remah Indonesia. Permintaan karet remah dunia yang meningkat karena peningkatan industri otomotif dunia kurang mampu dipenuhi oleh Indonesia
walaupun kinerja ekspor karet remah Indonesia relatif meningkat pada tahun- tahun tersebut. Nilai RCA karet remah yang berfluktuatif menggambarkan bahwa
kinerja ekspor karet remah Indonesia tidak stabil. Nilai RCA karet remah Indonesia pada tahun 1993 sampai dengan tahun
2008 selalu lebih dari satu nilainya, hal ini berarti bahwa karet remah indonesia memiliki daya saing yang tinggi di pasar internasional. Daya saing tersebut
menggambarkan kekuatan komoditi suatu negara untuk bersaing dengan negara lain. Nilai RCA karet remah Indonesia yang tinggi perlu dipertahankan agar daya
saing karet remah Indonesia di pasar internasional juga tinggi. Untuk itu, diperlukan strategi khusus untuk mempertahankan kinerja ekspor karet remah
yang tinggi serta untuk meningkatkan daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional.
5.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Karet Remah Indonesia
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa faktor yang diduga memengaruhi daya saing karet remah Indonesia. Faktor-faktor tersebut antara lain : kuantitas
produksi karet remah, harga ekspor karet remah, produktivitas, nilai tukar, dan krisis yang terjadi pada tahun 1997. Pengujian daya saing karet remah Indonesia
pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Ordinary Least Square
OLS. Sebelum melakukan pengujian faktor-faktor yang memengaruhi daya saing karet remah Indonesia, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
klasik ekonometrika sebagai berikut :
A. Autokorelasi
Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi
dalam model penelitian ini digunakan uji Durbin-Watson. Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai statistik Durbin-Watson pada model sebesar 1,82375.
Nilai Durbin-Watson yang mendekati 2 memiliki arti bahwa model tersebut tidak mengalami masalah autokorelasi.
B. Heteroskedastisitas
Uji White merupakan pengujian yang dilakukan untuk mendeteksi apakah model regeresi memenuhi asumsi bahwa model memiliki gangguan varian yang
sama homoskedastisitas atau tidak. Apabila nilai probability obsR-square lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu α = 5 maka model persamaan
mempunyai variabel pengganggu yang variannya sama homoskedastisitas. Hasil
uji yang dilakukan dapat dilihat dalam Lampiran 5 bahwa nilai P-value adalah
sebesar 0,597 lebih besar dari taraf nyata yang digunakan α = 5 sehingga dapat disimpulkan bahwa model tidak memiliki masalah heteroskedastisitas. Model
tersebut memiliki
variabel pengganggu
yang variannya
sama atau
homoskedastisitas.
C. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah error term terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji
Jarque-Bera. Nilai probabilitas yang dihasilkan dari uji Jarque-Bera untuk model
adalah P-Value 0,150, lebih dari = 0,05 5. Nilai probabilitas tersebut lebih
besar dari taraf nyata maka dapat disimpulkan bahwa galat pada model yang
digunakan terdistribusi secara normal Lampiran 4. D. Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terjadinya satu atau lebih variabel bebas yang berkorelasi sempurna atau mendekati sempurna dengan
variabel bebas lainnya. Hasil uji pada model terdeteksi adanya masalah multikolinearitas karena terdapat hubungan yang sangat erat antara variabel
kuantitas produksi dengan produktivitas yang mencapai 0,96. Nilai Variance Inflation Factor
VIF pada variabel kuantitas produksi dan produktivitas masing-
masing adalah 19,3 dan 25,4 Lampiran 7. Nilai VIF yang lebih dari 10,
mengindikasikan adanya gejala multikolinieritas. Untuk mengatasi masalah multikolinieritas pada model tersebut digunakan regresi komponen utama.
Hasil estimasi yang diperoleh dari merode OLS dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 5.2. R-square yang dihasilkan dari pengujian 0,701 dan
Adjusted R-square sebesar 0,655, hal ini berarti bahwa variasi variabel
endogennya dapat dijelaskan secara linier oleh variabel bebasnya sebesar 70,1 persen dan sisanya 29,9 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model.
Faktor-faktor yang tidak bisa dijelaskan oleh model merupakan faktor-faktor yang memengaruhi daya saing industri karet remah, tetapi tidak dapat dikuantitatifkan
seperti perkembangan teknologi industri, kemampuan sember daya manusia dan lain-lain.