Latar Belakang Analisis kelayakan finansial usahatani gambir di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sudah lama dikenal sebagai negara agraris yang kaya akan keanekaragaman hayati. Sebagai negara agraris, pertanian merupakan merupakan sektor unggulan yang mampu menopang dan menggerakkan roda perekonomian. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pesatnya kemajuan teknologi, peranan sektor pertanian menjadi semakin dominan baik untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia maupun bahan baku industri. Akan tetapi, pengembangan sektor pertanian yang mempunyai keunggulan komparatif sekaligus kompetitif tersebut selalu dihadapkan pada masalah ketidakpastian hasil dan resiko yang cukup besar. Contohnya adalah produksi dan harga dari setiap usahatani yang selalu berfluktuasi, artinya bahwa usahatani merupakan usaha ekonomi yang sangat peka terhadap insentif ekonomi. Insentif ekonomi tersebut tersalur secara langsung melalui harga produksi dan harga faktor produksi. Salah satu komoditas yang mempunyai resiko dan ketidakpastian hasil adalah Gambir Uncaria gambir roxb. Padahal Gambir adalah salah satu komoditas perkebunan rakyat yang ditujukan untuk ekspor. Tanaman Gambir termasuk famili Rubiaceae, nama-nama lain dari tanaman ini adalah Gambe Aceh, Gambie Minangkabau, Getah Gambir Palembang, serta Gembiisu Jepang. Bagian yang diambil dari tanaman ini adalah getahnya yang berasal dari daun dan batang muda yang mengandung tannins dan catechins untuk dijadikan komoditi yang diperdagangkan secara nasional dan internasional. Dalam perdagangan internasional, Gambir dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu Gambir mentah HS 1404.10.300SITC 299.29.130 dan Gambir yang telah diproses HS 3201.90.100SITC 532.21.910. Manfaat dari tanaman ini bukan hanya sebagai ramuan pelengkap untuk makan sirih tetapi juga sebagai bahan baku dalam berbagai industri, seperti industri farmasi, kosmetik, batik, cat, penyamak kulit, bio pestisida, hormon pertumbuhan, pigmen dan sebagai bahan campuran pelengkap makanan Nazir, 2001. Sejalan dengan berkembangnya jenis-jenis barang industri yang memerlukan bahan baku Gambir dalam teknologi yang semakin canggih, maka kebutuhan gambir dalam beberapa industri semakin meningkat. Apabila proses eksplorasi manfaat Gambir tersebut bisa optimal, maka komoditas Gambir tersebut akan menjadi salah satu penggerak perekonomian bagi masyarakat dan pada gilirannya dapat menjadi sumber penghasil devisa bagi negara. Sebagai contoh, tanaman Ginseng yang me njadi komoditas unggulan Korea Selatan, tanaman ini telah diolah menjadi berbagai produk unggulan lainnya seperti makanan, kosmetik dan obat-obatan dan sebagainya. Begitu majunya teknologi yang telah diterapkan oleh Korea Selatan dalam mengemas dan mengembangkan komoditas tersebut, sehingga menjadikan Ginseng sebagai komoditas spesifik Korea Selatan. Karena itu, Korea Selatan kemudian dikenal sebagai Negeri Ginseng. Kondisi yang sama bisa dilakukan oleh Indonesia, sebab Indonesia memiliki tanaman Gambir yang tidak dimiliki oleh negara lainnya, walaupun India lebih dahulu mematenkan komoditas tersebut, tetapi sebagian besar produk Gambir India berasal dari Indonesia Ramal Saleh, 2005. Selain itu, tanaman Gambir juga dapat dijadikan sebagai bahan baku utama perekat kayu lapis dan papan partikel. Bila gambir yang diekspor tersebut digunakan sebagai bahan baku perekat kayu lapis di dalam negeri maka baru akan memenuhi kebutuhan tiga pabrik kayu lapis yang berkapasitas 5.000-6.000 m 3 bulan. Hal ini akan masih tetap terlalu sedikit dibandingkan kebutuhan pabrik kayu lapis dan papan partikel yang ada di pulau Sumatera Wikipedia, 2003. Di negara lain juga ada produk sejenis Gambir yang ditawarkan seperti tannin dari kulit kayu Acacia mearnsii dan kayu Schinopsis balansa. Misalnya; pada tahun 1983 diproduksi 10.000 ton perekat berbasis tannin Acacia mearnsii di Afrika selatan, di New Zealand telah dimulai produksi tiap tahunnya 8.000 ton perekat berbasis tannin dari kulit kayu pinus radiata, lalu di Peru diproduksi tannin dari kulit buah Caesalpinia spinosa yang juga akan dijadikan bahan baku perekat. Walaupun begitu, prospek Gambir sebagai bahan baku perekat untuk bahan berbasis kayu atau bahan berlignosellulosa lainnya masih ada. Sebagai langkah awal, hal tersebut telah dipatenkan pada Departemen Kehakiman dan Hak azazi Manusia Republik Indonesia dengan nomor P 00200200856 Wikipedia, 2003. Gambir merupakan salah satu komoditas potensial yang dimiliki Indonesia dan memiliki peluang pasar luar negeri dan domestik yang menjanjikan. Untuk pasar ekspor, permintaan Gambir dunia cukup besar dan diperkirakan akan terus meningkat karena konsumen utamanya adalah India yang memiliki jumlah penduduk terbesar kedua di dunia. Penduduk India memiliki kebiasaan mengkonsumsi Gambir dengan cara dimakan langsung dalam bentuk biskuit bersamaan dengan minum teh serta digunakan untuk upacara-upacara adat yang frekwensinya cukup tinggi. Selain itu, permintaan Gambir dari universitas terkemuka di Amerika juga cukup tinggi, terutama untuk bahan penelitian di bidang farmasi Bank Indonesia Palembang, 2005. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa prospek Gambir untuk pasar luar negeri masih terbuka lebar. Adapun data ekspor Gambir Indonesia tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Ekspor Tanaman Gambir Indonesia Pada Tahun 2004 No Bulan Ekspor Volume ton Nilai USD 1. Januari 556,24 532.248 2. Februari 642,29 640.052 3. Maret 398,08 373.881 4. April 560,89 530.897 5. Mei 738,24 915.056 6. Juni 1.024,12 849.708 7. Juli 1.071,64 922.026 8. Agustus 1.011,39 1.290.827 9. September 4.049,23 1.241.491 10. Oktober 934,79 969.555 11. November 554,33 555.703 12. Desember 897,01 872.323 13. Total 12.438,25 9.693.767 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2005 Berdasarkan Tabel 1. dapat kita lihat bahwa pada tahun 2004 volume ekspor Gambir Indonesia mencapai 12.438,25 ton atau setara dengan US9.693.767. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2004, 90 persen Gambir dunia dipasok dari Indonesia, Sumatera Barat sendiri menyumbang 95 persen dari total produksi nasional, sehingga Sumatera Barat dijadikan barometer produksi Gambir Indonesia. Sebagian besar Gambir Indonesia diekspor ke India, Pakistan, Bangladesh, Singapura, Malaysia, Jepang dan beberapa negara Eropa lainnya. Negara India saja mengimpor sebanyak 68 persen dari jumlah produksi Gambir Indonesia atau sekitar 8.000 ton per tahunnya Wikipedia, 2003. Sedangkan untuk pasar dalam negeri, produksi Gambir ditujukan untuk memenuhi permintaan dari industri konveksi dan batik di Jawa Tengah dan Yogyakarta serta industri farmasi dan kosmetik, seperti PT. Mustika Ratu. Komoditas ini sudah sejak lama dikembangkan oleh para petani di Sumatera Barat. Sampai saat ini, Provinsi Sumatera Barat merupakan daerah penghasil komoditas Gambir terbesar di Indonesia, bahkan dunia. Tanaman Gambir di provinsi Sumatera Barat seluruhnya adalah perkebunan rakyat, adapun data luas areal dan produksi perkebunan rakyat selama lima tahun terakhir 2001 sampai dengan 2005 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Gambir Rakyat di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2001- 2005. No. Tahun Luas Areal ha Jumlah Produksi tontahun Persentase Perkembangan Luas Areal 1. 2001 16.811 10.584 - 2. 2002 18.072 11.325 7,50 3. 2003 19.427 12.340 7,50 4. 2004 19.457 13.561 0,15 5. 2005 19.943 13.832 2,50 Sumber : Kantor Dinas Perkebunan, Provinsi Sumatera Barat, 2006. Berdasarkan Tabel 2. terlihat bahwa pada tahun 2001 luas perkebunan Gambir Sumatera Barat baru sebesar 16.811 ha dengan tingkat produksi sebesar 10.584 ton. Sejak saat itu, terus terjadi peningkatan luas areal perkebunan Gambir. Kemudian, pada tahun 2005 seiring dengan semakin membaiknya harga Gambir di pasar dunia, luas areal tanaman Gambir meningkat menjadi sebesar 19.943 ha dengan tingkat produksi sebesar 13.832 ton. Selain Sumatera Barat, daerah di Indonesia yang juga menghasilkan tanaman Gambir adalah Provinsi Sumatera Selatan. Di Sumatera Selatan, tanaman Gambir hanya terdapat di Kabupaten Musi Banyuasin, tepatnya di Desa Toman Kecamatan Babat Toman. Luas areal perkebunan Gambir yang ada di wilayah tersebut pada tahun 2006 yaitu sekitar 536 ha dan seluruhnya merupakan perkebunan rakyat. Adapun data luas areal dan produksi Gambir tahun 1996 sampai dengan 2006 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Gambir Rakyat di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 1996-2006. Sumber : Kantor Dinas Perkebunan, Kabupaten Musi Banyuasin, 2007. Berdasarkan Tabel 3. terlihat bahwa pada tahun 1996 luas areal perkebunan Gambir Suma tera Selatan sebesar 534 ha dengan tingkat produksi sebesar 146 ton. Pada tahun 1997, luas areal perkebunan Gambir di daerah ini No. Tahun Luas Areal ha Jumlah Produksi tontahun Persentase Perkembangan Luas Areal 1. 1996 534 146 - 2. 1997 449 114 - 15,92 3. 1998 463 117 3,12 4. 1999 485 119 4,75 5. 2000 504 112 3,92 6. 2001 455 136.5 - 9,72 7. 2002 455 141 8. 2003 456 146 0,22 9. 2004 502 155 9,16 10. 2005 516 173 2,78 11. 2006 536 179 3,88 mengalami penurunan menjadi 449 ha dengan tingkat produksi sebesar 114 ton, hal tersebut disebabkan karena adanya konversi dari tanaman Gambir menjadi Kelapa Sawit. Namun, sejak tahun 2003 luas areal perkebunan Gambir di Sumatera Selatan terus mengalami peningkatan. Kemudian, pada tahun 2006 seiring dengan semakin membaiknya harga Gambir di pasar dunia, luas areal tanaman Gambir meningkat menjadi sebesar 536 ha dengan tingkat produksi sebesar 179 ton. Perhatian pemerintah daerah Kabupaten Musi Banyuasin terhadap usaha Gambir cukup baik, meskipun belum ditetapkan sebagai komoditi unggulan daerah yang mendapat prioritas untuk dikembangkan. Pemerintah daerah melalui Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Musi Banyuasin telah memberikan pelatihan-pelatihan dalam aspek budidaya dan pengolahan Gambir serta bantuan peralatan pengolahan Gambir yang lebih modern. Disamping itu, pemerintah daerah Kabupaten Musi Banyuasin juga telah bekerja sama dengan Universitas Sriwijaya Palembang melakukan penelitian untuk meningkatkan produksi Gambir. Meskipun demikian, sampai saat ini belum ada pihak perbankan yang mau membiayai usahatani Gambir di Desa Toman. Namun, pihak BUMN seperti PT. Pupuk Sriwijaya sudah mulai memberikan dana bergulir untuk membantu pengembangan usaha Gambir di daerah ini, meskipun nilainya masih terbatas Dinas Perkebunan Kabupaten Musi Banyuasin, 2005. Tanaman Gambir memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan di Desa Toman, sebab selain permintaannya cenderung meningkat setiap tahunnya, ketersediaan lahan untuk pengembangan tanaman Gambir di Desa Toman masih memungkinkan mengingat luas hutan sekunder yang belum diusahakan oleh masyarakat masih lebih dari 1.000 ha. Selain itu, lahan-lahan lainnya yang berada disekitar Desa Toman masih luas dan cocok untuk pengembangan tanaman Gambir. Namun untuk pengembangan lebih lanjut, diperlukan kajian-kajian mengenai tingkat kelayakan finansial usahatani Gambir serta keragaan usahatani Gambir di Desa Toman agar komoditi ini bisa menarik perhatian pemerintah daerah dan lembaga-lembaga terkait lainnya terutama lembaga perbankan sehingga pengembangannya dapat berjalan dengan baik.

1.2. Perumusan Masalah