Perumusan Masalah Analisis kelayakan finansial usahatani gambir di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan

masyarakat masih lebih dari 1.000 ha. Selain itu, lahan-lahan lainnya yang berada disekitar Desa Toman masih luas dan cocok untuk pengembangan tanaman Gambir. Namun untuk pengembangan lebih lanjut, diperlukan kajian-kajian mengenai tingkat kelayakan finansial usahatani Gambir serta keragaan usahatani Gambir di Desa Toman agar komoditi ini bisa menarik perhatian pemerintah daerah dan lembaga-lembaga terkait lainnya terutama lembaga perbankan sehingga pengembangannya dapat berjalan dengan baik.

1.2. Perumusan Masalah

Kecamatan Babat Toman yang terletak di Kabupaten Musi Banyuasin merupakan satu-satunya daerah yang menghasilkan komoditas Gambir di Provinsi Sumatera Selatan. Tanaman Gambir merupakan tanaman tradisional dan mempunyai arti penting bagi sumber ekonomi rakyat, terutama bagi petani Gambir di Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, yang telah sejak lama membudidayakan tanaman tersebut. Namun, sampai saat ini pengembangannya masih sangat terbatas mengingat belum meluasnya minat para petani untuk mengembangkan tanaman ini. Masalah utama dalam pengembangan komoditas Gambir di Kecamatan Babat Toman Kabupaten Musi Banyuasin ini adalah masih rendahnya harga yang diterima oleh petani serta masih terbatasnya tenaga kerja yang terampil dalam pengolahan Gambir. Tingkat harga Gambir sangat menentukan minat petani untuk menanam Gambir. Apabila harga Gambir sedang tinggi, pada umumnya banyak petani yang membuka lahan baru untuk menanam Gambir. Harga Gambir di tingkat pedagang pengumpul desa di Desa Toman cenderung berfluktuasi. Pada awal tahun 2002, harga rata-rata Gambir sebesar Rp. 30.000kg, kemudian pada tahun 2003 mengalami penurunan yang cukup berarti menjadi rata-rata sebesar Rp.20.000kg. namun, sejak tahun 2004 harga Gambir cenderung naik dan stabil. Pada awal tahun 2005, harga rata-rata Gambir berkisar antara Rp. 22.000kg- Rp. 25.000kg Bank Indonesia Palembang, 2005. Disamping faktor ketersediaan Gambir yang ada di tangan pedagang pengumpul desa, perkembangan harga Gambir juga dipengaruhi oleh musim karena terkait dengan mutu Gambir. Pada saat musim hujan, mutu Gambir cenderung menurun karena kadar kandungan catechine yang ada pada tanaman Gambir menurun. Sedangkan harga Gambir di tingkat petani biasanya mengikuti perkembangan harga di tingkat pedagang pengumpul desa. Pada tahun 2005 harga rata-rata Gambir di tingkat petani berkisar antara Rp. 18.000kg - Rp.21.000kg. Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, pemanfaatan tenaga kerja keluarga petani, serta pemanfaatan potensi lahan yang ada di Desa Toman, maka tanaman Gambir perlu diperkenalkan kepada petani-petani lain khususnya petani yang berada di sekitar Desa Toman serta pengusaha-pengusaha yang berminat untuk mengembangkan usahatani Gambir di Desa Toman karena peluang pasar komoditi Gambir masih terbuka luas, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor karena permintaannya setiap tahun cenderung meningkat. Selain itu, perluasan areal tanaman Gambir di Desa Toman masih memungkinkan karena luas hutan sekunder yang belum diusahakan oleh masyarakat masih lebih dari 1.000 ha. Komoditas ini juga sangat cocok untuk dikembangkan di Desa Toman karena daerah ini memiliki kondisi iklim dan tanah yang mendukung, karena tanaman ini merupakan tanaman spesifik lokasi yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi lahan dengan jenis tanah podsolik merah kuning sampai merah kecoklatan. Selain itu, pertumbuhan tanaman Gambir akan lebih baik apabila lahan tersebut tidak mudah tergenang oleh air, karena tanaman Gambir tidak tahan dengan air yang akan menggenangi perakarannya. Dalam melakukan investasi di bidang ini, modal yang diperlukan tidaklah sedikit, investasi tersebut antara lain biaya investasi dan modal kerja yang terdiri dari biaya investasi tanaman dan investasi non tanaman, serta biaya operasional yang terdiri dari biaya pemeliharaan tanaman dan biaya operasional pengolahan. Gambir termasuk tanaman perkebunan berumur panjang sebab umur ekonomis tanaman ini mencapai 10 tahun, sehingga perlu dilakukannya analisis kelayakan finansial karena usahatani Gambir ini meliputi jangka waktu yang panjang. Selain itu, perlu juga dilakuka n analisis sensitivitas untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan benefit. Dalam penelitian ini, perubahan-perubahan yang diujikan dalam analisis sensitivitas yaitu penurunan harga output dan kenaikan biaya operasional pengolahan, khususnya kayu bakar yang diperlukan sebagai bahan bakar dalam proses pengolahan Gambir, meningkatnya harga kayu bakar tersebut dikarenakan kemarau panjang pada tahun 2006 yang menyebabkan kebakaran hutan sehingga ketersediaan kayu bakar di daerah tersebut semakin langka. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana keragaan usahatani Gambir di lokasi penelitian? 2. Bagaimana kelayakan finansial usahatani Gambir di lokasi penelitian? 3. Bagaimana tingkat kepekaan sensitivitas dari usahatani Gambir apabila terjadi penurunan harga output dan kenaikan biaya operasional pengolahan?

1.3. Tujuan