Bidens pilosa L. terbasahi dan terendam oleh perlarut air. Hasil dari pembuatan
infusa didapatkan konsentrasi maksimal sebesar 16 yang akan digunakan untuk menentukan dosis maksimal infusa herba Bidens pilosa L.
3. Hasil penetapan kadar air
Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui kadar air dalam serbuk herba Bidens pilosa L. dan untuk memenuhi persyaratan serbuk yang baik, yaitu
memiliki kadar air kurang dari 10 Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995. Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Gravimetri
dengan menggunakan alat moisture balance. Serbuk dipanaskan pada suhu 105
o
C selama 15 menit di dalam alat, kemudian dilakukan perhitungan kadar air.
Pengaturan suhu 105
o
C selama 15 menit dilakukan untuk menguapkan kandungan air sehingga serbuk herba Bidens pilosa L. memenuhi persyaratan
strandarisasi non spesifik. Berdasarkan hasil yang diperoleh serbuk herba Bidens pilosa
L. memiliki kadar air sebesar 8,614. Hal ini menunjukan bahwa serbuk herba Bidens pilosa L. memenuhi syarat serbuk yang baik dengan kadar air
kurang dari 10.
B. Uji Pendahuluan
1. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
Pada penelitian ini digunakan karbon tetraklorida sebagai senyawa model hepatotoksin. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida bertujuan untuk
mengetahui dosis karbon tetraklorida yang dapat menimbulkan kerusakan hati ringan yaitu steatosis. Terjadinya steatosis ditandai dengan adanya peningkatan
aktivitas serum ALT sebanyak tiga kali lipat dan serum AST sebanyak empat kali
dari nilai normal Zimmerman, 1999. Pemberian hepatotoksin melalui intraperitoneal
dilakukan agar hepatotoksin dapat langsung terabsorpsi dengan cepat menuju pembuluh darah melalui rongga peritoneal sehingga menimbulkan
toksisitas dalam waktu yang singkat. Olive oil berfungsi sebagai pelarut karbon tetraklorida karena bersifat non toksik dan dapat melarutkan senyawa nonpolar
seperti karbon tetraklorida Strickley, 2004. Dosis hepatotoksin karbon tetraklorida yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 2 mLkgBB dalam olive
oil 1:1 secara intraperitoneal mengacu pada penelitian Murugesan, et al. 2009.
Berdasarkan penelitian Murugesan, et al. 2009 diketahui bahwa dosis 2 mLkgBB karbon tetraklorida dapat menimbulkan kerusakan hati steatosis tanpa
menyebabkan kematian dari hewan uji.
2. Penetapan waktu pencuplikan darah hewan uji
Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji dilakukan untuk mengetahui waktu terjadinya kerusakan yang paling besar pada organ hati yang
ditandai dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST yang paling besar tanpa menyebabkan kematian hewan uji. Pencuplikan darah hewan uji dilakukan
pada jam ke-0, 24, dan 48 setelah diinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB secara intraperitoneal. Setelah itu, dilakukan pengukuran terhadap nilai aktivitas
serum ALT dan AST. Data aktivitas serum ALT dan AST setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB pada jam ke 0, 24 dan 48 dapat dilihat pada
tabel IV. Peneliti tidak melakukan orientasi pencuplikan pada jam ke-72 karena pada jam ke-48 telah terjadi penurunan yang signifikan baik terhadap aktivitas
serum ALT dan AST sehingga telah dapat dipastikan pada jam ke-72 aktivitas
serum ALT dan AST menurun. Dengan demikian pencuplikan pada jam ke-72 tidak perlu dilakukan karena yang diinginkan adalah waktu dimana karbon
tetraklorida merusak hati paling berat ditunjukan dengan aktivitas serum ALT dan AST yang paling tinggi.
Tabel IV. Aktivitas serum ALT-AST setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB pada selang waktu 0, 24 , 48 jam
Selang Waktu jam
Purata Aktivitas Serum ALT±SE UI
Purata Aktivitas Serum AST±SE UI
51,2 ± 3,7 109 ± 4,6
24 153,0 ± 2,1
425,6 ± 10,4 48
61,4 ± 2,4 150,6 ± 7
Keterangan : SE = Standar Error Berdasarkan tabel IV nilai aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24 dan
48 jam adalah 51,2 ± 3,7; 153,0 ± 2,1 dan 61,4 ± 2,4 UI. Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa aktivitas serum ALT pada pencuplikan jam ke-24 dengan dosis
karbon tetraklorida 2 mLkgBB lebih tinggi dibandingkan dengan pencuplikan darah pada jam ke-0 dan 48. Aktivitas serum ALT pada jam ke-24 mengalami
kenaikan 3 kali lipat dibandingkan dengan aktivitas serum pada jam ke-0. Pada pencuplikan ke-48, aktivitas serum ALT mendekati nilai normal. Data aktivitas
serum ALT yang didapatkan dianalisis menggunakan uji Shapiro-Wilk didapatkan distribusi normal p0,05 dan dengan levene test didapatkan variansi
homogen p=0,263. Setelah itu dilanjutkan dengan analisis pola searah One Way
ANOVA untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara jam ke-0, 24, dan 48. Hasil analisis statistik aktivitas serum ALT antara jam ke-0 dengan jam ke-48
menunjukkan terdapat perbedaan bermakna p=0,072, sedangkan antara jam ke- 24 dengan jam ke-0 dan 48 terdapat perbedaan yang tidak bermakna p0,05. Hal
ini menunjukkan bahwa pada jam ke-24 terjadi kerusakan hati yang paling tinggi ditandai dari puncak tertinggi nilai aktivitas serum ALT dibandingkan dengan
waktu pencuplikan lainnya. Hasil statistik aktivitas serum ALT pada pencuplikan darah jam ke-0, 24 dan 48 jam dapat dilihat di tabel V.
Tabel V. Perbedaan kenaikan aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB pada waktu pencuplikan darah jam ke
0, 24, 48 jam ALT