Analisis aspek kompetensi penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dalam kegiatan pemanenan kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

(1)

ANALISIS ASPEK KOMPETENSI

PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

DALAM KEGIATAN PEMANENAN KAYU

DI KPH NGANJUK PERUM PERHUTANI UNIT II

JAWA TIMUR

NIAM WAHIDI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

DALAM KEGIATAN PEMANENAN KAYU

DI KPH NGANJUK PERUM PERHUTANI UNIT II

JAWA TIMUR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

NIAM WAHIDI

E24104049

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

NIAM WAHIDI. E24104049. Analisis Aspek Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Pemanenan Kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Di bawah bimbingan Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut. M.Life. Env. Sc.

RINGKASAN

Pengelolaan hutan khususnya kegiatan pemanenan merupakan kegiatan yang beresiko tinggi. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam kegiatan ini merupakan hak bagi pekerja. Meskipun peran pengusaha terhadap perlindungan K3 sangat dibutuhkan, tetapi masih ada pengusaha yang belum menerapkan peraturan K3 bagi pekerja sehingga berpengaruh terhadap kurangnya pemahaman pekerja tentang arti pentingnya K3. Kondisi ini diduga karena adanya pengaruh aspek kompetensi pada pengusaha dan pekerja. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai analisis aspek kompetensi penerapan K3 yang bertujuan mengetahui kondisi penerapan K3 di lokasi penelitian dengan penilaian berdasarkan standar ILO, mengidentifikasi aspek-aspek kompetensi meliputi

knowledge (pengetahuan), skill (keterampilan) dan attitude (sikap) pada perusahaan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Nganjuk dan pekerja bidang penebangan, penyaradan dan pengangkutan dan mengusulkan alternatif strategi yang diharapkan dapat meningkatkan kompetensi.

Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan bantuan kuisioner kepada responden serta observasi terhadap kondisi nyata di lapangan dengan dasar standar ILO. Pengolahan dan analisis data menggunakan Uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui perbandingan antara penilaian responden terhadap aspek kompetensinya dengan penilaian berdasarkan standar ILO dan uji korelasi

Spearman rank untuk mengetahui hubungan yang signifikan antar aspek kompetensi yang dilakukan pengujian. Penilaian dalam metode uji menggunakan Skala Likert.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan KPH Nganjuk dan pekerja pada kegiatan pemanenan masih kurang memahami, melaksanakan, dan menerapkan peraturan K3. Knowledge, skill dan attitude pada pekerja tidak berbeda nyata dengan penilaian berdasarkan standar ILO sedangkan aspek kompetensi pada perusahaan yang tidak berbeda nyata dengan penilaian berdasarkan standar ILO adalah

knowledge dan skill, tetapi aspek kompetensi tersebut perlu ditingkatkan karena ditinjau dari nilai kesenjangan masih bernilai negatif. Lain halnya pada attitude

perusahaan yang berbeda nyata dengan penilaian berdasarkan standar ILO. Hubungan yang signifikan antar ketiga aspek kompetensi terjadi pada perusahaan dan pekerja bidang penebangan. Pada pekerja bidang penyaradan hanya terdapat hubungan yang signifikan antara knowledge dengan attitude, sedangkan pekerja bidang pengangkutan hanya terdapat hubungan signifikan antara knowledge dengan skill. Alternatif strategi yang diusulkan adalah dengan adanya kerjasama antara perusahaan dan pekerja yaitu perusahaan memberikan penyuluhan bagi pekerja mengenai K3, memberikan pelatihan-pelatihan kerja bagi pekerja, dan menerapkan peraturan K3 bagi pekerja. Pihak pekerja dengan kesadarannya mau mengikuti penyuluhan dan pelatihan serta melaksanakan peraturan K3. Untuk mendukung tercapainya alternatif strategi diperlukan penyuluh yang berkompeten karena hanya dengan pendidikan dan pengalaman saja tidak menjamin terhadap meningkatnya aspek kompetensi.


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Analisis Aspek Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Pemanenan Kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur” adalah karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

Niam Wahidi


(5)

PERNYATAAN

Pernyataan ini dibuat sebagai ethical cleaner, dimana dengan ini saya menyatakan bahwa pengambilan data dalam skripsi yang berjudul “Analisis aspek Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Pemanenan Kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur” Tidak melanggar kode etik kemanusiaan.

Bogor, Januari 2009

Niam Wahidi


(6)

Judul Skripsi : Analisis Aspek Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Pemanenan Kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

Nama : Niam Wahidi Nrp : E 24104049 Departemen : Hasil Hutan

Mengetahui: Dosen Pembimbing,

Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M. Life. Env. Sc. NIP: 132 231 999

Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788


(7)

i

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat, kasih sayang dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli adalah keselamatan dan kesehatan kerja dengan judul ”Analisis Aspek Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Pemanenan Kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur”.

Pengelaolaan huatan terutama pemanenan kayu merupakan kegiatan yang beresiko tinggi sehingga perlu adanya perhatian terhadap perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Walaupun pemerintah sudah membuat peraturan perundangan mengeanai K3, tetapi pada kenyataan di lapangan masih ada pihak perusahaan yang belum mematuhi peraturan perundangan tersebut sehingga berpengaruh terhadap pekerja yang kurang mengerti terhadap arti pentingnya K3. Analisis terhadap aspek kompetensi yang meliputi aspek

knowledge (pengetahuan), skill (keterampilan), dan attitude (sikap) pada perusahaan dan pekerja pada bidang pemanenan diharapkan dapat membantu mengatasi hal tersebut.

Penulis menyadari dalam pembuatan karya tulis ini banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk memperbaiki pembuatan karya ilmiah yang akan datang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi pemikian bagi semua yang berkepentingan.

Bogor, Januari 2009


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya;

2. Orang tua dan keluarga penulis yang selalu memberikan bantuan dan dorongannya baik material maupun spiritual;

3. Ibu Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M. Life. Env. Sc selaku dosen pembimbing; 4. Bapak Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M.For.Sc selaku dosen penguji

wakil dari Departemen Silvikultur;

5. Bapak Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc selaku dosen penguji wakil dari Departemen Konservasi Hutan;

6. Segenap Dosen Fakultas Kehutanan IPB atas pendidikan dan ilmu yang diberikan;

7. Bapak Ir. Ririh Prabowo selaku Administratur KPH Nganjuk;

8. Bapak wakil Administratur, Asper, Mantri, Mandor dan semua pegawai (bagian kantor maupun lapangan) KPH Nganjuk atas bantuannya selama melaksanakan praktek;

9. Aqza (GMSK),Ni’mah, Nia, Hanif, Wiwid, Yayu, Indah, Tri Wahyu, Dewi, Qosim, Nashihuddin, Yocky, Tyas, dan semua teman-teman dari Rembang. 10.Fauzi, Arman, Ipul, Imam, Harzan, Arif, Adhon, Jarot, Achsan, Gita, Putri,

Rika, Juli, Kiki, teman- teman Pemanenan dan Pengolahan.

11.Sirkis Nugroho, Adit, Roni, Dodi, Fuad, Agus, Edy, Adi, Satrio, Dani, Tito, Kin Ching, Arif, Ridi, Rido, Ijunk, Umar, Baji, Fachri, Danang, Aziz, Sugi, Uut, Anton, Ilham serta bagi semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis ucapkan terima kasih.


(9)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Niam Wahidi, lahir di Rembang pada tanggal 1 April 1985 dari pasangan Bapak Tasmukan dan Ibu Supangatun. Penulis adalah anak kesepuluh dari sepuluh bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis adalah SD Negeri Bonang 1 pada tahun 1992 sampai dengan tahun tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Lasem pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2001. Setelah itu penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Lasem pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 dan pada tahun 2004 sampai tahun 2009 penulis melanjutkan perguruan tinggi di Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB dengan judul “Analisis Aspek Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Pemanenan Kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur”, di bawah bimbingan Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut. M.Life. Env. Sc.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH... ii

RIWAYAT HIDUP... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 3

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Perhutani ... 5

2.2 Hutan Jati dan Pemanenannya di Perhutani... 5

2.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ... 8

2.4 Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja... 9

2.5 Knowledge, Skill dan Attitude... 12

2.6 Pengertian Pelatihan ... 14

2.7 Pengertian Kebutuhan pelatihan ... 14

2.8 Analisis Kebutuhan Pelatihan ... 15

2.9 Skala Likert ... 16

BAB III METODOLOGI ... 18

3.1 Kerangka Pemikiran... 18

3.2 Tempat dan Waktu Pengumpulan Data ... 20

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 20

3.5 Pengolahan dan Analisis Data... 21

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 27

4.1 Letak... 27

4.2 Bagian Hutan... 27

4.3 Keadaan Lapangan ... 28

4.4 Tempat Pengumpulan Kayu... 29

4.5 Iklim ... 29

4.6 Tegakan ... 30

4.7 Kegiatan Pemanenan Kayu ... 30

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 38

5.1 Hasil ... 38

5.1.1 Perusahaan ... 38


(11)

ANALISIS ASPEK KOMPETENSI

PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

DALAM KEGIATAN PEMANENAN KAYU

DI KPH NGANJUK PERUM PERHUTANI UNIT II

JAWA TIMUR

NIAM WAHIDI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

DALAM KEGIATAN PEMANENAN KAYU

DI KPH NGANJUK PERUM PERHUTANI UNIT II

JAWA TIMUR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

NIAM WAHIDI

E24104049

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

NIAM WAHIDI. E24104049. Analisis Aspek Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Pemanenan Kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Di bawah bimbingan Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut. M.Life. Env. Sc.

RINGKASAN

Pengelolaan hutan khususnya kegiatan pemanenan merupakan kegiatan yang beresiko tinggi. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam kegiatan ini merupakan hak bagi pekerja. Meskipun peran pengusaha terhadap perlindungan K3 sangat dibutuhkan, tetapi masih ada pengusaha yang belum menerapkan peraturan K3 bagi pekerja sehingga berpengaruh terhadap kurangnya pemahaman pekerja tentang arti pentingnya K3. Kondisi ini diduga karena adanya pengaruh aspek kompetensi pada pengusaha dan pekerja. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai analisis aspek kompetensi penerapan K3 yang bertujuan mengetahui kondisi penerapan K3 di lokasi penelitian dengan penilaian berdasarkan standar ILO, mengidentifikasi aspek-aspek kompetensi meliputi

knowledge (pengetahuan), skill (keterampilan) dan attitude (sikap) pada perusahaan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Nganjuk dan pekerja bidang penebangan, penyaradan dan pengangkutan dan mengusulkan alternatif strategi yang diharapkan dapat meningkatkan kompetensi.

Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan bantuan kuisioner kepada responden serta observasi terhadap kondisi nyata di lapangan dengan dasar standar ILO. Pengolahan dan analisis data menggunakan Uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui perbandingan antara penilaian responden terhadap aspek kompetensinya dengan penilaian berdasarkan standar ILO dan uji korelasi

Spearman rank untuk mengetahui hubungan yang signifikan antar aspek kompetensi yang dilakukan pengujian. Penilaian dalam metode uji menggunakan Skala Likert.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan KPH Nganjuk dan pekerja pada kegiatan pemanenan masih kurang memahami, melaksanakan, dan menerapkan peraturan K3. Knowledge, skill dan attitude pada pekerja tidak berbeda nyata dengan penilaian berdasarkan standar ILO sedangkan aspek kompetensi pada perusahaan yang tidak berbeda nyata dengan penilaian berdasarkan standar ILO adalah

knowledge dan skill, tetapi aspek kompetensi tersebut perlu ditingkatkan karena ditinjau dari nilai kesenjangan masih bernilai negatif. Lain halnya pada attitude

perusahaan yang berbeda nyata dengan penilaian berdasarkan standar ILO. Hubungan yang signifikan antar ketiga aspek kompetensi terjadi pada perusahaan dan pekerja bidang penebangan. Pada pekerja bidang penyaradan hanya terdapat hubungan yang signifikan antara knowledge dengan attitude, sedangkan pekerja bidang pengangkutan hanya terdapat hubungan signifikan antara knowledge dengan skill. Alternatif strategi yang diusulkan adalah dengan adanya kerjasama antara perusahaan dan pekerja yaitu perusahaan memberikan penyuluhan bagi pekerja mengenai K3, memberikan pelatihan-pelatihan kerja bagi pekerja, dan menerapkan peraturan K3 bagi pekerja. Pihak pekerja dengan kesadarannya mau mengikuti penyuluhan dan pelatihan serta melaksanakan peraturan K3. Untuk mendukung tercapainya alternatif strategi diperlukan penyuluh yang berkompeten karena hanya dengan pendidikan dan pengalaman saja tidak menjamin terhadap meningkatnya aspek kompetensi.


(14)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Analisis Aspek Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Pemanenan Kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur” adalah karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

Niam Wahidi


(15)

PERNYATAAN

Pernyataan ini dibuat sebagai ethical cleaner, dimana dengan ini saya menyatakan bahwa pengambilan data dalam skripsi yang berjudul “Analisis aspek Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Pemanenan Kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur” Tidak melanggar kode etik kemanusiaan.

Bogor, Januari 2009

Niam Wahidi


(16)

Judul Skripsi : Analisis Aspek Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Pemanenan Kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

Nama : Niam Wahidi Nrp : E 24104049 Departemen : Hasil Hutan

Mengetahui: Dosen Pembimbing,

Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M. Life. Env. Sc. NIP: 132 231 999

Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788


(17)

i

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat, kasih sayang dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli adalah keselamatan dan kesehatan kerja dengan judul ”Analisis Aspek Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Pemanenan Kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur”.

Pengelaolaan huatan terutama pemanenan kayu merupakan kegiatan yang beresiko tinggi sehingga perlu adanya perhatian terhadap perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Walaupun pemerintah sudah membuat peraturan perundangan mengeanai K3, tetapi pada kenyataan di lapangan masih ada pihak perusahaan yang belum mematuhi peraturan perundangan tersebut sehingga berpengaruh terhadap pekerja yang kurang mengerti terhadap arti pentingnya K3. Analisis terhadap aspek kompetensi yang meliputi aspek

knowledge (pengetahuan), skill (keterampilan), dan attitude (sikap) pada perusahaan dan pekerja pada bidang pemanenan diharapkan dapat membantu mengatasi hal tersebut.

Penulis menyadari dalam pembuatan karya tulis ini banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk memperbaiki pembuatan karya ilmiah yang akan datang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi pemikian bagi semua yang berkepentingan.

Bogor, Januari 2009


(18)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya;

2. Orang tua dan keluarga penulis yang selalu memberikan bantuan dan dorongannya baik material maupun spiritual;

3. Ibu Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M. Life. Env. Sc selaku dosen pembimbing; 4. Bapak Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M.For.Sc selaku dosen penguji

wakil dari Departemen Silvikultur;

5. Bapak Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc selaku dosen penguji wakil dari Departemen Konservasi Hutan;

6. Segenap Dosen Fakultas Kehutanan IPB atas pendidikan dan ilmu yang diberikan;

7. Bapak Ir. Ririh Prabowo selaku Administratur KPH Nganjuk;

8. Bapak wakil Administratur, Asper, Mantri, Mandor dan semua pegawai (bagian kantor maupun lapangan) KPH Nganjuk atas bantuannya selama melaksanakan praktek;

9. Aqza (GMSK),Ni’mah, Nia, Hanif, Wiwid, Yayu, Indah, Tri Wahyu, Dewi, Qosim, Nashihuddin, Yocky, Tyas, dan semua teman-teman dari Rembang. 10.Fauzi, Arman, Ipul, Imam, Harzan, Arif, Adhon, Jarot, Achsan, Gita, Putri,

Rika, Juli, Kiki, teman- teman Pemanenan dan Pengolahan.

11.Sirkis Nugroho, Adit, Roni, Dodi, Fuad, Agus, Edy, Adi, Satrio, Dani, Tito, Kin Ching, Arif, Ridi, Rido, Ijunk, Umar, Baji, Fachri, Danang, Aziz, Sugi, Uut, Anton, Ilham serta bagi semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis ucapkan terima kasih.


(19)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Niam Wahidi, lahir di Rembang pada tanggal 1 April 1985 dari pasangan Bapak Tasmukan dan Ibu Supangatun. Penulis adalah anak kesepuluh dari sepuluh bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis adalah SD Negeri Bonang 1 pada tahun 1992 sampai dengan tahun tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Lasem pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2001. Setelah itu penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Lasem pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 dan pada tahun 2004 sampai tahun 2009 penulis melanjutkan perguruan tinggi di Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB dengan judul “Analisis Aspek Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Pemanenan Kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur”, di bawah bimbingan Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut. M.Life. Env. Sc.


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH... ii

RIWAYAT HIDUP... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 3

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Perhutani ... 5

2.2 Hutan Jati dan Pemanenannya di Perhutani... 5

2.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ... 8

2.4 Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja... 9

2.5 Knowledge, Skill dan Attitude... 12

2.6 Pengertian Pelatihan ... 14

2.7 Pengertian Kebutuhan pelatihan ... 14

2.8 Analisis Kebutuhan Pelatihan ... 15

2.9 Skala Likert ... 16

BAB III METODOLOGI ... 18

3.1 Kerangka Pemikiran... 18

3.2 Tempat dan Waktu Pengumpulan Data ... 20

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 20

3.5 Pengolahan dan Analisis Data... 21

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 27

4.1 Letak... 27

4.2 Bagian Hutan... 27

4.3 Keadaan Lapangan ... 28

4.4 Tempat Pengumpulan Kayu... 29

4.5 Iklim ... 29

4.6 Tegakan ... 30

4.7 Kegiatan Pemanenan Kayu ... 30

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 38

5.1 Hasil ... 38

5.1.1 Perusahaan ... 38


(21)

v

5.1.3 Pekerja Bidang Penyaradan... 43

5.1.4 Pekerja Bidang Pengangkutan... 45

5.1.5 Pendidikan dan Pengalaman Kerja dengan Aspek Kompetensi ... 48

5.2 Pembahasan... 53

5.2.1 Persepsi Perusahaan terhadap K3 dan Hubungan antara Aspek Kompetensinya... 55

5.2.2 Persepsi Pekerja Bidang Penebangan terhadap K3 dan Hubungan antara Aspek Kompetensinya ... 59

5.2.3 Persepsi Pekerja Bidang Penyaradan terhadap K3 dan Hubungan antara Aspek Kompetensinya ... 64

5.2.4 Persepsi Pekerja Bidang Pengangkutan terhadapK3 dan Hubungan antara Aspek Kompetensinya ... 68

5.2.5 Pendidikan dan Pengalaman Kerja dengan Aspek Kompetensi ... 71

5.2.5.1 Pengaruh Pendidikan Pekerja terhadap Knowledge Skill dan Attitude... 71

5.2.5.2 Pengaruh Pengalaman Pekerja terhadap Knowledge Skill dan Attitude... 72

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

6.1 Kesimpulan ... 73

6.2 Saran... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(22)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Tingkat Knowledge dalam Skala Likert... 23 2. Tingkat Skill dalam Skala Likert ... 23 3. Tingkat Attitude dalam Skala Likert... 25 4. Daftar Pembagian Wilayah KPH Nganjuk Secara Administratif... 28 5. Hasil Analisis Kruskal-Wallis terhadapPerusahaan ... 38 6. Penilaian Berdasarkan Standar ILO dan Persepsi Perusahaan ... 39 7. Uji Korelasi Spearman Rank Perusahaan ... 40 8. Hasil Analisis Kruskal-Wallis terhadapPekerja Bidang Penebangan 41 9. Penilaian Berdasarkan Standar ILO dan Persepsi Pekerja Bidang

Penebangan ... 41 10.Uji Korelasi Spearman Rank Pekerja Bidang Penebangan... 42 11.Hasil Analisis Kruskal-Wallis terhadapPekerja Bidang Penyaradan 43 12.Penilaian Berdasarkan Standar ILO dan Persepsi Pekerja Bidang

Penyaradan ... 44 13.Uji Korelasi Spearman Rank Pekerja Bidang Penyaradan ... 45 14.Hasil Analisis Kruskal-Wallis terhadapPekerja Bidang

Pengangkutan ... 45 15.Penilaian Berdasarkan Standar ILO dan Persepsi Pekerja Bidang

Pengangkutan ... 46 16.Uji Korelasi Spearman Rank Pekerja Bidang Pengangkutan ... 47 17.Uji Korelasi Spearman Rank terhadap Pendidikan Pekerja

Bidang Penebangan... 48 18.Uji Korelasi Spearman Rank terhadap Pendidikan Pekerja

Bidang Penyaradan ... 49 19.Uji Korelasi Spearman Rank terhadap Pendidikan Pekerja

Bidang Pengangkutan ... 50 20.Uji Korelasi Spearman Rank terhadap Pengalaman Pekerja

Bidang Penebangan... 50 21.Uji Korelasi Spearman Rank terhadap Pengalaman Pekerja

Bidang Penyaradan ... 51 22.Uji Korelasi Spearman Rank terhadap Pengalaman Pekerja

Bidang Pengangkutan ... 52 23.Kondisi Riil di Lapangan Dibandingkan dengan Kondisi Ideal

Berdasarkan Standar ILO pada Kegiatan Penebangan... 63 24.Kondisi Riil di Lapangan Dibandingkan dengan Kondisi Ideal

Berdasarkan Standar ILO pada Kegiatan Penebangan... 67 25.Kondisi Riil di Lapangan Dibandingkan dengan Kondisi Ideal


(23)

vii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka Pemikiran Studi ... 19 2. Diagram Alir Analisis Data... 22 3. Kegiatan Penebangan Pohon... 32 4. Kegiatan Penjarangan (Posisi Chainsaw Berada di Atas)... 33 5. Kegiatan Pemangkasan Cabang dan Pembagian Batang ... 34 6. Kegiatan Penyaradan Manual dengan Tenaga Manusia ... 35 7. Kegiatan Pemuatan kayu... 36 8. Kegiatan Pengangkutan Kayu ... 36 9. Kegiatan Pembongkaran Kayu... 37 10. Diagram Alir Analisis terhadap Tingkat Kompetensi Perusahaan

KPH Nganjuk ... 56 11. Diagram Alir Analisis terhadap Tingkat Kompetensi Pekerja Bidang

Penebangan ... 60 12. Diagram Alir Analisis terhadap Tingkat Kompetensi Pekerja Bidang

Penyaradan ... 65 13. Diagram Alir Analisis terhadap Tingkat Kompetensi Pekerja Bidang


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

26.Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk

Secara Umum ... 77 27.Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk

Berdasarkan Pengetahuan dalam Bidang Penebangan... 78 28.Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk

Berdasarkan Keterampilan dalam Bidang Penebangan ... 79 29.Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk

Berdasarkan Sikap dalam Bidang Penebangan ... 80 30.Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk

Berdasarkan Pengetahuan dalam Bidang Penyaradan ... 81 31.Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk

Berdasarkan Keterampilan dalam Bidang Penyaradan ... 82 32.Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk

Berdasarkan Sikap dalam Bidang Penyaradan... 83 33.Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk

Berdasarkan Pengetahuan dalam Bidang Pengangkutan ... 84 34.Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk

Berdasarkan Keterampilan dalam Bidang Pengangkutan ... 85 35.Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk

Berdasarkan sikap dalam bidang pengangkutan ... 86 36.Kuisioner Persepsi Perusahaan Berdasarkan Pengetahuan terhadap

Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk ... 87 37.Kuisioner Persepsi Perusahaan Berdasarkan Keterampilan terhadap

Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk ... 89 38.Kuisioner Persepsi Perusahaan Berdasarkan Sikap terhadap Pelaksanaan

K3 di KPH Nganjuk ... 91


(25)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor kehutanan merupakan salah satu sektor industri yang kegiatannya memiliki resiko kecelakaan yang tinggi, terutama pada kegiatan pemanenan hutan karena lokasi kerja (hutan) biasanya relatif terisolasi, terbatas aksesnya terhadap sarana kesehatan. Selain itu iklim tropis di Indonesia dengan suhu dan kelembaban yang tinggi dapat memberikan beban kerja yang lebih tinggi bagi tubuh dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan dan stamina pekerja pada saat melakukan pekerjaan-pekerjaan fisik yang berat. Di samping itu penggunaan peralatan kerja sangat memerlukan tingkat kompetensi yang tinggi meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan prosedur kerja sehingga kurangnya tingkat kompetensi tersebut dapat memicu terjadinya kecelakaan kerja.

Terjadinya kecelakaan kerja dapat mempengaruhi ekonomi, kehilangan waktu kerja, kerusakan alat, kematian, kelainan atau cacat, kekacauan organisasi, dan kesedihan. Waktu yang terbuang dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan dan pekerja itu sendiri. Perusahaan akan kehilangan produksi yang seharusnya diperoleh. Sedangkan pekerja akan kehilangan pendapatan sebesar waktu yang hilang. Di sisi lain perlindungan K3 merupakan hak bagi pekerja. Hal ini menunjukkan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan

Data kecelakaan kerja yang tersedia di Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Departemen Tenaga Kerja (DEPNAKER) pada tahun 1999 menunjukkan bahwa angka kecelakaan di sektor kehutanan dan penebangan kayu menduduki peringkat keempat setelah sektor pertanian dan peternakan, sektor tekstil dan sektor garmen. Untuk itu meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan kepentingan pemerintah, pengusaha dan pekerja secara bersama-sama dan langkah-langkah untuk meningkatkannya harus dibicarakan dan disetujui bersama oleh ketiga mitra kerja International Labour Organization (ILO) tersebut. Penerapan


(26)

keselamatan dan kesehatan kerja akan berhasil apabila didasarkan pada kerja sama dan niat baik serta partisipasi dari para pihak yang bersangkutan (ILO, 2002).

Perhatian pemerintah terhadap permasalahan tersebut ditunjukkan dengan adanya peraturan perundengan mengenai K3 yaitu Undang-Undang Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970, serta standar ILO tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Kehutanan yang harus dipatuhi. Selain itu Undang

-Undang No. 23/1992 tentang Kesehatan memberikan ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23 yang menyebutkan bahwa kesehatan kerja dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan supaya mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan program perlindungan tenaga kerja (Departemen Kesehatan, 2002).

Sumberdaya manusia khususnya pekerja pada kegiatan pemanenan tidak dapat terlepas dari masalah-masalah keselamatan dan kesehatan. Akan tetapi rendahnya kesadaran pekerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja merupakan fakta yang terjadi di lingkungan kerja. Walaupun demikian, perlu ditekankan bahwa masalah kurangnya pemahaman mengenai K3 bukan hanya masalah pekerja saja karena pada kenyataannya dapat dikatakan bahwa seluruh lapisan masyarakat pada umumnya memiliki kesadaran yang rendah terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (Markkanen, 2004).

Pengusaha yang masih memiliki kesadaran yang rendah terhadap perlindungan K3 belum menerapkan peraturan K3 bagi pekerja. Hal ini dapat mengakibatkan rendahnya kesadaran pekerja terhadap K3 karena kurang mengetahui terhadap pentingnya pelaksanaan peraturan K3. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara perhatian pemerintah dengan adanya peraturan perundengan mengenai K3 dengan kondisi di lapangan, yaitu rendahnya kesadaran pengusaha dan pekerja. Hal ini diduga adanya pengaruh aspek kompetensi yang meliputi pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap(attitude) pada perusahaan dan pekerja. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai analisis aspek kompetensi penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.


(27)

3

Perhutani merupakan perusahaan yang menggunakan tenaga kerja manusia yang bersifat padat karya sehingga perhatian terhadap peraturan K3 merupakan hal yang sangat penting. Perum Perhutani sebagai pengelola sumberdaya hutan di Pulau Jawa menuju Sertifikasi Ekolabel mempunyai komitmen, yaitu 1) menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari di seluruh wilayahnya dengan sasaran mendapatkan sertifikat Pengelolaan Hutan Lestari sebagai bentuk pengakuan dunia internasional; 2) pengelolaan sumberdaya hutan dilakukan dengan tetap mempertahankan dan meningkatkan kelestarian produksi, kelestarian lingkungan dan kelestarian sosial kemasyarakatan; 3) bersama-sama dengan masyarakat sekitar hutan menjalin kemitraan dalam bentuk implementasi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) untuk memberikan kemanfaatan sosial, ekonomi dan lingkungan yang berimbang; 4) meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan sumberdaya manusia sebagai aset perusahaan yang berharga dan memberi jaminan kesehatan dan keselamatan kerja melalui pemenuhan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku; 5) penerapan sistem penghargaan (reward) dan hukuman (punishment) secara transparan dan konsisten (Perhutani, 2009).

Analisis kompetensi penerapan K3 yang dilakukan terhadap perusahaan dan pekerja di Perhutani KPH Nganjuk diharapkan dapat membantu untuk mengetahui tingkat kompetensi yang akan dibandingkan dengan penilaian berdasarkan standar ILO. Selain itu kesenjangan yang terjadi pada perbandingan tersebut dapat diatasi dengan alternatif strategi untuk meningkatkan komptensi yang masih kurang dari standar ILO. Dengan asumsi bahwa meningkatnya kompetensi penerapan K3 dapat meningkatkan kualitas kerja karyawan/pekerja dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan sehingga dapat mengurangi tingkat kecelakaan kerja.

1.2. Perumusan Masalah

Pemanenan kayu merupakan serangkaian aktivitas yang dilaksanakan untuk mengubah pohon atau memindahkan kayu dari suatu tempat ke tempat lain, sehingga bermanfaat bagi kehidupan masyarakat (Departemen Kehutanan, 1999). Pemanenan terdiri dari kegiatan penebangan, penyaradan, pengulitan, muat bongkat dan pengangkutan. Kegiatan-kegiatan tersebut sangat beresiko terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja sehingga sangat perlu adanya


(28)

upaya-upaya untuk mengatasinya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kesadaran semua pihak, baik perusahaan maupun pekerja untuk memperhatikan peraturan K3. Tingkat kesadaran tersebut dapat diketahui dengan mengidentifikasi persepsi dari pihak perusahaan dan pihak pekerja (bidang penebangan, bidang penyaradan dan bidang pengangkutan) mengenai K3 yang meliputi aspek kompetensi (knowledge, skill, dan attitude) yang kemudian dibandingkan dengan penilaian berdasarkan standar ILO.

Permasalahan yang ingin disampaikan dalam penelitian ini adalah ada atau tidaknya kesenjangan persepsi perusahaan dan pekerja terhadap kompetensi penerapan K3 dengan standar ILO dan cara-cara atau alternatif strategi yang digunakan untuk mengatasi kesenjangan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui kondisi penerapan K3 di KPH Nganjuk dengan penilaian berdasarkan standar ILO.

2. Mengidentifikasi aspek- aspek kompetensi penerapan K3 yang meliputi aspek

knowledge, skill, dan attitude pada perusahaan dan pekerja bidang penebangan, penyaradan dan pengangkutan dengan berdasarkan standar ILO. 3. Mengusulkan alternatif strategi yang diharapkan dapat meningkatkan

kompetensi penerapan K3.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan hutan, baik perusahaan maupun pekerja khususnya di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur untuk dijadikan sebagai indikator dalam mengukur tingkat kompetensi yang berkaitan dengan aspek K3 sehingga dapat mempermudah dalam mengidentifikasi permasalahan kompetensi penerapan K3 dan cara mengatasinya.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perhutani

Perusahaan Negara Perhutani didirikan pada tahun 1961 untuk mengelola kawasan hutan di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan sebagian Kalimantan, dengan tujuan untuk menghasilkan devisa dari kegiatan kehutanan. Kemudian pada tahun 1972 perusahaan negara Perhutani di Jawa Timur dan Jawa Tengah menjadi Perum Perhutani, sedangkan yang di Kalimantan menjadi PT. Inhutani, tahun 1978 Jawa Barat juga menjadi bagian dari Perum Perhutani.

Perum Perhutani sebagai badan usaha milik negara (BUMN) telah berkiprah sejak tahun 1972 berdasarkan Peraturan Pemerintah No.15 tahun 1972 dan telah mengalami beberapa kali perubahan dasar hukum. Terakhir berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2003, Perhutani mengemban tugas dan tanggung jawab pengelolaan di pulau Jawa, dengan wilayah hutan yang dikelola seluas 2,426 juta hektar, terdiri dari hutan produksi seluas 1,767 juta hektar dan sisanya hutan lindung. Secara struktural Perum Perhutani di bawah Kementerian Negara BUMN dengan pembina teknis Departemen Kehutanan.

Perum Perhutani mempunyai tugas dan wewenang menyelenggarakan perencanaan, pengurusan, pengusahaan, dan perlindungan hutan di wilayah kerjanya. Adapun maksud dan tujuan perusahaan adalah menyelenggarakan usaha di bidang kehutanan untuk memproduksi barang dan jasa yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak serta turut aktif dalam melaksanakan dan menunjang pelaksanaan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya. Dalam penyelenggaraan pengusahaan hutan dan usaha lain, Perum Perhutani harus memperlakukan prinsip-prinsip ekonomi, kelestarian serta terjaminnya keselamatan kekayaan negara (Prakosa, 1997).


(30)

2.2 Hutan Jati dan Pemanenannya di Perhutani

Sejarah kayu jati dimulai dari para raja-raja di pulau jawa. Kayu jati diperkenalkan dari India oleh raja-raja Majapahit lebih dari 1000 tahun yang lalu. Pengelolaan hutan jati secara sistematis dimulai semenjak masa kolonialisme Belanda di Indonesia, yaitu pada tahun 1874. Sistem yang digunakan adalah sistem tumpangsari.

Beberapa keistimewaan kayu jati diantaranya: 1) kayu jati memiliki kombinasi sifat –sifat kayu yang ideal, seperti kekuatan, keawetan, dan keindahan. Kandungan zat ekstraktif (tectoquinon) yang menyebabkan tahan rayap, 2) adanya lingkaran tahun yang jelas menyebabkan memiliki penampang yang indah pada sisi transversalnya, 3) perbedaan warna yang jelas antara masa pertumbuhan dan masa dormansi, 4) memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Hutan jati memiliki status yang khusus, hutan ini dikelola oleh Perum Perhutani. Perusahaan ini sebelumnya terdiri dari 5 unit, 2 unit di Pulau Jawa dan 3 unit di luar Pulau Jawa. Selanjutnya hutan jati di luar Pulau Jawa di kelola oleh INHUTANI, sedangkan yang berada di pulau jawa di kelola oleh PERHUTANI. Perum Perhutani memiliki tiga unit diantaranya Unit 1 di Jawa Tengah, Unit 2 di Jawa Timur, Unit 3 di Jawa Barat dan Banten.

Pemanenan hutan merupakan kegiatan kehutanan yang mengubah pohon dan biomasa lainnya menjadi bentuk yang dapat dipindahkan ke lokasi lain, sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat (Suprapto, 1979). Menurut Conway (1976) pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan dengan melalui proses penebangan (timber cutting), penyaradan (skidding atau yarding), pengangkutan (transportation), pengukuran (scaling) dan pengujian (grading).

Departemen Kehutanan (1999) menyatakan bahwa pemanenan kayu merupakan serangkaian aktivitas yang dilaksanakan untuk mengubah pohon atau memindahkan kayu dari suatu tempat ke tempat lain, sehingga bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Pemanenan terdiri dari kegiatan penebangan, penyaradan, pengulitan, muat bongkat dan pengangkutan. Sedangkan Suprapto (1979) menyebutkan bahwa pemanenan kayu dapat diartikan sebagai


(31)

7

serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon dan biomasa lainnya menjadi bentuk yang dapat dipindahkan ke lokasi lain sehingga bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat.

Berdasarkan sistem silvikulturnya, pemanenan hutan jati menggunakan sistem tebang pilih permudaan buatan. Dilihat dari derajat mekanisasinya, sistem pemanenan yang diterapkan terdiri dari sistem manual dan sistem semi mekanis. Sembilan tahapan pemanenan hutan jati yakni: persiapan pemanenan, klem dan penandaan pohon,teresan, perencanaan jalan sarad, penebangan, pembagian batang, penyaradan, pemuatan, dan pengangkutan

Tahap persiapan meliputi pembagian blok tebang, penentuan luas, dan jumlah blok tebang. Tujuan pembagian blok tebang adalah untuk memudahkan pengawasan pemanenan hutan. Setelah perencanaan pemanenan ini maka selanjutnya pengukuran diameter yang dimasukkan ke dalam daftar hasil pengukuran diameter yang disebut klemstaat. Hasil pengukuran dituliskan di dua tempat yakni pada ketinggian sekitar 1,3 (dbh) dan di bagian bawah pohon (banir). Tahap ke tiga yakni teresan yaitu, penoresan melingkar pohon sampai pada kambium. Tujuan adanya teresan adalah untuk mempermudah pekerjaan penebangan, penyaradan dan pengangkutan, dan menjaga kualitas kayu yang akan di tebang. Teresan dilakukan dua tahun sebelum penebangan pohon. Ketentuan teresan yang benar adalah takik teres setinggi-tingginya 25 cm dari permukaan tanah dan kedalaman sayatan harus memotong kambium. Sisi negatif teresan adalah bahwa dengan teresan kayu cenderung mudah retah-retak waktu tumbang dan lahan tidak produktif selama teresan. Untuk meningkatkan produktivitas lahan teresan maka dibangun sistem tumpang sari yang dilakukan melalui kerjasama dengan masyarakat sekitar hutan.

Peralatan pemanenan yang digunakan adalah gergaji (gergaji manual dan gergaji mesin). Perlengkapan utama penebangan jati lainnya adalah kapak, yang biasa digunakan dalam pembuata takik rebah, pengeprasan banir dan pemangkasan cabang. Sedangkan alat bantu yang biasa digunakan adalah baji yang digunakan untuk membantu memastikan arah rebah pohon, dan mencegah agar gergaji tidak terjepit pada waktu pemotongan pohon.


(32)

Pengamanan kayu jati dapat dilakukan dengan tiga macam cara yaitu: 1) Pengamanan administrasi: pengamanan secara preventif dengan melihat dan

mengukur kecukupan administrasi tebangan jati yang dipersyaratkan. 2) Pengamanan teknis: pengamanan terhadap aspek pelaksanaan penebangan. 3) Pengamanan polisionis: pengamanan dengan adanya petugas kehutanan

(Wakwau, 2008).

2.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Menurut Leon C. Megginson dalam Mangkunegara (2002), istilah keselamatan mencakup kedua istilah resiko keselamatan dan resiko kesehatan. Dalam bidang kepegawaian, kedua istilah tersebut dibedakan. Keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan, dan pendengaran. Semua itu sering dihubungkan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pameliharaan dan latihan. Sedangkan kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres emosi dan gangguan fisik.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara filosofi adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempumaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan dayanya menuju masyarakat adil dan makmur. Dari segi keilmuwan maka K3 dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. K3 adalah segala daya dan upaya atau pemikiran yang ditujukan untuk menjamin keutuhan dan kesempumaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya


(33)

9

dan budayanya, untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja menuju masyarakat adil dan makmur (Mangkunegara, 2002).

Menurut Suma'mur (1981), kecelakaan adalah kejadian tak terduga dan tidak diharapkan, serta mengakibatkan kerugian hilangnya hari kerja satu hari atau lebih (Depnaker RI), tak terduga oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Sedangkan kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja perusahaan.

Menurut Dessler (1997), terdapat tiga alasan dasar dari kecelakaan di tempat kerja yaitu: (1) kejadian yang bersifat kebetulan membantu terjadinya kecelakaan namun kurang lebih di luar kontrol manajemen; (2) kondisi tidak aman merupakan alasan utama dari kecelakaan. Misalnya peralatan pelindung yang tidak memadai, peralatan rusak, prosedur yang berbahaya, gudang yang tidak aman, dan penerangan yang tidak memadai; serta (3) tindakan-tindakan yang tidak aman yang dilakukan oleh pihak karyawan seperti membuang bahan-bahan berbahaya, bekerja dengan kecepatan tidak aman dan membuat peralatan keamanan tidak beroperasi.

2.4 Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja

Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh 2 faktor utama yakni faktor fisik dan faktor manusia. Oleh sebab itu kecelakaan kerja juga merupakan bagian dari kesehatan kerja. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan akibat dari kerja.

Sumakmur (1989) membuat batasan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang berkaitan dengan hubungan kerja dengan perusahaan. Hubungan kerja disini berarti kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Oleh sebab itu, kecelakaan akibat kerja ini mencakup 2 permasalahan pokok, yakni a) kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan b) kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.

Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas lagi sehingga mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau transpor ke dan dari tempat kerja. Dengan kata lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke dan dari


(34)

tempat kerja atau dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan kerja.

Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi 2, yakni: a. Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia) yang tidak memenuhi

keselamatan, misalnya karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya.

b. Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety condition, misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin yang terbuka, dan sebagainya.

Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan akibat kerja ini diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni:

a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan: - Terjatuh

- Tertimpa benda

- Tertumbuk atau terkena benda-benda - Terjepit oleh benda

- Gerakan-gerakan melebihi kemampuan - Pengaruh suhu tinggi

- Terkena arus listrik

- Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi. b. Klasifikasi menurut penyebab:

- Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin penggergajian kayu, dan sebagainya.

- Alat angkut, alat angkut darat, udara dan air.

- Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, alat- alat listrik, dan sebagainya.

- Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, gas, zat-zat kimia, dan sebagainya.

- Lingkungan kerja (di luar bangunan, di dalam bangunan dan di bawah tanah). - Penyebab lain yang belum masuk tersebut di atas.

c. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan: - Patah tulang


(35)

11

- Dislokasi (keseleo) - Regang otot (urat)

- Memar dan luka dalam yang lain - Amputasi

- Luka di permukaan - Geger dan remuk - Luka bakar

- Keracunan-keracunan mendadak - Pengaruh radiasi

- Lain-lain

d. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh: - Kepala

- Leher - Badan - Anggota atas - Anggota bawah - Banyak tempat

- Letak lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut.

Klasifikasi-klasifikasi tersebut bersifat jamak karena pada kenyataannya kecelakaan akibat kerja biasanya tidak hanya 1 faktor tetapi banyak faktor (Notoatmodjo, 2003).

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease.

WHO membedakan empat kategori penyakit akibat kerja:

1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya penyakit radang paru-paru (Pneumoconiosis) yang disebabkan karena menghirup debu.

2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya tumor paru-paru (Carcinomabronchogenic).

3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya radang menahun pada Bronkus pada sistem pernafasan (Chronic bronchitis).


(36)

4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya sulit bernafas atau asma (asthma).

Faktor penyebab penyakit akibat kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga tidak mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:

1. Golongan fisik: suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.

2. Golongan kimiawi: bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut.

3. Golongan biologis: bakteri, virus atau jamur

4. Golongan fisiologis: biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja

5. Golongan psikososial: lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.

2.5 Knowledge (Pengetahuan), Skill (Keterampilan), dan Attitude (Sikap)

Knowledge atau pengetahuan merupakan perpaduan yang cair dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, dan kepakaran yang memberikan kerangka berfikir untuk menilai dan memadukan pengalaman dan informasi baru. Ini berarti bahwa pengetahuan berbeda dari informasi. Informasi dapat menjadi pengetahuan bila terjadi proses-proses seperti pembandingan, konsekwensi, penghubungan, dan perbincangan. Pengetahuan dapat dibagi ke dalam empat jenis, yaitu a) pengetahuan tentang sesuatu; b) pengetahuan tentang mengerjakan sesuatu; c). pengetahuan menjadi diri sendiri; dan d) pengetahuan tentang cara bekerja dengan orang lain. Sedang tingkatan pengetahuan dapat dibagi tiga yaitu: 1) mengetahui bagaimana melaksanakan; 2) mengetahui bagaimana memperbaiki; dan 3) mengetahui bagaimana mengintegrasikan (Tambotoh, 2007).

Pengetahuan atau kepandaian merupakan arti dari ilmu. Pengetahuan atau kepandaian tersebut tidak saja berkenaan dengan masalah keadaan alam, tapi juga termasuk “kebatinan” dan persoalan-persoalan lainnya. Sebagaimana yang sudah dikenal mengenai beberapa macam nama ilmu, maka tampak dengan jelas bahwa


(37)

13

cakupan ilmu sangatlah luas, misalnya ilmu ukur, ilmu bumi, ilmu dagang, ilmu hitung, ilmu silat, ilmu tauhid, ilmu mantek, ilmu batin (kebatinan), ilmu hitam, dan sebagainya.

Ada juga yang membedakan antara pengetahuan (knowledge) dan ilmu (science). Pengetahuan diartikan hanyalah sekadar “tahu”, yaitu hasil tahu dari usaha manusia untuk menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa batu, apa gunung, apa air, dan sebagainya. Sedangkan ilmu bukan hanya sekadar dapat menjawab “apa” tetapi akan dapat menjawab “mengapa” dan “bagaimana” (why

dan how), misalnya mengapa batu banyak macamnya, mengapa gunung dapat meletus, mengapa es mengapung dalam air.

Pengetahuan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi ilmu apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu obyek kajian, metoda pendekatan dan bersifat universal. Tidak selamanya fenomena yang ada di alam ini dapat dijawab dengan ilmu, atau setidaknya banyak pada awalnya ilmu tidak dapat menjawabnya. Hal tersebut disebabkan ilmu yang dimaksud dalam terminologi di sini mensyaratkan adanya fakta-fakta (Gagoeng, 2008).

Secara sederhana definisi skill atau keterampilan adalah kemampuan mengubah sesuatu yang ada menjadi apa yang dikehendaki sesuai dengan rencana. Keterampilan menyangkut pengenalan bahan, input, atau apa yang dapat diolah. Keterampilan juga terkait dengan tahap-tahap pelaksanaan pengolahan, serta bobot atau jumlah energi yang dibutuhkan, bahkan kemungkinan-kemungkinan penyimpangan dan perkecualain (Chandra, 2003).

Attitude atau sikap adalah konsep yang merepresentasikan suka atau tidak sukanya seseorang pada sesuatu. Sikap adalah pandengan positif, negatif, atau netral terhadap "objek sikap", seperti manusia, perilaku, atau kejadian. Seseorang pun dapat menjadi ambivalen terhadap suatu target, yang berarti ia terus mengalami bias positif dan negatif terhadap sikap tertentu.

Sikap muncul dari berbagai bentuk penilaian. Sikap dikembangkan dalam tiga model, yaitu afeksi, kecenderungan perilaku, dan kognisi. Respon afektif adalah respon fisiologis yang mengekspresikan kesukaan individu pada sesuatu. Kecenderungan perilaku adalah indikasi verbal dari maksud seorang individu.


(38)

Respon kognitif adalah pengevaluasian secara kognitif terhadap suatu objek sikap. Kebanyakan sikap individu adalah hasil belajar sosial dari lingkungannya.

2.6 Pengertian Pelatihan

Menurut Arep dan Tanjung (2002), pelatihan merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia terutama dalam hal pengetahuan,

kemampuan, keahlain, dan sikap. Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan tentang ilmu yang harus dikuasai pada suatu posisi. Kamampuan yang dimaksud adalah kemampuan untuk menangani tugas-tugas yang diamanahkan. Keahlain yang dimaksud adalah beberapa keahlain yang diperlukan agar suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik. Sedangkan sikap yang dimaksud adalah emosi dan kepribadian yang harus dimiliki agar suatu pekerjaan berhasil dengan sukses.

Pelatihan adalah pembelajaran yang dirancang untuk menyegarkan dan/atau meningkatkan kinerja orang-orang dalam mengerjakan pekerjaan mereka. Konsep pembelajaran menunjuk pada peningkatan kemampuan psikomotor, kognitif, serta afektif. Orang-orang yang dimaksud adalah orang-orang dewasa yang memiliki kinerja dibawah standar. Pekerjaan yang dimaksud adalah tugas-tugas khusus yang dimiliki mereka, serta kinerja adalah cara-cara mereka melakukan tugas-tugas atau pekerjaannya (Hickerson dan Middleton, 1975).

2.7 Pengertian Kebutuhan Pelatihan

Kebutuhan adalah kesenjangan antara kondisi sekarang (aktual) dengan yang seharusnya atau lebih diinginkan. Ada empat kategori kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan keamanan dalam bidang ekonomi, sosial, psikologi, dan spiritual; (2) kebutuhan pengalaman baru, gagasan baru, dan cara-cara baru dalam mengerjakan sesuatu; (3) kebutuhan keakraban seperti persahabatan, kebersamaan, keramahtamahan, dan perasaan ikut memiliki; (4) kebutuhan pengakuan, seperti status, prestise gengsi, prestasi, dan penghargaan. Kebutuhan merupakan penggerak utama perilaku sehingga tercipta ketidakseimbangan


(39)

15

akibat dari kurangnya pengetahuan dan keterampilan. Hal ini akan melahirkan kebutuhan akan pelatihan (Boyle, 1981).

Kebutuhan pelatihan lahir dari kebutuhan memperkecil kesenjangan kompetensi guna memperbaiki kinerja. Kebutuhan pelatihan adalah kesenjangan kompetensi yang dapat diatasi dengan diadakannya pelatihan. Kompetensi adalah kemampuan dan keterampilan yang disyaratkan bagi seseorang untuk melaksanakan tugas pokoknya, sedangkan kompetensi aktual adalah kemampuan kerja yang telah dimiliki dalam melaksanakan tugas pokoknya (Badan PSMP, 2001). Kesenjangan kompetensi meliputi masalah kognitif (kurang pengetahuan), masalah psikomotor (kurang keterampilan), dan masalah afektif (sikap, nilai-nilai dan minat yang kurang mendukung optimalisasi kinerja).

Pemrograman pelatihan tidak dapat didasarkan pada kebutuhan yang dapat dirasakan saja. Tidak semua kebutuhan seseorang merupakan kebutuhan yang diketahui (perceived needs) olehnya, walaupun itu merupakan kebutuhan aktual (actual needs) atau riil (real needs) maupun terasakan (felt needs) baginya (Alimin, 2004). Suatu kebutuhan terasakan adalah hal-hal yang diyakini perlu diperhatikan oleh seseorang, meskipun belum menjadi kebutuhan nyata baginya. Sebaliknya, mungkin saja ada kebutuhan nyata seseorang yang belum dipahaminya.

2.8 Analisis Kebutuhan Pelatihan

Menurut Irianto (2001), sebelum menetapkan program pelatihan yang akan dilaksanakan dalam suatu organisasi sebaiknya dilakukan analisa kebutuhan pelatihan terlebih dahulu. Analisis kebutuhan pelatihan merupakan sebuah analisis kebutuhan yang secara spesifik dimaksudkan untuk menentukan apa sebetulnya pelatihan yang memang menjadi prioritas. Informasi kebutuhan tersebut akan dapat membantu perusahaan dalam menggunakan sumber daya (waktu, dana, dan lain-lain) secara efektif sekaligus menghindari kegiatan yang tidak perlu. Tujuan analisis kebutuhan pelatihan adalah untuk mencari atau mengidentifikasi kemampuan apa yang diperlukan oleh karyawan dalam rangka menunjang kebutuhan perusahaan atau organisasi. Analisis kebutuhan pelatihan


(40)

dilakukan melalui sebuah proses tanya jawab (asking questions getting answer).

Pertanyaan diajukan kepada karyawan dan kemudian membuat verifikasi dan dokumentasi tentang berbagai masalah yang pada akhirya kebutuhan pelatihan dapat diketahui untuk memecahkan masalah tersebut.

Analisis kebutuhan pelatihan dengan pendekatan kompetensi kerja meliputi analisis pekerjaan dan analisis tugas. Analisis pekerjaan adalah proses sistematis untuk mendefinisikan suatu pekerjaan, menentukan kesenjangan kinerja yang ada, sebagai dasar pemilihan sasaran belajar dalam pelatihan. Analisis tugas adalah perincian sasaran belajar tersebut atas komponen pengetahuan dan keterampilan (Badan PSMP, 2001).

Informasi yang diperlukan dalam analisis tugas ialah: (1) tugas-tugas umum (major task), yakni dimensi-dimensi umum yang penting dari suatu pekerjaan, berupa perilaku yang berhubungan erat dengan fungsi pada pekerjaan; (2) ukuran-ukuran tugas (task measures), yakni dasar mengevaluasi kinerja, secara formal dinyatakan sebagai ukuran komponen-komponen pekerjaan; (3) tugas-tugas khusus (duties), yakni tindakan-tindakan teramati spesifik yang dilakukan pekerja untuk menyelesaikan tugas-tugas umum; serta (4) persyaratan (conditions), yakni alat-alat, perlengkapan, dan lain-lain yang memungkinkan dan memudahkan terlaksananya tugas-tugas (Hickerson dan Middleton, 1975).

2.9 Skala Likert

Skala Likert dikembangkan oleh Rensis Likert (1932). Dikenal juga dengan nama skala sikap. Skala Likert merupakan skala yang paling banyak dipakai dalam inventori kepribadian karena bentuknya yang simpel dan mudah dalam penggunaannya serta tidak sulit dalam melakukan skoring. Namun demikian, diperlukan kaidah-kaidah tersendiri dalam membuat item pada Skala Likert. Beberapa cara untuk membuat Skala Likert antara lain: 1) membuat item dengan singkat, padat, dan simpel; 2) tidak lebih dari 20 kata dalam sebuah pernyataan; 3) menghindari terjadinya makna ganda; 4) Satu pernyataan hanya terdiri dari satu ide tunggal; 5) menghindari pernyataan yang tidak mungkin dipilih oleh seorangpun atau sebaliknya; 6) menghindari terjadinya double


(41)

17

negative dalam satu pernyataan; 7) menghindari penggunaan kata yang tidak dipahami oleh responden yang dituju.

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dalam penelitian gejala sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian (Ridwan dan Sunarto, 2007).

Skala Likert paling banyak digunakan untuk pengukuran perilaku. Skala yang terdiri dari pernyataan dan disertai jawaban setuju-tidak setuju, sering-tidak pernah, cepat-lambat, baik-buruk dan sebagainya (tergantung dari tujuan pengukuran).

Tujuan menggunakan Skala Likert adalah untuk menggambarkan secara kasar posisi individu dalam kelompoknya (posisi relatif), membandingkan skor subyek dengan kelompok normatifnya, dan menyusun skala pengukuran yang sederhana dan mudah dibuat.


(42)

3.1 Kerangka Pemikiran

Perum Perhutani memiliki pekerja yang secara umum bekerja dalam bidang penebangan, penyaradan dan pengangkutan. Di setiap bidang tersebut, para pekerja memiliki resiko kecelakaan dan gangguan kesehatan dalam melaksanakan pekerjaannya. Untuk itu, perlu diperhatikan masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

Dalam meningkatkan kualitas K3 bagi pekerja, dapat dilakukan dengan menentukan kebutuhan pelatihan bagi pekerja. Dalam menentukan kebutuhan pelatihan K3 dapat diperoleh dengan berbagai cara, yaitu dengan menganalisis secara langsung keadaan K3 di perusahaan, menentukan jenis kebutuhan pelatihan yang paling diperlukan, maupun dengan mengidentifikasi kondisi sumberdaya manusia (SDM) perusahaan tentang K3. Identifikasi kondisi SDM ini dilakukan dengan cara mengetahui tingkat pemahaman dan kemampuan manajemen perusahaan dalam penyelanggaraan K3, serta mengetahui tingkat pemahaman, keterampilan dan kepatuhan pekerja dalam melaksanakan K3 pada bidang penebangan penyaradan dan pengangkutan. Kemudian keduanya dibandingkan dengan standar International Labour Organization (ILO) untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan antara persepsi perusahaan terhadap kompetensinya tentang K3 dengan penilaian berdasarkan standar ILO dan tingkat kesenjangan yang terjadi antara pekerja pada kegiatan pemanenan (penebangan, penyaradan, dan pengangkutan) terhadap kompetensinya tentang K3 dengan penilaian berdasarkan standar ILO. Selain itu ada juga faktor-faktor yang kemungkinan mempengaruhi tingkat pemahaman, keterampilan dan kepatuhan pekerja dalam melaksanakan K3, di antaranya adalah tingkat pendidikan, dan pengalaman. Apabila diketahui adanya pengaruh dari kedua faktor tersebut, maka dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan pelatihan K3. Secara skematis keterangan tersebut dapat dapat dilihat pada Gambar 1.


(43)

19

Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Manajemen KPH Nganjuk

Pekerja pada kegiatan pemanenan (penebangan, penyaradan, dan pengangkutan)

di KPH Nganjuk

Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan antara persepsi perusahaan terhadap kompetensinya tentang K3 dengan penilaian

berdasarkan standar ILO

Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan antara persepsi

pekerja terhadap kompetensinya tentang K3 dengan penilaian berdasarkan

standar ILO

Mengetahui tingkat kompetensi perusahaan dan pekerja tentang K3 dari penilaian berdasarkan

standar ILO

Mengetahui hubungan antar aspek kompetensi

Menentukan kebutuhan pelatihan K3 bagi pekerja

Meningkatnya kinerja perusahaan dan pekerja

= Input =

= Proses

Output Keterangan :

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Studi

Pengaruh pendidikan dan pengalaman pekerja terhadap kompetensinya tentang K3 Menentukan alternatif strategi dalam meningkatkan

kompetensi perusahaan dan pekerja tentang K3


(44)

Pelatihan dan pemberian pendidikan K3 bagi perusahaan dan pekerja diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di Perum Perhutani untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan pekerja, khususnya di KPH Nganjuk.

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, penelitian ini mencoba untuk mengetahui tingkat kebutuhan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pekerja serta menganalisis keadaan K3 di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.

3.2 Tempat dan Waktu Pengumpulan Data

Penelitian dilaksanakan di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada bulan Mei s/d Juli 2008.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ada dua cara, yaitu: 1. Wawancara

Merupakan metode pengumpulan data dengan melalui tanya jawab dan pengisian kuisioner yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang persepsi perusahaan dan pekerja pada kegiatan pemanenan (penebangan, penyaradan, dan pengangkutan) terhadap kompetensi penerapan peraturan K3 (knowledge, skill, dan attitude).

Pengambilan responden dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 6 responden untuk masing-masing pekerjaan, hal ini dikarenakan kondisi lapangan yang kurang mendukung sehingga data yang digunakan merupakan sebaran yang tidak normal. Akan tetapi sampel tersebut sudah mencukupi dari sampel minimal dalam analisis non parametrik yaitu sebanyak 5 sampel.

2. Observasi

Merupakan metode pengumpulan data yang diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap kondisi riil di lingkungan kerja yang berkaitan dengan K3.


(45)

21

3.4 Pengolahan dan Analisis Data

Kerangka pemikiran yang digunakan dalam pengolahan dan analisis data disajikan pada Gambar 2. Diagram Alir Analisis Data.

Data mengenai persepsi dari perusahaan dan pekerja terhadap pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di KPH Nganjuk ditunjukkan oleh jawaban responden atas pernyataan-pernyataan yang terdapat pada kuisioner. Kemudian pernyataan-pernyaaan tersebut diberi nilai yang nantinya akan dibandingkan dengan penilaian berdasarkan standar ILO.

Adapun penentuan nilai tersebut dilakukan dengan menggunakan Skala Likert. Cara pengukuran adalah dengan menghadapkan seorang responden dengan sebuah pernyataan berupa kuisioner persepsi dan kemudian diminta untuk memberi pernyataan: ”sangat setuju”, ”setuju”, ” ragu-ragu”, ”tidak setuju”, ”sangat tidak setuju”. Jawaban-jawaban ini diberi skor 5, 4, 3, 2,1 secara berurutan (Singarimbun dan Effendi, 1987).

Pernyataan dan nilai berdasarkan Skala Likert disajikan pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3.

Tabel 1. Tingkat Knowledge dalam Skala Likert

Pernyataan responden Nilai

Sangat mengetahui 5

Mengetahui 4

Cukup mengetahui 3

Kurang mengetahui 2

Sangat kurang mengetahui 1

Tabel 2. Tingkat Skill dalam Skala Likert

Tanggapan responden Nilai

Sangat mampu 5

Mampu 4

Cukup mampu 3

Kurang mampu 2


(46)

Bidang Pekerjaan

Skill

Attitude

Persepsi Responden terhadap Kompetensi Penerapan K3

Penilaian Berdasarkan Standar ILO

Knowledge

Skill

Attitude

Kesenjangan

Kesenjangan

Kesenjangan

Sebagai Strategi untuk Meningkatkan Kompetensi

Ada / Tidaknya Hubungan signifikan

Input =

= Proses

= Output

Knowledge

Uji Kruskal-Wallis

Gambar 2. Diagram Alir AnalisisData

= Perbandingan

Keterangan :

Knowledge Skill Attitude


(47)

23

Tabel 3. Tingkat Attitude dalam Skala Likert

Tanggapan responden Nilai

Sangat mau 5

Mau 4 Ragu-ragu 3

Kurang mau 2

Sangat kurang mau 1

Nilai dari setiap pernyataan tersebut kemudian dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah responden yang ada, sehingga diperoleh skor rata-rata persepsi perusahaan dan pekerja terhadap pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk, kemudian dari skor rata-rata tersebut dibuat beberapa interval nilai tanggapan dalam kategori ”Skala Likert” yang dihubungkan dengan tingkat persepsi seperti yang terlihat pada tabel tingkat persepsi berdasarkan Skala Likert

Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan antara persepsi perusahaan dan pekerja terhadap kompetensinya mengenai K3 di KPH Nganjuk digunakan analisis non parametrik yang pengolahan datanya merupakan pengujian hipotesis kerja (H0), yaitu:

H0 = tidak ada perbedaan yang signifikan. Ha = ada perbedaan yang signifikan.

Secara statistik dengan menggunakan beberapa metode yaitu: uji Kruskal-Wallis dan uji korelasi Spearman Rank (Barizi & Nassution AH, 1983). a. Uji Kruskal-Wallis digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

perbedaan yang signifikan antara persepsi perusahaan dan pekerja terhadap kompetensinya dengan penilaian berdasarkan standar ILO. Perhitungan dalam uji ini menggunakan rumus sebagai berikut:

(

1

)

3

(

1

)

12 2 + − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ +

=

N

n R N N H i i hitung Keterangan:

Hhitung: nilai stasistik hitung

N : jumlah ukuran sampel dari keseluruhan sampel Ri : jumlah peringkat dari sampel ke-i


(48)

ni : jumlah ukuran sampel ke-i

Setelah dihitung dengan menggunakan SPSS maka akan didapatkan nilai Asyim.Sig. Nilai Asyim.Sig. dibandingkan dengan α pada tingkat kepercayaan 99% dengan derajat bebas tertentu. Kriteria keputusan untuk uji nyata ini adalah sebagai berikut: (a) apabila nilai α > Asyim.Sig., maka tolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden terhadap kompetensinya mengenai K3 di KPH Nganjuk, dan (b) apabila nilai α < Asyim.Sig., maka terima H0 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden terhadap kompetensinya mengenai K3 di KPH Nganjuk.

b. Uji korelasi Spearman Rank, digunakan untuk mengukur tingkat atau eratnya hubungan antar variabel kompetensi yaitu antara knowledge dengan skill, antara knowledge dengan attitude, dan antara skill dengan attitude. Selain itu digunakan untuk tingkat atau eratnya hubungan pendidikan dan pengalaman dengan aspek kompetensi.

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

(

1

)

6

1 2

2 − −

=

n n

d rs

Keterangan:

rs : nilai Korelasi Spearman Rank d2 : selisih setiap pasangan rank

n : Jumlah pasangan rank untuk Spearman (5 < n < 30)

Menurut Umar (2002) nilai koefisien korelasi berkisar antara –1 sampai +1, yang kriteria pemanfaatannya dijelaskan sebagai berikut:

1. Jika nilai r > 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier positif, yaitu makin besar nilai variabel X makin besar pula nilai variabel Y atau makin kecil nilai variabel X makin kecil pula nilai variabel Y.

2. Jika nilai r < 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier negatif, yaitu makin besar nilai variabel X makin kecil nilai variabel Y atau makin kecil nilai variabel X maka makin besar pula nilai variabel Y .

3. Jika nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X dan variabel Y.


(49)

25

4. Jika nilai r =1 atau r = -1, maka dapat dikatakan telah terjadi hubungan linier sempurna, berupa garis lurus, sedangkan untuk r yang makin mengarah ke angka 0 (nol) maka garis makin tidak lurus.

Batas-batas nilai koefisien korelasi diinterpretasikan sebagai berikut (Nugroho, 2005):

1. 0,00 sampai dengan 0,20 berarti korelasinya sangat lemah. 2. 0,21 sampai dengan 0,40 berarti korelasinya lemah. 3. 0,41 sampai dengan 0,70 berarti korelasinya kuat.

4. 0,71 sampai dengan 0,90 berarti korelasinya sangat kuat. 5. 0,91 sampai dengan 0,99 berarti korelasinya sangat kuat sekali. 6. 1.00 berarti korelasinya sempurna.

Setelah dibandingkan dengan rs tabel pada tingkat kepercayaan 95% dan 99% dengan derajat bebas tertentu , maka Kriteria keputusan untuk uji nyata ini adalah sebagai berikut: (a) apabila nilai rs hitung > rs tabel , maka tolak H0 yang berarti bahwa terdapat hubungan antara tingkat perbedaan persepsi responden dengan tingkat ekonomi, tingkat perbedaan persepsi responden dengan tingkat pendidikan dan tingkat perbedaan persepsi responden dengan tingkat ketergantungan terhadap hutan, dan (b) apabila nilai rs hitung < rs tabel , maka terima H0 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat perbedaan persepsi responden dengan tingkat ekonomi, tingkat perbedaan persepsi responden dengan tingkat pendidikan dan tingkat perbedaan persepsi responden dengan tingkat ketergantungan terhadap hutan

Bila dilanjutkan untuk mencari signifikan, maka digunakan rumus Zhitung:

1 1

− =

n r Zhitung s

Setelah dibandingkan dengan Ztabel pada tingkat kepercayaan 95% dan 99% dengan derajat bebas tertentu, maka Kriteria keputusan untuk uji nyata ini adalah sebagai berikut: (a) apabila nilai Z hitung > Z tabel , maka tolak H0 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat perbedaan persepsi responden dengan tingkat ekonomi, tingkat perbedaan persepsi responden dengan tingkat pendidikan dan tingkat perbedaan persepsi responden dengan tingkat ketergantungan terhadap hutan, dan (b) apabila nilai


(50)

Zhitung < Ztabel , maka terima H0 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat perbedaan persepsi responden dengan tingkat ekonomi, tingkat perbedaan persepsi responden dengan tingkat pendidikan dan tingkat perbedaan persepsi responden dengan tingkat ketergantungan terhadap hutan.


(51)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1Letak

Kesatuan pemangkuan hutan (KPH) Nganjuk berada di wilayah kabupaten Nganjuk dan kabupaten Madiun dengan batas hutan sebagai berikut:

a. Bagian utara : KPH Bojonegoro b. Bagian timur : KPH Nganjuk c. Bagian selatan : KPH Kediri d. Bagian barat : KPH Saradan

Sedangkan secara astronomis atau berdasarkan garis lintang, wilayah KPH Nganjuk terdiri terletak pada: 7o 20’ LS s/d 7o 50’ LS dan 4o 56’ BT sampai 5o 04’ BT.

4.2Bagian Hutan

Bagian hutan adalah suatu areal hutan yang ditetapkan sebagai satu kesatuan produksi dan satu kesatuan ekploitasi. Diharapkan dari model pengelolaan hutan seperti ini dapat dihasilkan dapat dihasilkan kayu setiap tahun secara terus-menerus dalam jumlah yang memenuhi syarat pengelolaan hutan yang baik yang sesuai dengan asas kelestarian hutan. Di KPH Nganjuk ada 2 bagian hutan (BH), yaitu Bagian Hutan Tritik dan Bagian Hutan Berbek

Suatu petak dibatasi dengan alur yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada saatnya dapat ditingkatkan sebagai jalan angkutan. Adapun pembagian petak- petaknya adalah sebagai berikut:

1. Bagian Hutan Tritik, meliputi Petak 1 s/d 262 2. Bagian Hutan Berbek, meliputi Petak 1 s/d 190

Secara administrasi KPH Nganjuk dibagi menjadi 2 BH, 5 bagian kesatuan pemangkuan hutan (BKPH) dan 22 resort pemangkuan hutan (RPH). Adapun pembagiannya dapat dilihat pada Tabel 4. berikut:


(52)

Tabel 4. Daftar pembagian Wilayah KPH Nganjuk Secara Administratif

No. BH BKPH RPH PETAK

Tritik Tritik Turi Tritik Jeruk Bendosewu Kedungrejo 1-6,30-44,46-49 45,50-54,68-6975-80,82-88,110-111 81,89-96,112-115,234,235 55-60,70,236-241,261,262 24-29,242-260

Tamanan Tamanan

Wedegan Balo Brengkok 7-13,61-67,71,97-100,116-117 14-21,127-137,140 118-123,138,139,141-48,229-231 72-74, 101-109,124-126,232,233 1.

Wengkal Senggowar

Wengkal Cabean Ngluyu 187,188,202,219 22,23,149-163,183-186,192 164-182,226-118 189-191,193-201,220-225 Berbek Bagor Awar-awar

Tunglur Malangbong Gawok Sudimorogeneng 1-10,14-23 24-30,41-53,64,65 11-13,40,66-75,125-127 76-82,88,89,128-125 31,33,54-63,83-87 2.

Berbek Tirip

Maguan Klonggean Jatirejo Suwaru 90-96,113-115,121-124,136,118 97,119,120,137-150 108-112,116,117,151-156,160-164 34-39,98-107,157,158,159 165-190

4.3Keadaan Lapangan

Keadaan lapangan KPH Nganjuk dibagi menjadi 2 bagian hutan, yaitu: a. Bagian Hutan Tritik

Keadaan lapangan wilayah bagian hutan Tritik datar sampai dengan curam yang terletak pada lereng sebelah selatan pegunungan Kendeng. Sebelah barat alur CM (lereng Gunung Pandan) yang pada umumnya miring ke barat daya, sedangkan di sebelah timur alur CM miring ke arah selatan. Sebelah barat-selatan dari alur A (bagian hutan Krondong), dari selatan keadaan lapangan berbukit dan bergelombang. Bukit yang tertinggi bernama gunung Sumber Wungu (komplek petak 245 s/d 251) di ujung barat laut dan disebelah utara alur A lapangan sangat berjurang-jurang, kecuali petak-petak yang terletak disekitar dukuh Jarak dimana lapangannya sedikit rusak dan


(53)

29

bergelombang. Khusus untuk petak 90 s/d 96 kondisi topografinya sangat curam sehingga pembukaan wilayahnya perlu dipertimbangkan secara matang. b. Bagian Hutan Berbek

Keadaan lapangan wilayah bagian hutan Berbek adalah landai dan bergelombang sampai dengan miring. Bagian hutan Berbek ini terletak disebelah utara lereng pegungngan Wilis, di sebelah barat berbatasan dengan kali Widas. Lapangan dengan kondisi curam terdapat pada petak 36, 38, 98, 99 dan 100. Di sebelah Selatan-Tenggara Kali Konang dengan keadaan lapangan berbukit-bukit sampai dengan curam.

4.4Tempat pengumpulan kayu (TPK)

Tempat pengumpulan kayu digunakan sebagai tempat penampungan kayu untuk mempermudah pemasaran produksi hasil hutan, sehingga biaya eksploitasi dapat ditekan serendah mungkin.

Tempat pengumpulan kayu (TPK) sampai dengan akhir tahun 2004 adalah sebagai berikut:

a. TPK Awar-awar, luas: 1,7300 ha, b. TPK Tamanan, luas: 0,8223 ha, c. TPK Senggowar, luas: 1,3499 ha.

4.5Iklim

Wilayah hutan KPH Nganjuk terletak pada suatu daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas. Pada beberapa tempat di sekitar wilayah hutan terdapat beberapa stasiun hujan sehingga dapat diketahui adanya bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering.

4.6Tegakan

Koondisi hutan di KPH Nganjuk apabila dilihat dari sebaran kelas hutan per bagian hutan adalah potensial untuk produksi kayu Jati. Dari luas tegakan yang tidak produktif tetapi baik untuk Jati di antarnya adalah tanah kosong (TK), tanaman kayu lain (TKL), tanaman Jati bertumbuhan kurang (TJBK) dan hutan alam kayu lain (HAKL) sebaiknya diusahakan penanaman kembali dengan jenis


(54)

Jati, sesuai dengan kelas perusahaannya karena KBD dan Bonita yang masih memungkinkan untuk ditanami jenis Jati. Selain itu untuk mengantisipasi kerusakan hutan akibat pencurian kayu,maka ditanami juga jenis Jati yang berdaur pendek, yaitu Jati Plus Perhutani (JPP) dan jenis lain yang bernilai ekonomis tinggi dan berdaur pendek, yaitu Fast Growing Species (FGS), seperti: mindi, sengon, dan akasia.

4.7Kegiatan Pemanenan Kayu

Kegiatan pemanenan kayu di KPH Nganjuk menggunakan sistem tebang habis permudaan buatan (segera menanami kembali lokasi-lokasi yang dilakukan tebang habis) yang hanya boleh dilaksanakan pada areal hutan produksi. Jenis kayu yang dipanen di KPH Nganjuk adalah jenis Jati dan Rimba (Sono brit), tetapi yang lebih diutamakan adalah jenis Jati karena harganya lebih tinggi dibangdingkan dengan jenis Rimba.

Dua tahun sebelum dilaksanakan penebangan Jati, terlebih dahulu dilaksanakan teresan yaitu dengan membuat koakan melingkar yang dibuat rata tanah serendah mungkin dari permukaan tanah sampai memotong jaringan kambium pada tanaman Jati dengan keliling minimal 40 cm dengan maksud agar pada saat penebangan akan mendapatkan kayu yang kering udara sehingga kualitasnya baik dan ringan dalam pengangkutan. Seiring dengan kegiatan tersebut dilakukan juga penomoran pohon yang yanga akan ditebang.

Pengamatan langsung kondisi riil di lapangan terhadap penerapan K3 menunjukkan bahwa pihak perusahaan dan pekerja masih memiliki kesadaran yang rendah terhadap pentingnya perlindungan K3. Pihak manajemen perusahaan belum menerapkan peraturan K3 dan juga belum menyediakan alat pelindung diri (APD) bagi pekerja sehingga dapat dikatakan bahwa kegiatan pemanenan di KPH Nganjuk memiliki resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Selain itu resiko kecelakaan kerja juga dapat dipengaruhi oleh kondisi topografi pada lokasi kerja yang beragam, cuaca panas pada siang hari, resiko jatuhnya cabang dan ranting yang kering pada pohon yang di teres, dan kondisi lingkungan kerja yang buruk ketika hujan sehingga pada kondisi-kondisi yang tidak memungkinkan dan sangat


(1)

Lampiran 11. Kuisioner Persepsi Perusahaan Berdasarkan Pengetahuan terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk

Tanggapan No Pernyataan

ST T R TT STT 1 Mengetahui tanggung jawab atas keselamatan dan

kesehatan kerja di perusahaan.

2 Mengetahui cara mengurangi bahaya pada, atau di daerah sekitar tempat kerja kehutanan sampai pada tingkat serendah mungkin

3 Mengetahui cara menyusun pedoman kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan. 4 mengetahui cara sistematik untuk mengidentifikasi

potensi bahaya dan pengaruhnya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

5 Mengetahui teknik pemberian tugas-tugas sesuai dengan umur, bentuk badan, status kesehatan dan ketrampilan mereka.

6 Mengatahui cara membuat catatan tentang kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

7 Mengetahui cara memilih peralatan yang dibutuhkan pekerja, cara kerja dan organisasi kerja serta

pemeliharaan tingkat keterampilan yang tinggi. 8 Mengetahui hukum, peraturan dan kode praktek yang

relevan dengan keselamatan dan kesehatan kerja. 9 Mengetahui pemelihararaan prosedur untuk menjamin

dan meningkatkan kompetensi para pekerja. 10 Mengetahui penyediaan supervisi yang akan

memastikan bahwa para pekerja dan kontraktor melaksanakan pekerjaan dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja.

11 Mengetahui jaminan bahwa semua operasi kehutanan di perusahaan telah direncanakan, diorganisir dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan.

12 Mengetahui pemeriksaan kesehatan secara teratur terhadap para pekerja

13 Mengetahui penyediaan pengobatan, pencegahan dan vaksinasi yang direkomendasikan oleh pelayanan kesehatan yang kompeten.

14 Mengetahui penyediaan bantuan pertolongan pertama dan perawatan medis yang diperlukan pekerja.


(2)

Lanjutan Lampiran 11.

Keterangan

No Pernyataan

ST T R TT STT 15 Mengetahui pengambilan langkah- langkah tepat untuk

menghentikan operasi dan mengungsiakan para pekerjaketika ada suatu bahaya yang mendadak dan serius terhadap keselamatan, kesehatan atau

lingkungan kerja.

16 Mengetahui teknik pemberian tugas terhadap pekerja dengan cara yang jelas dan tepat sesuai dengan syarat- syarat keselamatan dan kesehatan kerja

17 Mengetahui cara merencanakan, mengorganisir dan melaksanakan pekerjaan sedemikian rupa untuk memperkecil resiko kecelakaan dan gangguan kesehatan

Keterangan : ST (Sangat tahu); T (Tahu); R (Ragu- ragu); TT (Tidak tahu); STT (Sangat tidak tahu)


(3)

Lampiran 12. Kuisioner Persepsi Perusahaan Berdasarkan Keterampilan terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk

Tanggapan No Pernyataan

SB B R TB STB 1 Dapat bertanggung jawab atas keselamatan dan

kesehatan kerja di perusahaan.

2 Dapat mengurangi bahaya pada, atau di daerah sekitar tempat kerja kehutanan sampai pada tingkat serendah mungkin

3 Dapat menyusun pedoman kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan.

4 Dapat mengidentifikasi potensi bahaya dan pengaruhnya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

5 Dapat melakukan pembagian tugas-tugas sesuai dengan umur, bentuk badan, status kesehatan dan ketrampilan mereka.

6 Dapat membuat catatan tentang kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

7 Dapat cara memilih peralatan yang dibutuhkan pekerja, cara kerja dan organisasi kerja serta pemeliharaan tingkat keterampilan yang tinggi.

8 Dapat menerapkan hukum, peraturan dan kode praktek yang relevan dengan keselamatan dan kesehatan kerja. 9 Dapat melakukan pemelihararaan prosedur untuk

menjamin dan meningkatkan kompetensi para pekerja. 10 Dapat menyediakan supervisi yang akan memastikan

bahwa para pekerja dan kontraktor melaksanakan pekerjaan dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja.

11 dapat mmberikan jaminan bahwa semua operasi kehutanan di perusahaan telah direncanakan,

diorganisir dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. 12 dapat melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur

terhadap para pekerja

13 Dapat menyediakan pengobatan, pencegahan dan vaksinasi yang direkomendasikan oleh pelayanan kesehatan yang kompeten.

14 Dapat memberikan penyediaan bantuan pertolongan pertama dan perawatan medis yang diperlukan pekerja.


(4)

Lanjutan Lampiran 12..

Keterangan

No Pernyataan

SB B R TB STB 15 Dapat melakukan pengambilan langkah- langkah tepat

untuk menghentikan operasi dan mengungsiakan para pekerjaketika ada suatu bahaya yang mendadak dan serius terhadap keselamatan, kesehatan atau

lingkungan kerja.

16 Dapat memberikkan kejelasan teknik pemberian tugas terhadap pekerja dengan cara yang jelas dan tepat sesuai dengan syarat- syarat keselamatan dan kesehatan kerja

17 Dapat merencanakan, mengorganisir dan melaksanakan pekerjaan sedemikian rupa untuk memperkecil resiko kecelakaan dan gangguan kesehatan

Keterangan : SB (Sangat bisa ); B (Bisa); R (Ragu- ragu); TB (Tidak bisa); STB (Sangat tidak bisa)


(5)

Lampiran 13. Kuisioner Persepsi Perusahaan Berdasarkan Sikap terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk

Tanggapan No Pernyataan

SM M R TM STM 1 Bertanggung jawab atas keselamatan dan

kesehatan kerja di perusahaan.

2 Mengurangi bahaya pada, atau di daerah sekitar tempat kerja kehutanan sampai pada tingkat serendah mungkin

3 Menyusun pedoman kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan.

4 Mengidentifikasi potensi bahaya dan pengaruhnya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

5 Melakukan pemberian tugas-tugas sesuai dengan umur, bentuk badan, status kesehatan dan

ketrampilan mereka.

6 Membuat catatan tentang kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

7 Memilih peralatan yang dibutuhkan pekerja, cara kerja dan organisasi kerja serta pemeliharaan tingkat keterampilan yang tinggi.

8 Menerapkan hukum, peraturan dan kode praktek yang relevan dengan keselamatan dan kesehatan kerja.

9 Melakukan pemelihararaan prosedur untuk menjamin dan meningkatkan kompetensi para pekerja.

10 Menyediaan supervisi yang akan memastikan bahwa para pekerja dan kontraktor melaksanakan pekerjaan dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja.

11 Menjamin bahwa semua operasi kehutanan di perusahaan telah direncanakan, diorganisir dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan.

12 Memeriksaan kesehatan secara teratur terhadap para pekerja

13 Menyediakan pengobatan, pencegahan dan vaksinasi yang direkomendasikan oleh pelayanan kesehatan yang kompeten.

14 Menyediakan bantuan pertolongan pertama dan perawatan medis yang diperlukan pekerja.


(6)

Lanjutan Lampiran13.

Keterangan

No Pernyataan

SM M R TM STM 15 Mengambil langkah-langkah tepat untuk

menghentikan operasi dan mengungsiakan para pekerjaketika ada suatu bahaya yang mendadak dan serius terhadap keselamatan, kesehatan atau

lingkungan kerja.

16 Memberikan teknik pemberian tugas terhadap pekerja dengan cara yang jelas dan tepat sesuai dengan syarat- syarat keselamatan dan kesehatan kerja

17 Mengetahui cara merencanakan, mengorganisir dan melaksanakan pekerjaan sedemikian rupa untuk memperkecil resiko kecelakaan dan gangguan kesehatan

Keterangan : SM (Sangat Mau); M (Mau); R (Ragu- ragu); TM (Tidak mau); STM (Sangat tidak mau)