4.2.2. Jenis Bahan Baku Karet Remah
Karet remah crumb rubber adalah bahan olahan karet bokar yang diproses melalui tahap peremahan. Bahan olahan karet sendiri adalah lateks kebun
serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis. Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet.
Cairan ini belum mengalami penggumpalan entah itu dengan tambahan atau tanpa bahan pemantap. Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan karet remah
dibedakan menjadi bahan baku lateks dan bahan baku karet rakyat yang bermutu rendah. Bahan baku yang berasal dari lateks diolah menjadi koagulum dan lump.
Pabrik karet remah crumb rubber ada yang mengolah karet remah dengan bahan koagulum lateks atau lateks yang telah mengalami proses koagulasi. Biasanya
koagulum lateks yang diolah tersebut memiliki mutu rendah seperti slabs karet rakyat, lump kebun, lump mangkok, scraps, unsmoked sheet, dan lain-lain. Bahan
baku yang paling dominan adalah lump karena pengolahan karet remah crumb rubber
bertujuan untuk mengangkat derajat bahan baku mutu rendah menjadi produk yang bermutu tinggi.
4.2.3. Areal Perkebunan, Produksi dan Produktivitas Karet Remah Indonesia
Areal perkebunan merupakan salah satu input utama yang mempengaruhi produksi komoditi pertanian seperti karet. Semakin luas areal perkebunan yang
dimiliki maka semakin besar pula peluang untuk menghasilkan komoditi tersebut. Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar kedua setelah
Thailand. Luas areal perkebunan karet yang dimiliki Indonesia merupakan perkebunan karet terluas yang ada di dunia, pada tahun 2010 luas areal
perkebunan karet Indonesia mencapai 3,45 juta hektar Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010. Areal perkebunan karet Indonesia didominasi oleh
perkebunan rakyat, karena hampir 85 perkebunan karet Indonesia adalah perkebunan rakyat Tabel 4.2
Tabel 4.2 Perkembangan Luas Areal Karet Indonesia Tahun 2006-2010
Tahun Luas Lahan Ha
PR PBN
PBS Jumlah
2006 2.832.982
238.003 275.442
3.346.427 2007
2.899.679 238.246
275.792 3.413.717
2008 2.910.208
23.821 275.799
3.424.217 2009
2.911.533 239.375
284.362 3.435.270
2010 2.934.378
236.714 274.029
3.445.121
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010
Perkebunan karet tersebut tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Areal perkebunan karet di Indonesia dikelompokkan menjadi tiga yaitu perkebunan
rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan swasta. Pada tahun 2010 luas areal perkebunan karet Indonesia seluas 3,45 juta hektar, sekitar 2,93 juta hektar
85 diantaranya diusahakan oleh perkebunan rakyat, sedangkan yang diusahakan perkebunan besar negara sekitar 6,9 dan perkebunan swasta 8,1
dari total perkebunan yang dimiliki Indonesia. Perbandingan jumlah komoditi yang dihasilkan dengan input yang
digunakan mencerminkan produktivitas dari komoditi tersebut. Semakin besar produktivitas yang dihasilkan maka semakin produktif atau semakin besar
kemampuan lahan tersebut dalam menghasilkan karet. Nilai produktivitas karet remah Indonesia berkisar antara 0,3 hingga 0,7. Produktivitas lahan perkebunan
yang tinggi dalam menghasilkan karet akan berpengaruh positif terhadap jumlah
produksi karet remah. Semakin tinggi produktivitas maka semakin banyak karet remah yang dihasilkan, jika semakin banyak kuantitas karet remah yang
dihasilkan maka semakin tinggi peluang untuk dijual.
4.2.4. Ekspor Karet Remah Indonesia
Karet yang dihasilkan Indonesia diperjualbelikan baik di pasar domestik dan luar negeri. Karet yang dipasarkan berbentuk karet sintesis dan karet alam.
Penjualan karet sintesis dan karet alam saling bersaing di pasar. Persaingan antara karet alam dan karet sintesis terkait dengan jumlah produksi dan kualitas atau
mutu merupakan alasan untuk produksi karet remah crumb rubber. Karet remah merupakan hasil olahan secara khusus dari karet alam. Karet alam yang diekspor
Indonesia sebagian besar berbentuk karet remah crumb rubber. Kinerja ekspor karet remah Indonesia berfluktuasi setiap tahunnya Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Perkembangan Produksi dan Penjualan Karet Remah Indonesia
Tahun Produksi Ton
Penjualan Ton Dalam Negeri
Ekspor 2000
1.260.487 70.365
1.185.149 2001
1.396.492 64.991
1.341.451 2002
1.491.465 90.836
1.395.897 2003
1.608.166 83.636
1.524.006 2004
1.693.805 91.674
1.600.858 2005
1.659.992 87.686
1.562.469 2006
1.981.749 137.525
1.811.513 2007
2.412.834 169.926
2.226.981 2008
2.341.659 120.639
2.148.439
Sumber : BPS, 2010
Karet remah Indonesia lebih banyak dipasarkan di pasar luar negeri ekspor dibandingkan dengan pasar dalam negeri. Pada tahun 2008, produksi
karet remah Indonesia mencapai 2.341.659 ton dan karet remah yang dipasarkan
di dalam negeri sekitar 120.639 ton sedangkan karet remah yang diekspor keluar negeri sekitar 2.148.439 ton. Jadi, sekitar 90 karet remah Indonesia dipasarkan
ke luar negeri. Karena karet remah lebih banyak di pasarkan di luar negeri maka kualitas dan harga serta volume penjualan harus dijaga agar dapat bersaing dengan
produsen karet remah negara lain. Pada tahun 2003 sampai dengan 2007 terjadi peningkatan volume dan
harga ekspor karet remah Indonesia karena permintaan yang tinggi dari negara Amerika Serikat, China, India dan Jepang. Konsumsi karet alam dunia pada tahun
2005 sebesar 8,74 ton tumbuh 5,1 dari tahun 2004, sementara produksi dunia sebesar 8,68 juta ton. Pada tahun 2007 total konsumsi karet alam mencapai 9,735
juta ton sedangkan produksi hanya 9,685 juta ton sehingga ada selisih 30 juta ton kebutuhan pasar yang tidak dapat terpenuhi IRSG,2008.
4.2.5. Harga Ekspor Karet Remah Indonesia
Harga ekspor komoditi diartikan sebagai suatu kesepakatan harga yang timbul dari proses perdagangan suatu komoditi antara kedua belah pihak
eksportir dan importir. Harga ekspor merupakan perbandingan antara nilai ekspor dan volume ekspor, sehingga kenaikkan harga ekspor akan equivalent
dengan kenaikan nilai ekspor yang secara tidak langsung juga berpengaruh positif terhadap daya saing suatu komoditi. Namun demikian, karet remah merupakan
komoditi yang bersifat inelastis, kinerja ekspor karet remah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap daya saing industri karet remah Gambar 4.1.