19
Yurisprudensi sebagai hukum yang diciptakan hakim, karena suatu perkara yang diajukan kepadanya. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman UU No. 14-1970 memang telah memberikan
dasar hukumnya yaitu Pasal 27 Ayat 1 yang menyatakan bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali,
mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dalam masyarakat.
G. Penafsiran Terhadap Arti Sifat Melawan Hukum
UU No. 3-1971 lebih merupakan kehendak politik pemerintah untuk memberantas korupsi daripada hasil suatu kerja perundang-
undangan. Dalam perdebatan mengenai raancangan undang-undang tersebut tidak pernah terdapat pembicaraan bagaimana sebaiknya
suatu tindak pidana dirumuskan. Pembicaraan mengenai hal ini lebih berlandaskan politis daripada yuridis. Konsekuensi yuridis hampir
selalu terlupakan. Akibatnya dalam penerapan dan penegakan hukumnya selalu menimbulkan kejanggalan bahkan menyiratkan
rasa ketidakadilan. Akan adil apabila yang sama diperlakukan secara sama pula.
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang bebas dari pengaruh apapun, maka perbedaan pendapat antara hakim yang
satu dengan lainnya tidak dapat dielakkan. Walaupun demikian sesungguhnya perbedaan tersebut dapat dihindarkan apabila hakim
terhindar dari ketunaan ilmu hukum sebagai ilmu pengetahuan yang selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman, dalam arti ilmu
pengetahuan yang bebas dari tekanan politik.
Roscoe Pound, mengklasifikasikan kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum daklam kategori pokok:
1. Kepentingan umum public interest; 2. Kepentingan masyartakat social interest;
3. Kepentingan pribadi private interest.
10
Perbedaan pandangan tentang kepentingan hukum terjadi karena pandangan hakim terhadap kepentingan hukum yang tidak
dilindungi di Indonesia ditujukan kepada kepentingan masyarakat. Ada anggapan bahwa hakim pidana dalam rangka menerapkan Pasal
10
Lili Rasjidi, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Itu?, Remaja Karya, Bandung, 1988, hal. 228.
20
14 Ayat 1 dan Pasal 27 Ayat 1 UU No. 14-1970 harus dan selalu menemukan hukum. Hakim di Indonesia seolah-olah memberikan
arti yang sangat besar terhadap penemuan hukum ini, akan tetapi apakah dalam rangka penemuan hukum, lalu undang-undang dan
kepastian hukum boleh ditinggalkan. Bagi hakim pidana penemuan hukum dalam rangka penerapan sifat melawan hukum materil
dalam fungsi negatif, yaitu ia boleh lepaskan tuntutan seseorang dari tuntutan hukum, daripada ia menjatuhkan pidana bagi seseorang
yang tidak melakukan tindak pidana.
Penemuan hukum yang dapat diartikan membuat fungsi sifat melawan hukum materil menjadi positif, hal ini dapat dikatakan
sebagai gejala yang tidak sehat, satu sama lainnya mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang pada
gilirannya berpengaruh pula terhadap kepercayaan masyarakat tentang kepastian hukum.
Hakim tidak dapat dipaksa untuk menerapkan hukum yang menurut pendapatnya tidak adil, akan tetapi dalam kebebasannya ia
tetap terikat pada Undang-Undang. Ajaran sifat melawan hukum materil memberikan kebebasan kepada hakim pidana untuk
menggali nilai-nilai hukum yang tidak tertulis dalam masyarakat, namun tidak berarti bahwa nilai-nilai hukum tidak tertulis ini dapat
menjadi dasar penuntutan dalam perkara pidana.
21
BAB II PENGURAIAN
PUSTAKA TERPERINCI
A. Tindak Pidana Korupsi Dan Gratifikasi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi