22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas serum ALT-AST pada tikus
betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel utama
a. Variabel bebas Variabel bebas penelitian ini adalah variasi dosis infusa herba Bidens
pilosa L. jangka pendek pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon
tetraklorida. b. Variabel tergantung
Variabel tergantung penelitian ini adalah efek hepatoprotektif infusa herba Bidens pilosa L. ditandai dengan penurunan aktivitas serum ALT
dan AST UI tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian infusa herba Bidens pilosa L. jangka pendek.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali Kondisi hewan uji yang digunakan, yaitu
tikus dengan galur Wistar dengan jenis kelamin betina, berat badan ±120-200 g, umur 2-3 bulan. Cara pemberian hepatotoksin secara intraperitoneal
dengan selang waktu pemberian infusa herba Bidens pilosa L. selama enam jam secara per oral. Kondisi herba Bidens pilosa L. saat panen
yang masih segar, tidak kering, berwarna hijau dan memiliki bagian lengkap diatas tanah batang, daun, bunga, dan buah. Lokasi dan waktu
panen herba Bidens pilosa L. disekitar tanah lapang sekitar Dusun Jenengan, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman,
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Sleman yang dipanen pada bulan Juli 2014. Cara penyimpanan serbuk herba Bidens pilosa L. didalam
kotak kedap udara dan diberi silika gel. b. Variabel pengacau tak terkendali
Dalam penelitian tersebut, variabel pengacau tak terkendali adalah kondisi patologis tikus betina galur Wistar yang digunakan sebagai
hewan uji.
3. Definisi operasional
a. Herba Bidens pilosa L. Didefinisikan semua bagian tumbuhan di atas tanah batang, daun, bunga, dan buah Bidens pilosa L.
b. Infusa herba Bidens pilosa L. Didefinisikan sebagai infusa serbuk kering herba Bidens pilosa L. dengan konsentrasi 16 yang didapatkan dari proses
infudasi 8,0 g serbuk kering herba Bidens pilosa L. dibasahi dengan 16 mL kemudian ditambah 50,0 mL aquadest pada suhu 90°C selama 15 menit.
c. Efek hepatoprotektif. Didefinisikan kemampuan infusa herba Bidens pilosa
L. dalam melindungi hati dari hepatotoksin dengan penurunkan
aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
d. Jangka pendek. Didefinisikan sebagai selang waktu 6 jam pemberian praperlakuan infusa herba Bidens pilosa L. kepada hewan uji
e. Dosis efektif. Didefinisikan sebagai sejumlah gram per kilogram berat badan gkgBB infusa herba Bidens pilosa L. terkecil yang memiliki
hepatoprotektif dari aktivitas ALT paling mendekati 100 proteksi hati.
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Bahan uji yang digunakan berupa herba Bidens pilosa L. yang diperoleh dari tanah lapang sekitar Dusun Jenengan, Desa Maguwoharjo, Depok,
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Sleman.
b. Hewan uji yang digunakan adalah tikus betina galur Wistar berumur 2-3 bulan dengan berat badan ±120-200 yang diperoleh dari Laboratorium
Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2.
Bahan kimia
a. Hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tertraklorida Merck®
berupa cairan tidak berwarna dan berbau khas.
b. Kontrol negatif dan pelarut hepatotoksin yang digunakan adalah olive oil yang dibeli dari PT. Brataco Chemika, Yogyakarta.
c. Pelarut untuk infusa adalah aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
d. Blanko pengukuran aktivitas serum ALT dan AST menggunakan aqua bidestilata
yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
e. Reagen ALT yang digunakan adalah reagen ALT Diasys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT tercantum pada tabel II.
Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT
R1: TRIS
pH 7.15 140 mmolL
L-Alanine 700 mmolL
LDH lactate dehydrogenase
≥ 2300 UL
R2: 2-Oxoglutarate
85 mmolL NADH
1 mmolL Pyridoxal-5-phosphate
FS: Good’s buffer pH 9.6
100 mmolL
f. Reagen AST yang digunakan adalah reagen ALT DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST tercantum pada tabel III.
Tabel III. Komposisi dan konsentrasi reagen AST
R1: TRIS
pH 7.15 110 mmolL
L-Aspartate 320 mmolL
MDH malate
dehydrogenase
≥ 800 UL
LDH lactate
dehydrogenase
≥ 1200 UL
R2: 2-Oxoglutarate
65 mmolL NADH
1 mmolL Pyridoxal-5-phosphate
FS: Good’s buffer pH 9.6
100 mmolL Pyrodoxal-5-
phosphate 13 molL
D. Alat atau Instrumen Penelitian
Alat-alat yang digunakan untuk membuat serbuk antara lain oven, mesin penyerbuk, ayakan, dan timbangan analitik. Alat- alat yang digunakan untuk
infundasi berupa seperangkat alat gelas berupa thermometer, Beaker glass, gelas ukur, batang pengaduk, cawan porselen, panci enamel, penangas air, timbangan
analitik, stopwatch, dan kain flanel. Sedangkan alat untuk menguji efek hepatoprotektif adalah seperangkat alat gelas berupa Beaker glass, gelas ukur,
tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk Pyrex Iwaki Glass®, timbangan analitik Mettler Toledo®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex
Genie Wilten® , spuit injeksi per oral, pipa kapiler, tabung Eppendorf, Vitalab
mikro Microlab-200, Merck®, stopwatch, micropipette, dan blue tip.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi herba Bidens pilosa L.
Determinasi tanaman dilakukan dengan mencocokkan herbarium herba Bidens pilosa
L. yang diperoleh dari Dusun Jenengan dengan buku acuan “Flora
of Java” Backer, 1963. Determinasi dilakukan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Dosen Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta hingga tingkat spesies.
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji yang akan dibuat menjadi serbuk adalah herba Bidens pilosa L. yang masih segar, berwarna hijau, terhindar dari penyakit dan memiliki bagian
tumbuhan lengkap diatas tanah batang, daun, bunga dan buah. Herba Bidens pilosa
L. dipanen dari tanah lapang Dusun Jenengan, Desa Maguwoharjo,
Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Sleman pada bulan Juli 2014.
3. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L.
Herba Bidens pilosa L. dicuci dengan air mengalir hingga bersih dan diangin-anginkan hingga .Pengeringan dilakukan dengan oven pada suhu 50
o
C selama 48 jam. Setelah benar-benar kering, herba Bidens pilosa L. diserbuk
dengan alat penyerbuk dan diayak dengan ayakan mesh nomor 40 untuk mendapatkan serbuk herba Bidens pilosa L. yang lebih halus dan homogen.
4. Penetapan kadar air pada serbuk herba Bidens pilosa L.
Serbuk kering herba Bidens pilosa L. yang sudah diayak, dimasukkan ke dalam alat moisture balance sebanyak 5 g kemudian diratakan. Bobot serbuk
kering herba tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum pemanasan bobot A, setelah itu dipanaskan pada suhu 105
C selama 15 menit. Serbuk kering herba Bidens pilosa
L. ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan bobot B. Kemudian dilakukan perhitungan terhadap selisih bobot A terhadap
bobot B yang merupakan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L.
5. Pembuatan infusa herba Bidens pilosa L.
Serbuk kering herba Bidens pilosa L. diambil sejumlah 8 g kemudian dibasahkan dengan 16 mL aquadest dan kemudian ditambahkan dengan 50 mL
aquadest didalam panci infundasi yang dilapis enamel. Penggunaan panci berbahan dasar logam reaktif seperti aluminium dihindari karena memungkinkan
terjadinya reaksi kelasi antara metabolit sekunder terutama flavonoid dengan logam aluminium Buchweishaija, 2009; Nnanna, Obasi, Nwadiuko, Mejeh,
Ekekwe, Udensi, 2012; Keservani and Sharma, 2014. Campuran ini kemudian dipanaskan di atas heater pada suhu 90°C selama 15 menit, waktu dihitung ketika
suhu pada campuran mencapai 90°C. Setelah 15 menit air hasil infundasi disaring dengan kain flanel. Apabila volume infusa belum mencapai 50 mL, ditambahkan
aquadest panas kedalam ampas sisa dalam panci dan disaring ulang hingga volume mencapai 50 mL.
6. Penetapan dosis infusa herba Bidens pilosa L.
Dasar penetapan peringkat dosis adalah berat badan tertinggi tikus pada penelitian ini 200 gram, separuh dari volume pemberian maksimal secara peroral
pada tikus 2,5 mL, dan konsentrasi maksimal yang merupakan hasil orientasi pembuatan infusa herba Bidens pilosa L. 16. Penetapan dosis tertinggi infusa
adalah sebagai berikut : D x BB = C x ½V
D x 0,2 kgBB = 16 g 100 mL x 2,5 mL D = 2 gkgBB Dosis maksimum
Peringkat dosis yang lainnya diperoleh dengan faktor kelipatan 2. Dosis II didapat dengan membagi dosis maksimum 2 gkgBB sebanyak 2 nilai dan
dosis I didapat dengan membagi dosis maksimum sebanyak 4 nilai. Dengan demikian, dosis infusa herba Bidens pilosa L. yang akan digunakan dalam
penelitian adalah 0,5; 1 dan 2 gkgBB.
7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil
Larutan karbon tetraklorida dalam olive oil dibuat dengan cara mengambil volume karbon tetraklorida secara seksama, kemudian dilarutkan
dengan olive oil dengan perbandingan 1 : 1 Murugesan, et al., 2009.
8. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida
Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida mengacu pada penelitian Murugesan, et al. 2009 dosis hepatotoksik 2,0 mLkgBB
dalam olive oil dengan perbandingan 1 : 1 secara intraperitoneal. Penelitian dari Wijayanti 2013 juga membuktikan bahwa karbon
tetraklorida 2 mLkgBB mampu meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST pemberian secara intraperitoneal. Dosis ini mampu merusak sel-sel
hati pada tikus yang ditunjukkan melalui peningkatan aktivitas ALT-AST dan tidak menimbulkan kematian pada hewan uji.
b. Penetapan waktu pencuplikan darah Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui pencuplikan
darah setelah diinduksi hepatotoksin dengan tiga kelompok n=5 perlakuan waktu, yaitu pada jam ke - 0, 24, dan 48.
9. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Hewan uji sebanyak 30 ekor tikus betina galur Wistar dibagi secara acak dalam enam kelompok masing-masing lima ekor tikus. Kelompok I kontrol
hepatotoksin diberi karbon tetraklorida dalam olive oil 1:1 dengan dosis 2 mLkgBB secara per oral. Kelompok II kontrol negatif diberi olive oil dosis 2
mLkgBB secara per oral. Kelompok I dan II diambil darahnya pada jam ke-24 setelah pemberian. Kelompok III kontrol infusa diberi infusa herba Bidens
pilosa L. pada dosis tertinggi, kemudian setelah 6 jam diambil darahnya.
Kelompok IV, V, dan VI kelompok perlakuan masing- masing diberi infusa herba Bidens pilosa L. pada dosis 0,5; 1, dan 2 gkgBB kemudian enam jam
setelah pemberian infusa dilakukan pemberian dosis hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB secara intraperitoneal. Pada jam ke-24 hasil
penentuan waktu pencuplikan hepatotoksin, semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk pengukuran aktivitas serum ALT-AST.
10. Pembuatan serum
Darah tikus diambil melalui bagian sinus orbitalis mata tikus, kemudian ditampung dalam tabung Eppendorf. Darah didiamkan selama 15 menit dan
disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 8.000 rpm. Bagian supernatan diambil menggunakan mikro pipet dan disentrifugasi kembali selama 10 menit
dengan kecepatan 8.000 rpm.
11. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST
Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST UL dilakukan dengan Vitalab mikro Mikrolab-200 di Laboratorium Anatomi Fisiologi Manusia
Fakultas Farmasi Santa Dharma Yogyakarta. Aktivitas serum diukur pada panjang gelombang 340 nm . Analisis serum ALT dilakukan dengan cara mencampur 100
μL serum dengan1000 μL reagen I, kemudian dicampurkan 250 μL reagen II dan dibaca resapan setelah satu menit. Untuk analisis serum AST serum dilakukan
dengan cara mencampur 100 μL serum dengan 1000 μL reagen I, kemudian
dicampurkan 250 μL reagen II dan dibaca serapan setelah satu menit.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas serum ALT dan AST diuji dengan Saphiro-Wilk untuk mengetahui distribusi data dan analisis varian untuk melihat homogenitas varian
antar kelompoknya sebagai syarat analisis parametrik. Apabila didapat distribusi data yang normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah One Way
ANOVA dengan taraf kepercayaan 95 untuk mengetahui perbedaan masing- masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat
perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna signifikan p0,05 atau tidak bermakna tidak signifikan p0,05. Namun bila distribusi data yang
didapatkan tidak normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas serum ALT dan AST antar kelompok. Setelah itu
dilanjutkkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan tiap kelompok bermakna signifikan p0,05 atau tidak bermakna tidak signifikan
p0,05. Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon
tetraklorida diperoleh dengan rumus :
Wakchaure, Jain, Singhai, and Somani, 2011.
32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek hepatoprotektif dan dosis efektif dari infusa herba Bidens pilosa L terhadap tikus betina galur Wistar
terinduksi karbon tetraklorida CCl
4
. Untuk mengetahui seberapa besar efek hepatoprotektif yang dihasilkan maka dilakukan pengujian dengan aktivitas ALT
dan AST sebagai tolak ukur kuantitatif dalam penelitian ini.
A. Penyiapan Bahan
1. Determinasi tanaman
Determinasi herba Bidens pilosa L. yang didapat dari tanah lapang sekitar dusun Jenengan untuk menjamin kebenaran tanaman yang diteliti.
Determinasi dilakukan oleh Yohanes Dwiatmaka, M.Si dosen Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Determinasi tanaman
Bidens pilosa L. menggunakan buku acuan karangan Backer 1963 hingga ke
tingkat spesies. Bagian tanaman yang dideterminasi antara lain batang, daun, biji, dan bunga. Hasil determinasi lampiran 4 membuktikan bahwa batang, daun,
buah, dan bunga yang digunakan pada penelitian ini adalah benar dari tanaman Bidens pilosa
L.
2. Penetapan konsentrasi infusa
Pada pembuatan infusa dilakukan penetapan konsentrasi maksimal yang dapat dibuat untuk menentukan dosis maksimal infusa herba Bidens pilosa L.
Konsentrasi maksimal adalah konsentrasi dimana semua serbuk herba