7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil
Larutan karbon tetraklorida dalam olive oil dibuat dengan cara mengambil volume karbon tetraklorida secara seksama, kemudian dilarutkan
dengan olive oil dengan perbandingan 1 : 1 Murugesan, et al., 2009.
8. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida
Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida mengacu pada penelitian Murugesan, et al. 2009 dosis hepatotoksik 2,0 mLkgBB
dalam olive oil dengan perbandingan 1 : 1 secara intraperitoneal. Penelitian dari Wijayanti 2013 juga membuktikan bahwa karbon
tetraklorida 2 mLkgBB mampu meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST pemberian secara intraperitoneal. Dosis ini mampu merusak sel-sel
hati pada tikus yang ditunjukkan melalui peningkatan aktivitas ALT-AST dan tidak menimbulkan kematian pada hewan uji.
b. Penetapan waktu pencuplikan darah Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui pencuplikan
darah setelah diinduksi hepatotoksin dengan tiga kelompok n=5 perlakuan waktu, yaitu pada jam ke - 0, 24, dan 48.
9. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Hewan uji sebanyak 30 ekor tikus betina galur Wistar dibagi secara acak dalam enam kelompok masing-masing lima ekor tikus. Kelompok I kontrol
hepatotoksin diberi karbon tetraklorida dalam olive oil 1:1 dengan dosis 2 mLkgBB secara per oral. Kelompok II kontrol negatif diberi olive oil dosis 2
mLkgBB secara per oral. Kelompok I dan II diambil darahnya pada jam ke-24 setelah pemberian. Kelompok III kontrol infusa diberi infusa herba Bidens
pilosa L. pada dosis tertinggi, kemudian setelah 6 jam diambil darahnya.
Kelompok IV, V, dan VI kelompok perlakuan masing- masing diberi infusa herba Bidens pilosa L. pada dosis 0,5; 1, dan 2 gkgBB kemudian enam jam
setelah pemberian infusa dilakukan pemberian dosis hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB secara intraperitoneal. Pada jam ke-24 hasil
penentuan waktu pencuplikan hepatotoksin, semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk pengukuran aktivitas serum ALT-AST.
10. Pembuatan serum
Darah tikus diambil melalui bagian sinus orbitalis mata tikus, kemudian ditampung dalam tabung Eppendorf. Darah didiamkan selama 15 menit dan
disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 8.000 rpm. Bagian supernatan diambil menggunakan mikro pipet dan disentrifugasi kembali selama 10 menit
dengan kecepatan 8.000 rpm.
11. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST
Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST UL dilakukan dengan Vitalab mikro Mikrolab-200 di Laboratorium Anatomi Fisiologi Manusia
Fakultas Farmasi Santa Dharma Yogyakarta. Aktivitas serum diukur pada panjang gelombang 340 nm . Analisis serum ALT dilakukan dengan cara mencampur 100
μL serum dengan1000 μL reagen I, kemudian dicampurkan 250 μL reagen II dan dibaca resapan setelah satu menit. Untuk analisis serum AST serum dilakukan
dengan cara mencampur 100 μL serum dengan 1000 μL reagen I, kemudian
dicampurkan 250 μL reagen II dan dibaca serapan setelah satu menit.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas serum ALT dan AST diuji dengan Saphiro-Wilk untuk mengetahui distribusi data dan analisis varian untuk melihat homogenitas varian
antar kelompoknya sebagai syarat analisis parametrik. Apabila didapat distribusi data yang normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah One Way
ANOVA dengan taraf kepercayaan 95 untuk mengetahui perbedaan masing- masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat
perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna signifikan p0,05 atau tidak bermakna tidak signifikan p0,05. Namun bila distribusi data yang
didapatkan tidak normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas serum ALT dan AST antar kelompok. Setelah itu
dilanjutkkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan tiap kelompok bermakna signifikan p0,05 atau tidak bermakna tidak signifikan
p0,05. Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon
tetraklorida diperoleh dengan rumus :
Wakchaure, Jain, Singhai, and Somani, 2011.