunaan APD topi pengaman, pakaian tertutup dari tubuh hingga kaki, dan sepatu boot untuk keselamatan kerja. Untuk meningkatkan aspek attitude dalam kegiatan pengangkutan kayu, hal-hal yang dapat dilakukan pihak KPH Bogor adalah: a. Menetapkan aturan yang bersifat tegas dan memaksa untuk menggunakan APD sebagai salah satu syarat utama melaksanakan kegiatan pengangkutan. b. Memberikan sanksi pengurangan upah kerja apabila diketahui tidak menggunakan sabuk keselamatan safety belt dalam melakukan kegiatan pengangkutan kayu.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap aspek kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap K3 pada pekerja bidang pemanenan kayu mandor lapangan, operator chainsaw, penyarad, dan supir truk, sebagian besar kompetensi pekerja berada pada tingkatan cukup dan aspek sikap untuk masing- masing pekerja memiliki nilai terendah berdasarkan penilaian sesuai standar aturan K3 pada kegiatan pemanenan kayu. Terdapatnya kesenjangan aspek kompetensi dalam penerapan K3 antara penilaian pekerja self assessment dengan penilaian berdasarkan standar control based assessment menunjukkan diperlukan adanya peningkatan aspek kompetensi pekerja melalui pelatihan, penyuluhan, dan penetapan suatu peraturan yang bersifat tegas. Peran Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja P2K3 dalam merencanakan kebijakan K3 harus disertakan komitmen yang kuat dalam pengurangan dan pengendalian bahaya dan resiko pada kegiatan penebangan, penyaradan, dan pengangkutan. Berdasarkan salah satu prinsip FSC Forest Stewardship Council yang berhubungan dengan hak-hak pekerja, menjadikan perusahaan untuk dapat menjamin keselamatan dan kesehatan kerja sesuai kebijakan K3 yang ditetapkan. Bagi Perum Perhutani KPH Bogor yang akan melakukan sertifikasi pengelolaan hutan produksi lestari pada tahun 2014, hal ini tentunya dapat mendorong sikap untuk berkomitmen penuh dalam pelaksanaan K3. Kebijakan K3 yang telah dibentuk oleh P2K3 tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya dukungan penuh dari semua tingkatan manajemen, termasuk pekerja. Pekerja pemanenan kayu harus turut membudayakan keinginan untuk bekerja dan bertindak secara aman dan peran mandor lapangan sebagai pimpinan dan pengawas kegiatan pemanenan kayu di petak tebang harus dapat menegakkan aturan dengan tegas sesuai aturan kebijakan yang telah ditetapkan. Dengan demikian masalah keselamatan dan kesehatan kerja tidak hanya menjadi prioritas utama dalam kegiatan pemanenan kayu selain pencapaian target produksi, kualitas kayu, dan