Body fat percentage Karakteristik Subyek Penelitian

4. Abdominal skinfold thickness

Pengujian normalitas abdominal skinfold thickness subyek penelitian menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan taraf kepercayaan 95. Hasil yang diperoleh adalah data terdistribusi normal dilihat dari signifikansinya p = 0,200 dan dapat dilihat dari histogram yaitu simetris dan tidak miring ke kanan maupun ke kiri Gambar 12. Ukuran pemusatan dinyatakan dengan mean yaitu 30,30 dan ukuran penyebarannya dinyatakan dalam standar deviasi yaitu 7,94. Gambar 12. Grafik distribusi abdominal skinfold thickness subyek penelitian

5. Body fat percentage

Nilai body fat percentage diperoleh melalui perhitungan terhadap 3 titik pengukuran skinfold thickness yaitu triceps, suprailiac, dan abdominal yang dinyatakan dalam bentuk . Pengujian normalitas body fat percentage subyek penelitian menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan taraf kepercayaan 95. Hasil yang diperoleh adalah data tidak terdistribusi normal dilihat dari signifikansi p yaitu 0,043 dan dapat dilihat dari histogram yaitu tidak simetris dan cendrung miring ke kanan Gambar 13. Ukuran pemusatan body fat percentage dinyatakan dengan median yaitu 33,65 kategori overweight dan ukuran penyebarannya dinyatakan dalam minimum - maksimum yaitu 17,46-55,75. Gambar 13. Grafik distribusi body fat percentage subyek penelitian Body fat percentage menggambarkan distribusi lemak subkutan yang diperoleh dari hasil konversi pengukuran skinfold thickness. Dalam perhitungan nilai body fat percentage minimal dibutuhkan 3 titik pengukuran skinfold thickness Indriati, 2010. Pemilihan triceps, suprailiac, dan abdominal untuk pengukuran skinfold thickness didasarkan atas pertimbangan kenyamanan dari subyek penelitian, kemudahan dalam melakukan pengukuran, titik pengukuran harus mempunyai korelasi yang tinggi dengan total lemak tubuh, dan dapat diaplikasikan pada semua individu umur, jenis kelamin, etnik National Obesity Observatory, 2009; Bray and Bouchard, 2005; Sirbu, et al., 2009; Hall, et al., 2007; Beta Technology, 2008. Body fat percentage sering dijadikan sebagai penanda obesitas dibandingkan body mass index sebab, body mass index bukan merupakan suatu pengukuran langsung terhadap adipositas dan tidak dapat dipakai pada individu dengan body mass index yang tinggi akibat besarnya massa otot Guyton and Hall, 2006. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Nooyens, Koppes, Visscher, Twisk, Kemper, Schuit, et al. 2007 yaitu pengukuran lemak subkutan dapat memprediksi kelebihan berat badan dan obesitas dibandingkan dengan body mass index. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mott, Wang, Thornton, Allison, Heymsfield, and Pierson 1999, usia dewasa pertengahan middle age memiliki body fat percentage yang lebih tinggi dibandingkan pada usia muda dan lansia p 0,001. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Gallagher, Visser, Sepulveda, Pierson, Harris, and Heymsfied cit., Carpenter, Yan, Chen, Hong, Arechiga, Kim, et al., 2013, body fat percentage pada usia tua lebih tinggi dibandingkan dengan usia muda.

6. HbA1c