Saran 1. Guna memberikan kepastian hukum, maka regulasi baru tentang

134 terhadap UU No. 20-2001 adanya regulasi baru yang menyangkut tindak pidana korupsi bagi pihak yang menerima dan memberi gratifikasi seks, sehingga makna gratifikasi dapat diperluas dan disebutkan secara eksplisit mengenai layanan seks sebagai salah satu bentuk gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b UU No. 20-2001; 4. Ketentuan Pasal 12 huruf c UU No. 20-2001, mengenai pelaporan pegawai negeri yang menerima gratifikasi dalam waktu 30 hari kerja untuk menentukan kepemilikan objek gratifikasi apakah milik negara atau milik pegawai negeri penerima gratifikasi tersebut sekaligus sebagai alasan peniadaan penuntutan pidana vervolgingsluitingsgronde, karena telah melaporkan menerima gratifikasi tersebut sangat mengganggu semangat pemberantasan tindak pidana korupsi. Oleh karenanya perlu dipertimbangkan oleh pembuat Undang-Undang, khusus untuk gratifikasi yang berbentuk layanan seks atau penyediaan wanita penghibur tidaklah masuk dalam ketentuan Pasal 12 huruf c UU No. 20-2001 tersebut, karena pada prakteknya sulit dalam pembuktiannya.

B. Saran 1. Guna memberikan kepastian hukum, maka regulasi baru tentang

arti gratifikasi seks sudah selayaknya dimasukkan dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, hal tersebut dimaksudkan agar pelaku penerima dan pemberi gratifikasi seks dapat dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi; 2. Bagi aparat penegak hukum, khususnya catur wangsa hukum sebaiknya banyak memberikan masukan terhadap keberadaan gratifikasi seks dalam praktek, sehingga keberadaan Undang- Undang Tindak Pidana Korupsi dapat menjerat pelaku tindak pidana gratifikasi seks yang pada kenyataannya dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. 135 SENARAI PEMIKIRAN Abdul Ghafur Anshori, 2006, Filsafat Hukum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Adami Chazawi, 2011, Hukum Pidana Materil dan Formil Korupsi di Indonesia , Bayu Media, Malang. Adami Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. Amir Syamsuddin, 2008, Integritas Penegak Hukum, Hakim, Jaksa, Polisi, dan Pengacara , Kompas, Jakarta. Alfitra, 2012, Hukum Pembuktian, Raih Asa Sukses. Anthon Freddy Susanto, 2005, Semiotika Hukum, Bandung. Arief Sidharta,1989, Filsafat Hukum Madzab dan Refleksinya, Remaja Karya, Bandung. Bambang Sutiyoso, 2006, Metode Pemuan Hukum, UII Press, Yogyakarta. Bernard Arief Sidharta, 1999, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung. Donald Black, 1976, The Behaviour of Law, Academic Press Inc, New York. Doni Muhardiasyah, 2010, Buku Saku Memahami Gratifikasi, KPK, Jakarta. Denis Lloyd, 1964, The Idea of Law, Penguin Books, Harmondsworth. Eddy OS Hiariej, 2008, Menyelamatkan Uang Negara Kajian Akademik Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2006, Pusat kajian Anti Korupsi Fakuiltas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Galang Asmara, 2005, Ombudsman Nasional Dalam Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia, LaskBang Pressindo, Yogyakarta. Geoffrey Sawer, 1973, Law In Sociaety, Clarendon Press, Oxford. Gunawan Setiardja, 1990, Dialektika Hukum dan Moral Dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, Kanisius, Yogyakarta. Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Nusamedia Nuansa, Bandung. H.L.A. Hart, The Consept of Law, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Henry Campbell Black, 1990, Black‟s Law Dictionary, West Publishing Co. St. Paul. Minn. Herbert L. Packer, The Limits of the Criminal Sanction, Stanford University Press, California. 136 Immanuel Kant, 2003, Groundwork of the Metaphysic of Moral 1785 sebagaimana dikutip dari H.B. Acton, Kant‟s Moral Philosophy, Macmillan and Co Ltd. 1970, versi Indonesia: Dasar-dasar Filsafat Moral: Elaborasi Terhadap Pemikiran Etika Immanuel Kant , diterjemahkan oleh Muhamad Hardani, Pustaka Eureka, Surabaya. Indriyanto Seno Adji, 2007, Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana, Diadit Media, Jakarta. Ismu Gunadi, 2002, Perlindungan Hukum Dalam Kaitannya Penggunaan Wewenang Diskresi Penyidik Berkenaan dengan Alat Bukti berupa Keterangan Akhli Dalam Tindak Pidana Pornografi, Disertasi, Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya. John Rawls, A Theory Of Justice, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Johnny Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media, Malang. Khudzaifah Dimyati Teirisasi Ilmu Hukum, Studi Tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia 1945-1950, Muhammadyah University Press, Surakarta. Komariah Emong Sapardjaja, 2002, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum Pidana di Indonesia . Lawrence M. Friedman, 1975, The Legal System: A Social Science Perspective , Russel Sage Foundation, New York. Larry J Siegel, Criminology, West Publishing Company, New York. Lili Rasjidi, 1988, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Itu?, Remaja Karya, Bandung. Martiman Prodjohamidjojo, 2002, Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Delik Korupsi , Mandar Maju, Bandung. Mien Rukmini, 2003, Perlindungan Ham Melalui Asas Praduga Tak Bersalah dan Asas Kebersamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Alumni, Bandung. Mochtar Kusumaatmadja, Tidak Bertahun, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional , Lembaga Penelitian Hukum dan kriminologi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung. _______________________, 1976, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Suatu Uraian tentang landsan Pikiran, Pola dan Mekanisme Pembaruan Hukum di Indonesia, Binacipta, Bandung. _______________________ Bernard Arief Shidarta, 2000, Pengantar Ilmu Hukum, Alumni, Bandung. Muladi-Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung. Paul Scholten, 2003, Struktur Ilmu Hukum, Bandung. 137 Philipus M Hadjon, 1998, Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Hukum Tata Negara , Makalah yang disampaikan dalam seminar sehari tentang Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka, di FH Unair Surabaya. _________________, 2005, Perlindungan Hukuim Bagi Rakyat Indonesia, Peradaban, Surabaya. Philippe Nonet Philip Selznick, 1978, Law and Society in Transition: Toward Responsible Law, Harper Row Publisher, New York. Priyono H, 1993, Teori Keadilan Rawls, dalam: Diskursus Kemasyarakatan dan Kemanusiaan , Tim Redaksi Driyarkara ed, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Robert A. Dahl, 1985, Dilema Demokrasi Pluralis, Rajawali, Jakarta. Robert Klitgaard, 2002, Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintah Daerah , Jakarta. Roeslan Saleh, Sifat Melawan Hukum dari Pembuat Pidana, Aksara Baru, Jakarta. Roeslan Saleh, 1983, Hukum Pidana Sebagai Konfrontasi Manusia dan Manusia, Ghalia Indonesia, Jakarta. Romli Atmasasmita, 2004, Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Internasional , Mandar Maju, Bandung. Roni Wijayanto, 2012, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, Mandar Madju, Bandung. Roscoe Pound, 1997, Social Control Through Law, Transaction Publisher, London. Soepomo, R, 1982, Hukum, Bab-bab tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita Jakarta. Soetandyo Wignjosoebroto, 2008, Hukum dalam Masyarakat, Perkembangan dan Masalah , Bayu Media, Malang. Sofyan Lubis, M Haryanto,M, 2008, Pelanggaran Miranda Rule Dalam Praktik Peradilan di Indonesia, Juxtapose, Bantul Yogyakarta. Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali, Jakarta. Satijpto Rahardjo, 1981, Hukum Dalam Perspektif Sosial, Alumni, Bandung. Subekti, 1994, Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam KUHAP, Pustaka Kartini, Jakarta. Walter Laquer Barry Rubin, 1979, The Human Rights Reader, New American Library, New York. Widodo Eka Tjahjana, 2008, Pembentukan Peraturan Perundang- undangan, Dasar-dasar Tehnik Penyusunan, Citra Aditya Bakti, Bandung. 138 Yeheskiel Dror, 1970, Law as a Tool of Directed Social Change, A Framework for Policy-Making , Sage Publications, London. 139 CATATAN F 140 LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945; b. bahwa akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi; c. bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu dibentuk Undang-undang yang baru tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 20 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XIMPR1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI 141

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. 2. Pegawai Negeri adalah meliputi: a. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Kepegawaian; b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang- undang Hukum Pidana; c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; d. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan e. dari keuangan negara atau daerah; atau f. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan g. modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. 3. Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.

BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI

Pasal 2 1 Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah. 2 Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Pasal 3 Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau