Peraturan Hukum dan Kebijakan Internal

143 kewenangan dalam pengambilan keputusan. Untuk itu diperlukan lembaga integrator sebagai pengelola sistem VMS yang berada di bawah menteri dan mampu mengkoordinasikan semua lembaga internal PSDKP, BRKP dan DJPT mapun eksternal TNI AL, POLAIRUT, dan Kejaksaan yang terkait dengan sistem VMS. Identifikasi lainnya seperti yang diungkapkan di Kompas 13 Juli 2004, “Bisnis Industri Perikanan Masih Terapung-apung“ dituliskan bahwa secara lembaga TNI AL masih memiliki keterbatasan anggaran, peralatan dan personel. Kebutuhan standar dalam mengamankan laut yuridis nasional tidak kurang dari 239 KRI dan 114 pesawat udara patroli maritim, sedangkan kebutuhan minimal adalah 160 KRI dan 64 pesawat udara, namun kemampuan yang ada saat ini hanya 114 KRI dan 53 pesawat yang masih terbatas. Selain itu data yang diperoleh melalui DKP 2004 posisi kapal pengawas yang ada saat ini seperti yang tercantum pada Tabel 26. Daftar penempatan kapal pengawas lengkap dengan informasi pangkalan dan daerah operasi disajikan pada Lampiran 5. Tabel 26 Kemampuan Armada Pengawas No Kapal Pengawas Jumlah Penempatan 1 Baracuda 01 1 Ketapang Kalbar 2 Baracuda 02 1 Tanjung Pandan Babel 3 Hiu 001 1 PPS Bungus Sumbar 4 Hiu 002 1 Bitung Sulut 5 Hiu 003 1 PPS Jakarta 6 Hiu 004 1 Larantuka NTT 7 Hiu 005 1 Merauke Papua 8 Hiu 006, 007, 008 3 Sorong, Belawan, Tarakan 9 Todak 01, 02 2 Kendari, Gorontalo 10 Marlin 01-06 Speedboat 6 Bali, Mataram, Cilacap, Kotabaru, Makasar Pengadaan tahun 2003 belum beroperasi Sumber: Ditjen PSDKP, 2003 144 Dilihat dari jumlah dan kemampuan armada pengawas yang dimiliki saat ini, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 26, terlihat bahwa komposisi jumlah dan kemampuan armada pengawas yang ada saat ini masih jauh dari yang diharapkan dalam mengawasi wilayah laut Indonesia yang demikian luas. Sehingga kondisi menunjukan sangat memprihatinkan dan kemampuan yang dimiliki sangat lemah untuk mengoptimalkan sistem pengawasan perairan laut Indonesia. Apabila dibandingkan dengan Malaysia yang luas wilayah lautnya lebih kecil dengan Indonesia tetapi memiliki armada kapal pengawas yang lebih banyak. Sistem MCS di Malaysia didukung oleh kemampuan surveillance 85 unit kapal dari berbagai ukuran yang tersebar di 26 pangkalan di seluruh Malaysia, termasuk Sabah dan Sarawak Demikian halnya untuk kondisi sumber daya manusia, saat ini jumlah pegawai PPNS sebanyak 554 pegawai sedangkan untuk WASDI sebanyak 124 pegawai. Jumlah sumber daya yang ada saat ini pun masih jauh dari apa yang diharapkan dalam sistem pengawasan kapal penangkap ikan. Namun demikian usaha dari DKP untuk menetapkan target jumlah dan kemampuan sumber daya tersebut untuk terus ditambah, dimana DKP mengharapkan tambahan 120 pegawai dalam setiap tahunnya. Kondisi tersebut merupakan kelemahan secara lembaga yang berpengaruh pada penerapan model VMS dalam sistem pengawasan kapal ikan.

5.2.2.3 Aspek Teknologi VMS

Secara teknologi, VMS merupakan salah satu teknologi monitoring yang memiliki kehandalan dalam melakukan fungsi pengawasan dan pemantauan kapal penangkap ikan, melalui sistem satelit, akan mudah mengetahui posisi kapal. Posisi kapal dapat dipantau dengan menggunakan jasa satelit navigasi Global Positioning System GPS ataupun satelit lain yang berfungsi untuk menentukan lokasi dengan menempatkan penerima sinyal di kapal. Sesuai dengan tujuannya, seperti yang tertuang di dalam Kepmen Nomor 29 Tahun 2003, tujuan dari penyelenggaraan sistem pemantauan kapal perikanan melalui teknologi VMS adalah: 145 1 Meningkatkan pengelolaan sumber daya ikan melalui pengendalian dan pemantauan terhadap kapal perikanan. 2 Meningkatkan pengelolaan usaha perikanan yang dilakukan oleh perusahaan perikanan. 3 Meningkatkan ketaatan kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan danatau pengangkutan ikan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4 Memperoleh data dan informasi tentang kegiatan kapal perikanan dalam rangka pengelolaan sumber daya ikan secara lestari dan berkelanjutan. Dilihat dari kemampuannya, teknologi VMS memiliki kemampuan sebagai berikut: 1 Kemampuan dalam monitoring gerak kapal yang menyangkut sebagai berikut: 1 Posisi 2 Kecepatan 3 Jalur lintasan tracking 4 Waktu terjadinya pelanggaran, dalam hal terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh kapal ikan maka beberapa aspek yang dapat diindikasikan yaitu: penyalahgunaan alat tangkap, pelanggaran wilayah tangkap, kemungkinan transhipment, ketaatan dalam penggunaan Tx dan Keypad , ketaatan di titik laporpelabuhan. 5 Keamanan pelayaran 6 Membantu memberikan informasi posisi kapal dalam beberapa kasus kejahatan di laut seperti kehilangan kontak, pembajakan dan kecelakaan; 7 Manajemen sumber daya ikan a Mengetahui dengan lebih nyata di lapangan usaha penangkapan yang dilakukan di perairan mana saja, intensitasnya berapa, sehingga perkiraan sumber daya yang telah dimanfaatkan dapat diketahui; b Dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan berkaitan dengan pengelolaan sumber daya ikan;