Kesimpulan Analisis model vessel monitoring system ( Vms ) dalam pengawasan kapal penangkap ikan di Indonesia

212 infrastruktur pendukung belum siap secara maksimal sehingga peluang terjadinya ketidakpatuhan sangat tinggi. 8 Berdasarkan asumsi bahwa penerapan kebijakan VMS di Indonesia sudah berjalan efektif dan kemampuan teknologi VMS sudah berfungsi secara optimal dengan didukung infrastruktur yang handal, maka estimasi kerugian negara yang dapat diselamatkan dari penangkapan ikan yang melanggar berdasarkan data tahun 2004—2006 adalah Rp. 36.101.911.180.000,00 tiga puluh enam trilyun seratus satu milyar sembilan ratus sebelas juta seratus delapan puluh ribu rupiah.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas, maka beberapa saran yang dapat disampaikan berkenaan dengan penelitian ini, yaitu: 1 Model Strategi Pembebanan Biaya VMS yang memungkinkan saat ini adalah strategi yang meringankan beban pengusaha, sesuai amanat UU No. 31 tentang Perikanan, pada Pasal 68 yang menyatakan bahwa pemerintah mengadakan sarana dan prasarana pengawasan perikanan terutama kapal lokal, dengan tahapan sebagai berikut sebagai berikut : 1 Tahap I Strategi penerapan VMS melalui Pembebanan Biaya VMS tahap I, dimana komponen biaya sistem, pelayanan data dan alat VMS Transmitter menjadi beban pemerintah, sementara pengusaha lokal hanya menanggung biaya airtime sesuai pemakaian. Sedangkan untuk kapal asing diterapkan model pembebanan yang sesuai dengan komponen biaya VMS yang harus mereka bayar. 2 Tahap II Strategi penerapan VMS melalui Pembebanan Biaya VMS tahap II, dimana komponen biaya sistem dan pelayanan data menjadi beban pemerintah, sementara peralatan Transmitter dan Airtime ditanggung pengusaha kapal lokal, sedangkan untuk kapal asing diterapkan model pembebanan yang sesuai dengan komponen biaya VMS yang harus dibayar. 213 2 Peningkatan kemampuan Teknologi VMS ke arah sistem pemantauan kapal secara ”Online” dan menyempurnakan software sistem pemantauan yang memiliki peta Zonasi di 9 daerah penangkapan serta kesiapan infrastruktur perlu segera dilakukan. Standarisasi wilayah perizinan dibuat dengan koordinat yang jelas. Sehingga jika terjadi pelanggaran wilayah penangkapan keluar dari koordinat yang telah ditetapkan dalam izin oleh kapal penangkap ikan maka secara otomatis sistem mengeluarkan peringatan sebagai tanda adanya pelanggaran wilayah penangkapan. 3 Karena terbatasnya biaya dan alat transmitter, maka untuk mendukung kebijakan VMS perlu dilakukan pemberdayaan pelabuhan pangkalan sebagai lembaga integrator yang berfungsi sebagai ”database” kegiatan penangkapan dan hasil tangkapan kapal penangkap ikan dengan cara membangun integrasi sistem LBP Log Book Perikanan, LLO Lembar Laik Operasional, sistem perizinan dan VMS. Melalui sistem ini semua informasi kegiatan penangkapan dan hasil tangkapan dikumpulkan secara rutin, dianalisa dan diintegrasikan ke Pusat Koordinator Pengendalian VMS di DKP. 4 Kerugian negara yang dapat diselamatkan dari kegiatan penangkapan ikan yang melanggar berdasarkan data dari tahun 2004—2006 sebesar Rp. 36.101.911.180.000,- merupakan hasil estimasi yang masih perlu pengkajian lebih lanjut. Oleh karena itu disarankan agar ada Kajian Khusus untuk meneliti lebih lanjut besarnya kerugian negara yang dapat diselamatkan dari kegiatan penangkapan ikan yang melanggar di Indonesia.