Tekhnik Pengumpulan Data METODOLOGI PENELITIAN

29 Di Qum, Muthahhari memperoleh pelajaran manfaat dari pengajaran sejumlah ulama, seperti fiqh dan ushul yaitu pelajaran-pelajaran pokok kurikulum tradisional yang diajarkan oleh sejumlah ulama seperti: Ayatullah Hujjah Khuk Kamari, Ayatullah Sayyid Muhammad Damad, Sayyid Muhammad Riza Gulpayani, dan Haji Sayyid Shadr al-Gin Shadr. Tetapi yang lebih penting di antara mereka ini adalah Burujerdi, pengganti Ha’iri sebagai direktur lembaga pengajaran di Qum. Muthahhari senantiasa mengikuti kuliah-kuliahnya sejak di Qum sampai ia ke Teheran pada tahun 1952. 5 Tahun 1940, beliau berkenalan dengan Mirza Ali asy-Syirazi al-Isfahani, tokoh yang ahli dalam naskah literatur Syi’ah, dari perkenalan ini menyebabkan Muthahhari dapat menimba ilmu dari kitab Nahjul Balaghah. Ketika berada di Qum, Muthahhari mulai melihat arah kecenderungan intelektualnya yang mulai terbangun dengan hadirnya sejumlah guru-guru yang ia kagumi seperti Ayatullah Ruhullah Khomeini, pada waktu itu sebagai seorang pengajar muda yang sangat menonjol karena kedalaman dan keluasan wawasan keislamannya dan kemampuan menyampaikannya kepada orang lain. Kualitas-kualitas ini termanivestasikan dalam kuliah-kuliahnya tentang etika yang mulai diajarkan di Qum pada awal 1930an. Kuliah-kuliah tersebut menarik banyak orang dari luar maupun dari dalam lembaga pengajaran keagamaan, dan berpengaruh sekali atas mereka. Di sinilah Muthahhari mengenal Imam Khomeini. Dari Imam Khomeini inilah ia belajar teks pasal tentang nafs, Asfar al- Arba’ah karya Mulla Sadhra dan Syarh manzhumah karya Mula Hadi Sabzwari. Awalnya kuliah ini diberikan secara tertutup, hanya sedikit orang yang terpilih dari para pelajar Qum. Pada tahun 1946, atas permintaan Muthahhari dan Muntazhari, Ayatullah Khomeini mengajarkan kuliah formal pertamanya tentang fiqih dan ushul, mengambil bab tentang dalil-dalil rasional dari jilid kedua kifayat al-Ushul karya Akhund Khurasani sebagai naskah pengajarannya. 6 5 Muthahhari, op. cit., h. 26. 6 Murtadha Muthahhari, Bimbingan Untuk Generasi Muda, Jakarta: Sadra International Institute, 2011, cet 5, h. 11-12. 30 Di antara guru-guru lainnya yang pengaruhnya dirasakan Muthahhari di Qum adalah pakar besar tafsir Qur’an dan filosof, Ayatullah Sayyid Muhammad Husain Thabathaba’i q.s.. Muthahhari ikut serta dalam pelajaran-pelajaran Thabathaba’i tentang kitab Al-Syifa’ karya Abu Ali Ibn Sina dari 1950 hingga 1953, dan pertemuan- pertemuan malam Jum’at yang berlangsung di bawah arahannya. Subjek dari pertemuan-pertemuan ini adalah filsafat materialis. Muthahhari sendiri untuk pertama kali memahami minat besar pada filsafat materialis, terutama Marxisme, segera setelah naik ke jenjang studi formal ilmu- ilmu rasional. 7 Selain filsafat materialis, Muthahhari juga mempelajari secara mendalam segala aliran sejak Aristoteles sampai Sarte. Ia juga membaca sebelas jilid kisah peradaban, kelezatan filsafat serta buku-buku lainnya karya Will Durand. Ia menelaah tulisan Sigmund Freud, Betrand Russel, Albert Einstein, Erich Fromm, Alexix Carrel, dan pemikir-pemikir lainnya dari Barat. 8 Pada tahun 1954 ia mulai mengajar di Teheran University di Fakultas Teologi. Ia menjabat sebagai Ketua Jurusan Filsafat. Keluasan ilmunya tampak pada nama-nama kuliah yang diasuhnya: kuliah Fiqh, kuliah al-Ushul, kuliah Ilmu Klam, kuliah al-Irfan, kuliah Logika dan kuliah filsafat. Muthahhari juga aktif di politik dan berjuang bersama Imam Khomeini. Pada tahun 1963 bersama Imam Khomeini ia ditahan. Ketika revolusi Islam yang dipimpin Imam Khomeini meletus pada tahun 1978-1979, Muthahhari merupakan salah seorang arsitek revolusi itu. Ia mengepalai kelompok ulama mujahidin dan menjadi anggota Dewan Revolusi. Ketika revolusi sudah di ambang pintu kemenangan, Muthahhari ditunjuk Imam Khomeini untuk memimpin Dewan Revolusi Iran, yang mengendalikan roda politik di Iran. Akan tetapi, sebelum menerapkan konsep-konsep politiknya pada pemerintahan baru, hanya kurang 7 Ibid., h. 13. 8 Murtadha Muthahhari, Perspektif al- Qur’an tentang Manusia dan Agama, Terj: Haidar Bagir Bandung: Mizan, 1995, cet 8, h. 8.