Hasil Analisis Data HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data nilai rasa bahasa No Nama Daya Bulan Jumlah September Oktober 1. Nilai Rasa halus 4 7 11 2. Nilai rasa kasar 3 1 4 3. Nilai rasa takut 5 9 14 4. Nilai rasa yakin 6 2 8 5. Nilai rasa heran 2 1 3 6. Nilai rasa sedih 12 2 14 7. Nilai rasa bahagia 5 4 9 8. Nilai rasa marah 11 2 13 9. Nilai rasa Ikhlas 2 - 2 10. Nilai rasa Cinta - 1 1 11. Nilai rasa Sombong - 2 2 Jumlah 80

4.2 Hasil Analisis Data

Data yang dianalisis merupakan tuturan yang diambil dari tuturan yang ada dalam berita politik “Koran Kompas” selama bulan September-Oktober 2014. Analisis data terdiri dari unsur intralingual dan ekstralingual daya bahasa dan nilai rasa bahasa. Analisis data merupakan pengklasifikasian daya bahasa dan nilai rasa ke dalam jenis-jenisnya berdasarkan unsur intralingual diksi, frasa, klausa, kalimat, dan wacana dan unsur ekstralingual berupa fenomena konteks praanggapan berupa peengtahuan umum. Fenomena konteks adalah anggapan dari peneliti tentang bagaimana konteks itu dimunculkan. Hasil analisis data tentang penggunaan unsur intralingual dan ekstralingualyang dapat memunculkan daya bahasa dan nilai rasa bahasa dalam berita politik Koran Kompas sebagai penanda kesantunan berkomunikasi akan dipaparkan sebagaiberikut. 4.2.1 Analisis Penanda Intralingual dan Ekstralingual dalam Daya Bahasa sebagai Penanda Kesantunan Berkomunikasi Analisis unsur intralingual dan ekstralingual daya bahasa merupakan pengelompokan kekuatan suatu kata, diksi, frasa, klausa, kalimat, dan wacana yang kemudian dimunculkan dengan unsur ekstralingual yang berupa susana tuturan dan fenomena konteks praanggapan berupa pengetahuan umum.Pemanfaatan unsur intralingual danekstralingual tersebut digunakan untuk memberikan efek komunikatif lebih kuatpada mitra tutur dengan tujuan tertentu, seperti memberikan informasi, membujuk, mengikuti pikiran,mengibur, dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan pada bulan September dan Oktober yang telah ditetapkan sebagai objek penelitian, terdapat 8 penggolongan jenis daya bahasa yang ditemukan, yaitu daya kabar, daya ungkap, daya ancam, daya paksa, daya harap, daya penolakan, daya kelakar, dan daya banding. Penggolongan daya bahasa tersebut didasarkan pada kemiripan efek komunikatif yang ada dalam unsur intralingual dan ekstralingual sebagai penanda kesantunan berkomunikasi. Secara terperinci, analisis unsur intralingual dan ekstralingual yang digunakan untuk memunculkan daya bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunikasi akan dipaparkan sebagai berikut.

4.2.1.1 Daya Kabar

Daya kabar adalah kekuatan suatu kalimat dalam wacana yang digunakan oleh penutur untuk menyampaikan suatu kejadian mengenai berita politik melalui informasi dan penegasan. Daya khabar dalam berita politik Koran Kompas ditemukan sebanyak 34 tuturan. Data tersebut meliputi : 4.2.1.1.1. Daya informasi Daya informasi adalah kekuatan suatu bahasa yang digunakan oleh penutur untuk memberitahukan informasi yang dapat memberi pengetahuan baru kepada mitra tutur. Dalam berita politik, daya informasi merupakan daya yang paling dominan ditemukan yaitu sebanyak 24 tuturan. Data tersebut disajikan sebagai berikut. 1. “Dialog merupakan bagian dari tradisi musyawarah yang menjadi ciri yang sangat penting bangsa ini, sama halnya dengan semangat gotong royong”. BPKK, 02092014 Konteks : Tuturan diucapkan oleh Hasto selaku Deputi Tim Transisi yang menanggapi pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa untuk bersilaturahmi. Penutur memiliki pengetahuan lama bahwa kebiasaan bangsa Indonesia yang sejak dahulu dikenal dengan negara yang memiliki jiwa mufakat dan silaturahmi antar umat yang tinggi. 2. “Pencurian ikan bukan hanya di Indonesia, dunia juga” BPKK, 03092014 Konteks : Tuturan diucapkan oleh Menteri kelautan, Sharif Chicip yang menilai kondisi mafia perikanan saat ini sudah menyebar luas. Seperti di Filipan dan Malaysia yang juga memiliki wilayah laut yang luas. 3. “Ke-58 calon itu terdiri dari lima perempuan dan 53 laki-laki. Salah satunya Pak Busyro Muqoddas.” BPKK, 03092014 Konteks : Tuturan diucapkan oleh Amir yang merupakan Ketua Panitia Seleksi Pimpinan KPK yang memberitahu data calon pimpinan KPK. 4. “Secara keseluruhan, rapor kinerja DPRD tingkat provinsi dan kabupaten mendapat angka merah” BPKK, 30092014 Konteks : Tuturan diucapkan oleh Peneliti Utama Indonesia Governance Index IGI Kemitraan Lenny Hidayat yang menanggapi rapor kinerja anggota DPRD yang jeblok. Rapor kinerja DPRD tingkat provinsi dan kabupaten pada tahun 2014 jauh lebih buruk dibandingkan tahun 2012. 5. “Salah satu faktor yang cukup mempengaruhi citra DPR adalah perilaku korupsi ” BPKK, 01102014 Konteks : Tuturan diucapkan oleh penutur yang menanggapi korupsi di indonesia yang banyak menyeret anggota DPR. Sepanjang lima tahun terakhir, terseretnya sejumlah anggota DPR dalam kasus korupsi yang menjadi pemicu pesimisme publik pada lembaga ini. selain itu adanya proyek-proyek di kementerian dan pembahasan anggaran yang menjadi lahan praktik korupsi anggota legislatif. Ketujuh tuturan berita politik di atas mengandung daya informasi berupa informasi. Daya informasi tersebut tercermin pada konteks yang ada dalam kalimat-kalimat berita politik di atas. Kalimat-kalimat berupa informasi tersebut memiliki sebuah pesan informasi mengenai kejadian di dalam lingkup politik. Tuturan 1 mencoba memperlihatkan informasi yang ada dalam tuturan tersebut dengan menjelaskan dialog merupakan tradisi dalam msuyawarah sama halnya dengan gotong royong. Seperti kebiasaan bangsa Indonesia yang sejak dahulu dikenal dengan negara yang memiliki jiwa mufakat dan silaturahmi antar umat yang tinggi. Musyawarah bagi bangsa Indonesia merupakan salah satu kegiatan yang sering dilakukan dalam suatu rapat untuk membicarakan suatu masalah dan menentukan suatu keputusan. Presiden Jokowi menerapkan tardisi musyawarah terhadap seluruh partai politik untuk memperkuat pemerintahannya kelak. Terbukti selama ini Presiden Jokowi selalu menjalin silaturahmi dengan para petinggi untuk membahas kemajuan negara Indonesia. Daya informasi tersebut dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat“dialog merupakan bagian dari tradisi musyawarah yang menjadi ciri yang sangat penting bangsa ini, sama halnya dengan semangat gotong royong ”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa negara kita memang dikenal dengan negara yang menjunjung tinggi musyawarah mufakat. Para pemimpin bangsa sering melakukan musyawarah untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau menentukan suatu keputusan. Dengan menerapkan musyawarah dalam setiap diskusi akan membentuk keputusan yang baik, dan itulah yang dilakukan para pejuang bangsa di dalam negara yang kaya akan jiwa mufakatnya ini. Tuturan dalam berita politik tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena menggunakan bahasa yang formal. Selain itu, dianggap santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kebijaksanaan, tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur. Dalam konteks ini tuturan penutur mengandung maksim kebijaksanaan karena telah memberikan keuntungan dalam bentuk informasi kepada publik dan pembaca mengenai pentingnya dialog dan gotong royong. Sama halnya dengan tuturan berita politik 1, tuturan 2 juga memperlihatkan informasi dengan memberitahu mengenai pencurian ikan yang tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di dunia. Daya informasi tersebut dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “Pencurian ikan bukan hanya di Indonesia, dunia juga”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa pencurian ikan sudah menyebar hampir di seluruh dunia. Seperti di yang terjadi di negara tetangga, seperti di Filipina dan Malaysia. Tuturan dalam berita politik tersebut juga dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kebijaksanaan, tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur. Dalam konteks ini tuturan penutur mengandung maksim kebijaksanaan karena telah memberikan keuntungan dalam bentuk informasi kepada publik dan pembaca mengenai pencurian ikan yang menyebar sampai di dunia. Tuturan 3 mencoba memperlihatkan informasi berupa data calon ketua umum KPK. Tuturan tersebut diucapkan oleh Amir yang merupakan Ketua Panitia Seleksi Pimpinan KPK yang memberitahu data calon pimpinan KPK, salah satunya adalah Busyo Muqoddas yang dicalonkan kembali sebagai ketua umum KPK. Daya informasi tersebut dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “Ke-58 calon itu terdiri dari lima perempuan dan 53 laki-laki. Salah satunya Pak Busyro Muqoddas”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa banyak tokoh yang mencalonkan diri sebagai Ketua KPK. Seperti pak Busyro Muqqodas yang memiliki kinerja yang bagus pada masa kerja sebelumnya ketika menjadi Ketua KPK. Banyak dukungan yang ditunjukan kepadanya agar mencalonkan kembali menjadi Ketua KPK, karena kinerja Pak Busyro sendiri yang sangat membuat masyarakat menyukai sosok dirinya. Bahkan kasus-kasus besar dapat diberantas pada masa kepemimpinannya. Salah satunya kasus Nazarudin. Tuturan dalam berita politik tersebut juga dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kebijaksanaan, tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur. Dalam konteks ini tuturan Ganjar Bondon mengandung maksim kebijaksanaan karena telah memberikan keuntungan dalam bentuk informasi kepada publik bahwa salah satu calon ketua KPK adalah Busyro Muqoddas yang memiliki kinerja yang bagus. Tuturan 4 mencoba memperlihatkan informasi mengenai rapor kinerja anggota DPRD yang mendapatkan angka merah. Tuturan yang diucapkan oleh Peneliti Utama Indonesia Governance Index IGI Kemitraan Lenny Hidayat memberitahu bahwa rapor kinerja anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten tahun 2014 mengalami penurunan lebih buruk dari tahun 2012. Daya informasi dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “ Secara keseluruhan, rapor kinerja DPRD tingkat provinsi dan kabupaten mendapat angka merah”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa data rapor anggota DPRD pada tahun 2014 jauh lebih buruk dibandingkan tahun 2012. Rata-rata rapor pada tahun 2014 hanya 3,42skala 0- 10, sedangkan pada tahun 2012 rata-ratanya 4,89. Lima DPRD yang memiliki rapor terburuk adalah Seluma Bengkulu 2,10; Sampang, Jawa Timur 2,33; Jayapura, Papua 2,44; Lombok Utara, NTB 2,55;Pontianak, Kalimantan Barat 2,70. Tuturan dalam berita politik tersebut juga dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kebijaksanaan, tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur. Dalam konteks ini tuturan Ganjar Bondon mengandung maksim kebijaksanaan karena telah memberikan keuntungan dalam bentuk informasi kepada publik mengenai rapor kinerja anggota DPRD mendapat angka merah. Tuturan 5 juga mengutarakan informasi mengenai citra DPR yang buruk dikarenakan perilaku korupsi yang dilakukan oleh anggota DPR. Daya informasi dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “ Salah satu faktor yang cukup mempengaruhi citra DPR adalah perilaku korupsi”.Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa korupsi di indonesia yang banyak menyeret anggota DPR. Sepanjang lima tahun terakhir, terseretnya sejumlah anggota DPR dalam kasus korupsi yang menjadi pemicu pesimisme publik pada lembaga ini. selain itu adanya proyek-proyek di kementerian dan pembahasan anggaran yang menjadi lahan praktik korupsi anggota legislatif. Beberapa nama-nama anggota DPR yang terseret kasus korupsi adalah M Nazaruddin Demokrat, yang terseret kasus korupsi proyek di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Kasus ini akhirnya menyeret, menjerat juga kolega separtainya, yaitu Angelina Sondakh, Andi Malarangang dan Anas Urbaningrum. Selain itu kasus suap dana Penyesuaian infrastruktur Daerah menyeret Wa Ode Nur Hayati PAN. Sementara Luthfi Hasan Ishaq PKS terjertat kasus suap proyek impor sapi, Zulkarnaen Djabar Golkar dalam korupsi proyek pengadaan Al Quran di Kementerian Agama, dan Chaerunisa Golkar dalam kasus suap sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi. Tuturan dalam berita politik tersebut juga dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kebijaksanaan, tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur. Dalam konteks ini tuturan penutur mengandung maksim kebijaksanaan karena telah memberikan keuntungan dalam bentuk informasi kepada publik mengenai faktor yang mempengaruhi citra DPR berasal dari perilaku korupsi. Berdasarkan kelima contoh di atas dapat disimpulkan bahwa daya informasi memiliki ciri khas, yakni tuturannya selalu memberikan keuntungan bagi mitra tutur. Hal ini sesuai dengan prinsip kesantunan Leech dalam Pranowo 2012:103 yakni maksim kebijaksanaan, tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur. Hal ini terlihat pada semua contoh tuturan yang mengandung daya informasi, memberikan keuntungan berupa informasi. 4.2.1.1.2 Daya Penegasan Daya penegasan adalah kekuatan bahasa yang digunakan penutur untuk menegaskan tuturannya kepada mitra tutur. Peneliti menemukan 3 tuturan yang mengandung penegasan. Data tersebut disajikan sebagai berikut. 6. “Rapat terakhir presiden PKS menegaskan posisi kami tetap bahwa kepala daerah, gubernur dan bupati atau walikota dipilih langsung.BPKK, 02092014 Konteks : Tuturan diucapkan oleh Fahri Hamsah selaku Wakil Sekertaris Jendral PKS untuk menanggapi proses pilkada. Pilkada oleh anggota DPRD akan merusak tatanan politik dan relasi pemerintahan di daerah. Seperti akan munculnya plotik uang dan tidak adanya kesempatan bagi masyarakat untuk memilih pemimpinnya sendiri. 7. “Sampai sekarang masih tetap akan dilantik selama belum ada keputusan hukum yang bersifat tetap” BPKK, 03092014 Konteks :Tuturan diucapkan oleh Husni Kamil, selaku Ketua KPU yang menegaskan mengenai pelantikan calon anggota DPR. Anggota DPR yang memiliki masalah akan tetap dilantik sebelum jatuhnya keputusan hukum. 8. “Saya jelaskan tadi, semua menteri dan kepala lembaga mendapat DOM.”BPKK, 10102014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Jero Wacik yang menanggapi pemeriksaan perdannya dengan pertanyaan yang diberikan kepadanya mengenai DOM. Selama Jero Wacik menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata dan ketika menjadi Menteri ESDM juga mendapatkan DOM. Ketiga tuturan di atas mengandung daya penegasan yang mencoba menyampaikan maksud dengan cara menegaskan. Daya penegasan dalam kalimat- kalimat di atas menggunakan cara mengabari yang dilakukan melalui penegasan penutur terhadap mitra tutur. Tuturan 6 mencoba memperlihatkan penegasan yang dilakukan dengan cara menegaskan posisi PKS tetap, bahwa kepala daerah, gubernur dan bupati atau walikota dipilih langsung. Daya penegasan tersebut dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kata “tetap”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa pemilihan oleh anggota DPRD menjadikan pemilihan tidak sehat karena adanya suap untuk mendapkan kursi kepala daerah. Selain itu manyarakat tidak mendapatkan haknya untuk memilih pemimpin yang mereka inginkan. Tuturan ini dipersepsi sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kebijaksanaan, tuturan dapat memberikan keuntungan bagi mitra tutur. Dalam konteks ini, tuturan Fahri Hamsah mengandung maksim kebijaksanaan karena telah memberikan keuntungan dalam bentuk penegasan berupa diksi “tetap”kepada publik bahwa posisi PKS tetap bahwa kepala daerah, gubernur dan bupati atau walikota dipilih langsung. Tuturan 7 juga mencoba memperlihatkan penegasan yang dilakukan dengan cara menegaskan mengenai pelantikan calon anggota DPR. Anggota DPR yang memiliki masalah akan tetap dilantik sebelum jatuhnya keputusan hukum. Daya penegasan tersebut dapat diperkuat dengan penanda intralingual berupa kalimat “Sampai sekarang masih tetap akan dilantik selama belum ada keputusan hukum yang bersifat tetap ” yang diperkuat dengan klausa “..tetap akan dilantik…”. Kalimat tersebut dipersepsi sebagai sikap tegas dari KPU untuk tetap melantik kedua orang caleg terpilih asal Golkar yang dipecat oleh DPP Golkar sebelum surat pemecatan yang bersifat keputusan hukum tetap diturunkan. Daya penegasan juga diperkuat melalui diksi “tetap” yang memiliki makna denotatif atau makna sebenarnya yaitu tidak berubah atau konsisten. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa seseorang yang terjerat kasus hukum apabila belum dijatuhkan keputusan hukum yang bersifat tetap tentu masih belum bisa dijadikan tersangka dan masih bisa dikatakan rakyat Indonesia yang tidak bersalah. Tuturan di atas dipersepsi santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kebijaksanaan, tuturan memberikan keuntungan terhadap penutur. Dalam konteks ini, tuturan Husni Kamil memberikan keuntungan dalam bentuk penegasan berupa klausa “tetap akan dilantik ” terhadap mitra tutur bahwa pelantikan akan tetap dijalankan sebelum putusan hukum yang bersifat tetap. Tuturan 8 juga mencoba memperlihatkan penegasan yang dilakukan oleh Jero Wacik bahwa semua menteri dan kepala lembaga mendapatkan DOM. Daya penegasan diperkuat dengan penanda intralingual berupa kalimat “Saya jelaskan ta di, semua menteri dan kepala lembaga mendapat DOM” yang diperkuat dengan klausa “ saya jelaskan tadi….”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa pada saat dirinya menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata selama 7 tahun. Ketika menjadi Menteri ESDM selama tiga tahun, dia juga mendapatkan DOM. Tuturan di atas dipersepsi santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kebijaksanaan, tuturan memberikan keuntungan terhadap penutur. Dalam konteks ini, tuturan Jero Wacik memberikan keuntungan dalam bentuk penegasan terhadap mitra tutur bahwa semua menteri mendapatkan DOM. Seperti ketika dirinya menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata dan ketika menjadi Menteri ESDM juga mendapatkan DOM. Berdasarkan contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa daya penegasan memiliki ciri khas yang sering dipakai yakni diksi “tetap” pada DB.11BPKK02092014 dan DB.16BPKK03092014. Sedangkan pada DB.94BPKK10102014 berbeda dengan kedua tuturan di atas, yaitu lebih menggunakan klausa “saya jelaskan tadi,…” juga termasuk ke dalam daya penegasan karena mengandung penegasan mengenai sesuatu topik. Jadi tidak semua daya penegasan menggunakan kata-kata khas seperti yang telah disebutkan di atas. Selain itu, daya penegasan dapat dimunculkan melalui penanda intralingual berupa kalimat. Sedangkan penanda ekstralingual berupa fenomena praanggapan berupa pengetahuan umum.

4.2.1.2 Daya Ungkap

Daya ungkap adalah kekuatan bahasa yang digunakan oleh penutur untuk mengungkapkan pandangannya atau pikirannya mengenai suatu hal yang dianggap penting kepada mitra tutur. Dalam berita politik, daya ungkap digunakan untuk mengungkapkan pendapat mengenai suatu berita politik. Daya ungkap menyatakan ungkapan suatu hal atau peristiwa agar pembaca memahami adanya makna pada suatu kalimat. Daya ungkap dalam berita politik Koran Kompas ditemukan sebanyak 11 tuturan. Data tersebut disajikan sebagai berikut : 9. “Pak Busyro ini sebenarnya tak tergantikan, bahkan salah satu pimpinan KPK terbaik”. BPKK, 03092014 Konteks :Tuturan diucapkan oleh Ganjar Bondon, Dosen Hukum Pidana UI yang menanggapi pencalonan ulang Busyro. Penutur memiliki pengetahuan lama ketika dalam masa pimpinan Busyro Muqoddas, dia dapat memberantas semua korupsi besar bahkan yang melibatkan Nazar cs sudah dibongkar habis oleh Busyro Muqoddas. 10. “Saya kira itu baik untuk Pak Jero agar dia fokus dan berkonsentrasi pada masalah yang dihadapi ” BPKK, 06092014 Konteks : Tuturan diucapkan oleh Amir Syamsuddin untuk menanggapi pengunduran diri Jero Wacik dari jabatan menteri. Hal ini dikarenakan Jero Wacik terjerat dalam kasus korupsi 11. “Kalau dipikir-pikir, ngapain juga kita ekspor. Mendingan kita stop ekspor minyak. Kita mengolah sendiri untuk kebutuhan dalam negeri sendiri dulu. Sekarang ini, kita seolah-olah ekspor dan dapat penghasilan, tetapi juga mengeluarkan anggaran subsidi. Prinsipnya energi harus diutamakan untuk kebutuhan dalam negeri dulu ” BPKK, 06092014. Konteks: Tuturan diucapkan oleh Haryadi yang menanggapi minyak mentah yang diekspor ke Indonesia nilainya hampir mencapai Rp 300 triliun. Ironisnya, besaran subsidi minyak juga hampir Rp 300 triliun. 12. “Kesalahan Jero Wacik mungkin tidak seratus persen kesalahan dia. Namun, lebih karena dia tidak paham seluk beluk proses migas yang rumit membuat dia ti dak sadar kalau dia terpeleset” BPKK, 07092014 Konteks: Tuturan diucapkan Dewi Aryani, anggota DPR yang menanggapi kasus yang menjerat Jero Wacik. Hal ini dikarenakan pemilihan pejabat yang kurang ahli dibidangnya, seperti Jero Wacik. 13. “Keistimewaan anak pejabat terbukti hanya menghancurkan pribadi dan menurunkan tingkat kepercayaan terhadap pemerintahan.”BPKK, 24102014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Uchok yang menanggapi keistimewaan anak pejabat dalam tes CPNS. Penutur memiliki pengetahuan lama bahwa pemaksaan anak pejabat untuk diterima sebagai pegawai ke dalam struktur pemerintahan hanya akan merusak sistem. Seperti apabila anak pejabat itu tidak mampu bekerja dan melanggar aturan, tentu tidak akan ada atasan yang berani menegur dan menjatuhkan sanksi. Kelima tuturan di atas mengandung daya ungkap. Daya ungkap dalam kalimat-kalimat tersebut menunjukan pendapat-pendapat dari penutur terkait suatu kejadian mengenai berita politik. Daya ungkap tercermin pada tuturan diatas. Tuturan 9 mencoba mengungkapkan pendapat dari Ganjar Bondon dalam menanggapi pencalonan kembali Busyro Muqoddas sebagai ketu umum KPK. Ganjar mengutarakan pendapatnya mengenai sosok Busyro yang memiliki kinerja yang bagus dan pimpinan KPK terbaik. Daya ungkap dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “Pak Busyro ini sebenarnya tak tergantikan, bahkan salah satu pimpinan KPK terbaik”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa selama Busyro menjabat sebagai ketua umum KPK , dia sudah bekerja dengan baik. Terbukti dia sudah membabat habis kasus korupsi-korupsi besar bahkan yang melibatkan Nazar cs. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim pujian, tuturan dapat memberikan pujian kepada mitra tutur. Dalam konteks ini, tuturan Ganjar Bondo mengandung maksim pujian, karena telah memberikan pujian dalam bentuk pemberian pendapat mengenai sosok Busyro Muqoddas dalam pemilihan ketua umum KPK. Pujian itu seperti dalam kalimat “Pak Busyro ini sebenarnya tak tergantikan, bahkan salah satu pimpinan KPK terbaik”. Tuturan 10 mencoba mengungkapkan rasa simpati terhadap kasus yang dialami oleh Jero Wacik yang membuat dirinya mengundurkan diri dari jabatan menteri. Daya ungkap dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “ Saya kira itu baik untuk Pak Jero agar dia fokus dan berkonsentrasi pada masalah yang dihadapi”yang diperkuat melalui klausa“ Saya kira itu baik untuk Pak Jero…”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa Jero Wacik tersangkut kasus dugaan pemerasan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM. Selain itu Jero juga didera kasus lain yaitu ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi saat menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2008-2011. Sedangkan suasana yang terdapat dalam tuturan adalah suasana sedih dan syok. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim simpati, tuturan dapat mengungkapkan rasa simpati terhadap yang dialami mitra tutur. Hal ini terlihat pada tuturan Amir Syamsudin yang mengandung maksim simpati karena telah memberikan simpati dalam bentuk pemberian pendapat atau ungkapan kepada Jero Wacik. Ungkapan itu berupa klausa “ Saya kira itu baik untuk Pak Jero…”. Tuturan 11 mencoba mengungkapkan pendapat yang diucapkan oleh Haryadi yang menanggapi ekspor minyak yang nilainya hampir sama dengan besaran subsidi minyak yang mencapai Rp 300 triliun. Daya ungkap dilihat melalui tuturan “ Kalau dipikir-pikir, ngapain juga kita ekspor. Mendingan kita stop ekspor minyak. Kita mengolah sendiri untuk kebutuhan dalam negeri sendiri dulu. Sekarang ini, kita seolah-olah ekspor dan dapat penghasilan, tetapi juga mengeluarkan anggaran subsidi. Prinsipnya energi harus diutamakan untuk kebutuhan dalam negeri dulu ”yang diperkuat dengan penanda intralingual berupa kalimat “. Prinsipnya energi harus diutamakan untuk kebutuhan dalam negeri dulu …”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa hasil dari ekspor tidak mendapatkan keuntungan karena pemerintah tetap mengeluarkan anggaran untuk subsidi. Lebih baik olah sendiri dan utamakan untuk kebutuhan dalam negeri. Kalaupun ada keuntungan atau pun kerugian, setidaknya kebutuhan dalam negeri tetap terpenuhi. Minyak mentah yang diekspor Indonesia nilainya hampir mencapai Rp 300 triliun. Ironisnya, besaran subsidi minyak juga hampir Rp 300 triliun. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kebijaksanaan, tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur. Dalam konteks ini, tuturan Haryadi mengandung maksim kebijaksanaan karena telah memberikan keuntungan dalam bentuk pemberian pendapat mengenai ekspor minyak yang tidak menguntungkan bagi negara, karena negara juga mengeluarkan subsidi dengan nilai yang sama dengan hasil ekspor minyak. Sama seperti tuturan 10, pada tuturan 12 juga mencoba mengungkapkan rasa simpati terhadap kasus yang menjerat Jero Wacik karena migas bukan lah bidangnya. Daya ungkap dapat dilihat melalui tuturan “ Kesalahan Jero Wacik mungkin tidak seratus persen kesalahan dia. Namun, lebih karena dia tidak paham seluk beluk proses migas yang rumit membuat dia tidak sadar kalau dia terpeleset”yang diperkuat dengan penanda intralingual berupa kalimat“ Kesalahan Jero Wacik mungkin tidak seratus persen kesalahan dia ”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa latar belakang Jero Wacik merupakan lulusan dari beberapa Perguruan Tinggi ternama di Indonesia. Selama menempuh pendidikan, Jero Wacik belajar dalam bidang Teknik mesin dan berada di Fakultas Ekonomi UI. Setelah bergabung dalam partai usungan SBY, pada akhirnya membawanya menjadi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2004-2009 dan menjabat Menteri Energi dan sumber Daya Mineral periode 2011-2014. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim simpati, tuturan dapat mengungkapkan rasa simpati terhadap yang dialami mitra tutur. Hal ini terlihat pada tuturan Dewi Ariyani yang mengandung maksim simpati karena telah memberikan simpati dalam bentuk pemberian pendapat terhadap kasus yang menimpa Jero Wacik. Rasa simpati terlihat dalam kalimat “ Kesalahan Jero Wacik mungkin tidak seratus persen kesalahan dia ”. Tuturan ke 13 juga sama dengan tuturan ke 11 yang mencoba mengungkapkan pendapat yang diucapkan oleh Uchok mengenai keistimewaan dalam anak pejabat dalam tes CPNS. Daya ungkap dapat dilihat melalui penanda ekstralingual berupa kalimat “Keistimewaan anak pejabat terbukti hanya menghancurkan pribadi dan menurunkan tingkat kepercayaan terhadap pemerintahan ”.Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapanbahwa pemaksaan anak pejabat untuk diterima sebagai pegawai ke dalam struktur pemerintahan hanya akan merusak sistem. Seperti apabila anak pejabat itu tidak mampu bekerja dan melanggar aturan, tentu tidak akan ada atasan yang berani menegur dan menjatuhkan sanksi. Seperti kasus yang dialami anak pejabat yang diam-diam mengikuti tender proyek pemerintahan yang dilakukan putra mantan Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan, tak ada satupun kementerian berani menolak. Pada akhirnya dugaan korupsi pun terungkap dan kini harus dibawa ke pengadilan. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kebijaksanaan, tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur. Dalam konteks ini, tuturan Uchok mengandung maksim kebijaksanaan karena telah memberikan keuntungan dalam bentuk pemberian pendapat mengenai diistimewakannya anak pejabat dalam tes CPNS yang akan menghancurkan pribadi dan menurunkan tingkat kepercayaan terhadap pemerintahan. Berdasarkan kelima contoh di atas dapat disimpulkan bahwa daya ungkap memiliki ciri khas yang digunakan yaitu berisi pendapat dan masukan kepada mitra tutur. Selain itu, daya ungkap juga memberikan keuntungan kepada mitra tutur karena tuturannya dapat dijadikan pedoman atau masukan mitra tutur, seperti pada tuturan DB.34BPKK06-09-2014 dan DB.104BPKK24-10-2014. Ada juga tuturan dalam daya ungkap yang dianggap sebagai tuturan santun karena mengungkapkan simpati terhadap mitra tutur, seperti pada tuturan DB.30BPKK06-09-2014danDB. 35BPKK07-09-2014. Sedangkan pada DB.22BPKK03-09-2014 lebih mengungkapkan rasa pujian penutur terhadap mitra tutur.

4.2.1.3 Daya Ancam

Daya ancam adalah kekuatan bahasa yang digunakan oleh penutur untuk mengancam mitra tutur karena tindakan mitra tutur dianggap tidak sesuai dengan aturan oleh penutur. Ancaman ini dapat dilakukan melalui kritikan kritikan langsung dan tidak langsung, peringatan, sindiran, dan ejekan. Berkaitan dengan tuturan dalam berita politik, daya ancam digunakan untuk menyampaikan maksud secara langsung maupun tidak langsung. Daya ancam dalam berita politik Koran Kompas ditemukan sebanyak 21 tuturan. Data tersebut meliputi: 4.2.1.3.1 Daya Kritik Daya kritik adalah kekuatan bahasa yang digunakan penutur untuk mengkritik mitra tutur, lembaga atau pun seseorang yang dianggap tindakannya tidak sesuai dengan aturan secara langsung. Kritikan bisa berbentuk kritikan secara langsung dan implikatur. Peneliti menemukan 2 tuturan yang mengandung daya kritik. Data tersebut disajikan sebagai berikut: 14. “Jangan hanya terpaku pada kasus-kasus besar. Jangan-jangan empat tahun diperiksa dan disidang tetapi tidak ada satu pun yang selesai”. BPKK, 03092014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Ganjar yang memiliki pengetahuan lama bahwa KPK selama ini hanya fokus menangani kasus-kasus besar dan menyampingkan kasus-kasus kecil. Dimana kasus korupsi pada anggota kader partai lebih diutamakan dari pada kasus korupsi pada masyarakat biasa 15. ”Ketika seorang kader partai politik terkena kasus korupsi, seharusnya ada semacam mekanisme berupa koreksi internal yang diikuti dengan adanya teguran. Namun, sampai sekarang tidak ada mekanisme itu”. BPKK, 0109014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Emerson Yuntho selaku koordinator monitoring hukum dan peradilan Indonesia yang menanggapi permasalahan mengenai kasus korupsi. Kasus korupsi di Indonesia banyak sekali dilakukan oleh kader partai politik. Beberapa diantaranya adalah kader partai politik seperti Angelina Sondakh, Andi Malaranggeng, Anas Urbaningrum, bahkan Jero Wacik. Kedua tuturan berita politik di atas mengandung daya ancam berupa kritikan. Tuturan 14 mencoba memperlihatkan ancaman dengan cara mengkritik secara langsung mengenai KPK yang hanya menangani kasus-kasus besar. Daya ancam tersebut dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “Jangan hanya terpaku pada kasus- kasus besar”. Daya ancam juga semakin diperkuat dengan penanda intralingual berupa klausa “jangan hanya terpaku”.Klausa tersebut dipersepsi sebagai ancaman berupa kritikan yang diberikan kepada KPK, agar tidak hanya menangani kasus-kasus besar seperti korupsi pada pejabat dan menteri. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa seperti kasus yang menimpa Nazaruddin. Dia terhimpit dua kasus besar yaitu kasus suap Kemenpora dan dugaan suap Sekjen MK Janedjri. Selain itu ada kasus korupsi Bank Century. Dalam mengatasi kasus ini membutuhkan waktu yang cukup lama, dan menomerduakan kasus-kasus kecil seperti kasus korupsi dalam masyarakat biasa. KPK selama ini hanya terfokus terhadap kasus korupsi yang melibatkan pejabat dan aparat pemerintahan. Sehingga mereka melalaikan kasus- kasus kecil yang juga membutuhkan penanganan. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena penutur menyatakan kritikan secara langsung dan yang dikatakan sesuai dengan apa yang dimaksudkan. Tuturan seperti itu dinilai dapat menyinggung perasaan pihak-pihak yang menjadi sasaran kritik. Selain itu juga bertentangan dengan prinsip kesantunan menurut Pranowo 109:2012 yakni sikap tenggang rasa, sikap menjaga perasaan mitra tutur. Dalam konteks ini, tuturan Ganjar berupa kalimat “Jangan hanya terpaku pada kasus-kasus besar” bertentangan dengan prinsip tenggang rasa karena mengkritik secara langsung anggota KPK yang hanya menangani kasus-kasus besar seperti kasus korupsi pada tokoh politik dan para pejabat. Tuturan 15 sama dengan tuturan 14 yang memperlihatkan ancaman berupa kritikan secara langsung. Pada tuturan 14 ini, memperlihatkan ancaman berupa kritikan mengenai kasus korupsi yang banyak menjerat para pejabat dan kader partai politik. Daya ancam berupa kritikan dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “Namun, sampai sekarang tidak ada mekanisme itu”. Kalimat tersebut dipersepsi sebagai kritikan terhadap partai politik yang sampai saat ini tidak adanya suatu gerakan atau pembenahan dalam menangani kadernya yang tersangkut kasus korupsi. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa kader partai politik banyak yang terlibat korupsi. Beberapa diantaranya adalah kader partai politik seperti Angelina Sondakh, Andi Malaranggeng, Anas Urbaningrum, bahkan Jero Wacik. Kader partai politik tersebut berada di bawah naungan Partai Demokrat. Dengan adanya kasus yang banyak menjerat kader parpol tersebut, membuat publik meninggalkan Partai Demokrat. Terbukti pada pemilu 2014 perolehan suara Partai Demokrat rontok. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena bertentangan dengan prinsip kesantunan Pranowo 109:2012 yakni sikap tenggang rasa, sikap menjaga perasaan agar mitra tutur tidak merasa terancam atas tuturan penuturnya. Dalam konteks ini, tuturan Emerson Yuntho berupa kalimat “Namun, sampai sekarang tidak ada mekanisme itu” bertentangan dengan prinsip tenggang rasa karena mengkritik secara langsung partai yang ada di pemerintahan tidak berbenah dan melakukan koreksi internal. Padahal jumlah kasus korupsi pada kader partai politik terus meningkat. Berdasarkan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa daya ancam berupa kritikan merupakan tuturan yang tidak santun karena bertentangan dengan prinsip kesantunan Pranowo 109:2012 yakni sikap tenggang rasa, sikapmenjaga perasaan mitra tutur. Hal itu disebabkan daya kritik ditujukan langsung terhadap mitra tutur. Daya kritik dapat dimunculkan melalui penanda intralingual kalimat yang diikuti oleh penanda ekstralingual fenomena konteks praanggapan. 4.2.1.3.2 Daya Sindir Ancaman juga dapat dilakukan melalui daya sindir. Daya sindiran dalam berita politik bisa berbentuk sindiran langsung dan tidak langsung. Daya sindir adalah kekuatan bahasa yang digunakan oleh penutur untuk menyindir mitra tutur atau seseorang mengenai suatu kejadian atau topik tertentu. Seperti data yang disajikan sebagai berikut. 16. “Masak malaikat mau dites sama setan” BPKK, 04092014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Asep Iwan, ahli Hukum Pidana dimana penutur memiliki pengetahuan lama bahwa seleksi pada tahap DPR sudah tidak dipercayai lagi, terutama oleh calon pimpinan yang jujur dan kredibel 17. “Jangan-jangan tingkat penerimaan pajak rendah karena dikorupsi. Kita hanya bisa menyapu koruptor kalau saja sapunya bersih dari korupsi”.BPKK, 24092014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Pengamat Perpajakan Yustinus Prastowo yang menanggapi lemahnya pemberantasan korupsi di negara ini, karena petugas KPK yang memikili peran dalam tindakan korupsi 18. “Kalau kualitas partainya seperti itu, tidak heran kualitas DPRD dan kepala dae rah yang diusung” BPKK, 26092014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Dadang Trisasongko selaku Sekretaris Jendral Transparancy International Indonesia yang menanggapi kualitas para partai politik yang enggan terbuka dalam laporan keuangan. Di mana, survei yang pernah digelar TI Indonesia menyatakan betapa gelapnya birokrasi Indonesia 19. “Pantes Gus Dur dulu mengatakan DPR itu seperti taman kanak-kanak. Kalau melihat, ya tidak terlalu salah kalau seperti itu”BPKK, 03102014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Popong Otje selaku anggota DPR tertua yang menanggapi keadaan sidang paripurna DPR dengan agenda penetapan pimpinan fraksi dan pimpinan DPR yang berlangsung gaduh. Puluhan anggota DPR yang beberapa jam sebelumnya dilantik berteriak mengajukan interupsi. Selain itu banyak mikrofon mati dan sebagian wakil rakyat merangsek ke depan meja pimpinan sidang paripurna. Keempat tuturan di atas mengandung daya ancam berupa sindiran. Tuturan 16 mencoba memperlihatkan ancaman berupa sindiran yang dilakukan dengan cara menyindir kepada anggota DPR yang selama ini sudah tidak dipercayai lagi oleh masyarakat. Hal ini karena banyaknya kasus suap pada anggota DPR. Daya ancam berupa sindiran dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “Masak malaikat mau dites sama setan”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa kebanyakan orang sudah tidak percaya lagi kepada DPR. Hal ini dikarenakan kinerja DPR sebagai wakil rakyat akan tetapi kebanyakan kasus korupsi justru banyak melibatkan anggota DPR itu sendiri. Terutama kasus suap yang diterima oleh anggota DPR. Tuturan dalam berita politik tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena menggunakan tuturan tidak langsung. Dalam hal ini, penutur secara tidak langsung tidak menyebutkan siapa yang dimaksudkan. Penutur hanya menggunakan perumpamaan seperti “ setan dan malaikat”. Selain itu tuturan ini dianggap santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 109:2012 yakni sikap tenggang rasa, sikap menjaga perasaan mitra tutur. Seperti tuturan Asep Iwan mengandung prinsip tenggang rasa karena dalam menyindir tidak menyebut jelas yang dimaksud sebagai “setan dan malaikat”. Sama halnya dengan tuturan 16, tuturan 17 juga memperlihatkan ancaman dengan cara menyindir KPK yang dinilai belum bersih dari korupsi. KPK yang diketahui sebagai pemberantas korupsi ternyata diyakini ikut terseret kasus korupsi. Daya ancam dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “Kita hanya bisa menyapu koruptor kalau saja sapunya bersih dari korupsi”. Penanda intralingual juga diperkuat dengan kata “sapunya”. Kata tersebut merupakan ungkapan terhadap KPK yang bertugas untuk memberantas korupsi. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa masih ada dan banyak anggota KPK yang terlibat di dalam kasus korupsi yang dilakukan para koruptor seperti pejabat negara. Kasus korupsi di Indonesia belum dapat teratasi secara tuntas karena para anggota KPK pun masih belum bersih dari korupsi. Seperti kasus suap yang diterima anggota KPK dari para koruptor. Tuturan dalam berita politik tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena menggunakan tuturan secara tidak langsung. Selain itu,tuturan tersebut santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 109:2012 yakni sikap tenggang rasa, sikap menjaga perasaan mitra tutur. Dalam hal ini, tuturan Yustinus mengandung prinsip tenggang rasa karena dalam menyindir KPK tidak langsung menyebutkan “KPK”, melainkan dengan kata ungkapan “sapunya”. Tuturan 18 berbeda dengan tuturan sebelumnya. Tuturan ke 18 ini mencoba memperlihatkan ancaman dengan cara menyindir langsung kualitas para partai politik di Indonesia.Daya ancam berupa sindirian dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “ Kalau kualitas partainya seperti itu, tidak heran kualitas DPRD dan kepala daerah yang diusung”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa kualitas para partai politik di Indonesia belum memadai karena enggan terbuka dalam laporan keuangan. Hal ini dikarenakan gelapnya birokrasi di Indonesia. Seperti kita ketahui sebanyak 22 provinsi dan 21 kabupatenkota, APBD-nya sulit diakses dan tertutup. Akses LHKPN juga tidak dilaporkan dan tidak dipublikasi. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena menggunakan tuturan berupa sindiran secara langsung. Tuturan tersebut dianggap tidak santun karena bertentangan dengan prinsip kesantunan Pranowo 109:2012 yakni sikap tenggang rasa, sikap menjaga perasaan mitra tutur. Dalam hal ini, tuturan Dadang berupa kalimat “ Kalau kualitas partainya seperti itu, tidak heran kua litas DPRD dan kepala daerah yang diusung” bertentangan dengan prinsip tenggang rasa karena menyindir kaulitas partai secara langsung. Tuturan ke 19 sama dengan tuturan ke 18 yang mencoba memperlihatkan ancaman dengan cara menyindir langsung DPR, pada saat siding paripurna DPR yang berlangsung sangat gaduh. Daya ancam berupa sindiran dapat dilihat melalui tuturan “ Pantes Gus Dur dulu mengatakan DPR itu seperti taman kanak-kanak. Kalau melihat, ya tidak terlalu salah kalau seperti itu” yang diperkuat dengan penanda intralingual berupa klausa “DPR itu seperti taman kanak-kanak”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa anggota DPR berperilaku seperti anak-anak apabila interupsinya atau pendapatnya tidak dihiraukan oleh pimpinan sidang. Hal ini dapat berakibat rusaknya mikrofon dalam ruang sidang dan sebagian wakil rakyat merangsek ke depan meja pimpinan sidang paripurna. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena bertentangan dengan prinsip kesantuna Pranowo 109:2012yakni sikap tenggang rasa, sikap menjaga perasaan mitra tutur. Dalam konteks ini, tuturan Popong Otje berupa kalimat “ Pantes Gus Dur dulu mengatakan DPR itu seperti taman kanak- kanak” bertentangan dengan prinsip tenggang rasa karena menyindir anggota DPR secara langsung, bahwa kelakuannya masih seperti anak-anak. Hal ini terbukti pada saat rapat paripurna sangat gaduh dan riuh. Berdasarkan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa daya sindir merupakan bentuk ancaman yang santun apabila diucapkan secara tidak langsung. Sedangkan daya sindir itu tidak santun apabila diucapkan secara langsung siapa orang yang disindirnya. Daya sindir yang dianggap santun biasanya menggunakan ungkapan atau perumpamaan. Seperti “malaikat dan setan” pada DB.27BPKK04092014 dan “sapunya” pada DB.71BPKK24092014. Selain itu, daya sindir yang dianggap tidak santun biasanya langsung menunjukan siapa orang yang disindirnya. Seperti pada “kualitas partai politik” pada DB.74BPKK26092014 dan “KPK” padaDB.87BPKK03102014.Penanda ekstralingual berupa fenomena konteks selalu mengikuti tuturan yang diucapkan. Pengetahuan umum juga selalu menjadi penanda penting unsur ekstralingual untuk memunculkan daya sindiran. 4.2.1.3.3 Daya Peringatan Daya peringatan adalah suatu kekuatan bahasa yang digunakan oleh penutur untuk memperingatkan seseorang atau memberi teguran kepada mitra tutur. Peringatan ini bisa berbentuk impilikatur dan peringatan secara langsung. Seperti pada data sebagai berikut. 20. “Seluruh masyarakat juga harus mengontrol, bahkan kalau terjadi korupsi pelakunya harus disikat”BPKK, 28092014 Konteks : Tuturan diucapkan oleh Muladi selaku Ketua Mahkamah Partai Golkar yang menanggapi keputusan Sidang Paripurna DPR soal Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang mengesahkan pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Penutur memiliki penegtahuan lama bahwa pilkada oleh DPRD akan merampas kedaulatan rakyat dan sangat memicu adanya politik uang dan penyuapan. 21. “ Sidang diskors dulu. Tah” BPKK, 03102014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh pimpinan sidang Popong yang menanggapi kegaduhan sidang paripurna DPR. Kegaduhan itu dikarenakan interupsi yang diajukan oleh menteri yang dilantik tidak digubris olehnya. Saat keriuhan berlangsung penutur mencari palu sidang yang tiba-tiba hilang dari meja pimpinan. Tuturan 20 mencoba memperlihatkan ancaman dengan cara memberi peringatan bagi kepala daerah yang melakukan korupsi. Daya ancam tersebut dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa klausa “bahkan kalau terjadi korupsi pelakunya harus disikat”. Klausa tersebut dipersepsi sebagai peringatan atau himbauan terhadap anggota DPR agar tidak terlibat dalam kasus korupsi. Dengan adanya pilkada oleh DPRD, anggota DPRD harus membuktikan sinyalemen KPK, bahwa pilkada oleh DPRD merupakan sumber korupsi tidak betul. Apabila ada yang tersangkut kasus korupsi pelakunya harus dipecat dari jabatannya. Hal ini karena keputusan sidang yang sudah mempercayakan pilkada oleh DPRD. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa pilkada oleh DPRD akan merampas kedaulatan rakyat dan memicu adanya politik uang dan penyuapan. Seperti kita ketahui kasus yang menimpa Akil Mochtar Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang terlibat dalam kasus suap Pemilukada Kabupaten Gunungmas. Hukuman yang diterima oleh Akil Mochtar adalah pidana seumur hidup di balik jeruji besi. Sedangkan penanda ekstralingual berupa fenomena konteks praanggapan dari Muladi juga menyertai tujuan. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena bertentangan dengan prinsip kesantunan Pranowo 109:2012 yakni pilihan diksi yang santun. Dalam konteks ini, tuturan Muladi menggunaan diksi yang tidak santun seperti “disikat”. Diksi tersebut akan lebih santun apabila menggunakan diksi “diberhentikan”. Hal ini dapat diketahui melalui fenomena konteks. Tuturan 21 juga mencoba memperlihatkan ancaman dengan cara memberikan peringatan terhadap anggota sidang paripurna DPR mengenai suasana yang gaduh dan riuh. Daya ancam berupa peringatan dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “ Sidang diskors dulu. Tah” Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa sidang paripurna DPR dengan agenda pemilihan fraksi dan pimpinan DPR berlangsung gaduh. Di tengah keriuhan, penutur mencari palu sidang yang tiba- tiba hilang dari meja pimpinan. Rapat Paripurna DPR gaduh karena interupsi menteri yang sudah dilantik tidak digubris oleh pimpinan sidang. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena terkesan dikemukakan secara emosional, bahwa penutur marah atas tindakan anggota DPR dalam sidang paripurna yang gaduh dan riuh. Hal ini sesuai dengan prinsip kesantunan Poedjosoedarmo dalam Pranowo 2012:38 yakni orang yang tidak bisa menahan emosinya akan berbicara meledak-ledak, seperti pada kalimat “sidang diskors dulu. Tah. Fenomena konteks selalu menyertai penanda intralingualnya. Berdasarkan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa daya peringatan yang muncul dalam berita politik Koran Kompas merupakan tuturan yang tidak santun. Tuturan peringatan dianggap tidak santun seperti pada DB.85BPKK03102014 berupa diksi “disikat” dan pada DB.76BPKK28092014. Selain itu, penanda ekstralingual berupa fenomena konteks selalu menyertai tujuan.

4.2.1.4 Daya Paksa

Daya paksa adalah kekuatan bahasa yang digunakan oleh penutur untuk mengungkapkan atau menyampaikan pesan melalui paksaan atau desakan, yang berupa kegiatan saran dan menyuruh Berkaitan dengan berita politik pada Koran Kompas, daya paksa digunkan untuk menyampaikan pesan secara langsung maupun tidak langsung. Data tersebut meliputi: 4.2.1.4.1. Daya Saran Daya saran adalah kekuatan bahasa yang digunakan oleh penutur untuk memberikan saran terhadap mitra tutur atau semua orang yang menurut penutur harus diberi saran untuk memperbaikinya. Saran yang diutarakan oleh mitra tutur berupa tuturan langsung. seperti disajikan sebagai berikut. 22. “Pastikan dulu masyarakat aman, baru harga BBM dinaikan”. BPKK, 03092014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Rini Soemarno untuk menanggapi kenaikan harga BBM. Rini memiliki pengetahuan lama, bahwa masyarakat merasa terusik dengan adanya kenaikan BBM. Terbukti ketika BBM dinaikan masyarakat banyak yang kesusahan bahkan tidak sedikit yang mengadakan demonstrasi. 23. “ Jokowi-JK seyogyanya belajar dari kekurangan Kabinet SBY sehingga penunjukan menteri harus lebih diletakan bukan saja pada merit system, tetapi juga rekam jejak” BPKK, 08092014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Busyro Muqoddas untuk menanggapi pemerintahan baru dan penyeleksian calon menteri dalam kabinet baru. Busyro memiliki pengetahuan lama bahwa hingga saat ini sudah ada tiga menteri aktif Kabinet Indonesia Bersatu di bawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono yang menjadi tersangka korupsi. Tuturan 22 mencoba memperlihatkan paksaan dengan cara memberi saran kepada pemerintah agar sebelum menaikan BBM, pemerintah harus memastikan bahwa rakyat kecil menerima keputusan tersebut. Daya saran dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “Pastikan dulu masyarakat aman, baru harga BBM dinaikan”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa ketika BBM dinaikan masyarakat miskin merasa terbebani dan menderita karena kenaikan BBM dan tidak adanya subsidi baginya. Bahkan subsidi yang menjadi haknya, dipakai atau dikonsumsi oleh pihak yang mampu seperti para pejabat dan masyarakat strata atas. Dengan kejadian seperti itu mengakibatkan banyak masyarakat yang unjuk rasa di jalanan agar harga BBM diturunkan. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kebijaksanaan, tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur. Dalam konteks ini, tuturan Rini Soemarno mengandung maksim kebijaksanaan karena telah memberikan keuntungan dalam bentuk saran kepada pemerintah mengenai kenaikan BBM. Tuturan 23 juga mencoba memperlihatkan paksaan dengan cara memberikan saran terhadap kabinet Jokowi agar lebih memperhatikan rekam jejak para menteri dalam kabinet barunya. Daya saran dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “Jokowi-JK seyogyanya belajar dari kekurangan Kabinet SBY sehingga penunjukan menteri harus lebih diletakan bukan saja pada merit system, tetapi juga rekam jejak ” yang diperkuat melalui diksi “seyogyanya”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa dalam Kabinet Indonesia Bersatu di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono banyak yang menjadi tersangka kasus korupsi. Beberapa diantaranya adalah mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Malarangeng, mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kebijaksanaan, tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur. Dalam konteks ini, tuturan Rini Soemarno mengandung maksim kebijaksanaan karena telah memberikan keuntungan dalam bentuk saran terhadap kabinet Jokowi agar dalam pemilihan menteri, Jokowi harus memperhatikan rekam jejak para menteri dalam kabinet barunya. Berdasarkan kedua contoh di atas dapat disimpulkan bahwa daya saran merupakan tuturan yang santun. Seperti dalam tuturan “seyogyanya” pada DB.42BPKK08092014dan “pastikan”padaDB. 14BPKK03092014. Daya saran yang terdapat dalam berita politik semuanya mengandung maksim kebijaksanaan karena “saran” sendiri merupakan tuturan yang dapat memberikan keuntungan terhadap mitra tutur. Dengan saran mitra tutur akan memperbaiki kesalahan atau pun masukan untuk sesuatu agar lebih baik. Penanda ekstralingual berupa fenomena konteks juga selalu menyertai tujuan. 4.2.1.4.2 Daya Suruh Daya suruh adalah kekuatan suatu bahasa yang berupa perintah untuk melakukan suatu perbuatan dengan alasan tertentu. Seperti disajikan sebagai berikut: 24. “Kira-kira satu persennya saja tak sampai. Pokoknya saya pesan agar yang bisa die fisienkan, diefisienkan”. BPKK, 03092014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Arief Budiman, selaku Komisioner KPU yang menyarankan KPU untuk menggunakan anggaran sebaik mungkin yang digunakan untuk pelantikan calon anggota DPR. Anggaran KPU yang saat ini alokasinya masih tersedia sekitar 4 triliun. 25. “Kami memberi kesempatan Pak SDA berkonsentrasi menyelesaikan masalah hukum yang harus dihadapi.”BPKK, 11092014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Sekretaris Jendral PPP Romahurmuzy yang menanggapi pemberhentian Suryadharma Ali atas kasus korupsi dana haji. Suryadharma Ali telah menjatuhkan nama baik dan kehormatan PPP atas kasus yang menimpanya. Tuturan 24 mencoba memperlihatkan paksaan dengan cara menyuruh KPU untuk menggunakan anggaran dengan sebaik-baiknya. Daya paksa berupa suruhan dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “Pokoknya saya pesan agar yang bisa diefisienkan, diefisienkan”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa banyak anggaran dana yang disalahgunakan oleh beberapa pihak. Selain itu anggaran yang disiapkan untuk pelantikan calon DPR tidak digunakan sebagaimana mestinya. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Leech dalam Pranowo 103:2012 yaitu maksim kebijaksanaan, tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur. Dalam konteks ini, tuturan Arif Budiman mengandung maksim kebijaksanaan karena telah memberikan keuntungan dalam bentuk suruhan dengan menggunakan kata yang santun terhadap KPU agar menggunakan anggaran sebaik-baiknya sesuai dengan kebutuhan. Tuturan 25 juga mencoba memperlihatkan paksaan dengan cara menyuruh Suryadharma Ali berhenti dari jabatannya agar fokus terhadap masalah yang sedang menimpanya. Daya paksa berupa suruhan dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “Kami memberi kesempatan Pak SDA berkonsentrasi menyelesaikan masalah hukum yang harus dihadapi”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa pemberhentian Suryadharma Ali dikarenakan masuknya surat usulan dari 21 DPW PPP. Masukan ini merupakan hasil dari pertemuan para sesepuh dan politikus senior PPP yang mendesak agar Suryadharma Ali mundur dari jabatannya. Hal ini dikarenakan Suryadharma telah menjatuhkan nama baik dan kehormatan PPP atas kasus korupsi dana haji yang menjeratnya. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Pranowo 104:2012 yaitu menggunakan diksi yang santun. Dalam konteks ini, tuturan Romahurmuzy menggunakan diksi yang santun dalam bentuk suruhan dengan menggunakan kata yang santun berupa kalimat “Kami memberi kesempatan Pak SDA berkonsentrasi menyelesaikan masalah hukum yang harus dihadapi”. Penutur menyuruh mitra tutur dengan menggunakan klausa “ Kami memberi kesempatan…” dipersepsi lebih santun dari pada menggunakan tuturan seperti “Kami memecat Pak SDA”.

4.2.1.5 Daya Harap

Daya harap adalah kekuatan bahasa yang digunakan penutur untuk mengungkapkan harapnnya kepada mitra tutur. Daya harap berupa permohonan dan harapan penutur mengenai apa yang diharapkan. Daya harap dalam berita politik Koran Kompas ditemukan sebanyak 5 tutuan. Data tersebut disajikan sebagai berikut. 4.2.1.5.1 Daya harapan Daya harapan adalah kekuatan bahasa untuk mengungkapkan harapan penutur kepada mitra tutur. Seperti disajikan sebagai berikut: 26. “Semoga pekan ini kami bisa menyelesaikan proses. Saya tidak bisa berjanji, tetapi tak lama lagi”. BPKK, 03092014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Abraham Samad, Ketua KPK yang menjawab pertanyaan mengenai penyelesaian kasus korupsi di Kementerian ESDM yaitu Jero Wacik. 27. “Semoga nuraninya tersentuh dan dia bertobat, lalu memulai lembaran baru, melangkah dengan kejujuran dan berkah”BPKK, 20092014 Konteks tuturan Tuturan diucapkan oleh Busyro Muqoddas selaku Wakil Ketua KPK yang menanggapi sikap Luthfi yang tidak jera atas vonis dirinya yang dijerat 18 tahun hukuman penjara. 28. “Kami harapkan pelantikan betul-betul dihadiri lengkap dan suskes” BPKK, 17102014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Ketua MPR Zulkifli Hasan yang menanggapi kehadiran sejumlah pihak untuk membangun kebersamaan dalam pelantikan presiden-wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla. Selain itu beberapa mantan preisden seperti tiga mantan presiden ini juga akan menghadiri pelantikan presiden periode 2014-2019. Beberapa diantaranya adalah presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarnoputri presiden ke-5, dan BJ Habibie presdien ke-3. Ketiga tuturan di atas mengandung daya harap. Daya harap dalam kalimat- kalimat tersebut menunjukan adanya suatu keinginan dan harapan dari penutur. Tuturan 26 mencoba memperlihatkan harapan dari Ketua KPK agar kasus korupsi di Kementerian ESDM segera diselesaikan. Daya harap tersebut dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “Semoga pekan ini kami bisa menyelesaikan proses. Saya tidak bisa berjanji, tetapi tak lama lagi” yang diperkuat dengan diksi “semoga”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa perlu satu tahap lagi untuk mengambil keputusan atas kasus yang melibatkan Jero Wacik. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip Pranowo 104:2012 yakni penggunaan diksi santun. Dalam konteks ini, tuturan Abraham Samad dalam mengutarakan harapannya menggunakan diksi santun seperti “semoga” yang terkesan tidak memaksakan kehendaknya. Tuturan 27 sama dengan tuturan 26 yang mencoba memperlihatkan harapan Busyro Muqoddas agar Luthfi Hasan bertobat dan berubah menjadi manusia yang jujur dan penuh keberkahan. Daya harap dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “ Semoga nuraninya tersentuh dan dia bertobat, lalu memulai lembaran baru, melangkah dengan kejujuran dan berkah” yang diperkuat dengan diksi “semoga”.Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa dengan adanya hukuman yang lumayan lama yaitu 18 tahun dan pencabutan hak politik terhadap terdakwa harusnya bisa menjadikan pelajaran agar dapat bertaubat dan menyesali perbuatannya. Selain itu menjadikan pendidikan moral bagi seseorang yang terjerat kasus hukum yang berat, seperti yang dialami Luthfi Hasan Ishaq. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 104:2012 yakni penggunaan diksi santun. Dalam konteks ini, tuturan Busyro Muqoddas dalam mengutarakan harapannya menggunakan diksi santun seperti “semoga”, yang terkesan tidak memaksakan kehendaknya. Tuturan ke 28 mencoba memperlihatkan harapan Zulkifi Hasan agar pelantikan presiden dapat dihadiri oleh sejumlah tokoh politik untuk membangun kebersamaan para menteri dan tokoh politik. Daya harap dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “ Kami harapkan pelantikan betul-betul dihadiri lengkap dan suskes” yang diperkuat dengan diksi “harapkan”.Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa beberapa mantan preisden seperti tiga mantan presiden ini juga akan menghadiri pelantikan presiden periode 2014-2019. Beberapa diantaranya adalah presiden ke- 6 Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarnoputri presiden ke-5, dan BJ Habibie presdien ke-3. Selain itu tokoh lain yang menyatakan akan hadir adalah Ketua Umum Partai PAN Hatta Rajasa, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie,dan sembilan kepala pemerintahan dan delapan utusan khusus dari negara sahabat juga akan hadir. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 104:2012 yakni penggunaan diksi santun. Dalam konteks ini, tuturan Zulkifi Hasan dalam mengutarakan harapannya menggunakan diksi santun seperti “harapkan” yang terkesan tidak memaksakan kehendaknya. Berdasarkan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa daya harap memiliki ciri khas kata yang digunakan yaitu ”semoga”. Selain itu ada juga yang menggunakan kata “harapkan”. Daya harap memiliki tuturan yang santun karena penutur tidak pernah memaksakan harapannya. Selain itu, daya harap dapat dimunculkan melalui penanda intralingual berupa kalimat yang diikuti oleh penanda ekstralingual berupa fenomena konteks. 4.2.1.5.2 Daya Permohonan Daya permohonan adalah kekuatan bahasa yang digunakan oleh penutur untuk memohon sesuatu agar keinginannya terwujud. Seperti data berikut. 29. “Presiden sekarang punya kesempatan menghentikan sebelum semuanya terlambat. Kami memohon kepada Presiden, hal-hal yang bisa nantinya merusak demokrasi ke depan harus dihentikan” BPKK, 16092014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Didik selaku Pakar kepemiluan yang menanggapi UU pilkada langsung. UU No 122008 tentang Pemerintahan Daerah bahwa pemilihan daerah dilakukan secara langsung sebagai bentuk pelaksanaan kedaulatan rakyat. Namun, masih ada parlemen yang bersikeras memilih pilkada tak langsung. Tuturan tersebut mencoba memperlihatkan permohonan mengenai hal-hal yang merusak demokrasi harus segera dihentikan. Daya permohonan dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “Kami memohon kepada Presiden, hal- hal yang bisa nantinya merusak demokrasi ke depan harus dihentikan”yang diperkuat dengan diksi “memohon”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa presiden memiliki kewenangan penuh dalam menentukan mana yang baik buat rakyat dan negara. Pemilu langsung dapat melindungi hak rakyat dan sebagai bentuk pelaksanaan kedaulatan rakyat. Sedangkan pemilu oleh DPRD akan memicu adanya politik uang. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 104:2012 yakni penggunaan diksi santun. Dalam konteks ini, tuturan Didik dalam mengutarakan harapannya menggunakan diksi santun seperti “memohon”, yang terkesan tidak memaksakan kehendaknya.

4.2.1.6 Daya Penolakan

Daya penolakan adalah kekuatan bahasa yang digunakan oleh penutur untuk menyangkal pendapat atau berita yang menurutnya tidak sesuai dengan kenyatan yang terjadi. Daya penolakan dapat dilakukan dengan membantah atau memprotes. Dalam berita politik, peneliti hanya menemukan daya bantah mencapai 4 tuturan. data tersebut yaitu: 4.2.1.6.1 Daya bantah Daya bantah adalah kekuatan bahasa yang digunakan oleh penutur untuk membantah atau melawan suatu kejadian tertentu. Daya bantah dapat disajikan sebagai berikut: 30. “ Tidak betul” BPKK, 10092014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Daniel untuk menanggapi kasus korupsi aliran dana dari menteri ESDM yang menganggap dirinya menerima aliran dana atas jasa konsultasi terhadap Jero Wacik. 31. “ Kita tidak pernah nawar-nawarin” BPKK, 06102014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Jokowi yang menanggapi pengusulan calon menteri untuk masuk dalam seleksi pemilihan pimpinan DPR pada kabinet Jokowi. Pemilihan pimpinan DPR pada kabinet Jokowi adalah dengan cara menyeleksi para nama-nama yang diusulkan oleh parpol. Akan tetapi sampai pada saat ini belum ada nama-nama yang diusulkan oleh parpol karena permintaannya baru disampaikan. Tuturan 30 mencoba memperlihatkan penolakan dari Daniel, dengan cara membantah aliran dana dari menteri ESDM atas jasa konsultasi terhadap Jero Wacik. Daya bantah dapat dilihat dengan penanda intralingual berupa kalimat “Tidak betul” yang diperkuat dengan diksi “tidak”.Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa Daniel merupakan staf khusus Presiden SBY Bidang Komunikasi Politik. Selain itu rekam jejak Daniel juga terbilang baik dan jauh dari kasus korupsi. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 104:2012 yakni pilihan diksi, tuturan sudah mencerminkan rasa santun. Dalam konteks ini, tuturan Daniel mencerminkan rasa santun dengan membantah menggunakan pilihan diksi yang baik, seperti menggunakan kalimat “Tidak betul”. Tuturan 31 mencoba memperlihatkan bantahan Jokowi bahwa beliau tidak pernah menawarkan kepada parpol atas seleksi calon menteri dalam kabinet Jokowi. Daya bantah dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “Kita tidak pernah nawar-nawarin” yang diperkuat dengan diksi “tidak”. Penanda intralingual juga diperkuat dengan diksi “tidak” yang mengandung bantahan dari Jokowi. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa pemilihan pimpinan DPR dengan cara memanggil calon menteri dari kalangan professional murnii dan usulan nama-nama menteri dari parpol pengusungnya. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena bertentangan dengan prinsip kesantunan Pranowo 104:2012 yakni pilihan diksi, tuturan sudah mencerminkan rasa santun. Dalam konteks ini, tuturan Jokowi bertentangan dengan rasa santun dengan membantah menggunakan pilihan kata yang kurang baik yaitu “nawar-nawarin”. Pilihan kata tersebut tidak sesuai dengan EYD dan tidak sesuai apabila diucapkan oleh Jokow,i yang seharusnya menggunakan tuturaan seperti “Kami tidak menawari”. Tuturan tersebut dipersepsi lebih santun dibandingkan tuturan “ Kami tidak nawar-nawarin”. Berdasarkan kedua contoh daya bantah di atas, dapat disimpulkan bahwa penolakan melalui daya bantah berita politik Koran Kompas mempunyai cirri khas kata yang selalu digunakan dalam tuturannya yaitu kata “tidak”. Seperti pada contoh berikut ini: “tidak betul” DB.46BPKK10-09-2014 dan “kami tidak”DB.89BPKK06-10-2014. Selain itu, dalam daya bantah berita politik di Koran adalah memunculkan unsur intralingual untuk memunculkan daya dapat berupa kalimat dan kata. Sedangkan untuk ekstralingual berupa fenomena konteks selalu mengikuti tuturan yang diucapkan. 4.2.1.6.2 Daya Protes Penolakan tidak hanya ditunjukan melalui daya bantah, namun juga melalui daya protes. Daya protes merupakan bentuk penolakan yang dimaksudkan untuk menyatakan ketidaksetujuan dari penutur kepada mitra tutur terhadap fenomena yang sedang terjadi yang menurutnya tidak sesuai dengan keinginannya. Peneliti hanya menemukan 1 tuturan yang mengandung daya protes. Data tersebut yaitu: 32. “ Kami tidak mau hak suara rakyat dibungkam. Kami akan terus mengawal pembahasan peraturan pemerintahan pengganti undang- undang perppu di DPR sup aya hak rakyat di pilkada dikembalikan” BPKK, 10102014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Firda selaku Ketua Badan Ekstekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPI YAI yang menanggapi pemilihan pilkada langsung. Hak rakyat untuk memilih pimpinannya diatur dalam undang-undang. Tuturan tersebut mencoba memperlihatkan bantahan Firdaatas dilaksanakannya pemilihan kepala daerah oleh DPRD yang akan membungkam hak suara rakyat. Daya bantah dapat dilihat dengan penanda intralingual berupa kalimat “ Kami tidak mau hak suara rakyat dibungkam”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa rakyat memiliki hak untuk memilih pimpinannya. Dalam undang-undang pun tertulis hak rakyat yang dijamin oleh negara. Maka dengan adanya pemilihan langsung akan lebih menyuarakan suara rakyat dan menjunjung tinggi hak rayat untuk memilih. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena menggunakan tuturan langsung. Selain itu tuturan tersebut juga dianggap tidak santun karena bertentangan dengan prinsip kesantunan Leech dalam Pranowo 103:2012 yakni maksim kesetujuan, tuturan memberikan persetujuan kepada mitra tutur. Dalam konteks ini, tuturan Firda mengandung ketidaksetujuan karena tidak setuju kalau hak suara rakyat dibungkam.

4.2.1.7 Daya Kelakar

Daya kelakar adalah kekuatan bahasa yang digunakan penutur untuk menimbulkan tawa pada mitra tutur karena tuturannya mengandung lelucon. Daya kelakar dapat dituturkan dengan cara humor. 4.2.1.7.1 Daya Humor Daya humor adalah kekuatan penutur untuk menimbulkan gelak tawa atas tuturanya. Kelucuan itu bisa dilihat ketika tuturan itu selesai dibaca dan membuat pembaca tertawa akan tuturannya. Data tersebut yaitu: 33. “Anak guru, sederhana, rada ndeso.” BPKK, 20102014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh presiden RI Jokowi Dodo saat ditanya mengenai kenapa beliau bisa jatuh cinta kepada ibu Iriana dan menjadikannya sebagai istri. Sambil tertawa Jokowi menjawab dengan apa adanya. Ana merupakan sosok yang sederhana dan apa adanya. Beliau merupakan anak dari seorang guru PPKN di SMA Negeri 3 Surakrta. Tuturan tersebut mencoba memperlihatkan kelakar dengan cara humor. Pada konteks di atas, Jokowi melontarkan kata yang membuat mitra tutur tersenyum dan tertawa. Seperti kita ketahui Ibu Ana memang sosok yang sederhana dan apa adanya. Daya humor dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “Anak guru, sederhana, rada ndeso”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa Ana merupakan sosok yang sederhana dan apa adanya. Beliau merupakan anak dari seorang guru PPKN di SMA Negeri 3 Surakrta. Kesederhanaan Ana terlihat dari cara die berpakaian yang memakai pakaian jauh dari kesan glamour dan lebih memilih memakai kain dari Solo. Selain itu tas yang dipakai juga produksi usaha kecil dan menengah dari Solo. Penanda ekstralingual berupa fenomena konteks dari Jokowi yang menyertai tujuan. Tuturan ini dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena bertentangan dengan prinsip kesantunan Pranowo 109:2012 yakni sikap tenggang rasa, tuturan harus menjaga perasaan mitra tutur. Dalam konteks ini, tuturan Jokowi bertentangan dengan sikap tenggang rasa karena Jokowi sudah merendahkan mitra tuturnya, dengan menggunakan kalimat “Anak guru, sederhana, rada ndeso”.

4.2.1.8 Daya Banding

Daya banding adalah kekuatan bahasa yang digunakan penutur untuk membandingkan suatu hal tertentu. Daya banding ini biasanya membandingkan anatra sesuatu dengan yang lain. Daya banding dalam berita politik ditemukan 1 tuturan. Data tersebut disajikan sebagai berikut. 34. “Kalau kemarin pemerintahan SBY ada kementrian yang harus dijabat orang politik, dalam kepemimpinan Jokowi-JK bisa professional murni”.BPKK, 17092014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Jokowi yang menanggapi posisi menteri dalam kabinetnya. Menteri dalam kabinet itu akan diisi kalangan professional murni. Jokowi memiliki pengetahuan lama bahwa posisi menteri yang diisi oleh tokoh yang berlatar belakang politik tidak dapat memecahkan masalah selama ini, justru banyak yang tidak bisa menanganinya karena bukan pada bidangnya. Hal ini juga sesuai Undang-Undang Kementerian Negara. 35. “Kok tidak tertib seperti zaman Pak SBY, ya?”BPKK, 28102014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh seorang pers yang menanggapi suasana sesaat pelantikan di Istana Negara yang berlangsung cukup gaduh dan tak tertib seperti zaman presiden ke-6. Penutur memiliki penegtahuan lama bahwa presiden ke-6 merupakan mantan purnawirawan TNI yang mana banyak protocol yang mengatur tata tertib dalam Istana Negara.. Tuturan 34 mencoba memperlihatkan perbandingan para menteri pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dengan pemerintahan Jokowi. Daya banding dapat dilihat dengan penanda intralingual berupa kalimat “ Kalau kemarin pemerintahan SBY ada kementrian yang harus dijabat orang politik, dalam kepemimpinan Jokowi- JK bisa professional murni”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa saat pemerintahan SBY yang mana menteri diisi oleh kalangan politik yang tidak menguasai permasalahan di bidangnya. Dapat dikatakan bahwa orang politik pada masa SBY bukan orang bekerja pada bidangnya. Hal ini tentunya berakibat munculnya korupsi didalamnya. Seperti kasus yang dialami Jero Wacik atas dugaan korupsi di Kementerian ESDM. Hal ini dikarenakan Jero Wacik kurang memahami permasalahan dalam bidang energy dan sumber daya mineral. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena mengutarakan sesuatu yang dibandingkan secara langsung. Selain itu, tuturan tersebut dianggap tidak santun karena bertentangan dengan prinsip kesantunan Pranowo 109:2012 yakni tenggang rasa, tuturan menjaga perasaan mitra tutur. Dalam konteks ini, tuturan Jokowi secara langsung dapat menyebabkan mitra tutur terancam atas tuturannya. Hal ini dikarenakan secara langsung penutur membandingkan masa Jokowi dengan masa SBY. Fenomena konteks juga selalu menyertai tujuan. Tuturan 35 mencoba memperlihatkan perbandingan ketika pelantikan Susilo Bambang Yudhoyono dengn pelantikan Jokowi. Daya banding dapat dilihat dengan penanda intralingual berupa kalimat “ Kok tidak tertib seperti zaman Pak SBY, ya?”. Penutur melihat pada zaman pelantikan SBY lebih rapi dan tertib, tidak seperti pada saat pelantikan Jokowi. Suasana pelantikan di Istana Negara yang berlangsung gaduh dan tak tertib karena para tamu berebut untuk menyalami persiden dan wakil presiden terpilih. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa pada zaman pemerintahan SBY, terutama saat pelantikan suasan berlangsung dengan tertib karena SBY merupakan purnawirawan TNI . Pada tahun 2004-2014, suasana berjalan dengan lancar dan hikmat. Kalau presiden tengah menyalami pejabat, tak ada satu pun berani bergerak atau maju ke tengah ruang pelantikan tanpa diatur protokol. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena mengutarakan sesuatu yang dibandingkan secara langsung. Selain itu tuturan tersebut dianggap tidak santun karena bertentangan dengan prinsip kesantunan Pranowo 109:2012 yakni tenggang rasa, tuturan menjaga perasaan mitra tutur. Dalam konteks ini, tuturan seorang pers seperti “ Kok tidak tertib seperti zaman Pak SBY, ya?” itu menyebabkan pihak yang dibicarakan seperti Jokowi merasa direndahkan dan dibandingkan dengan pada saat pemerintahan SBY. Berdasarkan kedua contoh tuturan di atas dapat disimpulkan bahwa daya banding biasanya membandingkan antara kejadian satu dengan yang lainnya. Seperti kita lihat dalam kedua tuturan itu membandingkan pemerintahan SBY dengan pemerintahan Jokowi. Selain itu juga membandingkan masa pelantikan Jokowi dengan SBY. Dalam daya banding juga tuturannya dianggap tidak santun karena secara langsung menyebutkan sesuatu yang dibandingkannya. 4.2.2.Analisis Penanda Intralingual dan Ekstralingualdalam Nilai Rasa Bahasa Bahasa sebagai Penanda Kesantunan Berkomunikasi Nilai rasa bahasa merupakan kadar perasaan yang terkandung dalam suatututuran karena penutur mengungkapkan domain afektifnya menggunakan bahasadalam berkomunikasi sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar perasaan yangterdapat dalam tuturan. Analisis unsur intralingual dan ekstralingual Nilai Rasa Bahasa merupakan suatu pengelompokan nilai rasa ke dalam kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana yang diikuti atau dimunculkan dengan unsur ekstralingual yang berupa pengetahuan umum, suasana konteks, dan fenomena konteks yang digunakan untuk mengetahui kadar rasa suatu tuturan. Pemanfaatan unsur intralingual dan ekstralingual tersebut digunakan agarmitra tutur dapat menyerap kadar perasaan tuturan yang diucapkan oleh penutur.Ada berbagai macam kadar perasaan yang ingin disampaikan oleh penutur dengan perantara bahasa yang digunakan baik verbal maupun non verbal, seperti rasatakut, simpati, sedih, gembira dan lain sebagainya. Berdasarkan hasilpengumpulan data yang dilakukan pada berita politik Koran Kompas yang telahditetapkan sebagai objek penelitian, terdapat 11 penggolongan jenis nilai rasabahasa yang ditemukan, yaitu: nilai rasa halus, nilai rasa kasar, nilai rasa takut,nilai rasa bahagia, nilai rasa sedih, nilai rasa marah, nilai rasa yakin, nilai rasa ikhlas, nilai rasa cinta, dan nilai rasa sombong. Penggolongan tersebut didasarkan pada unsur intralingual yang digunakanmaupun unsur ekstralingual yang menyertai suatu tuturan konteks tuturan yang dapat memunculkan nilai rasa bahasa. Secaraterperinci, penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual yang digunakan untukmemunculkan nilai rasa bahasa akan dibahas sebagai berikut.

4.2.2.1 Nilai Rasa Halus

Nilai rasa halus adalah kadar rasa atau perasaan bahasa yang digunakan penutur untuk memperhalus tuturannya, sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar rasa yang ada dalam tuturan. Nilai rasa halus ditunjukan melalui rasa hormat menggunakan kata yang bernilai rasa hormat seperti: mas, ibu, pak, mbah, beliau, dll, rasa sopan, rasa terima kasih, rasa syukur, rasa rendah hati, dan rasa religius. Berikut ini disajikan tuturan yang mengandung nilai rasa halus. 4.2.2.1.1 Nilai Rasa Hormat Nilai rasa hormat adalah kadar rasa atau perasaan bahasa yang digunakan penutur untuk menghormati mitra tutur, sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar rasa yang ada dalam tuturan. kehalusan itu dapat dirasakan melalui penggunaan kata-kata yang bernilai rasa hormat seperti: mbah, mas, ibu, pak, almarhum, meninggal dunia, dll. Seperti dalam tuturan yang disajikan berikut. 1. “ Ada pembatalan pelantikan beberapa caleg terpilih akibat meninggal dunia dan mengundurkan diri”. BPKK, 0309014 Konteks:Tuturan diucapkan oleh penutur untuk menanggapi pelantikan caleg terpilih. Penutur memiliki pengetahuan lama bahwa pelantikan tidak dapat dilakukan apabila calon yang dilantik mengalami suatu kejadian, seperti meninggal dunia. 2. “ Mbah Moen menerima hasil muktamar dan mengatakanbahwa itu adalah takdir Allah SWT.” BPKK, 19102014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Emron Pangkapi salah seorang farmatur yang menanggapi keputusan hasil Muktamar VIII di Surabaya yang menghasil bahwa PPP bergabung dengan mendukung pemerintah. Tuturan 1 mencoba memperlihatkan rasa hormat dengan mengungkapkan kata “meninggal dunia” bagi seseorang yang meninggal dan mengakibatkan pelantikan tidak dapat dilakukan karena calon yang akan dilantik mengalami kejadian seperti “meninggal dunia”. Nilai rasa hormat dapat dilihat dengan penanda intralingual berupa diksi ”meninggal dunia”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa untuk menyebut seseorang yang meninggal ad alah menggunakan diksi “meninggal dunia” bukan diksi “mati” yang biasanya disebutkan untuk hewan. Selain itu caleg yang meninggal pada saat pelantikanakan dibatalkan pelantikannya. Suasana haru juga menyertai konteks tuturan tersebut. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 104:2012 yakni penggunaan diksi santun. Dalam konteks ini, tuturan yang diucapkan dalam mengungkapkan penghormatannya menggunakan diksi “meninggal dunia” karena kata tersebut dipersepsi sebagai kata yang halus untuk menyebut seseorang yang meninggal atau sudah tiada dari pada menggunakan diksi “mati”. Tuturan 2 mencoba memperlihatkan rasa hormat dengan menyebutkan mitra tutur dengan menggunakan diksi ”Mbah”. Hal ini dikarenakan mitra tutur yang usianya sudah 86 tahun. Daya hormat dapat dilihat dengan penanda intralingual berupa diksi “Mbah”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa Ketua Majelis Syariah PPP KH Maimun Zubair sekarang sudah berusia 86 tahun. Beliau merupakan seorang ulama dan politikus. Penutur juga memiliki pengetahuan lama bahwa di Indonesia sangat kental dengan budayanya. Maka kepada seseorang yang lebih tua usianya harus memanggilnya dengan sebutan yang sopan. Hal ini untuk menghormati seseorang yang lebih tua dari pada kita. Tuturan tersebut dipersepsi sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 104:2012 yakni penggunaan diksi santun. Dalam konteks ini, tuturan Emron Pangkapi yang diucapkan dalam mengungkapkan penghormatannya menggunakan diksi “Mbah” karena kata tersebut dipersepsi sebagai kata yang halus untuk menyebut seseorang yang lebih tua, karena usia Maimun yang sudah 86 tahun. Berdasarkan kedua contoh di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan yang bernilai rasa hormat merupakan tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip Pranowo 104:2012 yakni penggunaan diksi santun. Seperti pada contoh NR.14BPKK03-09-2014 yang menggun akan diksi “meninggal dunia” yang lebih santun dari pada “mati”. Selain itu pada contoh NR.76BPKK09102014 yang menggunakan diksi “mbah” yang lebih santun dari pada menyebutkan namanya karena beliau sudah berusia 86 tahun. Selain itu, nilai rasa bahasa juga dapat dimunculkan melalui penanda intralingual berupa kalimat dan penanda ekstralingual berupa pengetahuan umum dan fenomena konteks. 4.2.2.1.2 Nilai rasa terima kasih Nilai rasa terima kasih adalah kadar rasa atau perasaan bahasa yang digunakan oleh penutur untuk mengungkapkan rasa terima kasih sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar rasa yang ada dalam tuturan. Tuturan tersebut disajikan sebagai berikut : 3. “ Kami mengucapkan terima kasih atas semua itu” BPKK, 20102014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh penutur untuk menanggapi pelepasan SBY di pintu gerbang Istana. Hubungan baik yang dijalin SBY dengan PKB selama 10 tahun menjabat sebagai presiden perlu dilanjutkan. Penutur memiliki penegtahuan lama bahwa selama menjabat sebagai presiden Yudhoyono telah memperhatikan lembaga pendidikan yang dikelola NU. 4. “ Terima kasih sudah membantu saya” BPKK, 21102014 Konteks:Tuturan diucapkan Ny Herawati Boediono yang menanggapi perlakuan ajudan wapres terhadap dirinya ketika datang menjemputnya untuk menghadiri pelantikan presiden periode 2014- 2019. Penutur memiliki pengetahuan lama bahwa selama masa jabatannya mendampingi Pak Boediono sebagai Wakil Presiden, keempat ajudan utusan pemerintahan pun sudah bekerja dengan baik dan banyak membantu penutur dalam melakukan segala kegiatan pemerintahan. Tuturan 3 mencoba memperlihatkan rasa terima kasih yang diucapkan oleh penutur untuk Susilo Bambang Yudhoyono yang telah memimpin bangsa selama 10 tahun ini. Nilai rasa terima kasih dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “ Kami mengucapkan terima kasih atas semua itu”yang diperkuat dengan klausa “ kami mengucapkan terima kasih” yang dipersepsi sebagai ungkapan terima kasih. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa selama 10 tahun Yudhoyono menjabat sebagai presiden, beliau mendukung program-program sosial-ekonomi untuk pesantren, madrasah, dan omunitas pedesaan. Selain itu, selama kepemimpinannya kader NU juga dipercaya mengisi sejumlah kementerian hingga jadi mediator bagi kerukunan antar umat beragama. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Leech dalam Pranowo 103:20120 yakni maksim pertimbangan, tuturan mengungkapkan rasa senang kepada mitra tutur. Dalam konteks ini, tuturan penutur sesuai dengan maksim pertimbangan karena penutur mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Susilo Bambang Yudhoyono. Seperti yang dituturkan dengan kalimat “ Kami mengucapkan terima kasih atas semua itu”. Ungkapan rasa terima kasih itu dipersepsi sebagai bentuk rasa senang karena Susilo Bambang Yudhoyono telah memimpin negara selama 10 tahun dengan baik dan penuh kerja keras. Tuturan 4 juga mencoba memperlihatkan rasa terima kasih Ny Herawati atas perlakuan ajudan yang sudah membantu dirinya selama menjabat sebagai Ibu Wakil Preisden periode 2009-2014. Nilai rasa terima kasih dapat dilihat melalui penanda intralingual berupa kalimat “ Terima kasih sudah membantu saya”. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa selama masa jabatannya mendampingi Pak Boediono sebagai Wakil Presiden, keempat ajudan utusan pemerintahan pun sudah bekerja dengan baik dan banyak membantu penutur dalam melakukan segala kegiatan pemerintahan. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai denganprinsip kesantunan Leech dalam Pranowo 103:20120 yakni maksim pertimbangan, tuturan mengungkapkan rasa senang kepada mitra tutur. Dalam konteks ini, tuturan Ny Herawati Boediono sesuai dengan maksim pertimbangan karena penutur mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada ajudan negara. Seperti dituturkan dengan kalimat “Terima kasih sudah membantu saya”.Ungkapan rasa terima kasih itu dipersepsi sebagai bentuk rasa senang karena sudah mengawalnya selama 5 tahun ini. Berdasarkan kedua tuturan di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan yang bernilai rasa terima kasih merupakan tuturan yang santun, karena sesuai dengan prinsip Leech dalam Pranowo 103:2012 yakni maksim pertimbangan, tuturan mengungkapkan rasa senang kepada mitra tutur. Misalnya pada contoh pertama NR.56BPKK20-10-2014 terdapat kalimat “kami mengucapkan terima kasih atas semua itu” dalam kalimat yang dirasa santun karena penutur mengungkapkan rasa senang dengan mengucapkan terima kasih kepada mitra tutur. Selain itu pada contoh kedua NR.60BPKK21-10-2014 terdapat klausa “terima kasih sudah membantu..” dalam kalimat yang dirasa santun karena penutur mengungkapkan rasa senang dengan mengucapkan terima kasih kepada mitra tutur. 4.2.2.1.3 Nilai rasa syukur Nilai rasa syukur adalah kadar rasa atau perasaan bahasa yang digunakan penutur untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan sehingga mitra tutur dapat menyerap rasa yang ada dalam tuturan. Berikut ini akan disajikan beberapa tuturan yang mengandung rasa syukur sebagai berikut: 5. “Selesai sudah, hari ini adalah puncak. Kami ucapkan puji syukur” BPKK, 21102014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Ketua Makin Kota Tegal Gyiong Gyiong yang menanggapi sembahyang besar sebagai ungkapan syukur atas terealisasinya persoalan bangsa dalam pemilu presiden. Acara ini diikuti sekitar 40 orang dan dilaksanakan pada Senin sekitar pukul 09.00. Tuturan tersebut mencoba memperlihatkan rasa syukur Gyiong-Gyiong atas selesainya acara sembahyang syukuran pelantikan besar sebagai ungkapan syukur atas terealisasinya persoalan bangsa dalam pemilu presiden. Nilai rasa syukur dapat dilihat dengan penanda intralingual berupa kalimat “Kami ucapkan puji syukur”yang diperkuat dengan diksi “Puji syukur”.Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa adanya sembahyang besar sebagai ungkapan syukur atas terealisasinya persoalan bangsa dalam pemilu presiden. Acara ini diikuti sekitar 40 orang dan dilaksanakan pada Senin sekitar pukul 09.00. Selain itu, suasana yang terkandung dalam konteks tuturan adalah suasana bahagia dan syukur. Tuturan di atas dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 104:2012 yaitu sikap rendah hati. Kalimat tersebut dipersepsi sebagai ungkapan rendah hati dari Gyiong-Gyiong kepada Tuhan yang ditandai dengan kata “Puji Syukur” Berdasarkan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa nilai rasa syukur merupakan nilai rasa yang santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan Pranowo 104:2012 yakni sikap rendah hati. Seperti pada contoh NR.62BPKK21-10-2014 sikap rendah hati ditunjukan melalui penggunaan kata “Puji syukur”yang diucapkan oleh Gyiong-Gyiong. Kata “puji syukur” adalah bentuk ungkapan syukur untuk menunjukan kerendahan hati Gyiong-Gyiong kepada Tuhan atau tidak sombong karena telah diberikan kelancaran acara. Selain itu penanda intralingual dapat dimunculkan melalui penanda intralingual berupa kalimat, sedangkan penanda ekstralingual berupa fenomena konteks selalu menyertai tujuan. 4.2.2.1.4 Nilai rasa rendah hati Nilai rasa rendah hati adalah kadar rasa atau perasaan di dalam bahasa yang digunakan penutur untuk mengungkapkan kerendahan hati, sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar rasa yang ada dalam tuturan. Dalam berita politik hanya ada satu tuturan yang mengandung nilai rasa rendah hati, yaitu: 6. “ Saya pilih sendiri pakaian saya, yang penting nyaman, pas di bada

n, enak dilihat.” BPKK, 20102014 Konteks: Tuturan diucapkan oleh Ibu Negara Iriana yang

Dokumen yang terkait

KAJIAN SEMANTIK PENGGUNAAN HIPONIM DAN HIPERNIM PADAJUDUL WACANA DALAM KORAN KOMPAS EDISI SEPTEMBER- Kajian Semantik Penggunaan Hiponim Dan Hipernim Pada Judul Wacana Dalam Koran Kompas Edisi September-Oktober 2013.

2 5 11

KAJIAN SEMANTIK PENGGUNAAN HIPONIM DAN HIPERNIM PADAJUDUL WACANA DALAM KORAN KOMPAS EDISI SEPTEMBER- Kajian Semantik Penggunaan Hiponim Dan Hipernim Pada Judul Wacana Dalam Koran Kompas Edisi September-Oktober 2013.

4 13 17

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada ``Catatan Pinggir`` Majalah Tempo Edisi Januari - September 2013 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 2 2

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunikasi pada top news di Metro TV bulan November-Desember 2014.

3 49 352

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV periode Agustus dan September 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 391

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada dialog interaktif Indonesia Lawyers Club Tv One periode November 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 317

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada prosa lirik Pengakuan Pariyem sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 0 315

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada karikatur koran tempo edisi September - Desember 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 4 298

Implikatur dan penanda kesantunan tuturan pada berita politik di surat kabar Tribun Jogja edisi Juni-Agustus 2011.

0 1 117

B 02 Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa Sebagai Penanda Kesantunan Dalam Berkomunikasi

0 0 20