Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan yang muncul bersumber dari faktor eksternal, yang dipicu oleh kenaikan harga minyak dunia. Untuk seterusnya faktor eksternal ini secara langsung memicu faktor internal, dalam bentuk kenaikan harga-harga di dalam negeri. Dan seterusnya kedua faktor ini saling memperburuk kondisi perekonomian. Tidak seorangpun dapat menduga harga minyak dunia naik begitu tinggi. Kenaikan harga minyak yang begitu tinggi sungguh mengganggu cadangan devisa yang dimiliki oleh setiap negara. Negara yang cadangan devisanya terbatas akan kesulitan dalam melakukan pembelian impor, baik terhadap barang-barang jadi maupun barang modal atau bahan baku. Kenaikan harga minyak dunia memang merupakan malapetaka bagi perekonomian Indonesia, khususnya karena cadangan devisa yang kita miliki sangat terbatas. Kenaikan harga minyak dunia memaksa Indonesia untuk mengurangi subsidi harga minyak di dalam negeri karena sudah tidak mampu lagi untuk menanggung subsidi yang semakin besar. Perekonomian Indonesia mengalami perubahan mendadak setelah pada pertengahan tahun 1997. Muncul masalah yang menghantam perdagangan valuta 1 Universitas Sumatera Utara asing di kawasan asia, yang diawali dengan guncangan pada pasar valuta asing di Thailand dan kemudian menjalar ke pasar valuta asing negara-negara lain termasuk di Indonesia. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar US tersebut tentunya berdampak negatif terhadap posisi neraca pembayaran, terutama pada jumlah utang luar negeri makin membengkak dimana pada tahun 1997 total stok utang luar negeri secara riil telah tercapai 64,2 GDP dan membengkak menjadi 95,3. Perekonomian Indonesia masih terus mengalami masalah dan belum menunjukkan kestabilan hingga saat ini. Hal ini mempengaruhi cadangan devisa nasional dimana selama triwulan I pada bulan maret 2005 cadangan devisa masih bertahan sebesar US36,030.10, namun pada triwulan ke II bulan juni 2005 terus mengalami penurunan menjadi US33,865.40. Cadangan devisa triwulan ke III pada bulan september 2005 tercatat sebesar US 30,318.30, sangat mengalami penurunan di bandingkan dengan triwulan I bulan maret. Namun pada triwulan ke IV bulan desember mengalami perubahan dibandingkan bulan september sebesar US34,723.70. Dapat dilihat dari Tabel 1.1 dibawah ini, keadaan cadangan devisa nasional dari tahun 2005 sampai tahun 2009. Tabel 1.1. Cadangan Devisa Nasional Kuartal Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 I 36,030.10 40,081.60 47,221.20 58,987.00 54,840.17 II 33,865.40 40,107.10 50,924.40 59,453.00 57,576.02 III 30,318.30 42,352.90 52,875.00 57,108.00 62,287.14 IV 34,723.70 42,586.30 56,920.00 51,639.32 66,104.90 Sumber: Bank Indonesia 2005-2009 Universitas Sumatera Utara Posisi cadangan devisa selama tahun 2005 mencapai US34,723.70 miliar, turun signifikan dibandingkan posisi tahun 2009 yang mencapai US66,104.90 miliar. Penurunan tersebut seiring dengan tekanan yang dihadapi NPI selama tahun 2005, terutama pada triwulan II dan III. Tekanan terhadap neraca pembayaran pada triwulan II-2005 terkait adanya peningkatan harga minyak global sehingga menyebabkan kebutuhan devisa impor khususnya minyak meningkat tajam yang diiringi oleh kenaikan penempatan investasi penduduk di luar negeri yang cukup besar. Penanaman investasi penduduk tersebut membuat transaksi finansial neto mengalami peningkatan defisit, di sisi lain peningkatan defisit tersebut tidak diimbangi oleh peningkatan surplus di transaksi berjalan sehingga pada triwulan II, posisi cadangan devisa turun menjadi US33, 865.40 miliar dari US36,030.10 miliar pada triwulan I. sumber: Bank Indonesia. Dalam perekonomian suatu negara biasanya dilihat dari kurs negara itu sendiri terhadap kurs valas. Apabila kurs menguat, maka secara tidak langsung cadangan devisa juga akan naik, tapi bila kurs itu melemah maka cadangan devisa juga akan turun. Tetapi disisi lain penguatan nilai tukar mata uang suatu negara bisa menekan laju inflasi. Apabila harga-harga barang dan sektor jasa cenderung mengalami kenaikan maka disebut dengan inflasi. Oleh sebab itu untuk mencegah makin meningkatnya inflasi maka jumlah mata uang yang beredar harus sesuai dengan kebutuhan, sehingga kestabilan nilai tukar bisa dijaga permintaan agregat. Universitas Sumatera Utara Dapat di lihat dari Tabel 1.2, tingkat kurs dalam satuan US dari tahun 2007 sampai tahun 2009. Tabel 1.2. Kurs Tengah di Indonesia Kwartal Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 I 9,118 9,217 11,575 II 9,054 9,225 10,225 III 9,137 9,378 9,681 IV 9,419 10,950 9,400 Sumber: Bank Indonesia 2007‐2009 Pergerakan kurs dibentuk oleh beberapa faktor-faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi, diantaranya suku bunga, jumlah uang beredar, dan neraca pembayaran faktor-faktor ekonomi, dan keamanan, keadaan politik, tingkat korupsi, serta lain- lain faktor-faktor non ekonomi. Perbedaan nilai tukar mata uang suatu negara kurs pada prinsipnya ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran mata uang tersebut, Akibatnya timbul depresiasi dan apresiasi. Depresiasi mata uang negara membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih murah bagi pihak luar negeri. Sedang apresiasi rupiah terhadap dollar AS adalah kenaikan rupiah terhadap dollar AS. Apresiasi mata uang suatu negara membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih mahal bagi pihak luar negeri. Universitas Sumatera Utara Berkurangnya cadangan devisa nasional, disebabkan juga karena tingkat suku bunga yang tinggi. Suku bunga tinggi, mengakibatkan investasi akan menurun begitu juga dengan cadangan devisa nasional akan menurun juga. Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu atau harga dari penggunaan uang yang dipergunakan pada saat ini dan akan dikembalikan pada saat mendatang. Kenaikan suku bunga akan sangat berpengaruh bagi pelaku pasar modal. Akibat meningkatnya suku bunga, para pemilik modal akan lebih suka menanamkan uangnya di bank dari pada berinvestasi dalam bentuk saham Dornbusch Fischer, 1992. Perubahan tingkat suku bunga akan berdampak pada perubahan jumlah investasi di suatu negara, baik yang berasal dari investor domestik maupun dari investor asing, khususnya pada jenis investasi portofolio yang umunya berjangka pendek. Perubahan tingkat suku bunga ini akan berpengaruh pada perubahan jumlah permintaan dan penawaran di pasar uang domestik. SBPU Surat Berharga Pasar Uang sama halnya dengan SBI merupakan instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka ekspansi moneter oleh BI dengan menetapkan tingkat diskonto SBPU. SBPU Adalah satu suku bunga pada berbagai macam instrumen pasar uang yang merupakan gambaran dan faktor perekonomian secara umum dan yang berkaitan dengan tingkat likuiditas, keamanan, besaran, dan jangka waktu investasi. Suku bunga pinjaman yang mengacu pada suku bunga pasar, misalnya 2 di atas suku bunga SBI money market rates. Universitas Sumatera Utara Ada juga suku bunga London Interbank Offered Rate atau lebih dikenal juga dengan singkatan LIBOR adalah merupakan kurs referensi harian dari suku bunga yang ditawarkan dalam pemberian pinjaman tanpa jaminan oleh suatu bank kepada bank lainnya di pasar uang London atau pasar uang antar bank . Tabel 1.3. Suku Bunga SBPU dalam Persen Tahun Kuartal I Kuartal II Kuartal III Kuartal IV 2006 9.32 10.59 11 5.97 2007 4.96 8.53 4.94 4.33 2008 6.08 7.64 9.17 9.4 2009 8.9 7.75 6.38 6.3 Sumber: Bank Indonesia 2006‐2009 Tabel 1.4. Suku Bunga LIBOR dalam Persen Tahun Kuartal I Kuartal II Kuartal III Kuartal IV 2006 4.83 5.34 5.32 5.32 2007 5.32 5.32 5.12 4.6 2008 2.7 2.46 3.93 0.43 2009 0.5 0.41 0.34 0.23 Sumber: Bank Indonesia 2006‐2009 Fenomena yang paling sering terjadi jika kurangnya cadangan devisa yang dimiliki oleh suatu negara diakibatkan lebih tingginya nilai impor dari pada ekspor, Universitas Sumatera Utara belum lagi negara tersebut melakukan pinjaman luar negeri yaitu salah satunya negarat ersebut melakukan pinjaman kepada lembaga keuangan di luar negeri seperti IMF, ADB, Bank Dunia atau pinjaman dari negara-negara lain untuk menutupi likuiditas atau membiayai pembangunan dalam negeri. Dari hasil pinjaman tersebut dapat mengakibatkan cadangan devisa suatu negara semakin berkurang jumlahnya. Merosotnya cadangan devisa yang pernah dialami Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan Indonesia harus berhutang ke lembaga keuangan seperti IMF, ADB ataupun Bank Dunia. Hutang tersebut merupakan hal yang sangat serius bagi bangsa ini sampai sekarang. Hutang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan utang swasta. Saran IMF, Indonesia justru melakukan transformasi utang swasta menjadi utang publik yang telah mendorong peningkatan drastis beban anggaran. Utang pemerintah menjadi luar biasa besar, khususnya utang domestik yang sebelum krisis belum ada sama sekali. Sebelum krisis tahun 1997, total utang Indonesia mencapai sebesar US 136 miliar, yang terdiri dari utang pemerintah sebesar US 54 miliar dan utang swasta US 82 miliar. Namun pada tahun 2001, utang luar negeri pemerintah meningkat menjadi sebesar US 74 miliar, ditambah utang domestik sebesar US 65 miliar atau sebesar Rp.647 miliar. Sedangkan utang swasta setelah krisis berkurang menjadi US 67 miliar karena percepatan pembayaran. sumber: Bank Indonesia. Jumlah utang Indonesia saat ini sudah melebihi besarnya PDB Indonesia yang hanya sekitar US 150 miliar. Sebagai akibatnya dari krisis finansial dan IMF. Padahal ketika ekonomi Universitas Sumatera Utara sedang mengalami penurunan, pemerintah seharusnya mencari berbagai cara untuk meningkatkan ekonomi. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada diatas, maka penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cadangan Devisa Nasional”.

1.2. Perumusan Masalah