Kaitan antara Sains dan Agama Ilmu dan Iman

57 dalam diri kita sendiri pendapat yang mengatakan bahwa bimbingan dan pembinaan pendidikan, baik dalam segi teknis administratif maupun dalam aplikasinya, harus berbeda caranya sesuai dengan perkembangan zaman dan juga perbedaan objek yang hendak dibinadididik. Karenanya, kita harus menghapus dari pikiran kita, bahwa kita mampu membina dan mendidik generasi muda ini dengan cara-cara lama. 43 Pertama-tama, kita harus memahami terlebih dahulu generasi muda saat ini. Memahami karakteristik dan ciri-ciri khas kepribadiannya. Dan untuk itu, secara umum, ada dua cara untuk menanganinya, serta ada dua cara pula untuk melakukan penilaian terhadapnya. Sebagian orang menilai generasi muda sebagai sekelompok orang yang belum matang dan dikuasai oleh ilusi tentang dirinya sendiri, budak-budak hawa nafsu, dan seribu macam keburukan lainnya. Orang-orang seperti itu memandang kepada generasi muda dengan pandangan penuh kebencian dan pelecehan. Akan tetapi, pandangan generasi muda itu kepada dirinya sendiri adalah sangat berbeda. Mereka tidak melihat adanya suatu cacat dalam diri mereka. Bahkan mereka adalah manusia-manusia yang penuh dengan kecerdasan dan kepiawaian yang memiliki cita-cita paling mulia dan terhormat. Namun, terkadang generasi lama memandang dari sudut dirinya sendiri dengan memandang buruk kepada generasi saat ini, dikarenakan berbeda dalam segala aspeknya. Ada beberapa ayat dalam Surat Al-Ahqâf yang mengandung dua gambaran tentang dua generasi: yang saleh dan yang menyeleweng. Tetapi tidak mungkin dikatakan bahwa generasi yang berikutnya senantias lebih banyak kerusakannya dari pada generasi sebelumnya, dan bahwa dunia ini berjalan menuju kepada kerusakan. Dan tidak pula dapat dikatakan bahwa generasi yang berikutnya senantiasa lebih sempurna dari pada yang sebelumnya. 44 Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut: 43 Murtadha Muthahhari, Muhadharat fi ad-Din wa al- Ijtima’, Teheran: Muassasah al- Bitsah,1395 H, h. 59. 44 Muthahhari, Bimbingan Untuk Generasi Muda, op. cit., h. 99. 58                                                   Artinya : “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah pula. mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan memberi kebaikan kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri. Ayat di atas melukiskan cara pemikiran generasi yang shaleh. Di antaranya, adalah semangat bersyukur dan mengakui luasnya karunia-karunia Allah SWT. “Wahai Tuhanku, berilah petunjuk agar aku mensyukuri nikmat- Mu yang engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku…”. Di sini ia mengakui nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah SWT atas dirinya dan generasi pendahulunya, lalu meminta dari-Nya agar diberi kekuatan untuk memenuhi rasa terima kasih dan penghargaannya atas semua itu. Dan agar ia diberi petunjuk untuk dapat menggunakan nikmat-nikmat itu demi meraih keridhaan-Nya. Sebab, arti mensyukuri suatu nikmat adalah dengan memanfaatkannya secara proporsional, sesuai yang dikehendaki oleh Sang Pemberi. Dan karenanya ia memohon dari Allah SWT agar memberinya taufik untuk menggunakan nikmat-Nya demi sesuatu yang bermanfaat dan 59 diridhaioleh- Nya: “…agar aku dapat beramal shaleh yang Engkau ridhai..”. Di antaranya pula, perhatiannya kepada generasi berikutnya, semoga ia menjadi generasi yang shaleh. Karenanya, ia memohon kepada Allah SWT, “…Berikan kepadaku kebaikan dengan memberi kebaikan kepada anak- cu cuku…”. Selanjutnya, semangat bertobat dan menyesali kelalaian dan kekurangannya pada masa- masa lalu, “…Sungguh aku bertobat kepada- Mu... ”. Tentang generasi seperti ini, Allah Swt kemudian berfirman: 45                     Artinya : “Mereka itulah orang-orang yang Kami terima amal baik yang telah mereka kerjakan,dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama para penghuni surga, sebagai janji yang benar yang dijanjikan kepada mereka ” QS. Al-Ahqaf: 16. Adapun ayat berikutnya berbicara tentang suatu generasi yang rusak dan menyimpang: 46                              Artinya: “Dan orang yang berkata kepada kedua ibu bapaknya, “Cis bagikalian berdua; adakah kalian memperingatkan kepadaku bahwa aku akandibangkitkan setelah mati, padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku?” Lalu kedua orang tuanya itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan, “Celaka kamu, berimanlah Sungguh janji Allah adalah benar.” Maka berkatalah ia, “Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka ”. QS. al-Ahqâf: 17. 45 Muthahhari, Bimbingan Untuk Generasi Muda, op. cit., h. 102. 46 Ibid, h. 103. 60 Ayat ini, menurut Muthahhari, adalah menjelaskan generasi yang menyimpang dan terkelabui. Generasi yang mentah, belum matang. Begitu telinganya mendengar dua kalimat, ia tidal lagi merasa terikat dengan sesuatu. Ia tidak merasa sebagai hamba Allah. Ia merasa kesal terhadap kedua orang tuanya. Menghina mereka. Mengejek pandangan mereka, juga semua kepercayaan mereka. Menertawakan mereka akibat ucapan mereka tentang adanya Hari Kiamat, hari kebangkitan kembali tentang alam yang lain dan kehidupan yang lain. Padahal generasi-generasi terdahulu, datang dan hidup, kemudian mati dan tidak kembali lagi. Dan kedua orang tuanya yang religius, dan yang tidak tahan mendnegar sesuatu yang bertentangan dengan agama, kini mendengar putra kesayangan mereka menyakiti hati mereka dengan omongan seperti itu, sehingga mereka berteriak, “Celaka kamu, berimanlah Sungguh janji Alla hadalah benar.” Itulah ayat-ayat yang menjelaskan tentang dua generasi yang berbeda generasi yang shaleh dan yang lainnya rusak dan menyimpang. Dari penjelasan Muthahhari di atas, dapat dikatakan bahwa penjelasan yang disampaikan beliau di atas terkait erat dengan upaya memahami dalam mengidentifikasi generasi saat ini, sebagai objek dari dunia pendidikan yang akan hidup di zaman yang berbeda dengan kita. Memahami sifat dan karakteristik generasi saat ini sangat penting dalam merumuskan metode pendidikan yang akan diterapkan dalam sebuah lembaga pendidikan. Karena metode lebih bersifat cara penyampaian pesan agar tujuan dari pesan dan misi pendidikan sampai sesuai dengan yang diharapkan. Jika pengidentifikasian objek pendidikan tidak dilakukan atau dilakukan secara tidak komprehensif maka tujuan dari pendidikan tidak akan tercapai dengan sendirinya, sehingga generasi yang shaleh yang diharapkan tidak akan terwujud.