Kemampuan Berpikir Sebagai Hasil Belajar

kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar dan memberikan respon terhadap stimulus. Dalam pengertian ini, aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal dalam berpikir. Dari definisi di atas dapat kita bangun pengertian dari pembelajaran matematika sebagai proses pemfungsian unsur pikiran untuk dapat memahami hal-hal yang berkaitan dengan pola dan hubungan, bahasa dan simbol, serta pola berpikir. Sedangkan menurut NCTM 2000: 20 pembelajaran matematika adalah proses belajar mengajar yang dilakukan dengan memperhatikan peran penting dari pemahaman siswa secara konseptual, pemberian materi yang tepat dan prosedur aktivitas siswa di kelas.

2.1.2 Kemampuan Berpikir Sebagai Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan kemampuan kognisi yang diperoleh oleh seseorang setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan kognisi yang dialami oleh individu bergantung pada apa yang dipelajari olehnya. Dalam pendidikan, perubahan kognisi yang akan dicapai oleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar, dirumuskan dalam tujuan pendidikan. Perumusan tujuan pendidikan, yakni hasil belajar yang diharapkan pada siswa, lebih rumit untuk dilakukan karena tidak dapat diukur secara langsung. Namun dalam kegiatan belajar, tujuan yang harus dicapai oleh setiap individu dalam belajar memiliki beberapa peranan penting, yaitu sebagai berikut. 1 Memberikan arah dalam kegiatan pendidikan. Bagi pendidik, tujuan pendidikan akan memeberikan arah dalam pemilihan strategi dan jenis kegiatan yang tepat untuk dilakukan. Bagi peserta didik, tujuan pendidikan akan mengarahkan mereka untuk melakukan kegiatan belajar yang tepat dengan menggunakan waktu yang seefisien mungkin. 2 Untuk mengetahui kemajuan belajar. Dengan tujuan pendidikan, pendidik akan mengetahui seberapa jauh peserta didik telah menguasai tujuan pendidikan tertentu dan tujuan pendidikan yang mana yang belum dikuasai oleh peserta didik. 3 Sebagai bahan komunikasi. Dengan adanya tujuan pendidikan, pendidik dapat mengkomunikasikan kepada peserta didik tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan belajar, sehingga peserta didik dapat memepersiapkan diri dalam mengikuti proses belajar tersebut. Benyamin S. Bloom sebagaimana dikutip oleh Rifa‘i Anni 2012, menyampaikan tiga taksonomi dalam merumuskan tujuan pendidikan, yang disebut dengan ranah belajar, yaitu: ranah kognitif cognitive domain, ranah afektif affective domain, dan ranah psikomotorik psychomotoric domain. Ranah kognitif berkaitan dengan hasil yang berupa pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif ini mencakup kategori pengetahuan knowledge, pemahaman comprehension, penerapan application, analisis analysis, sintesis synthesis, dan evaluasi evaluation. Ranah afektif berkaitan dengan perasaan, sikap, minat, serta nilai. Kategori dalam ranah afektif meliputi penerimaan receiving, penanggapan responding, penilaian valuing, pengorganisasian organization, pembentukan pola hidup organization by a value complex. Sedangkan ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Dalam ranah psikomotorik, kategori jenis perilakunya meliputi persepsi perception, kesiapan set, gerakan terbimbing guided response, gerakan terbiasa mechanism, gerakan kompleks complex overt response, penyesuaian adaptation, dan kreativitas originality. Dalam ranah kognitif, Bloom mengklasifikasikan enam kategori, dengan masing-masing kategori dengan tingkat yang lebih tinggi akan mencakup sifat- sifat dari kategori yang tingkatnya lebih rendah Nayef, et al, 2013:2. Urutan tingkat kategori dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah: mengingat remember, memahami understanding, menerapkan apply, menganalisis analyze, mengevaluasi evaluate, dan mencipta create. Kategori mengingat remember, memahami understanding, menerapkan apply, termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat rendah lower order thinking, sedangkan kategori menganalisis analyze, mengevaluasi evaluate, dan mencipta create termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi higher order thinking. Menurut Krathw ohl 2002: 1, ―Bloom saw the original Taxonomy as more than a measurement tool, he believed it could serve as a common language about learning goals to facilitate communication across persons, subject matter, and grade levels ‖. Bloom melihat taksonominya lebih dari hanya sebagai alat ukur saja, dia percaya taksonominya dapat menyajikan tujuan pembelajaran untuk memfasilitasi komunikasi antar personal, subjek materi, dan tingkat kelas. Selain itu, menurut Nayef, et al 2013: 3, ―Bloom’s Taxonomy can be a very powerful tool assisting a student to learn critical higher-level thinking skills ‖. Taksonomi Bloom dapat menjadi alat yang sangat kuat untuk membantu siswa mempelajari kemampuan berpikir kritis yang lebih tinggi. Sedangkan Krulik Rudnick mendefinisikan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang agak berbeda dengan Taksonomi Bloom, tetapi masih senada. Krulik Rudnick sebagaimana dikutip oleh Rochmad 2013 berpendapat bahwa ―Reasoning to be the part of thinking that goes beyond recall level.‖ Penalaran merupakan bagian berpikir yang melebihi tingkat mengingat. Penalaran di sini meliputi berpikir dasar basic thinking, berpikir kritis critical thinking, dan berpikir kreatif creative thinking. Dalam hirarki berpikir, berpikir yang tingkatnya di atas berpikir dasar basic thinking dinamakan berpikir tingkat tinggi high order thinking. Hirarki berpikir menurut Krulik Rudnick tersebut diilustrasikan pada Gambar 2.1 berikut. Kreatif Berpikir Tingkat Tinggi Kritis Dasar Ingatan Penalaran reasoning Gambar 2.1 Hirarki berpikir

2.1.3 Berpikir

Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran learning cycle 5e terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di salah satu SMP di Tangerang.

6 24 248

Pengaruh metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dan gender terhadap kemampuan berpikir kritis matematika siswa

2 17 0

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN TAPPS BERBANTUAN ROAL MATEMATIKA TERHADAP MOTIVASI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VII

0 34 394

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PENALARAN SISWA PADA MATEMATIKA DENGAN Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Penalaran Siswa pada Matematika dengan Model Pembelajaran Problem Posing (PTK Pada Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 10 Surakarta Ta

0 2 22

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PENALARAN SISWA PADA MATEMATIKA DENGAN Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Penalaran Siswa pada Matematika dengan Model Pembelajaran Problem Posing (PTK Pada Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 10 Surakarta Ta

0 0 14

Kontribusi Motivasi Belajar dan Kemampuan Berpikir Logis Terhadap Kemampuan Kognitif Siswa Kelas VII SMP AWAL

0 1 16

A. KISI – KISI SOAL PENULISAN SOAL UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK - Analisis KBKM

1 17 26

PENGEMBANGAN LKS UNTUK MELATIH KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS VII SMP

0 1 12

TRANSISI KEMAMPUAN BERPIKIR ARITMATIKA KE KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

0 1 8

1 KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA DITINJAU BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

1 1 8