Uji Asumsi Klasik Frekuensi Pendapat Responden Variabel Kinerja Pegawai Y

73 7. Untuk pernyataan “Disiplin pegawai untuk menepati jam kerja telah cukup baik ” mendapatkan tanggapan 23,3 menyatakan sangat setuju, 70 menyatakan setuju dan 6,7 menyatakan kurang setuju. Jawaban kurang setuju berarti ada beberapa pegawai yang belum mampu memenuhi jam kerja. 8. Untuk pernyataan “Pegawai memiliki ketaatan terhadap aturan organisasi” mendapatkan tanggapan 13,3 menyatakan sangat setuju, 70 menyatakan setuju dan 16,7 menyatakan kurang setuju. Jawaban kurang setuju berarti ada beberapa pegawai yang belum mampu menaati aturan organisasi dengan baik.

5.2.3 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan untuk melihat atau menguji apakah suatu model layak atau tidak digunakan dalam sebuah penelitian. Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah nilai residual berdistribusi normal atau tidak, yang dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yaitu : a. Pendekatan Histogram Pada grafik histogram, dikatakan variabel berdistribusi normal pada grafik histogram yang berbentuk lonceng apabila distribusi data tersebut tidak condong kekiri atau condong kekanan. Universitas Sumatera Utara 74 Sumber : Hasil pengolahan SPSS, 2014 data diolah. Gambar 4.2 Histogram Pada grafik histogram terlihat bahwa variabel berdistribusi normal hal ini ditunjukkan oleh distribusi data tersebut tidak condong ke kiri atau condong ke kanan. b. Pendekatan Grafik Cara lain melihat uji normalitas dengan pendekatan grafik. PP plot akan membentuk plot antara nilai-nilai teoritis sumbu x melawan nilai-nilai yang didapat dari sampel sumbu y. Apabila plot keduanya berbentuk linier dapat didekati oleh garis lurus, maka hal ini merupakan indikasi bahwa residual menyebar normal. Universitas Sumatera Utara 75 Sumber : Hasil pengolahan SPSS, 2014 data diolah. Gambar 4.3 Pengujian Normalitas P-Plot Pada gambar 4.3 scatter plot terlihat titik yang mengikuti data di sepanjang garis diagonal. Hal ini berarti data berdistribusi normal. 2. Uji Heterokedastisitas Glejser Heterokedastisitas terjadi karena perubahan situasi yang tidak tergambarkan dalam spesifikasi model regresi. Dengan kata lain, heterokedastisitas terjadi jika residual tidak memiliki varian yang konstan. Alat untuk menguji heterokedastisitas dapat dibagi dua yaitu dengan alat analisis grafik scatter plot atau dengan pendekatan statistik yang disebut sebagai Uji Glejser Situmorang, 2012. a. Uji Glejser Kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut : 1. Jika nilai signifikansi 0,05, maka tidak mengalami gangguan heterokedastisitas. Universitas Sumatera Utara 76 2. Jika nilai signifikansi 0,05, maka mengalami gangguan heterokedastisitas. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut : Tabel 4.8 Heterokedastisitas Uji Glejser Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 Constant .188 2.180 .086 .932 Struktur_Organisasi .048 .055 .167 .870 .392 Desain_Pekerjaan -.013 .060 -.041 -.213 .833 a. Dependent Variable: abs_res Sumber : Hasil pengolahan SPSS, 2014 data diolah. Pada Tabel 4.8 menunjukkan tidak adanya masalah heterokedastisitas, dimana hasil uji signifikan variabel struktur organisasi dan desain pekerjaan menunjukkan nilai lebih besar dari 0,05. Jadi dapat disimpulkan tidak terdapat adanya heterokedastisitas dalam model regresi. b. Pendekatan Grafik Heterokedastisitas dapat juga dilihat melalui gambar scatterplot. Gambar scatterplot dapat mengindikasi ada atau tidaknya gejala heterokedastisitas. Apabila grafik membentuk pola-pola tertentu yang teratur maka regresi mengalami gangguan heterokedastisitas. Jika grafik tidak membentuk pola atau acak maka regresi tidak mengalami gangguan heterokedastisitas Situmorang, 2012. Universitas Sumatera Utara 77 Sumber : Hasil pengolahan SPSS, 2014 data diolah. Gambar 4.4 Scatter Plot Heterokedastisitas Gambar 4.4 menunjukkan bahwa penyebaran residual cenderung tidak teratur, terdapat titik-titik yang berpencar dan tidak membentuk pola. Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah tidak terdapat gejala heterokedastisitas, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi kinerja pegawai, berdasarkan masukan variabel struktur organisasi dan desain pekerjaan. 3. Uji Multikolonearitas Artinya variabel independen yang satu dengan yang lain dalam model regresi berganda tidak saling berhubungan secara sempurna. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala multikolinearitas dapat dilihat dari besarnya nilai tolerance dan VIF Variance Inflation Factor melalui program SPSS. Tolerance mengukur variabilitas variabel terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai umum yang bisa dipakai adalah nilai tolerance 0,1 atau nilai VIF 5, maka tidak terjadi multikolinearitas. Hasil pengolahan dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini : Universitas Sumatera Utara 78 Tabel 4.9 Hasil Uji Multikolonearitas Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 Constant 12.310 4.808 2.560 .016 Struktur_Organisasi .530 .121 .629 4.400 .000 .982 1.019 Desain_Pekerjaan .166 .132 .181 1.264 .217 .982 1.019 a. Dependent Variable: Kinerja_Pegawai Sumber : Hasil pengolahan SPSS, 2014 data diolah. Pada Tabel 4.9 terlihat bahwa nilai tolerance dari variabel struktur organisasi dan desain pekerjaan 0,1 dan nilai VIF 5 yang artinya tidak terjadi masalah multikolinearitas pada masing-masing variabel bebasnya.

5.2.4 Analisis Regresi Linier Berganda