yang dilakukan oleh Edelman, Olsen, Dudley, Harris, and Oddone 2005, yaitu HbA1c berguna untuk skrining diabetes periodik, artinya HbA1c dapat membantu
memprediksi risiko diabetes melitus di masa mendatang. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Ibrahim, Ismail, Zukri, Ismail, and Bebakar 2009, yaitu HbA1c
memiliki sensitifitas dan spesifikasi yang baik untuk mendiagnosa abnormalitas toleransi glukosa dan diabetes melitus tipe 2.
B. Perbandingan Rerata HbA1c pada kelompok body fat percentage ≥
30,1 dan body fat percentage 30,1
Uji komparatif atau perbandingan di dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan bermakna antara HbA1c pada kelompok
body fat percentage ≥ 30,1 dengan HbA1c pada kelompok body fat percentage
30,1. Uji komparatif dapat menggambarkan hasil korelasi antara body fat percentage dengan HbA1c. Uji komparatif yang digunakan ditentukan dari hasil
uji normalitas pada kelompok data body fat percentage ≥ 30,1 dan body fat
percentage 30,1. Uji normalitas yang digunakan adalah Shapiro-Wilk, sebab jumlah data
dari masing - masing kelompok ≤ 50. Hasil yang diperoleh adalah kelompok body
fat percentage ≥ 30,1 n = 41 tidak terdistribusi normal dilihat dari nilai p =
0,000, sedangkan kelompok body fat percentage 30,1 n = 11 terdistribusi normal dilihat dari nilai p yaitu 0,922. Berdasarkan hasil uji normalitas maka pada
penelitian ini uji komparatif yang digunakan adalah Mann-Whitney. Hasil uji komparatif dapat dlihat dari nilai signifikansi p. Nilai p 0,05 menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok data Dahlan, 2009. Hasil uji perbandingan rerata dua kelompok data disajikan pada tabel VI
yaitu sebagai berikut:
Tabel VI. Hasil perbandingan rerata HbA1c pada kelompok body fat percentage ≥
30,1 dan 30,1
Body fat percentage ≥
30,1 n = 41 Body fat percentage
30,1 n = 11 p
HbA1c
5,54 ± 0,51 5,44 ± 0,31
0,703
Hasil uji komparatif menunjukan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara HbA1c pada kelompok body fat percentage
≥ 30,1 dan antara kelompok body fat percentage 30,1. Hal ini dilihat dari nilai signifikansi p = 0,703. Uji
komparatif yang tidak bermakna juga didukung oleh mean kedua kelompok data yang sama-sama dalam kisaran normal American Diabetes Association, 2014.
Perbedaan yang tidak bermakna pada uji komparatif menunjukan bahwa seseorang yang mempunyai body fat percentage normal maupun tidak normal
overweightobese sama - sama memperlihatkan profil HbA1c yang normal. Body fat percentage menggambarkan lemak subkutan dari hasil
pengukuran skinfold thickness. Menurut Despres 2012, lemak viseral lebih bertanggung jawab terhadap resistensi insulin dibandingkan dengan lemak
subkutan. Lemak viseral terakumulasi di bagian dalam perut melepaskan lebih banyak asam - asam lemak yang dapat menyebabkan gangguan pada metabolisme
glukosa sehingga dapat meningkatkan risiko diabetes melitus Liebmaan-Smith and Egan, 2007. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Kim, et al. 2011, yaitu terdapat perbedaan bermakna pada
kejadian hiperglikemia antara body fat percentage normal 30 dan body fat percentage
tinggi ≥ 30 yaitu dilihat dari nilai p = 0,004. Penelitian tersebut melibatkan 5852 responden wanita sehat pada rentang umur 30 - 49 tahun. Secara
garis besar, hasil penelitian tersebut adalah semakin tinggi body fat percentage maka semakin tinggi mengalami hiperglikemia nilai OR 1,56 1,18 - 2,17.
Perbedaan hasil penelitian dapat disebabkan karena perbedaan dalam pengukuran untuk memperoleh nilai body fat percentage. Penelitian yang dilakukan oleh Kim,
et al. 2011 menggunakan bioelectrical impedance analysis BIA instrument, sedangkan penelitian ini menggunakan metode antropometri yaitu skinfold
thickness. BIA lebih menunjukan body fat percentage yang konsisten dibandingkan dengan skinfold thickness, namun memiliki kelemahan dalam
mengukur body fat percentage pada ras yang berbeda National Obesity Observatory, 2009; Martin, Gomez, and Antrozan, 2001.
C. Korelasi body fat percentage terhadap HbA1c