Game Theory Analysis Pengolahan dan Analisis Data

58 kriminal Molly dan Knuckles yang akan mendapat putusan hukuman masuk penjara. Jaksa Wilayah mewawancarai mereka secara terpisah dengan kesepakatan sebagai berikut : Bukti sudah cukup untuk memenjarakan pasangan tersebut selama 1 tahun, namun ada kesepakatan lain, yaitu : Jika Molly mengaku, maka dia akan mendapat hukuman 3 bulan penjara, sedangkan pasangannya mendapat 10 tahun, dan jika mereka berdua mengaku akan mendapatkan masing masing 5 tahun penjara. Apa yang harus dilakukan Molly?, haruskah ia mengaku dan berharap mendapatkan hukuman yang pendek?, andaikan dia tidak mengaku sedangkan pasangannya mengaku, akibatnya Molly akan mendapat hukuman 10 tahun. Dari contoh ini dapat disimpulkan yang terbaik dalam situsi ini bagi Molly adalah memilih untuk mengaku dan mendapatkan hukuman 5 tahun daripada hukuman 10 tahun. MOLLY Mengaku Tidak Mengaku Mengaku A 5 Tahun 5 Tahun B 10 Tahun 3 Bulan KNUCKLES Tidak Mengaku C 3 Bulan 10 Tahun D 1 Tahun 1 Tahun Gambar 10 Contoh Penerapan Game Theory Pada Kasus Dilema Orang Hukuman. Hal yang penting disimpulkan dalam contoh permainan ini adalah jika kedua orang hukuman bertindak egois dengan memilih ”Mengaku”, maka mereka berdua berakhir dengan masa hukuman penjara yang lama. Hanya jika mereka 59 berdua bertindak secara kolusif mereka berakhir dengan masa hukuman penjara yang pendek. Gambar 10 merupakan contoh Analisa Game Theory dari kasus ”Dilema Orang Hukuman”. Berdasarkan contoh di atas, dapat dijelaskan apabila masing-masing pihak mementingkan diri sendiri dan tidak peduli dengan apapun yang dilakukan pihak lain maka hasil yang dicapai menjadi tidak sesuai harapan. Hanya dengan kooperasi atau kerjasama yang baik, kedua pihak dapat mencapai tujuan sesuai harapan. Analisis dengan model game theory merupakan pilihan rasional dalam situasi kompetitif dalam memilih metode penerapan model VMS. Dalam analisis game theory ini adalah para pembuat keputusan terlibat dalam pilihan yang saling bergantung. ”Pemain” harus menyesuaikan tingkah lakunya untuk menggambarkan keinginan, kemampuan dan pengharapan mereka tentang apa yang orang lain akan lakukan. ”Pemain” dalam hal ini adalah pemerintah dan pengusaha kapal. Game theory merupakan suatu model yang abstrak dan deduktif dari pembuatan kebijakan. Tidak menjelaskan bagaimana orang tersebut sebenarnya membuat keputusan, tetapi lebih pada bagaimana mereka membuat keputusan dalam situasi kompetitif. Sehingga, game theory merupakan suatu bentuk yang rasional, tetapi diaplikasikan dalam situasi yang kompetitif dimana hasilnya tergantung pada yang dilakukan dua atau lebih partisipan. Kunci konsep dalam game theory ini adalah strategi. Game theory menggunakan terminologi ”minimax” untuk menunjukkan strategi rasional. Selain itu, game theory mencakup ide yang sangat kompleks dan sederhana. Game theory lebih sering diajukan sebagai suatu alat analisis oleh para ilmu sosial daripada sebagai suatu petunjuk praktis untuk membuat keputusan oleh para pembuat keputusan. Teori Permainan dapat bersifat “Zero – Sum Game”s dan dapat pula bersifat ”Non Zero Sum Games”. Dalam game yang bersifat Non Zero Sum Game maka tidak selalu benar bahwa perolehan hasil dari pemain satu harus sama dengan kehilangan kerugian dari pemain lainnya, bias terjadi kedua pemain sama sama untung atau sama sama kehilangan Mclaughlin : 1979 60 Untuk kasus perbedaan persepsi antara pemerintah dengan pengusaha dalam penerapan kebijakan VMS, seperti yang diasumsikan dalam studi ini, penggunaan game theory dimaksudkan untuk mencari model strategi penerapan VMS apa yang memberikan perolehan hasil yang memungkinkan untuk diterapkan saat ini dan memberikan manfaat baik bagi pemerintah maupun pengusaha. 61 4 GAMBARAN UMUM SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN VESSEL MONITORING SYSTEM VMS DI INDONESIA

4.1 Kebijakan Sistem Pemantauan Kapal Ikan VMS

Berdasarkan buku petunjuk pemasangan transmitter dan penggunaan Website VMS yang diterbitkan oleh Direktorat Sarana dan Prasarana Pengawasan P2SDKP, edisi I tahun 2005, disebutkan bahwa sistem pemantauan kapal perikanan di Indonesia adalah pemantauan terhadap kegiatan atau aktivitas kapal ikan berdasarkan posisi kapal yang terpantau dimonitor VMS di Pusat Pemantauan FMC di Jakarta atau di daerah, yaitu di RMC-Batam dan di RMC- Ambon terpantaunya posisi kapal karena transmitter yang dipasang di kapal memancarkan data posisi kapal ke satelit, kemudian diolah di Processing Centre dan disampaikan ke Pusat Pemantauan FMC Ditjen P2SDKP Departemen Kelautan dan Perikanan RI di Jakarta. Pembangunan Vessel Monitoring System VMS di Departemen Kelautan dan Perikanan merupakan kerjasama antara Bagian Proyek Peningkatan Sarana dan Prasarana Pengawasan PSP Departemen Kelautan dan Perikanan RI dengan Collecte Locatisation Satellites CLS France dengan Kontrak No. PL.343PSKP-PSPSPPKXII2002, yang ditandatangani tanggal 30 Desember 2002. Tahap awal pembangunan Vessel Monitoring System VMS di Indonesia diawali dengan adanya bantua softloan dari pemerintah Perancis ke pemerintah Indonesia sebesar 9.365.347 sembilan juta tiga ratus enam puluh lima ribu tiga ratus empat puluh tujuh Euro, yang merupakan realisasi dari Financial Protocol tanggal 11 Februari 2002. Dana ini merupakan pinjaman lunak untuk masa pembayaran 20 tahun termasuk grace period 5 lima tahun, dengan interest rate 2,35 per tahun Mulai berlakunya secara resmi penerapan VMS di Indonesia adalah sejak ditandatanganinya dasar hukum berupa Kepmen No. 29MEN2003 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan pada tanggal 12 Agustus 62 2003. Sebelumnya tidak ada satupun peraturan yang secara langsung dan rinci mengatur tentang penerapan VMS. Hanya ada dua Kepmen Kelautan dan Perikanan yang pada pasal tertentu menyinggung kewajiban memakai transmitter yaitu Kepmen No. 60MEN2001 tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan di ZEEI dan Kepmen No. 10MEN2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Hasil wawancara penulis dengan Professor Martin Tsamenyi, Director Centre For Maritime Policy , University of Wollongong pada tanggal 27 juni 2003 ketika berkunjung ke Indonesia dalam acara konsultasi “Legal Framework VMS” di Departemen Kelautan dan Perikanan RI, serta komunikasi melalui e-mail martin_tsamenyiuow.edu.au diperoleh kesimpulan bahwa walaupun terdapat banyak sekali peraturan yang mengatur tentang perikanan di Indonesia, tapi tidak satupun dari peraturan tersebut yang secara khususspesial mengatur tentang VMS, sehingga Indonesia membutuhkan peraturan baru untuk dapat menerapkan VMS secara efektif. Dasar hukum yang paling berhubungan dengan pelaksanaan VMS di Indonesia, antara lain adalah : 1 Dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.60MEN2001 tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia disebutkan bahwa kapal perikanan yang diperoleh dengan cara usaha patungan, beli angsur atau lisensi, wajib memasang transmitter untuk kepentingan sistem pemantauan kapal Vessel Monitoring System VMS. 2 Demikian pula halnya dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10MEN2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan Bab XI Pasal 65 yang menetapkan bahwa setiap kapal perikanan wajib memasang transmitter untuk pemasangan sistem pemantauan kapal Vessel Monitoring System . 3 Dan yang paling berkaitan langsung dengan pelaksanaan VMS di Indonesia adalah Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 29MEN2003 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan, yang ditandatangani dan disahkan pada bulan Agustus 2003.