2. Review Literatur tentang Remaja Tuna Rungu dan Permasalahan
Psikologis pada Penyandang Tuna Rungu
Penelitian terkait dengan perkembangan psikososial anak tuna rungu pernah dilakukan Dammeyer 2009 di Denmark. Lima skala dan kuesioner
yang digunakan untuk mengukur kemampuan bahasa isyarat, bahasa lisan, kemampuan mendengar dan kesulitan psikososial diberikan kepada 334 anak
dengan gangguan pendengaran. Dari penelitian ini ditemukan bahwa perkembangan psikososial anak yang mengalami kehilangan pendengaran 3,7
kali lebih sulit dibandingkan dengan anak yang memiliki kemampuan pendengaran yang baik. Dalam penelitian ini, penggunaan skala dan
kuestioner dinilai kurang dapat menggali informasi mengenai perkembangan psikososial anak tuna rungu. Hal ini dikarenakan tidak semua pernyataan di
dalam skala mampu menggambarkan situasi dalam diri subjek dan subjek diharuskan tetap memberi rating.
Penelitian tentang permasalahan kesehatan mental pernah dilakukan di Belanda oleh Eldik, Treffers, Veerman, dan Verhulst 2004. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk melihat keoptimalan tugas perkembangan anak penderita tuna rungu dengan mengetahui jenis dan tingkat permasalahan
emosi atau perilaku yang dialami. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
Child Behavior Checklist
CBCL yang dilengkapi oleh orang tua serta
checklist
data mengenai kondisi sosio-ekonomi dan komunikasi. Dalam
CBCL dapat
dilihat permasalahan
mengenai internalisasi,
eksternalisasi, penarikan diri, keluhan somatisasi, kecemasan atau depresi, permasalahan sosial, pemikiran dan atensi serta kenakalan dan perilaku agresi.
Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan 238 penderita tuna rungu dengan rentang usia antara 4
– 18 tahun. Dari penelitian ini ditemukan bahwa 41 penderita tuna rungu
mengalami permasalahan emosi atau perilaku. Hal ini menunjukkan bahwa penderita tuna rungu 2,6 kali lebih cenderung mengalami permasalahan emosi
atau perilaku dari pada anak-anak normal di Belanda. Permasalahan kesehatan mental ini muncul karena rendahnya komunikasi antara orang tua dengan
anak. Selain itu, kecemasan, depresi dan permasalahan sosial cenderung muncul pada mereka yang berusia antara 12
– 18 dibandingkan dengan mereka yang berusia antara 4
– 11 tahun. sementara itu, penderita tuna rungu dengan inteligensi yang rendah cenderung memiliki permasalahan sosial,
pemikiran dan perhatian Eldik, Treffers, Veerman Verhulst, 2004. Penelitian yang dilakukan oleh Eldik, dkk 2004 hanya
memaparkan permasalahan psikologis pada tuna rungu tanpa mengeksplorasi lebih dalam kebutuhan-kebutuhan psikologis yang mendasari munculnya
permasalahan-permasalahan psikologis ini. Kebutuhan psikologis yang tidak terpenuhi dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan psikologis, seperti
cemas, depresi. Penelitian Eldik, dkk 2004 ini hanya memaparkan permasalahan psikologis yang dialami oleh penderita tuna rungu yang
disebabkan oleh rendahnya komunikasi antara orang tua dengan anak, tanpa melihat lebih dalam kebutuhan-kebutuhan psikologis yang mendasarinya.
Selain itu, penelitian ini memiliki kelemahan dalam metode pengumpulan data yang menggunakan CBCL yang dilengkapi oleh orang tua. Penggunaan
CBCL kurang efektif untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya pada subjek karena terdapat kemungkinan pengisian yang tidak sesuai serta pertanyaan
checklist
yang kurang mewakili kondisi yang sebenarnya. Ditambah lagi dengan pengisian
checklist
yang dilakukan oleh orang tua subjek. Keberhasilan metode sangat bergantung pada seberapa jauh orang tua
mengenal subjek, sedangkan dalam hasil dijelaskan bahwa komunikasi antara orang tua dengan anak tergolong rendah.
3. Tuna Rungu dalam Tinjauan yang Mendetail