BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Faktor temperatur pada suatu lingkungan kerja merupakan salah satu faktor fisik yang dapat berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja,
bila berada dalam temperatur ekstrim selama durasi waktu tertentu. Kondisi temperatur lingkungan kerja ekstrim adalah kondisi panas atau dingin yang ada di
luar batas kemampuan manusia untuk dapat beradaptasi. Keseimbangan panas mencakup heat loss pelepasan panas dan heat production produksi panas.
1
Batasan kritis untuk panas menjadi penting, sebab kemampuan manusia untuk dapat beradaptasi dengan temperatur lingkungan sekitarnya sangat
bervariasi dan dapat dipengaruhi oleh faktor lainnya. Heat loss dan heat production
melibatkan empat faktor yakni temperatur udara, kelembaban relatif, Panas lingkungan yang semakin tinggi menyebabkan pengaruh yang semakin
besar terhadap suhu tubuh, sebaliknya jika suhu lingkungan semakin rendah maka semakin banyak panas tubuh yang hilang. Selama pertukaran antara tubuh
manusia yang didapat dari metabolism dengan tekanan panas yang dirasakan dari lingkungan seimbang, tidak terjadi masalah, namun jika heat loss lebih kecil
dibandingkan dengan heat production, maka akan terjadi heat stress karena panas yang diterima tubuh lebih besar dibandingkan banyaknya panas yang dikeluarkan.
1
Naville, Stanton dkk. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics Method. London: CRC Press.
Universitas Sumatera Utara
kecepatan angin, dan temperatur radiasi rata-rata serta dua faktor yang bersifat personal yakni panas metabolisme karena aktivitas dan pakaian yang digunakan.
2
Lingkungan kerja yang panas akan memberikan dampak output yang dihasilkan berkurang. Kondisi ini juga akan mengakibatkan pekerja mengalami
heat stress dan mempengaruhi kehadiran pekerja. Masalah inilah yang terjadi
pada PT. Socfin Indonesia Tanah Besih yang berlokasi di Jalan Lintas Sumatera, Tanah Besih, Kecamatan Tebing Syah Banda, Kabupaten Serdang Bedagai,
Provinsi Sumatera Utara. PT. Socfin Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur dalam pembuatan crumb rubber. Lantai produksi
PT. Socfin Indonesia berupa ruangan tertutup dan memiliki atap yang terbuat dari campuran logam alumunium, sehingga kondisi lantai produksi yang cukup panas
tidak dapat dihindarkan karena adanya paparan panas matahari. Salah satu stasiun kerja yang memiliki kondisi panas berlebihan adalah stasiun pengeringan. Pada
stasiun ini, terdapat mesin dryer yang memiliki temperatur sebesar 140
o
C. Kondisi tersebut mengakibatkan heat loss yang dialami pekerja sangat sedikit,
karena temperatur lingkungan tempat bekerja juga memiliki temperatur yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kondisi pekerja yang memiliki keringat
berlebihan, tidak menggunakan seragam pekerja, dan sering meninggalkan stasiun kerja untuk menetralkan suhu tubuh.
3
2
Anant Sudarshan. 2015. The Impact of Temperature on Productivity and Labor Supply: Evidence from Indian Manufacturing
. University of Chicago and Energy.
3
Robert W. Allen. 1976. Industrial Hygiene. Prentice-Hall, New Jersey.
Panas juga akan berpengaruh pada kondisi tubuh seseorang. Efek yang terjadi terhadap adanya paparan panas yang
berlebihan adalah meningkatnya tekanan darah, keringat yang berlebihan, dehidrasi, heat cramps, dan heat stroke. Kondisi yang sudah dijelaskan tersebut
Universitas Sumatera Utara
telah mengakibatkan performansi pekerja yang tidak optimal. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan pekerja untuk menetralkan kembali suhu tubuhnya karena tidak
mampu berada dan bekerja dalam stasiun pengeringan dalam waktu yang lama. Secara rata-rata, pekerja menghabiskan waktu sekitar 5-10 menit saat
meninggalkan stasiun kerja, dan hal tersebut terjadi 8-10 kali dalam satu hari. Kondisi tersebut terjadi secara berulang-ulang setiap hari pada pekerja. Aktivitas
ini merupakan kegiatan yang bersifat non produktif bagi perusahaan. Maka penelitan pendahuluan ini mendapatkan bahwa persentase pekerja bekerja secara
produktif dalam satu shift yaitu 75 - 80 sedangkan pekerja melakukan kegiatan non produktif adalah 20 - 25 . Hal ini menunjukkan bahwa waktu
non produktif pekerja yang relatif besar dibandingkan dengan waktu produktif
pekerja.
Pada penelitian pendahuluan, didapatkan bahwa rata-rata suhu yang diperoleh pada stasiun pengeringan adalah 35,5
o
C, sedangkan menurut SNI 16- 7063-2004, nilai ambang batas panas yang dianjurkan dalam lingkungan kerja
adalah 25,9
o
C. Berdasarkan perbandingan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap kondisi stasiun dryer PT. Socfin Indonesia untuk
mencari alternatif solusi pemecahan masalah yang terjadi tersebut. Salah satu alternatif solusi pemecahan masalah tersebut bisa dilakukan melalui perhitungan
Heat Stress Index
dan Indeks Suhu Bola Basah Wet Bulb Globe Temperature.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Perumusan Masalah