2.1.2 Teori Belajar Kognitif
Teori kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt. Peletak dasar teori gestalt adalah Merx Wertheimer 1880-1943 yang meneliti
tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt Koffka 1886-1941 yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum
pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler 1887-1959 yang meneliti tentang insight pada simpase. Kaum gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu
berstuktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut pandangan gestalt, semua kegiatan belajar menggunakan pemahaman terhadap hubungan, terutama
hubungan antara bagian dan keseluruhan. Intinya, tingkat kejelasan dan keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan
kemampuan belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan ganjaran. Setelah teori belajar gestalt kemudian muncul teori dari Kurt Lewin 1892-
1947 mengembangkan suatu teori belajar kognitiv-field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi social. Lewin memandang belajar
berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan sruktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari stuktur medan
kognisi itu sendiri, yang lainya dari kebutuhan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan lebih penting pada motivasi dari reward Dalyono, 2012: 35-
42. Konsep-konsep terpenting dalam teori kognitif adalah adaptasi intelektual
oleh Jean Piaget, Discovery Learning oleh Jerom Brunner dan Reseption Learning
oleh Ausubel. Berikut prinsip-prinsip pembelajaran yang dikemukakan ketiga tokoh tersebut menurut Rifa’i dan Anni 2011: 207-211.
1. Jean Piaget 1896-1980
Piaget mengemukakan tiga prinsip utama pembelajaran, yaitu 1 belajar aktif, 2 belajar lewat interaksi sosial, dan 3 belajar lewat pengalaman sendiri.
2. Brunner dengan
“Discovery Learning” 1961 – 1972 Dasar yang dijadikan ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan
bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery learning, yaitu
dimana murid mengorganisasi bahan pelajaran yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak tersebut. Bruner
menyebutkan hendaknya guru harus memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historian atau ahli
matematika. Biarkan murid kita menemukan arti bagi diri mereka sendiri dan memungkinkan mereka mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang
mereka mengerti Dalyono: 41 Brunner menyatakan bahwa dalam belajar ada empat hal pokok yang perlu
diperhatikan yaitu peranan pengalaman terstruktur pengetahuan, kesiapan mempelajari sesuatu, intuisi dan cara membangkitkan motivasi belajar. Maka
dalam pengajaran di sekolah Brunner mengajukan bahwa dalam pembelajaran hendaknya mencakup:
1 Pengalaman-pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar 2 Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal
3 Perincian urutan penyajian materi pelajaran 4 Cara pemberian penguatan
3. David Ausubel 1963
David Ausubel mengemukakan teori belajar bermakna meaningful learning. Belajar bermakna adalah proses mengaitkan informasi baru dengan konsep-
konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Selanjutnya dikatakan bahwa pembelajaran dapat menimbulkan belajar
bermakna jika memenuhi prasyarat yaitu: 1 materi yang akan dipelajari bermakna secara potensial, ada 2 anak yang belajar pelajaran secara potensial
tergantung dari materi itu memiliki kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif peserta didik. Menurut
Ausubel, peserta didik akan belajar dengan baik jika isi pelajaran sebelumnya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada
siswa. Dengan demikian akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses
internal, mental manusia daripada hasil belajar. Dalam pandangan para ahli kognitif, tingkah laku manusia tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa
melibatkan proses mental, seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya Syah, 2008
: 111. Menurut Rifa’i dan Anni 2011: 128 psikologi kognitif menyatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang
berada di luar dirinya, melainkan oleh faktor pada dirinya sendiri. Faktor tersebut berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar
sehingga mampu memberikan respon terhadap stimulus. Kinerja seseorang yang
diperoleh dari hasil belajar tidak tergantung pada jenis dan cara pemberian stimulus, melainkan lebih ditentukan oleh sejauh mana seseorang mampu
mengolah informasi sehingga dapat disimpan dan digunakan untuk merespon stimulus yang berada di sekelilingnya. Oleh karena itu, teori belajar kognitif
menekankan pada cara seseorang menggunakan pikirannya untuk belajar, mengingat, dan menggunakan pengetahuan yang diperoleh dan disimpan dalam
pikirannya secara efektif.
2.1.3 Teori Belajar Konstruktivisme