Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit Obat Anti Tuberkulosis OAT

23

2.5.2 Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

1. TB paru BTA positif a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran TB. c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2. TB paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif. b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB. c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d. Ditentukan dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi pengobatan.

2.5.3 Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit

1. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Universitas Sumatera Utara 24 Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas misalnya proses “far advanced”, dan atau keadaan umum pasien buruk. 2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu: a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang kecuali tulang belakang, sendi, dan kelenjar adrenal. b. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

2.5.4 Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu: 1. Baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan 4 minggu. 2. Kambuh Relapse Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif apusan atau kultur. Universitas Sumatera Utara 25 3. Pengobatan setelah putus berobat Default Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. 4. Gagal Failure Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 5. Pindahan Transfer In Adalah pasien yang dipindahkan dari sarana pelayanan kesehatan yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. 6. Lain-lain: Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik biakan, radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik Kemenkes, 2014. 2.6 Epidemiologi TB Paru 2.6.1 Distribusi Frekuensi

a. Berdasarkan Orang

Risiko penularan setiap tahun Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3 . Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 , berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 Universitas Sumatera Utara 26 sepuluh orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya sekitar 10 dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Penyakit TB paru sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya sekitar 10 dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB Kemenkes, 2005. Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan. Menurut kelompok umur, kasus baru paling banyak ditemukan pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 20,76 diikuti kelompok umur 45-54 tahun sebesar 19,57 dan pada kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,24 Kemenkes, 2015. Kasus TB kategori 2 di Sumatera Barat tahun 2014 yang terdiri dari kasus kambuh, default, gagal terdapat 268 kasus. Menurut kelompok umur, kasus kategori 2 paling banyak ditemukan pada kelompok umur 45-54 tahun yaitu dengan 57 kasus 21,27 diikuti kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebanyak 56 kasus 20,89 dan pada kelompok umur 55-64 tahun sebanyak 52 kasus 19,40. Menurut jenis kelamin, kasus TB paru kategori 2 paling banyak diderita oleh jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 170 kasus 63,4 dan jenis kelamin perempuan sebanyak 98 kasus 36,5. Perbandingan kasus kategori 2 antara jenis kelamin adalah 1,7 kali Dinkes Sumbar, 2015. b. Berdasarkan Tempat Pada tahun 2014 ditemukan jumlah kasus baru BTA+ sebanyak 176.677 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang ditemukan tahun 2013 yang sebesar 196.310 kasus Kemenkes, 2015. Menurut hasil Riskesdas 2013, Universitas Sumatera Utara 27 prevalensi TB berdasarkan diagnosis sebesar 0,4 dari jumlah penduduk. Menurut provinsi, prevalensi TB paru tertinggi berdasarkan diagnosis yaitu Jawa Barat sebesar 0,7, DKI Jakarta dan Papua masing-masing sebesar 0,6. Sedangkan Provinsi Riau, Lampung, dan Bali merupakan provinsi dengan prevalensi TB paru terendah berdasarkan diagnosis yaitu masing-masing sebesar 0,1 Riskesdas, 2013. Provinsi Sumatera Barat mempunyai jumlah kasus baru BTA+ tahun 2014 adalah sebesar 5.018 kasus. Sedangkan untuk kasus TB paru kategori 2 di provinsi Sumatera Barat tahun 2014, Kab Kota dengan kasus terbanyak adalah di Kabupaten Padang Pariaman dengan 43 kasus 16,04, diikuti oleh Kabupaten Pasaman Barat dengan 40 kasus 14,92 dan Kota Padang dengan 37 kasus 13,80 Dinkes Sumbar, 2015.

c. Berdasarkan Waktu

Angka notifikasi kasus BTA+ pada tahun 2014 di Indonesia sebesar 70 per 100.000 penduduk, menurun dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 81 per 100.000 penduduk. Begitu juga dengan angka notifikasi seluruh kasus TB per 100.000 penduduk yang menurun dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 113 per 100.000 penduduk. Sedangkan menurut Global Tuberculosis Control, estimasi insidens semua tipe TB tahun 2013 yang sebesar 183 per 100.000 penduduk mengalami penurunan dibandingkan tahun 1990 yang sebesar 343 per 100.000 penduduk. Begitu juga dengan prevalensi TB dan mortalitas yang mengalami penurunan pada tahun 2013 Kemenkes, 2015. Universitas Sumatera Utara 28

2.6.2 Determinan

a. Umur TB Paru dapat menyerang semua golongan umur. Beberapa penelitian menunjukkan kecenderungan pada kelompok usia produktif. Hal ini disebabkan karena pada usia produktif mempunyai mobilitas yang tinggi sehingga kemungkinan untuk terpapar kuman TB Paru lebih besar. Penelitian Meirta 2007 menyatakan bahwa proporsi kasus kambuh selama tahun 2000-2007 di BP4 Medan paling banyak pada kelompok umur 15-55 tahun yaitu 92,8. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kartika 2008 di RSUD Budhi Asih penderita TB paru putus obat default yang berobat adalah usia produktif yaitu pada kelompok umur 15-54 tahun sebesar 75,5. b. Jenis Kelamin Kepekaan untuk terinfeksi penyakit TB paru adalah sama untuk semua penduduk, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki daripada perempuan. Kasus TB paru pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu 1,5 kali dibandingkan kasus pada perempuan Kemenkes, 2015. Menurut WHO sedikitnya dalam satu tahun terdapat satu juta perempuan yang meninggal akibat tuberkulosis dan bahkan lebih tinggi kasus kematian akibat tuberkulosis pada perempuan daripada kasus kematian perempuan akibat kehamilan dan persalinan Aditama, TY., 2002. Universitas Sumatera Utara 29 c. Gizi Keadaan malnutrisi akan menurunkan resistensi terhadap penyakit infeksi termasuk penyakit tuberkulosis. Keadaan ini yang mempengaruhi di negara miskin, baik pada usia dewasa maupun anak-anak Crofton, dkk, 2002. Akan tetapi diet bukanlah paparan tunggal dalam timbulnya penyakit melainkan sekumpulan variabel yang saling berinterkolerasi Almaser, S, 2004. d. Faktor Toksik Merokok tembakau dan minum alkohol dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh. Selain itu obat-obat kortikosteroid dan imunosupresan juga dapat menurunkan kekebalan tubuh. Kebiasaan merokok merupakan faktor dalam progresivitas TB paru dan terjadinya fibrosis. Secara umum, perokok ternyata lebih sering mendapat infeksi TB dan kebiasaan merokok memegang peranan penting sebagai penyebab kematian pada TB Crofton, dkk, 2002. Penelitian yang dilakukan di RS Persahabatan Jakarta dengan desain case control menyatakan bahwa mereka yang merokok akan 3-4 kali lebih sering terinfeksi TB daripada yang tidak merokok Firdaus, U, dkk, 2006. e. Kemiskinan Kemiskinan masyarakat mengarah pada menyebabkan kepadatan di dalam rumah overcrowding, higiene yang rendah yang menyebabkan keadaan gizi yang rendah sehingga lebih memudahkan TB berkembang menjadi penyakit Djojodibroto, 2009. Universitas Sumatera Utara 30 f. Penyakit Lain Pada beberapa negara infeksi HIV sekarang sangat penting. Kerusakan pertahanan tubuh seringkali menyebabkan komplikasi akibat tuberkulosis. Tuberkulosis juga sering terjadi pada penderita dengan diabetes, leukimia, atau lepra Crofton, dkk, 2002.

2.7 Pengobatan

Pada pengobatan tuberkulosis pengobatan terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif 2-3 bulan dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari panduan utama dan panduan obat tambahan.

2.7.1 Obat Anti Tuberkulosis OAT

1. Jenis obat utama lini 1 yang digunakan adalah: a. INH H b. Rifampisin R c. Pirazinamid Z d. Streptomisin S e. Etambutol E 2. Jenis obat tambahan lainnya lini 2 a. Kanamisin b. Amikasin c. Kuinolon Universitas Sumatera Utara 31 Tabel 2.1 Jenis dan Dosis OAT Obat Dosis mgkg BBHari Dosis yg dianjurkan Dosis Maks mg Dosis mg berat badan kg Harian mg kgBB hari Intermitten mgKgBBkali 40 40-60 60 R 8-12 10 10 600 300 450 600 H 4-6 5 10 300 150 300 450 Z 20-30 25 35 750 1000 1500 E 15-20 15 30 750 1000 1500 S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000 Tabel 2.2 Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap BB Fase intensif Fase lanjutan 2 bulan 4 bulan Harian Harian 3xminggu Harian 3xminggu RHZE 15075400275 RHZ 15075400 RHZ 150150500 RH 15075 RH 150150 30-37 38-54 55-70 71 2 3 4 5 2 3 4 5 2 3 4 5 2 3 4 5 2 3 4 5 Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit dokter spesialis paru fasilitas yang mampu menanganinya. Universitas Sumatera Utara 32

2.7.2 Panduan Obat Anti Tuberkulosis Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi: