Pemilihan Model Strategi Penerapan VMS dengan Analisis ”Game

189 Pihak Royal Swedish Academy of Sciences pernah memberikan penghargaan nobel ekonomi tahun 2005 kepada Robert J Aumann dan Thomas C. Schelling Kompas, Oktober 2005. Keduanya dinilai telah mengembangkan apa yang dikenal dengan “Game Theory” yang digunakan dalam penyelesaian konflik seperti konflik dagang atau bisnis, bahkan bisa dikembangkan dalam penyelesaian perang. Disebutkan bahwa game theory merupakan sebuah sains atau analisis strategi yang mencoba untuk menentukan aksi yang dilakukan para pemain yang berbeda guna menjamin hasil terbaik bagi masing-masing. Teori permainan Game theory merupakan peralatan matematis yang erat kaitannya dengan penerapan metoda AHP dalam penanganan kasus yang bernuansa konflik Game theory adalah metoda pengambilan keputusan manakala pengambil keputusan berhadapan dengan “lawan yang aktif”. Artinya terdapat dua pihak yang masing-masing berbeda satu sama lain terhadap suatu keputusan, dan keputusan dari satu pihak akan dijawab oleh keputusan dari pihak lain dengan memperhatikan strategi dan langkah dari pihak lawannya. Kondisi seperti inilah yang mengarah secara umum kepada “permainan” Game, dan analisis terhadap situasi kompetitif ini dinamakan “Teori Permainan”. Dalam kasus penerapan kebijakan VMS terhadap kapal penangkap ikan, terdapat dua pihak yang saling bertentangan satu sama lain, dan hasil analisis AHP menunjukkan adanya perbedaan prioritas strategi penerapan VMS yang diinginkan Pemerintah dan diinginkan Pengusaha. Analisis Game Theory yang digunakan dalam penelitian ini akan dibatasi pada “two person games”, yaitu, analisis difokuskan pada situasi dimana hanya terdapat dua partisipan Pemerintah dan Pengusaha. Dalam permainan antara dua partisipan pemain yang “zero sum” lihat Tabel 70, jumlah dari payoffs setiap pemain adalah nol. Berapapun payoffs yang diperoleh satu pemain, maka lawannya akan kehilangan kalah sebesar payoffs tersebut. Nilai payoffs yang positif menggambarkan keuntungan pemain yang strateginya diterapkan. Sebaliknya nilai payoffs yang negatif mencerminkan kekalahan pemain lain, yang berarti kemenangan atau perolehan pemain lain. 190 Tabel 70 Matrik Payoff Two Person Zero Sum Game Pemain Y Strategi 1 Srategi 2 Strategi 1 5 3 Pemain X Strategi 2 -4 -1 Sumber : “AHP” Permadi, PAU-EK-UI, 1992 Pada contoh Tabel 70 dapat diketahui, jika pemain X memilih untuk dilaksanakan Strategi 1 dan pemain Y strategi 2, maka pemain X akan memperoleh 3 unit, nilai ini juga mencerminkan kekalahan kehilangan sebesar 3 unit bagi pemain Y. Sedangkan jika pemain X menjalankan startegi 2 dan pemain Y memilih strategi 1, maka kekalahan bagi pemain X sebesar 4 unit payoffs negatif dan pemain Y mendapat kemenangan sebesar 4 unit. Untuk menetapkan mana strategi yang dipilih, maka dilakukan analisis sebagai berikut, pemain X akan memilih strategi 1 karena apapun strategi yang dipilih pemain Y ia senantiasa akan mendapatkan kemenangan. Sebaliknya pemain X akan mengalami kekalahan kalau ia memilih strategi 2. Pemain Y diasumsikan sadar bahwa pemain X akan memilih strategi 1, maka untuk meminimisasi kerugian pemain Y akan memilih strategi 2 yang memberikan kerugian sebesar 3 unit, dibandingkan jika memilih strategi 1 dengan kerugian sebesar 5 unit. Nilai 3 tersebut merupakan nilai dari permainan ini the value of the game . Pada contoh tersebut telah diidentifikasi satu strategi bagi setiap pemain. Jika seorang pemain mengidentifikasikan suatu strategi yang menguntungkan untuk digunakan sepanjang waktu permainan, maka kondisi ini disebut sebagai “Pure strategy”. Dan jika setiap pemain menerapkan pure strategy maka akan diperoleh suatu permainan yang unik yang dinyatakan sebagai saddle point . Saddle point merupakan nilai payoff minimum bagi baris dan sekaligus merupakan nilai maksimum bagi kolom dimana payoff tersebut terletak row min- column max . “Teori Permainan” dapat bersifat “ Zero – Sum Games dan dapat pula bersifat Non Zero Sum Games. Dalam game yang bersifat Non Zero Sum Game maka tidak selalu benar bahwa perolehan hasil dari pemain satu harus sama 191 dengan kehilangan kerugian dari pemain lainnya, bisa terjadi kedua pemain sama-sama untung atau sama sama kehilangan Mclaughlin : 1979. Permainan antar dua pemain yang non zero sum, dikenal beberapa istilah keseimbangan, yaitu 1 Keseimbangan pareto, terjadi bila kedua pemain mendapatkan nilai payoff yang paling baik dari semua nilai payoff yang mungkin terjadi, 2 Keseimbangan Nash, terjadi apabila setiap pemain tidak memiliki kemungkinan untuk meningkatkan nilai payoff-nya atau tidak seorang pemainpun dapat meningkatkan hasilnya dengan strategi tertentu yang diterapkan pemain lain. Dalam mempertimbangkan strategi yang memungkinkan, kasus yang paling sederhana yakni kasus mengenai strategi yang dominan. Situasi ini muncul ketika seorang pemain mempunyai strategi tunggal yang terbaik tak peduli strategi apapun yang dipakai pemain lain. Diasumsikan bahwa pihak Pemerintah bertujuan agar kebijakan VMS dapat diterapkan bagi kapal penangkap ikan dan pihak pengusaha cenderung menolak kebijakan tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, maka penggunaan analisis Game Theory dapat membantu memberikan pilihan model strategi yang paling mungkin dapat dilakukan dan dapat diterimadilaksanakan oleh kedua belah pihak Pemerintah dan Pengusaha. Berdasarkan analisis AHP terhadap penerapan kebijakan Pemantauan Kapal ikan dengan teknologi VMS dari aspek manfaat dan biaya, terdapat perbedaan pilihan prioritas strategi penerapan VMS yang diinginkan baik oleh Penerintah maupun oleh pengusaha atau pemilik kapal ikan. Keduanya memiliki perbedaan dalam pemilihan strategi yang telah dianalisis berdasarkan analisis manfaat dan biaya. Bagi Pengusaha, strategi yang sesuai diterapkan adalah strategi Sistem Pembebanan Biaya VMS, karena melalui analisis manfaat dan biaya, strategi ini merupakan strategi yang memiliki nilai skor tertinggi dibandingkan kedua strategi lainnya. Namun bagi Pemerintah, strategi yang paling sesuai adalah strategi Penegakan Hukum dan Kemampuan Pengawasan. Untuk menentukan pilihan model penerapan strategi VMS yang sama sama memberikan manfaat yang paling besar bagi kepentingan penerapan kebijakan VMS saat ini baik bagi pemerintah maupun pengusaha, dilakukan analisis “Game 192 Theory” dengan melakukan estimasivaluasi secara kualitatif terhadap aspek keuntungan perolehan dan aspek biaya kerugian dari penerapan strategi strategi tersebut, seperti yang disajikan pada Tabel 71 tentang ”Kualitatif EstimasiValuasi Keuntungan Biaya Penerapan Strategi B dan H berikut ini : Tabel 71 EstimasiValuasi Kualitatif Keuntungan Biaya Penerapan Model Strategi B dan H Dalam Penerapan VMS No Model Strategi Pemain Keuntungan Biaya Hasil I Model Strategi Sistem Pembebanan Biaya VMS Strategi B 1. Pemerintah • Potensi pendapatan dari praktik ilegal fishing dan transhipment • Potensi pendapatan dari pelanggaran daerah penangkapan • Potensi pendapatan dari pelangaran masa berlaku izin • Memberikan subsisi biaya Transmitter Tx • Subsidi biaya airtime • Biaya pemeliharaan dan pengelolaan P 1

2. Pengusaha

• Potensi pendapatan dari kecurangan awak kapal di laut • Potensai pendapatan dari penghematan opersional • Penghematan pengawasan dilapangan • Nilai kerahasiaan wilayah tangkap yang diketahui pesaing • Biaya pelatihan dan pemeliharaan alat VMS P 2 II Model Strategi Penegakkan Hukum dan Kemampuan Pengawasan Strategi H Pemerintah • Potensi pendapatan dari praktik transhipment lebih optimal • Potensi pendapatan dari pelanggaran daerah penangkapan lebih optimal • Potensi pendapatan dari pelangaran masa berlaku Izin lebih optimal • Biaya peningkatan kemampuan monitoring teknologi VMS. • Biaya penambahan armada kapal patroli dan persenjataannya • Biaya penambahan Regional Centre di 9 wilayah. • Biaya penambahan SDM Pengawas PPNS • Biaya Pewngelolaan dan pemeliharaan P 3 2. Pengusaha • Potensi pendapatan dari kecurangan awak kapal di laut • Potensai pendapatan dari penghematan opersional • Penghematan pengawasan dilapangan melalui web site • Menyediakan alat VMS sendiri • Membayar airtime per tahun • Membayar Fee VMS • Adanya peluang wilayah tangkap diketahui pesaing • Biaya pemeliharaan dan pengoperasian alat P 4 Sumber : Hasil Analisis 193 Tabel 71 menjelaskan secara kualitatif beberapa estimasivaluasi terhadap aspek keuntungan perolehan dan aspek biaya kerugian dari penerapan Strategi B strategi sistem pembebanan biaya VMS dan strategi H strategi penegakan hukum dan peningkatan kemampuan pengawasan. P 1 Payoff 1 merupakan payoff bagi pemerintah yang diperoleh dari selisih keuntungan dan biaya dari penerapan strategi B, P 2 Payoff 2 merupakan payoffhasil yang diperoleh pemain pengusaha dari strategi B. Penerapan strategi H memberikan hasil P 3 Payoff 3 bagi pemain pemerintah dan hasil P 4 Payoff 4 bagi pemain pengusaha. Aspek keuntungan dan biaya dari masing-masing strategi penerapan VMS baik bagi pemerintah maupun pengusaha yang diuraikan secara kualitatif tersebut perlu dikonversi ke dalam nilai nominal, sehingga dapat ditentukan hasil yang ditimbulkan payoffs dari masing-masing strategi bagi pemerintah maupun pengusaha. Hasil yang ditimbulkan strategi B bagi pemerintah disebut : P 1 , hasil yang ditimbulkan strategi B bagi pengusaha disebut : P 2 , hasil yang ditimbulkan Strategi H bagi pemerintah adalah P 3 dan hasil yang ditimbulkan strategi H bagi pengusaha adalah P 4 Untuk menghitung hasil yang ditimbulkan masing-masing strategi B H baik bagi pemerintah maupun pengusaha, maka berikut ini diuraikan perkiraan estimasi perhitungan setiap pilihan strategi, yaitu sebagai berikut: 1 Strategi B Pihak Pemerintah a Keuntungan Potensi pendapatan dari praktik transhipment atau illegal fishing,adalah sebagai berikut : a Kapal Asing : Berdasarkan data dari PMO VMS PSDKP jumlah kapal asing yang telah ikut VMS adalah sebanyak 610 dan rata-rata ukuran GT-nya adalah 100 GT ke atas. Jenis alat tangkap yang paling banyak digunakan kapal asing adalah Pukat Ikan ZEEI Arafura. Diasumsikan 15 acuan 15 dapat dilihat pada lampiran 6 yang melakukan transhipment per tahun, maka potensi kerugian yang dapat diselamatkan adalah: 194 15 x 610 x 2.000 kg produktivitas x Rp. 40.000 harga Ekspor x 200 GT = Rp. 1,464 Trilyun Karena Strategi B dengan kemampuan teknologi VMS saat ini dinilai kurangbelum optimal, maka nilai yang dapat diselamatkan hanya 30 dari potensi tersebut , yaitu sebesar : Rp. 1,464 Trilyun x 30 = Rp 439,2 Mtahun b Kapal Lokal : Dari 1500 kapal yang ikut pasang VMS, maka jumlah kapal lokal adalah sebesar 890 kapal. Diasumsikan sebanyak 10 terutama yang mengunakan alat tangkap pukat ikan dan udang melakukan transhipment , maka kerugian negara yang dapat diselamatkan adalah acuan 10 berdasarkan lampiran 6: 10 x 890 x 2000 kg Produktivitas x Rp. 40.000 Harga Ekspor tuna dan udang x 100 GT rata-rata GT = Rp. 712 Mtahun Karena Strategi B dengan kemampuan saat ini dinilai kurang optimal, maka diestimasi hanya 30 dari potensi tersebut yang dapat diselamatkan, yaitu sebesar : Rp. 712 M x 30 = Rp 213,6 Mtahun c Potensi nilai rupiah yang dapat diselamatkan dari kapal yang melanggar daerah penangkapan adalah sebesar : 15 x 1500 x rata- rata nilai 1 kapal yang melanggar Rp. 4,5 M = Rp 1,01 trilyun. Dihitung 30 dari nilai tersebut, yaitu sebesar : Rp. 303,7 M. Perhitungan ini didasarkan pada data PSDKP 2004 yang menyebutkan bahwa kapal yang melanggar daerah penangkapan ± 1.275 kapal dengan jumlah kerugian sekitar US 573,75 Juta Rp. 5,1 trilyun , berarti nilai kerugian per kapal adalah 573,751.275 = USD 0,45 juta. d Potensi nilai rupiah yang dapat diselamatkan dari pelanggaran masa berlaku izin adalah sebesar : Nilai potensi dana yang dapat disimpan dari kapal asing yang melanggar adalah : 10 x 610 kapal x rata-rata tarifGT US 175 x rata-rata GT 100GT = Rp 9,714 Milyar. Karena belum Optimal, maka untuk pilihan strategi B, hasil yang diperoleh sebesar 30 Rp. 9,714 M = Rp. 2,914 M 195 Untuk kapal lokal dapat dihitung sebagai berikut : o PPP : 10 x 890 kapal x rata-rata GT 100 x rata-rata tarif Rp. 50.000 lihat PP 62 = Rp 445 juta o PHP : 10 x 890 kapal x rata-rata GT 100 x rata-rata produktivitas 2 ton lihat Kepmen 38 x rata-rata harga patokan ikan Rp. 7500 x 1000 x 2,5 = Rp. 3,337 M o Sehingga total Rp. 3,782 M Karena belum optimal, maka untuk pilihan strategi B, hasil yang diperoleh sebesar 30 Rp. 3,782 M = Rp. 1,134 M b Biaya Kerugian Potensi biaya atau kehilangan bagi pemerintah dengan diterapkannya strategi B ini adalah sebagai berikut: a Pemerintah harus menyediakan dana pengadaan transmitter untuk 1500 kapal masing-masing Rp. 20.000.000 = Rp. 30 milyar b Menyediakan dana pembayaran air time sebesar 1.500 kapal x Rp. 6.000.000 = Rp. 9 milyar c Biaya pemeliharaan dan pengelolaan VMS di pusat dan 2 regional centre = Rp. 8 milyartahun. d Biaya pemeliharaan dan perawatan kapal patroli per tahun 17 kapal x 1 Milyar = 17 Milyar. e Biaya Operasioanal per tahun 1 kapal adalah 3 Milyar, sehingga biaya 17 kapal adalah : 17 x 3 Milyar = 51 Milyar. Pihak Pengusaha a Keuntungan a Diasumsikan terdapat 10 dari 1.500 kapal yang melakukan pelanggaran menjual hasil tangkapan di tengah laut tanpa sepengetahuan pemilik kapal, maka nilai uang yang dapat diselamatkan adalah : 5 x 1.500 x Rata-rata hasil tangkapan 1 196 tontahun x Harga rata rata ikan ekspor Rp.30.000 x rata rata GT 100 = Rp. 225 Milyar. b Karena kemampuan VMS saat ini belum optimal, maka diperkirakan hanya 30 saja yang dapat diselamatkan : 30 x Rp 225 M = Rp 67,5 milyar . c Penghematan BBM dari kegiatan penangkapan, karena sering ditemui pemilik kapal dibohongi oleh awak kapal tentang jalur penangkapan. Kebutuhan BBM perlitertahun untuk kapal rata rata 100 GT adalah 384.000 litertahun. Diasumsikan sebanyak 5 diambil dengan mengurangi jarak operasi penangkapan dan apabila dari 1.500 kapal diasumsikan sebanyak 5 melakukan hal yang sama, berarti nilai yang dapat dihemat adalah : 5 x 1500 x 5 x 384.000 x harga BBM Rp. 5.400 = Rp. 7,776 milyar. Pedoman umum penggunaan BBM bagi kapal perikanan adalah : 0,2 literjampk koefisien. Jenis kapal ikan waktu berangkat dan pulang serta operasi penangkapan menggunakan BBM rata-rata 20 sampai 24 jam, dan selama 1 tahun waktu efektif operasional adalah antara 135 hari sampai 200. Ukuran 100 GT sama dengan 300 sampai 400 pk. Jadi besarnya penggunaan BBMtahun untuk kapal berukuran 100 GT adalah : 400 PK x 24 waktu efektif x 200 waktu efektif 1 tahun x 0,2 liter = 384.000 litertahun Karena kemampuan VMS saat ini belum optimal, maka diperkirakan hanya 30 saja yang dapat diselamatkan : 30 x Rp. 7,776 Milyar = Rp 2,4 milyar. b Biaya Kerugian a Kemungkinan hilangnya hasil tangkapan karena wilayah tangkap diketahui pihak pesaing. Diasumsikan kejadian ini dialami oleh sekitar 5 dari jumlah kapal baik asing maupun lokal, dan hasil tangkapan berkurang 10 dari rata-rata hasil tangkapan 2000 kg, berarti potensi kerugian yang diestimasi adalah; 197 Kapal asing : 5 x 610 jumlah kapal asing x 10 dari 2000 x Rp. 40.000 x 200 GT rata-rata GT =Rp. 48,8 Milyar Kapal lokal : 5 x 890 jumlah kapal lokal x 10 dari 2000 kg x Rp. 10.000 x 100 GT = Rp. 8,9 Milyar b Biaya pemeliharaan dan pengoperasian alat per tahunkapal adalah Rp. 2 juta, sehingga untuk 1500 kapal dibutuhkan biaya : Rp. 3 Milyar 2 Strategi H Pihak Pemerintah a Keuntungan Potensi pendapatan dari praktik transhipment atau illegal fishing, adalah sebagai berikut : a Jumlah kapal asing yang telah ikut VMS adalah sebanyak 610 dan rata-rata ukuran GT-nya adalah 100 GT ke atas. Jenis alat tangkap yang paling banyak digunakan kapal asing adalah Pukat Ikan ZEEI Arafura. Diasumsikan 15 acuan 15 dapat dilihat pada lampiran 6 yang melakukan transhipment per tahun, maka potensi kerugian yang dapat diselamatkan adalah: 15 x 610 x 2.000 kg produktivitas x Rp. 40.000 harga Ekspor x 200 GT = Rp. 1,464 Trilyun b Jumlah kapal lokal adalah sebesar 890 kapal. Diasumsikan sebanyak 10 terutama yang menggunakan alat tangkap pukat ikan dan udang melakukan transhipment, maka kerugian negara yang dapat diselamatkan adalah acuan 10 berdasarkan lampiran 6: 10 x 890 x 2000 kg Produktivitas x Rp. 40.000 Harga Ekspor tuna dan udang x 100 GT rata-rata GT = Rp. 712 Mtahun c Potensi nilai rupiah yang dapat diselamatkan dari kapal yang melanggar daerah penangkapan adalah sebesar : 15 x 1500 x rata- rata nilai 1 kapal yang melanggar Rp. 4,5 M = Rp 1,01 trilyun. d Potensi nilai rupiah yang dapat diselamatkan dari pelanggaran masa berlaku izin adalah sebesar : Nilai potensi dana yang dapat disimpan 198 dari kapal asing yang melanggar adalah : 10 x 610 kapal x rata-rata tarifGT US 175 x rata rata GT 100GT = Rp 9,714 Milyar Untuk kapal lokal dapat dihitung sebagai berikut : o PPP : 10 x 890 kapal x rata-rata GT 100 x rata-rata tarif Rp. 50.000 lihat PP 62 = Rp 445 juta o PHP : 10 x 890 x rata-rata GT 100 x rata-rata produktivitas 2 ton lihat Kepmen 38 x rata-rata harga patokan ikan Rp. 7500 x 1000 x 2,5 = Rp. 3,337 M o Sehingga total Rp. 3,782 M b Biaya Kerugian Potensi biaya atau kehilangan biaya bagi pemerintah dengan diterapkannya strategi H ini adalah sebagai berikut: a Biaya peningkatan kemampuan monitoring teknologi VMS di pusat dan 2 regional centre Rp. 10 Milyar b Biaya penambahan armada kapal patroli dan persenjataannya, kebutuhan kapal patroli di Indonesia adalah 89 buah, diasumsikan di ZEE membutuhkan 60 buah masing-masing Rp. 30 Milyar = Rp 1,8 Trilyun, dan kapal patroli di perairan teritorial sebanyak 26 kapal Rp. 12 Milyar = Rp. 312 M. c Biaya penambahan regional centre di 9 wilayah., dan diasumsikan masing-masing regional centre membutuhkan dana Rp. 5 M, sehingga dibutuhkan sebanyak Rp. 45 M. d Biaya penambahan SDM Pengawas PPNS sebanyak 5000 PPNS untuk pusat dan daerah, jika 1 PPNS digaji Rp. 1,5 jutabulan, maka satu tahun dibutuhkan dana: Rp. 90 Milyar. e Biaya Pengelolaan dan pemeliharaan Pusat dan Daerah 1 tahun adalah Rp. 9,5 Milyar. f Biaya perawatan dan biaya operasional : Perawatan 89 kapal x 1 Milyar = 89 Milyar, biaya operasional 89 kapal x 3 Milyar = Rp. 267 Milyar. 199 Pihak Pengusaha a Keuntungan : a Diasumsikan terdapat 5 dari jumlah kapal baik asing maupun lokal yang melakukan pelanggaran menjual hasil tangkapan di tengah laut tanpa sepengetahuan pemilik kapal, maka nilai uang yang dapat diselamatkan adalah : Kapal asing : 5 x 610 jumlah kapal asing x rata-rata hasil tangkapan 2 tontahun x 25 x Harga rata-rata ikan ekspor Rp. 40.000 x 200 GT rata-rata GT = Rp. 122 Milyar. Kapal Lokal : 5 x 890 jumlah kapal lokal x Rp.10.000 harga rata-rata lokal x 500 kg 25 dari produktivitas x 100 GT rata-rata GT = Rp. 22,250 Milyar b Penghematan BBM dari kegiatan penangkapan, karena sering ditemui pemilik kapal dibohongi oleh awak kapal tentang jalur penangkapan. Kebutuhan BBM perlitertahun untuk kapal rata-rata 100 GT adalah 384.000 litertahun. Diasumsikan sebanyak 5 diambil dengan mengurangi jarak operasi penangkapan dan apabila dari 1.500 kapal diasumsikan sebanyak 5 melakukan hal yang sama, berarti nilai yang dapat dihemat adalah : 5 x 1.500 x 5 x 384.000 liter x harga BBM Rp. 5.400 = Rp. 7,776 Milyar. b Biaya Kerugian a Menyediakan alat VMS sendiri dengan harga Rp. 20.juta, sehingga diperlukan biaya oleh pengusaha sebesar Rp. 30 Milyar. b Membayar airtime per tahun sebesar Rp. 6 juta, sehingga dibutuhkan dana sebesar Rp. 9 Milyar. c Kemungkinan hilangnya hasil tangkapan karena wilayah tangkap diketahui pihak pesaing. Diasumsikan kejadian ini dialami oleh sekitar 5 dari 1500 kapal, dan hasil tangkapan berkurang 10 dari rata-rata hasil tangkapan 2000 kg, berarti potensi kerugian yang diestimasi 200 adalah : 5 x 1500 x 300 kg x Rp. 40.000 harga ikan ekspor x 150 GT rata-rata GT = Rp135 milyar. d Biaya pemeliharaan dan pengoperasian alat per tahunkapal adalah Rp. 2 juta, sehingga untuk 1.500 kapal dibutuhkan biaya: Rp. 3 Milyar Setelah dilakukan estimasi secara kuantitatif terhadap aspek keuntungan dan biaya dari masing-masing strategi B H baik bagi pemerintah maupun pengusaha, maka data-data kuantitatif tersebut disusun ke dalam sebuah tabel untuk memudahkan melakukan analisis penetapan model strategi yang paling mungkin dilaksanakan, yaitu disajikan pada Tabel 72 tentang estimasivaluasi kuantitatif keuntungan dan biaya penerapan model strategi B dan H Dalam Penerapan VMS berikut ini : Tabel 72 EstimasiValuasi Kuantitatif Keuntungan Biaya Penerapan Model Strategi B dan H Dalam Penerapan VMS No Model Strategi Pemain Keuntungan Biaya Hasil PayoffP I Model Strategi Sistem Pembebanan Biaya VMS Strategi B 1. Pemerintah • Rp. 439,2 M Rp. 213,6 M • Rp. 303,7 M • Rp. 2,9 Mthn • Rp. 1,1 Mthn Total : 960 Mthn • Rp. 30 M • Rp. 9 M • Rp. 8 M • Rp. 17 M • Rp. 51 M Total : 115 M Rp 845 M P 1 2. Pengusaha • Rp. 67,5 M • Rp. 2,4 M Total : 69,9 M • Rp. 48,8 M • Rp. 8,9 M • Rp. 3 M Total: 60,7 M Rp 9,2 M P 2 201 No Model Strategi Pemain Keuntungan Biaya Hasil PayoffP II Model Strategi Penegakkan Hukum dan Kemampuan Pengawasan Strategi H

1. Pemerintah

• Rp. 1,464 Trilyun • Rp. 712 M • Rp. 1,01 Trilyun • Rp. 9,714 M • Rp. 3,782 M Total : 3,199 T • Rp. 10 M • Rp. 1,8 Trilyun • Rp. 312 M • Rp. 45 M • Rp. 90 M • Rp. 9,5 M • Rp 89 M • Rp.267 M Total: 2,622 T Rp. 576,9 M P 3

2. Pengusaha

• Rp. 122 M • Rp. 22,250 M • Rp. 7,776 M Total : 152,03 M • Rp. 30 M • Rp. 9 M • Rp. 135 M • Rp. 3 M Total : 177 M Rp.24,97 M P 4 Sumber : Hasil Analisis Berdasarkan Tabel 72 dapat disimpulkan, apabila model strategi yang diterapkan adalah strategi sistem pembebanan biaya VMS strategi B, maka estimasi hasil atau Payoff bagi pemerintah P 1 adalah sebesar Rp. 845 M, dan Payoff bagi pengusaha P 2 adalah sebesar Rp.9,2 M.. Apabila strategi penegakan hukum strategi H yang diterapkan, maka estimasi hasil atau Payoff yang diperoleh pemerintah P 3 adalah Rp. 576,9 M, sedangkan bagi pengusaha P 4 mengalami kerugian sebesar - Rp. 24,97 M. Untuk menentukan pilihan model penerapan strategi VMS yang sama sama memberikan manfaat yang paling besar bagi kepentingan penerapan kebijakan VMS saat ini baik bagi pemerintah maupun pengusaha, maka estimasi hasil masing-masing strategi penerapan VMS tersebut dianalisis melalui “Game Theory ”, seperti yang disajikan pada Tabel 73 tentang matrik Game Theory berikut ini : 202 Tabel 73 Matrik Game Theory PIHAK PENGUSAHA Strategi Penegakkan Hukum dan Kemampuan Pengawasan Strategi Sistem Pembebanan Biaya Strategi Penegakkan Hukum dan Kemampuan Pengawasan A 576,9 M , - 24,97 M P 3 , P 4 B 576,9 M, 9,2 M P 3 , P 2 PIHAK PEMERINTAH Strategi Sistem Pembebanan Biaya C 845M, - 24,97 M P 1 , P 4 D 845M , 9,2 M P 1 , P 2 Sumber : Hasil Analisis Berdasarkan analisis “Game Theory” terhadap dua strategi penerapan VMS yang berbeda antara pemerintah dan pengusaha seperti yang disajikan pada Tabel 73, maka dihasilkan beberapa penilaian untuk masing-masing pilihan strategi yang diperlukan sebagai pertimbangan untuk menentukan pilihan model penerapan strategi VMS mana yang saat ini paling mungkin dilakukan untuk mendukung penerapan kebijakan VMS serta menentukan alternatif model strategi ke depan, yaitu sebagai berikut: 1. Apabila strategi penegakkan hukum dan peningkatan kemampuan pengawasan dipilih P 3 , P 4 dan diterapkan saat ini sebagai strategi penerapan VMS, maka akibat yang muncul terhadap Pemerintah dan Pengusaha adalah : a. Bagi Pemerintah DKP: Pemerintah memperoleh manfaat atau hasil yang diestimasi potensi nilai rupiahnya adalah sebesar Rp.576,9 M, namun ada beberapa konsekuensi 203 yang harus dilakukan pemerintah untuk menerapkan strategi ini, antara lain : 1 Pemerintah atau lembaga pengelola VMS dituntut meningkatkan kemampuan teknologi pengawasan agar mampu mendeteksi setiap pelanggaran secara cepat “Online”, sehingga memerlukan biaya yang cukup besar. 2 Pemerintah harus melengkapi armada kapal patroli yang mampu mengawasi area pengawasan wilayah laut sebanyak 89 buah, baik kapal patroli untuk wilayah ZEE, maupun wilayah teritorial, diperkirakan memerlukan biaya sekitar 50 Milyar. 3 Pemerintah harus mengeluarkan biaya perawatan kapal patroli dan biaya operasional pengawasan untuk kegiatan patroli. 4 Pemerintah perlu memenuhi syarat jumlah tenaga pengawas atau PPNS sebanyak 5000 personil, hal ini juga akan menambah biaya untuk membayar gaji per bulan. 5 Kebijakan penerapan VMS akan mengalami kesulitan karena masih terjadi pelanggaran-pelanggaran dan penolakan. b. Bagi Pengusaha : Hasil estimasi perolehan bagi pengusaha ternyata negatif dimana pengusaha diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp. 24,97 M, hal ini disebabkan beberapa konsekuensi biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha, antara lain : 1 Pengusaha harus membayar atau membeli transmitter untuk dipasang di kapal dengan harga kira-kira 20 juta rupiah. 2 Pengusaha harus membayar airtime sebesar 6 juta pertahun, harga ini adalah harga subsidi. 3 Beban pungutan secara tiba-tiba bertambah, selama ini beban pungutan PPP dan PHP untuk kapal ukuran 100GT adalah 40 juta per tahun. 204 4 Kondisi di atas menyebabkan pengusaha tidak tertarik mengikuti kebijakan penerapan VMS, apalagi setelah harga BBM naik, para pemilik kapal atau pengusaha semakin mengalami kesulitan. 2. Apabila strategi sistem pembebanan biaya VMS yang meringankan pihak pengusaha dipilih P 1 dan P 2 dan diterapkan saat ini, maka akibat yang ditimbulkan baik bagi pemerintah maupun pengusaha adalah sebagai berikut: a. Pihak Pemerintah Pemerintah memperoleh manfaat atau hasil yang diestimasi potensi nilai rupiahnya adalah sebesar Rp 845 M, hal ini disebabkan beberapa kelebihan strategi ini bagi pemerintah, antara lain : 1 Pemerintah tidak perlu sekaligus mengeluarkan biaya untuk meningkatkan kemampuan pengawasan teknologi VMS, pengembangan Regional Centre, penambahan armada kapal patroli, penambahan tenaga pengawasPPNS, tapi dilakukan secara bertahap. 2 Pemerintah dapat meneruskan kebijakan penerapan VMS dan secara bertahap melakukan penyempurnaan secara fokus terhadap 1.500 transmitter yang sedang dioperasikan dan merencanakan kebijakan yang sesuai untuk penerapan VMS ke depan. 3 Pemerintah perlu mengeluarkan dana untuk mensubsidi biaya air time ataupun alat VMS. 4 Pemerintah dapat melakukan fungsi pengawasan dan pemantauan terhadap kapal penangkap ikan b. Pihak Pengusaha Hasil estimasi perolehan bagi pengusaha ternyata positif dimana pengusaha diperkirakan mendapatkan nilai manfaat sebesar Rp. 9,2 M, manfaat ini bagi pengusaha dapat dinilai lebih baik dibandingkan penerapan startegi H, hal ini disebabkan beberapa hal sebagai berikut : 205 1 Pengusaha memperoleh keringanan berupa fasilitas gratis untuk alat transmitter dan biaya airtime, atau gratis alatnya tapi airtimenya bayar, atau hanya membayar sebagian saja. 2 Sebagian pengusaha yang menolak, secara perlahan akan tertarik mengikuti kebijakan ini dan bersedia dipasang transmitter. 3 Melalui fasilitas Website yang diberikan, pengusaha dapat secara mudah ikut memonitor keberadaan armada kapal penangkap ikan mereka masing-masing. 3. Apabila masing-masing strategi tersebut diterapkan secara bersama-sama, artinya pilihan penerapan strategi penegakan hukum dijalankan namun kepada pengusaha diberlakukan penerapan strategi sistem pembebanan biaya yang meringankan pengusaha kotak C dan B. Akibat yang muncul bagi kedua pihak adalah : a. Bagi pemerintah akan mendapatkan hasil yang maksimal, sementara kerugian pengusaha juga maksimal permainan di kotak C. b. Sedangkan di kotak permainan B, pendapatan bagi pemerintah tidak optimal, walaupun bagi pengusaha cukup menarik karena masih terdapat nilai keuntungan bagi pengusaha walaupun kecil. Dari hasil analisis ”Game Theory” dan analisis perbandingan terhadap beberapa pilihan model strategi penerapan VMS, maka dapat disimpulkan bahwa kotak permainan D P 1 , P 2 atau pilihan strategi sistem pembebanan biaya VMS adalah yang paling menguntungkan kedua belah pihak. Pihak pemerintah mendapatkan hasil yang maksimal Rp. 845 M dan pihak pengusaha masih memiliki potensi manfaat sebesar Rp9,2 M, sehingga direkomendasikan pada tahap sekarang model yang paling sesuai adalah model sistem pembebanan biaya VMS yang meringankan pengusaha. Model Game Theory yang digambarkan pada Tabel 73 dalam konsep teori permainan dapat digolongkan bersifat Non Zero Sum Games. Dalam game yang bersifat Non Zero Sum Game maka tidak selalu benar bahwa perolehan hasil dari pemain satu harus sama dengan kehilangan kerugian dari pemain lainnya, bisa terjadi kedua pemain sama-sama untung atau sama-sama kehilangan 206 Mclaughlin : 1979. Dari hasil atau payoff masing-masing kotak permainan A, B, C dan D dapat diketahui bahwa hasil kotak permainan D dengan pilihan strategi sistem pembebanan biaya strategi B memberikan hasil yang paling menguntungkan secara maksimal bagi kedua belah pihak. Apabila kemampuan teknologi VMS semakin memberikan manfaat bagi pengusaha dan insentif disediakan oleh pemerintah, model strategi penerapan VMS dapat diubah menjadi model pembiayaan yang seimbang antara pemerintah dan pengusaha. Bagi pengusaha atau pemilik kapal strategi sistem pembebanan biaya VMS dengan model atau pola pembebanan biaya VMS yang meringankan dan bertahap dapat memberikan motivasi dan mendorong para pengusaha penangkapan ikan menerima dan bersedia ikut berpartisipasi dalam program VMS. Walaupun bagi pemerintah model strategi pembebanan biaya VMS yang meringankan pengusaha akan berakibat pada bertambahnya biaya penyelenggaraan VMS yang harus ditanggung Pemerintah, namun dipihak lain pemerintah mampu mendorong seluruh pengusaha penangkapan ikan yang berukuran 100 GT ke atas untuk ikut program VMS, apalagi dalam UU 31 tentang Perikanan telah diamanatkan bahwa Pemerintah wajib menyediakan sarana dan prasarana pengawasan kapal penangkap ikan. Keuntungan lain bagi pemerintah adalah, dengan banyaknya pengusaha atau pemilik kapal ikut program VMS, maka pemerintah dapat melakukan fungsi pengawasan sumberdaya ikan dengan lebih optimal, sehingga pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Indonesia dapat lebih efektif. Sesuai dengan adanya peningkatan kesadaran para pengusaha dan makin terasa manfaat penerapan VMS bagi mereka, maka pemerintah dapat merubah strategi sistem pembebanan biaya VMS dengan pola atau model pembebanan biaya yang lebih meringankan pemerintah. Penerapan model strategi pembebanan biaya VMS yang meringankan pengusaha tidak dilakukan selamanya, tapi dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan teknologi VMS dan manfaat yang dirasakan. Adapun tahapan yang diusulkan adalah sebagai berikut : 207 1 Tahap I Pada tahap ini diterapkan sistem pembebanan biaya VMS yang paling meringankan buat Pengusaha, dimana dari empat komponen biaya VMS yang harus ditanggung biaya transmitter, biaya airtime, biaya pasang transmitter dan biaya pengelolaan, maka pengusaha kapal lokal hanya menanggung biaya airtime, sedangkan transmitter diperoleh dengan cara sewa. Untuk kapal asing diwajibkan membayar seluruh beban biaya yang ditetapkan pemerintah. Tabel 74 menggambarkan Pembebanan Biaya VMS tahap I Tabel 74 Pembebanan Biaya VMS tahap I Kapal Lokal Jenis Biaya Kapal Asing 200 GT 100-200 GT 50-100 GT Transmitter Beli Sewa subsidi Sewa Sewa Airtime Bayar Bayar Bayar Gratis Biaya Pasang Transmitter Bayar Gratis Gratis Gratis Biaya Pengelolaan Bayar Gratis Gratis Gratis Sumber : Hasil Analisis 2 Tahap II Berbeda dengan Sistem Pembebanan Biaya VMS pada tahap I, maka pada tahap kedua ini, seiring dengan meningkatnya kesadaran para pengusaha dan semakin meningkatnya manfaat penerapan VMS bagi pengusaha, maka pemerintah dapat menerapkan sistem pembebanan Biaya VMS dengan model seimbang, artinya semua biaya penyelenggaraan VMS yang langsung dilakukan oleh pengusaha harus menjadi beban pengusaha seperti biaya alat transmitter dan biaya airtime. Sedangkan biaya biaya yang menjadi tanggungan pemerintah menjadi beban APBN seperti biaya pemasangan alat Transmitter dan biaya pengelolaan VMS. Tabel 75 berikut menggambarkan Pembebanan Biaya VMS tahap II. 208 Tabel 75 Pembebanan Biaya VMS Tahap II Kapal Lokal Jenis Biaya Kapal Asing 200 GT 100-200 GT 50-100 GT Transmitter Beli Beli Beli Beli Airtime Bayar Bayar Bayar Bayar Biaya Pasang Transmitter Bayar Gratis Gratis Gratis Biaya Pengelolaan Bayar Gratis Gratis Gratis Sumber : Hasil Analisis 3 Tahap III Tahap III ini bersifat jangka panjang dan merupakan model strategi penerapan VMS yang mengkombinasikan strategi penegakan hukum dan strategi sistem pembebanan biaya, artinya kebijakan VMS diterapkan secara tegas dan bagi yang melanggar dikenakan sanksi yang tegas pula. Pihak pengusaha dikenakan beban biaya VMS terhadap biaya biaya yang langsung mereka gunakan seperti biaya airtime dan biaya transmitter. Sedangkan pemerintah menanggung beban biaya pemasangan transmitter dan biaya pengelolaan VMS. Penerapan-penerapan tahap III melalui strategi kombinasi bagi penerapan kebijakan VMS ini dapat berjalan dengan efektif apabila memenuhi beberapa persyaratan berikut: 1 Kemampuan teknologi VMS sudah efektif dan infrastruktur pendukung juga sudah memadai termasuk sistem radar dan armada patroli yang mampu menjangkau seluruh wilayah perairan laut Indonesia. 2 Penetapan kewajiban pemasangan trasmitter bagi kapal ukuran tertentu dengan alat tangkap tertentu. Pengusaha di bebaskan memilih atau membeli sendiri alat transmitter-nya asalkan secara teknologi dapat diintegrasikan dengan sistem VMS DKP. 3 Pungutan biaya VMS diintegrasikan ke dalam biaya perizinan. 4 Pengurusan izin, perpanjangan atau pembaharuan izin harus diintegrasikan dengan pendaftaran VMS sebagai syarat. 209 5 Pemberian insentif yang menarik bagi pengusaha yang disiplin dan taat menerapkan kebijakan VMS. Kebijakan penerapan VMS bertujuan agar pelanggaran penangkapan ikan dapat dicegah dan kelestarisn sumberdaya ikan dapat terjaga. Apabila diasumsikan penerapan kebijakan VMS di Indonesia sudah berjalan efektif dan kemampuan teknologi VMS sudah berfungsi secara optimal, maka manfaat VMS dalam menyelamatkan kerugian negara menjadi sangat penting. Dukungan yang menjadi syarat utama keberhasilan VMS dalam menyelamatkan kerugian negara antara lain adalah : 1 Kemampuan kapal patroli yang memenuhi kebutuhan pengawasan sampai ke ZEE, 2 Kebutuhan tenaga pengawas telah terpenuhi, 3 Kelembagaan pengawasan telah tersedia di setiap pelabuhan pangkalan lengkap dengan sistem pengawasan software dan perangkat kerasnya yang dapat diintegrasikan ke Pusdal DKP, 4 Kelengkapan peralatan yang dibutuhkan aparat pengawasan telah tersedia dan 5 Didukung sistem radar yang mampu mendeteksi kapal ilegal yang melakukan penangkapan ikan di wilayah penangkapan tertentu.yang maksimal. Kebijakan penerapan VMS dengan asumsi seperti di atas dapat menghasilkan penyelamatan uang negara akibat praktik pelanggaran yang dilakukan oleh kapal penangkap ikan selama ini. Estimasi jumlah kerugian Negara yang dapat diselamatkan dihitung melalui beberapa sumber adalah Rp. 36.101.911.180.000 tiga puluh enam trilyun, seratus satu milyar, sembilan ratus sebelas juta seratus delapan puluh ribu rupiah. Adapun rincian potensi kerugian negara yang dapat diselamatkan setiap tahun disajikan pada Tabel 76 berikut ini: 210 Tabel 76 Estimasi Perhitungan Kerugian Negara Yang Dapat Diselamatkan Dengan Teknologi VMS. NO KOMPONEN PELANGGARAN YANG DISELAMATKAN ESTIMASI NILAI Rp. SUMBER DATA I Kapal Penangkap Ikan Resmi : 1. Kapal Lokal : a. Pelanggaran Transhipment b. Masa berlaku izin habis 2. Kapal Asing : a. Kerugian dari Transhipment b. Masa berlaku Izin habis c. Pelanggaran wilayah tangkap 7.369.200.000.000 18.423.000.000 1.633.140.000.000 31.029.660.000 5.202.846.000.000 1. Laporan Tahunan Ditjen P2SDKP 2004 2. Laporan Kegiatan Tahun 2005 Ditjen P2SDKP 3. Siaran Pers Ditjen P2SDKP tanggal 21 Pebruari 2006 4. Laporan Gelar Operasi Pengawasan II Kapal Penangkap Ikan Illegal 1. Kapal Lokal ilegal a. Nilai hasil tangkapan b. PPP dan PHP c. Kebutuhan air tawar dan es d. Nilai kapal sitaan 2. Kapal asing ilegal a. Nilai hasil tangkapan b. Tarif Pungutan c. Kebutuhan air tawar dan es d. Nilai iuran ABK e. Harga kapal sitaan 14.400.000.000.000 275.400.000.000 54.600.000.000 3.600.000.000.000 2.613.024.000.000 62.059.320.000 25.000.000.000 43.189.200.000 774.000.000.000 1. Laporan Kompas 5 Agustus 2004 2. Laporan Suara Pembaruan April 2005 3. Laporan Gelar Operasi Pengawasan 4. Laporan Kegiatan Tahun 2005 Ditjen P2SDKP 5. Hasil operasi pengawasan di laut Sulawesi dan Maluku 18 Agustus – 6 September 2004 6. Hasil operasi pengawasan penangkapan ikan dan udang di Arafura 24 September-11 Oktober 2004 7. Hasil operasi pengawasan di samudera pasifik23 Sept-12 Okt 2004 Total Nilai 36.101.911.180.000 Sumber : Hasil Analisis Perhitungan masing-masing komponen dapat dilihat pada lampiran 7 Sumber data dalam melakukan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 6 dan 7 211 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka berikut ini disampaikan kesimpulan penelitian dalam menjawab perumusan masalah penelitian, yaitu: 1 Melalui beberapa indikator evaluasi terhadap kebijakan penerapan VMS menunjukkan adanya beberapa kelemahan dan kendala, hal ini menyebabkan penerapan VMS di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil atau belum efektif. 2 Jika dilihat dari target atau sasaran program VMS yang mengutamakan jenis kapal ikan dengan alat tangkap Pukat Ikan dan Pukat Udang, maka dari sekitar 465 kapal ikan yang terdaftar dan jenis alat tangkapnya pukat ikan baru sekitar 68 kapal ikan saja yang ikut VMS dan dari sekitar 302 kapal Pukat Udang yang ikut program VMS hanya 109 kapal. 3 Masih terdapat perbedaan persepsi antara sebagian pengusaha dan Pemerintah DKP terhadap Kebijakan Penerapan VMS. Sebagian pengusaha berpendapat kebijakan penerapan VMS tidak bermanfaat dan justru merugikan. 4 Setelah dilakukan analisis AHP, ternyata terdapat pilihan prioritas model strategi yang berbeda bagi pengusaha dan Pemerintah. 5 Prioritas model Strategi yang paling sesuai bagi Pengusaha dari segi manfaat dan biaya adalah Strategi Sistem Pembebanan Biaya VMS, dengan nilai skor paling tinggi dibanding dua strategi lainnya 3,9636, dan Strategi yang paling sesuai bagi Pemerintah adalah Strategi Penegakan Hukum dan Kemampuan Pengawasan skor 0,5663. 6 Hasil analisis ”Game Theory” menunjukkan bahwa Strategi Sistem Pembebanan Biaya VMS memberikan hasil yang maksimal bagi pemerintah dan pengeluaran biaya yang minimal bagi pengusaha 7 Model strategi penerapan kebijakan VMS yang cenderung tegas dengan mewajibkan semua kapal di luar 1.500 kapal program tahun 2003, untuk saat ini belum tepat dan tidak efektif, karena kemampuan pengawasan dan 212 infrastruktur pendukung belum siap secara maksimal sehingga peluang terjadinya ketidakpatuhan sangat tinggi. 8 Berdasarkan asumsi bahwa penerapan kebijakan VMS di Indonesia sudah berjalan efektif dan kemampuan teknologi VMS sudah berfungsi secara optimal dengan didukung infrastruktur yang handal, maka estimasi kerugian negara yang dapat diselamatkan dari penangkapan ikan yang melanggar berdasarkan data tahun 2004—2006 adalah Rp. 36.101.911.180.000,00 tiga puluh enam trilyun seratus satu milyar sembilan ratus sebelas juta seratus delapan puluh ribu rupiah.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas, maka beberapa saran yang dapat disampaikan berkenaan dengan penelitian ini, yaitu: 1 Model Strategi Pembebanan Biaya VMS yang memungkinkan saat ini adalah strategi yang meringankan beban pengusaha, sesuai amanat UU No. 31 tentang Perikanan, pada Pasal 68 yang menyatakan bahwa pemerintah mengadakan sarana dan prasarana pengawasan perikanan terutama kapal lokal, dengan tahapan sebagai berikut sebagai berikut : 1 Tahap I Strategi penerapan VMS melalui Pembebanan Biaya VMS tahap I, dimana komponen biaya sistem, pelayanan data dan alat VMS Transmitter menjadi beban pemerintah, sementara pengusaha lokal hanya menanggung biaya airtime sesuai pemakaian. Sedangkan untuk kapal asing diterapkan model pembebanan yang sesuai dengan komponen biaya VMS yang harus mereka bayar. 2 Tahap II Strategi penerapan VMS melalui Pembebanan Biaya VMS tahap II, dimana komponen biaya sistem dan pelayanan data menjadi beban pemerintah, sementara peralatan Transmitter dan Airtime ditanggung pengusaha kapal lokal, sedangkan untuk kapal asing diterapkan model pembebanan yang sesuai dengan komponen biaya VMS yang harus dibayar.