Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cadangan Devisa Nasional

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

CADANGAN DEVISA NASIONAL

TESIS

Oleh

NINA PURNASARI

097018013/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

CADANGAN DEVISA NASIONAL

 

 

 

 

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

 

NINA PURNASARI

097018013

 

 

 

 

 

 

 

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis  :ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CADANGAN DEVISA NASIONAL

Nama Mahasiswa : Nina Purnasari Nomor Pokok : 097018013

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Dr. Jonni Manurung, MS) (Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE., M.Ec) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 16 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Jonni Manurung, MS

Anggota : 1. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec 2. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec

3. Prof. Dr. Ramli, SE, MS 4. Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul:

“Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cadangan Devisa Nasional”.

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Agustus 2011 Yang membuat pernyataan,

Nina Purnasari 097018013/EP

               


(6)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CADANGAN DEVISA NASIONAL

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kontribusi kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan terhadap cadangan devisa nasional. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari www.bi.go.id. Data yang digunakan adalah data kuartal dalam kurun waktu 2000-2009.

Metode analisis yang dipergunakan adalah metode Vector Autoregression

(VAR), dengan terlebih dahulu menggunakan uji unit root dan kointegrasi dan pada akhirnya akan menghasilkan Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain dari cadangan devisa nasional itu sendiri terdapat tiga variabel penelitian yang mempunyai pengaruh besar terhadap cadangan devisa nasional. Variabel tersebut adalah kurs, perbedaan pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan.

Kata Kunci: Cadangan Devisa Nasional, Kurs, Perbedaan Tingkat Suku Bunga, Perbedaan Tingkat Inflasi, Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Harga Saham Gabungan.


(7)

ANALYZE OF FACTORS INFLUENCE ON THE NATIONAL FOREIGN EXCHANGE RESERVES

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze the contribution of the exchange rate, interest rate differentials, differences in inflation rates, differences in economic growth and the composite share price index of national foreign exchange reserves. Data used in this research is secondary data sourced from www.bi.go.id. The data used are quarterly data in the period 2000-2009.

The analytical method used is the method of Vector Autoregression (VAR), by first using the unit root and cointegration test and will ultimately result in the Impulse Response Function (IRF) and Forecast error variance decomposition (FEVD)

The results showed that apart from the national foreign reserves rate itself. there are three variables that research has a major influence on the national foreign exchange reserves. Variable is the exchange rate, the difference of economic growth and stock price index.

Keywords: National Foreign Reserves, Exchange Rates, Interest Rate Differentials, Differences in Inflation Rates, Differences in Economic Growth and The Composite Stock Price Index.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih karunia serta kemurahan hati-Nya yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyelesaikan tesis ini guna untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Tesis ini berisikan hasil penelitian penulis yang berjudul “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi cadangan devisa nasional”. Penulis menyadari bahwa isi yang terkandung dalam tesis ini belum sempurna. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki dalam penyajiannya. Oleh karena itu, dengan hati yang tulus dan ikhlas penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca yang nantinya dapat berguna untuk penyempurnaan tesis ini.

Segala usaha yang penulis lakukan dalam menyelesaikan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga terutama kepada:

1. Ayahanda Drs. Jonathan Sinuhaji, M.Si (Alm) dan Ibunda Herlina br Sembiring yang sangat penulis sayangi dan hormati serta kepada abang dan kedua kakakku John Herson Sinuhaji, SE,Ak, Rini Herliani, SE,Ak,M.Si, dan Nita Heirwati, SE yang selalu memberikan doa dan telah yang selalu mendukung dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).


(9)

4. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan kritik di dalam penyempurnaan tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, M.S, selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan kritik di dalam penyempurnaan tesis ini.

6. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah bersedia membimbing dan meluangkan waktu bagi penulis untuk memberikan bimbingan dan arahan agar tesis ini menjadi lebih sempurna.

7. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Anggota Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan arahan kepada penulis di dalam penulisan tesis.

8. Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si, selaku Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan kritik di dalam penyempurnaan tesis ini.

9. Bapak dan Ibu Dosen-Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan berbagai pengalaman dan ilmu pengetahuan kepada penulis.

10. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Magiser Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

11. Seluruh rekan-rekan sejawat dan seperjuangan MEP Angkatan “Sweet Seventeen”, Wahyu Sugeng, SE, M.Si, Bang Darwinto Simamora, SE, M.Si, Bang Nanang, M.Si, Ellysa, Pak Zuhri, Bang Juara, Bang Hotlan, Kiky, Nanda, Fitri. Terima kasih teman-teman ku, semoga kita tetap kompak dan selalu memberi semangat.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmadNya kepada semua yang telah membantu dan mendorong penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik. Amin.


(10)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi maupun cara penyajian tesis ini masih  jauh  dari  kesempurnaan,  hal  ini  terutama  disebabkan  terbatasnya  pengalaman,  pengetahuan, serta waktu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, penulis  mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. 

Akhir kata penulis mengucapkan semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala bantuan yang telah diberikan dan semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak. Tuhan Memberkati.

   

Medan, Agustus 2011 Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Nina Purnasari

Agama : Kristen Protestan Tempat/Tanggal Lahir : Medan/12 Agustus 1984 Jenis Kelamin : Perempuan

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Jl. Sm. Raja km 5,5 No.19 Medan 20147

Email : d2q_zie@yahoo.com

Nama Orang Tua Laki-laki : Drs. Jonathan Sinuhaji, M.Si (Alm) Nama Orang Tua Perempuan : Herlina br Sembiring

Nama Abang : John Herson, SE,Ak Nama Kakak : Rini Herliani, SE,Ak,M.Si

Nita Heirwati, SE Riwayat Pendidikan Formal

2009 – 2011 S2 Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

2005– 2008 S1 Ekonomi Pembangunan Program Ekstensi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

2002 – 2005 DIII Ekonomi jurusan Akuntansi Universitas Sumatera Utara 1999 – 2002 SMU Swasta Kriten Immanuel Medan

1996 – 1999 SLTP Swasta Kriten Immanuel Medan 1990 – 1996 SD Negeri 060788 Medan


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Cadangan Devisa Nasional ... 10

2.2. Kurs dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Cadangan Devisa Nasional ... 18

2.3. Perbedaan Tingkat Suku Bunga ... 21

2.4. Perbedaan Tingkat Inflasi ... 23

2.5. Perbedaan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi... 25

2.6. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terhadap Transaksi Modal ……... 26

2.7. Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Cadangan Devisa ... 27

2.8. Peneliti Terdahulu ... 29

2.9. Kerangka Pemikiran ... 31


(13)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

3.1. Ruang Lingkup Penelitian... 34

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 34

3.3. Uji Asumsi... 35

3.3.1 Uji Unit Root Test ... 35

3.3.2 Uji Kointegrasi ... 37

3.4. Model Analisis ... 40

3.4.1 Vector Autoregression (VAR) ... 40

3.4.2 Impulse Response Function (IRF) ... 41

3.4.3 Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ... 41

3.5. Definisi Operasional... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1. Kondisi Perekonomian Indonesia... 44

4.2. Perkembangan Variabel yang Diteliti ... 46

4.2.1 Perkembangan Cadangan Devisa Nasional... 46

4.2.2 Perkembangan Kurs ... 48

4.2.3 Perkembangan Perbedaan Tingkat Suku Bunga ... 50

4.2.3.1. Tingkat suku bunga SBPU (surat barharga pasar uang) ….... 50

4.2.3.2. Tingkat suku bunga LIBOR (london interbank offerend) ... 52

4.2.4 Perkembangan Perbedaan Tingkat Inflasi... 54

4.2.4.1. Tingkat inflasi indonesia ... 54

4.2.4.2. Tingkat inflasi AS ... 56

4.2.5 Perkembangan Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi ... 58

4.2.5.1. Pertumbuhan ekonomi indonesia ... 58

4.2.5.2. Pertumbuhan ekonomi AS... 60

4.2.6 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 61

4.3. Hasil Uji Akar – Akar Unit dan Derajat Integrasi... 63

4.4. Uji Kointegrasi ... 65


(14)

4.6. Impulse Response Function (IRF) ... 71

4.6.1 Impulse Response Function Cadangan Devisa Nasional ... 72

4.6.2 Impulse Response Function Kurs ... 73

4.6.3 Impulse Response Function Perbedaan Tingkat Suku Bunga (PINR) .. 74

4.6.4 Impulse Response Function Perbedaan Tingkat Inflasi (PINF) ... 76

4.6.5 Impulse Response Function Perbedaan PertumbuhanEkonomi (PPE) 77

4.6.6 Impulse Response Function Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)... 78

4.7 Analisis Variance Decomposition... 80

4.7.1 Analisis Variance Decomposition Cadangan Devisa Nasional ... 80

4.7.2 Analisis Variance Decomposition Kurs ... 81

4.7.3 Analisis Variance Decomposition Perbedaan Tingkat Suku Bunga (PINR) ... ... 82

4.7.4 Analisis Variance Decomposition Perbedaan Tingkat Inflasi (PINF) .. 83

4.7.5 Analisis Variance Decomposition Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi (PPE)... ... 84

4.7.6 Analisis Variance Decomposition Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

5.1 Kesimpulan... 86

5.2. Saran... 88


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Candangan Devisa Nasional ... 2

1.2. Kurs Tengah di Indonesia ... 4

1.3. Suku Bunga SBPU (dalam Persen)... ... 5

1.4. Suku Bunga LIBOR (dalam persen) ... 6

4.2. Perkembangan Cadangan Devisa Nasional (dalam Juta Dollar)... 46

4.3. Perkembangan Kurs Tengah (dalam rupiah)... 48

4.4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBPU (dalam persen) ... 50

4.5. Tingkat Suku Bunga LIBOR (dalam persen) ... 53

4.6. Tingkat Inflasi Indonesia (dalam persen) ... 55

4.7. Tingkat Inflasi AS (dalam persen) ... . 57

4.8. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (dalam persen) ... 59

4.9. Pertumbuhan Ekonomi AS (dalam persen) ... 60

4.10. Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (dalam persen)... 62

4.11. Hasil Pengujian Stasioner.... ... 64

4.12. Uji Kointegrasi Johansen ... 65

4.13. Nilai AIC dan SIC pada Lag... ... 66

4.14. Nilai Modulus Seluruh Akar Unit.. ... 67

4.15. Hasil Estimasi VAR dengan dasar lag 1 ... 68

4.16. Hasil Analisa VAR ... 71

4.17. Impulse Response Function Cadangan Devisa Nasional.. ... 72

4.18. Impulse Response Function Kurs... 73

4.19. Impulse Response Function PINR ... 75

4.20. Impulse Response Function PINF…………... 76

4.21. Impulse Response Function PPE... 78


(16)

4.23. Variance Decomposition Cadangan Devisa Nasional ... 80

4.24. Variance Decomposition Kurs…… ... 81

4.25. Variance Decomposition PINR... 82

4.26. Variance Decomposition PINF ... 83

4.27. Variance Decomposition PPE ... 84


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Konseptual Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Cadangan Devisa Nasional ... 32

4.2. Perkembangan Cadangan Devisa Nasional Kuartal 1 Tahun 2000 sampai Kuartal 4 tahun 2009 ... 47

4.3. Perkembangan Kurs Kuartal I Tahun 2000 sampai Kuartal 4 Tahun 2009 ... 49

4.4. Perkembangan SBPU Kuartal 1 Tahun 2000 sampai Kuartal 4 Tahun 2009... 51

4.5. Perkembangan LIBOR Kuartal 1 Tahun 2000 sampai Kuartal 4 Tahun 2009... 53

4.6. Perkembangan Inflasi Indonesia Kuartal 1 Tahun 2000 sampai Kuartal 4 Tahun 2009 ... 56

4.7. Perkembangan Inflasi AS Kuartal 1 Tahun 2000 sampai Kuartal 4 Tahun 2009... ... 58

4.8. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal 1 Tahun 2009 sampai Kuartal 4 Tahun 2009 ... 59

4.9. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi AS Kuartal 1 Tahun 2009 sampai Kuartal 4 Tahun 2009 ... 61

4.10 Perkembangan IHS Kuartal 1 Tahun 2009 sampai Kuartal 4 Tahun 2009 ... 63

4.11. Respon Variabel CDEV pada Perubahan Variabel Lain... 72

4.12. Respon Variabel KURS pada Perubahan Variabel Lain... 74

4.13. Respon Variabel PINR pada Perubahan Variabel Lain ... 75

4.14. Respon Variabel PINF pada Perubahan Variabel Lain... 77

4.15. Respon Variabel PPE pada Perubahan Variabel Lain... 78


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Variabel ... 90

2. Uji Stasioneritas - pada Level ... 91

3. Uji Stasioneritas – pada 1st Difference... 94

4. Uji Kointegrasi Johansen ... 100

5. Stabilitas Lag Struktur ... 101

6. Hasil Estimasi Var ... 102

7. VAR Model – Substituted Coefficients... 103

8. Impulse Response Function... 104

9. Variance Decomposition... 110


(19)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CADANGAN DEVISA NASIONAL

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kontribusi kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan terhadap cadangan devisa nasional. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari www.bi.go.id. Data yang digunakan adalah data kuartal dalam kurun waktu 2000-2009.

Metode analisis yang dipergunakan adalah metode Vector Autoregression

(VAR), dengan terlebih dahulu menggunakan uji unit root dan kointegrasi dan pada akhirnya akan menghasilkan Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain dari cadangan devisa nasional itu sendiri terdapat tiga variabel penelitian yang mempunyai pengaruh besar terhadap cadangan devisa nasional. Variabel tersebut adalah kurs, perbedaan pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan.

Kata Kunci: Cadangan Devisa Nasional, Kurs, Perbedaan Tingkat Suku Bunga, Perbedaan Tingkat Inflasi, Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Harga Saham Gabungan.


(20)

ANALYZE OF FACTORS INFLUENCE ON THE NATIONAL FOREIGN EXCHANGE RESERVES

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze the contribution of the exchange rate, interest rate differentials, differences in inflation rates, differences in economic growth and the composite share price index of national foreign exchange reserves. Data used in this research is secondary data sourced from www.bi.go.id. The data used are quarterly data in the period 2000-2009.

The analytical method used is the method of Vector Autoregression (VAR), by first using the unit root and cointegration test and will ultimately result in the Impulse Response Function (IRF) and Forecast error variance decomposition (FEVD)

The results showed that apart from the national foreign reserves rate itself. there are three variables that research has a major influence on the national foreign exchange reserves. Variable is the exchange rate, the difference of economic growth and stock price index.

Keywords: National Foreign Reserves, Exchange Rates, Interest Rate Differentials, Differences in Inflation Rates, Differences in Economic Growth and The Composite Stock Price Index.


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan yang muncul bersumber dari faktor eksternal, yang dipicu oleh kenaikan harga minyak dunia. Untuk seterusnya faktor eksternal ini secara langsung memicu faktor internal, dalam bentuk kenaikan harga-harga di dalam negeri. Dan seterusnya kedua faktor ini saling memperburuk kondisi perekonomian.

Tidak seorangpun dapat menduga harga minyak dunia naik begitu tinggi. Kenaikan harga minyak yang begitu tinggi sungguh mengganggu cadangan devisa yang dimiliki oleh setiap negara. Negara yang cadangan devisanya terbatas akan kesulitan dalam melakukan pembelian (impor), baik terhadap barang-barang jadi maupun barang modal atau bahan baku. Kenaikan harga minyak dunia memang merupakan malapetaka bagi perekonomian Indonesia, khususnya karena cadangan devisa yang kita miliki sangat terbatas. Kenaikan harga minyak dunia memaksa Indonesia untuk mengurangi subsidi harga minyak di dalam negeri karena sudah tidak mampu lagi untuk menanggung subsidi yang semakin besar.

Perekonomian Indonesia mengalami perubahan mendadak setelah pada pertengahan tahun 1997. Muncul masalah yang menghantam perdagangan valuta


(22)

asing di kawasan asia, yang diawali dengan guncangan pada pasar valuta asing di Thailand dan kemudian menjalar ke pasar valuta asing negara-negara lain termasuk di Indonesia. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar US tersebut tentunya berdampak negatif terhadap posisi neraca pembayaran, terutama pada jumlah utang luar negeri makin membengkak dimana pada tahun 1997 total stok utang luar negeri secara riil telah tercapai 64,2% GDP dan membengkak menjadi 95,3%.

Perekonomian Indonesia masih terus mengalami masalah dan belum menunjukkan kestabilan hingga saat ini. Hal ini mempengaruhi cadangan devisa nasional dimana selama triwulan I pada bulan maret 2005 cadangan devisa masih bertahan sebesar US$36,030.10, namun pada triwulan ke II bulan juni 2005 terus mengalami penurunan menjadi US$33,865.40. Cadangan devisa triwulan ke III pada bulan september 2005 tercatat sebesar US$ 30,318.30, sangat mengalami penurunan di bandingkan dengan triwulan I bulan maret. Namun pada triwulan ke IV bulan desember mengalami perubahan dibandingkan bulan september sebesar US$34,723.70. Dapat dilihat dari Tabel 1.1 dibawah ini, keadaan cadangan devisa nasional dari tahun 2005 sampai tahun 2009.

Tabel 1.1. Cadangan Devisa Nasional Kuartal Tahun

2005

Tahun 2006

Tahun 2007

Tahun 2008

Tahun 2009 I 36,030.10 40,081.60 47,221.20 58,987.00 54,840.17 II 33,865.40 40,107.10 50,924.40 59,453.00 57,576.02 III 30,318.30 42,352.90 52,875.00 57,108.00 62,287.14 IV 34,723.70 42,586.30 56,920.00 51,639.32 66,104.90 Sumber: Bank Indonesia (2005-2009)


(23)

Posisi cadangan devisa selama tahun 2005 mencapai US$34,723.70 miliar, turun signifikan dibandingkan posisi tahun 2009 yang mencapai US$66,104.90 miliar. Penurunan tersebut seiring dengan tekanan yang dihadapi NPI selama tahun 2005, terutama pada triwulan II dan III. Tekanan terhadap neraca pembayaran pada triwulan II-2005 terkait adanya peningkatan harga minyak global sehingga menyebabkan kebutuhan devisa impor khususnya minyak meningkat tajam yang diiringi oleh kenaikan penempatan investasi penduduk di luar negeri yang cukup besar. Penanaman investasi penduduk tersebut membuat transaksi finansial neto mengalami peningkatan defisit, di sisi lain peningkatan defisit tersebut tidak diimbangi oleh peningkatan surplus di transaksi berjalan sehingga pada triwulan II, posisi cadangan devisa turun menjadi US$33, 865.40 miliar dari US$36,030.10 miliar pada triwulan I. (sumber: Bank Indonesia).

Dalam perekonomian suatu negara biasanya dilihat dari kurs negara itu sendiri terhadap kurs valas. Apabila kurs menguat, maka secara tidak langsung cadangan devisa juga akan naik, tapi bila kurs itu melemah maka cadangan devisa juga akan turun. Tetapi disisi lain penguatan nilai tukar mata uang suatu negara bisa menekan laju inflasi. Apabila harga-harga barang dan sektor jasa cenderung mengalami kenaikan maka disebut dengan inflasi. Oleh sebab itu untuk mencegah makin meningkatnya inflasi maka jumlah mata uang yang beredar harus sesuai dengan kebutuhan, sehingga kestabilan nilai tukar bisa dijaga (permintaan agregat).


(24)

Dapat di lihat dari Tabel 1.2, tingkat kurs dalam satuan US$ dari tahun 2007 sampai tahun 2009.

Tabel 1.2. Kurs Tengah di Indonesia   

Kwartal  Tahun 2007  Tahun 2008  Tahun 2009 

I  9,118  9,217  11,575 

II  9,054  9,225  10,225 

III  9,137  9,378  9,681 

IV  9,419  10,950  9,400 

Sumber: Bank Indonesia (2007‐2009) 

Pergerakan kurs dibentuk oleh beberapa faktor-faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi, diantaranya suku bunga, jumlah uang beredar, dan neraca pembayaran (faktor-faktor ekonomi), dan keamanan, keadaan politik, tingkat korupsi, serta lain-lain (faktor-faktor non ekonomi). Perbedaan nilai tukar mata uang suatu negara (kurs) pada prinsipnya ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran mata uang tersebut, Akibatnya timbul depresiasi dan apresiasi. Depresiasi mata uang negara membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih murah bagi pihak luar negeri. Sedang apresiasi rupiah terhadap dollar AS adalah kenaikan rupiah terhadap dollar AS. Apresiasi mata uang suatu negara membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih mahal bagi pihak luar negeri.


(25)

Berkurangnya cadangan devisa nasional, disebabkan juga karena tingkat suku bunga yang tinggi. Suku bunga tinggi, mengakibatkan investasi akan menurun begitu juga dengan cadangan devisa nasional akan menurun juga.

Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu atau harga dari penggunaan uang yang dipergunakan pada saat ini dan akan dikembalikan pada saat mendatang.

Kenaikan suku bunga akan sangat berpengaruh bagi pelaku pasar modal. Akibat meningkatnya suku bunga, para pemilik modal akan lebih suka menanamkan uangnya di bank dari pada berinvestasi dalam bentuk saham (Dornbusch & Fischer, 1992). Perubahan tingkat suku bunga akan berdampak pada perubahan jumlah investor asing, khususnya pada jenis investasi portofolio yang umunya berjangka pendek. Perubahan tingkat suku bunga ini akan berpengaruh pada perubahan jumlah permintaan dan penawaran di pasar uang domestik.

SBPU (Surat Berharga Pasar Uang) sama halnya dengan SBI merupakan instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka ekspansi moneter oleh BI dengan menetapkan tingkat diskonto SBPU.

SBPU Adalah satu suku bunga pada berbagai macam instrumen pasar uang yang merupakan gambaran dan faktor perekonomian secara umum dan yang berkaitan dengan tingkat likuiditas, keamanan, besaran, dan jangka waktu investasi. Suku bunga pinjaman yang mengacu pada suku bunga pasar, misalnya 2% di atas suku bunga SBI (money market rates).


(26)

Ada juga suku bunga London Interbank Offered Rate atau lebih dikenal juga dengan singkatan LIBOR adalah merupakan harian dari

yang ditawarkan dalam pemberian

bank lainnya di

Tabel 1.3. Suku Bunga SBPU (dalam Persen) 

Tahun  Kuartal I  Kuartal II  Kuartal III  Kuartal IV 

2006  9.32  10.59  11  5.97 

2007  4.96  8.53  4.94  4.33 

2008  6.08  7.64  9.17  9.4 

2009  8.9  7.75  6.38  6.3 

Sumber: Bank Indonesia (2006‐2009) 

 

Tabel 1.4. Suku Bunga LIBOR (dalam Persen) 

Tahun  Kuartal I  Kuartal II  Kuartal III  Kuartal IV 

2006  4.83  5.34  5.32  5.32 

2007  5.32  5.32  5.12  4.6 

2008  2.7  2.46  3.93  0.43 

2009  0.5  0.41  0.34  0.23 

Sumber: Bank Indonesia (2006‐2009) 

Fenomena yang paling sering terjadi jika kurangnya cadangan devisa yang dimiliki oleh suatu negara diakibatkan lebih tingginya nilai impor dari pada ekspor,


(27)

belum lagi negara tersebut melakukan pinjaman luar negeri yaitu salah satunya negarat ersebut melakukan pinjaman kepada lembaga keuangan di luar negeri seperti IMF, ADB, Bank Dunia atau pinjaman dari negara-negara lain untuk menutupi likuiditas atau membiayai pembangunan dalam negeri. Dari hasil pinjaman tersebut dapat mengakibatkan cadangan devisa suatu negara semakin berkurang jumlahnya.

Merosotnya cadangan devisa yang pernah dialami Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan Indonesia harus berhutang ke lembaga keuangan seperti IMF, ADB ataupun Bank Dunia. Hutang tersebut merupakan hal yang sangat serius bagi bangsa ini sampai sekarang. Hutang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan utang swasta. Saran IMF, Indonesia justru melakukan transformasi utang swasta menjadi utang publik yang telah mendorong peningkatan drastis beban anggaran. Utang pemerintah menjadi luar biasa besar, khususnya utang domestik yang sebelum krisis belum ada sama sekali.

Sebelum krisis tahun 1997, total utang Indonesia mencapai sebesar US$ 136 miliar, yang terdiri dari utang pemerintah sebesar US$ 54 miliar dan utang swasta US$ 82 miliar. Namun pada tahun 2001, utang luar negeri pemerintah meningkat menjadi sebesar US$ 74 miliar, ditambah utang domestik sebesar US$ 65 miliar atau sebesar Rp.647 miliar. Sedangkan utang swasta setelah krisis berkurang menjadi US$ 67 miliar karena percepatan pembayaran. (sumber: Bank Indonesia). Jumlah utang Indonesia saat ini sudah melebihi besarnya PDB Indonesia yang hanya sekitar US$ 150 miliar. Sebagai akibatnya dari krisis finansial dan IMF. Padahal ketika ekonomi


(28)

sedang mengalami penurunan, pemerintah seharusnya mencari berbagai cara untuk meningkatkan ekonomi.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada diatas, maka penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cadangan Devisa Nasional”.

1.2. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari berbagai uraian yang telah dijelaskan di atas, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana kontribusi cadangan devisa, kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG terhadap cadangan devisa?

2. Bagaimana kontribusi kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG dan cadangan devisa terhadap kurs?

3. Bagaimana kontribusi perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG, kurs dan cadangan devisa terhadap perbedaan tingkat suku bunga?

4. Bagaimana kontribusi perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG, kurs, perbedaan tingkat suku bunga dan cadangan devisa terhadap perbedaan tingkat inflasi?


(29)

5. Bagaimana kontribusi perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG, kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, dan cadangan devisa terhadap perbedaan pertumbuhan ekonomi?

6. Bagaimana kontribusi IHSG, kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, dan cadangan devisa terhadap IHSG.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk menganalisis kontribusi cadangan devisa, kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG terhadap cadangan devisa.

2. Untuk menganalisis kontribusi kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG dan cadangan devisa terhadap kurs.

3. Untuk menganalisis kontribusi perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG, kurs dan cadangan devisa terhadap perbedaan tingkat suku bunga.

4. Untuk menganalisis kontribusi perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG, kurs, perbedaan tingkat suku bunga dan cadangan devisa terhadap perbedaan tingkat inflasi.


(30)

5. Untuk menganalisis kontribusi perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG, kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, dan cadangan devisa terhadap perbedaan pertumbuhan ekonomi.

6. Untuk menganalisis kontribusi IHSG, kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, dan cadangan devisa terhadap IHSG.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah di Indonesia dalam peningkatan cadangan devisa nasional

2. Menambah wawasan bagi penulis, mahasiswa agar berfikir secara ilmiah pada bidang Ekonomi Moneter dan Ekonomi Internasional khususnya cadangan devisa

3. Menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak lain yang ingin mengetahui pengaruh kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan terhadap cadangan devisa nasional


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cadangan Devisa Nasional

Devisa adalah alat pembayaran luar negeri yang antara lain berupa emas, uang kertas asing dan tagihan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri (Rachbini,2000).

Cadangan devisa didefenisikan sebagai sejumlah valuta asing (valas) yang dicadangkan bank sentral (Bank Indonesia) untuk keperluan pembiayaan pembangunan dan kewajban luar negeri yang antara lain meliputi pembiayaan impor dan pembayaran lainnya kepada pihak asing (Tulus Tambunan, 2001).

Cadangan devisa merupakan posisi aktiva luar negeri pemerintah dan bank-bank devisa yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional. Dalam mengelola cadangan devisa , Bank Indonesia telah mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan dari pada keuntugan yang tinggi. Namun demikian, Bank Indonesia selaku otoritas moneter Indonesia tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar internasional sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam portofolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa.

Cadangan devisa adalah penjumlahan transaksi modal dan net ekspor. Atau dapat dikatakan cadangan devisa= Transaksi modal + Net ekspor.

Dalam rumus cadangan devisa dapat dilihat sebagai berikut:


(32)

dimana: CDVt-1 = Cadangan devisa sebelumnya

TBt = Transaksi berjalan

TMt = Transaksi modal

Transaksi modal dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu: (i) transfer modal (capital transfers) dan (ii) pembelian atau penjualan aset nonfinansial tak terbarukan (acquisition or disposal of nonproduced, nonfinancial assets). Transfer modal meliputi transfer in kind berupa transfer kepemilikan aktiva tetap (misalnya hibah investasi), pengampunan (forgiveness) atas kewajiban yang diberikan kreditur berdasarkan persetujuan kedua belah pihak, dan transfer tunai yang dikaitkan dengan pembelian/penjualan aktiva tetap oleh salah satu atau kedua pihak yang bertransaksi. Tidak seperti transfer berjalan, transfer modal tidak secara langsung terkait dengan proses produksi dan konsumsi. Transfer modal diklasifikasikan ke dalam dua sektor institusional, yaitu pemerintah dan sektor lainnya. Transfer modal sektor pemerintah terdiri dari pengampunan hutang (debt forgiveness) dan transfer lainnya. Transfer modal sektor lainnya terdiri dari transfer migran (migrants’ transfers), pengampunan hutang (debt forgiveness), dan transfer lainnya (other transfers).

Akuisisi atau penjualan aset nonfinansial tak terbarukan mencakup transaksi yang berkaitan dengan jual beli aset berwujud (tangible assets) yang digunakan/diperlukan dalam proses produksi (misalnya tanah) dan aset tak berwujud (intangible assets) seperti paten, franchise, hak cipta (copyrights), dan merk dagang (trade mark). Sebagai contoh adalah pembelian tanah oleh pemerintah negara asing


(33)

untuk dijadikan sebagai lokasi kedutaan besar negara tersebut. Namun demikian, pembelian tanah oleh asing selain sektor pemerintah diklasifikasikan sebagai transaksi finansial. Transaksi pembelian atau penjualan aset nonfinansial tak terbarukan ini belum tercatat dalam statistik NPI.

Net ekspor merupakan nilai ekspor suatu negara dikurangi nilai impornya. Karena net ekspor juga dapat diketahui dengan sebuah negara menjadi pembeli atau penjual di pasar dunia, maka net ekspor disebut juga neraca perdagangan.

Mankiw (2003) Ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dan di jual di luar negeri. Kegiatan ekspor merupakan suatu proses jual beli antar negara, para eksportir di Indonesia akan menjual barang keluar negeri dan akan menerima imbalan dalam bentuk dollar Amerika dari importir keluar negeri.

Dollar-dollar tersebut akan ditukarkan oleh para eksportir kedalam mata uang rupiah sehingga dapat digunakan pada dalam negeri. Dollar-dollar yang ditukarkan tersebut akan masuk menjadi cadangan devisa nasional, sedangkan Impor adalah barang dan jasa yang diproduksi di luar negeri dan dijual di dalam negeri. Akhirnya perlu dikemukakan di sini bahwa proses perkembangan ekonomi yang jitu ialah proses perkembangan ekonomi yang mampu menimbulkan situasi bahwa pertumbuhan mendorong ekspor, bukan sebaliknya. Ekspor merupakan ujung proses pertumbuhan, bukan pangkalnya. Dengan kata lain, proses perkembangan ekonomi yang jitu ialah proses perkembangan ekonomi yang mendukung hipotesis pertumbuhan intern mendorong pertumbuhan ekspor (Halwani Hendra, 2005).


(34)

Perlu adanya net ekspor pada perekonomian suatu negara. Karena net ekspor merupakan nilai ekspor suatu negara dikurangi nilai impornya. Ekspor merupakan salah satu sumber devisa. Untuk mampu mengekspor, negara tersebut harus menghasilkan barang-barang dan jasa di pasaran internasional. Kemampuan bersaing ini sangat ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi, manejeman bahkan sosial budaya (Supriyanto,1995). Sedangkan impor merupakan perdagangan dengan memasukkan barang dari luar negeri kedalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.

Menurut defenisi IMF, cadangan devisa adalah “aktiva luar negeri” yang tersedia setiap waktu dan dikuasai oleh otoritas moneter (BI). Mengikuti kriteria IMF ini, cadangan devisa yang diumumkan pemerintah (BI) secara periodik sejak awal tahun 1998 adalah aktiva luar negeri (bruto). Dalam perkataan lain, aktiva luar negeri resmi dianggap sebagai cadangan devisa (Zetha,2000). Dulunya, sebelum IMF membuat kriteria tersebut, BI membedakan antara cadangan devisa bruto dan cadangan devisa bersih, atau lebih dikenal sebagai cadangan devisa resmi. Cadangan devisa bruto (yang diartikan sama dengan aktiva luar negeri bruto) adalah cadangan devisa resmi ditambah dengan kontigen aset lainnya. Bila cadangan devisa resmi merupakan jumlah valas yang benar-benar menjadi milik BI, maka dalam aktiva luar negeri, juga dimasukkan beberapa unsur lain seperti devisa bank-bank yang disimpan di BI dalam rangka Giro Wajib Minimum (GWM), valas, wesel ekspor berjangka dan beberapa unsur lainnya yang sebelumnya tidak dimasukkan dalam cadangan devisa resmi (Zetha,2000).


(35)

Namun demikian, BI juga mengumumkan secara periodik cadangan luar negeri bersih (net international reserve atau NIR). Aktiva luar negeri bruto adalah tagihan BI terhadap penduduk luar negeri (nonresident), yang terdiri dari emas moneter, giro (demand deposits), deposit on call, deposito (time deposit), penanaman dalam surat-surat berharga (securities), dan tagihan lainnya. Sedangkan, NIR adalah aktiva luar negeri bruto BI setelah dikurangi kewajiban-kewajibannya dalam valas yang terdiri dari tiga unsur:

1. gross liabilities, yaitu semua utang dalam valas dengan masa jatuh tempo sampai dengan satu tahun, termasuk penggunaan dana IMF;

2. net forward position, yaitu kewajiban BI dalam valas terhadap penduduk (resident) dan bukan penduduk (nonresident) dalam bentuk transaksi forward; 3. devisa bank yang disimpan pada BI dalam rangka memenuhi GWM dalam valas.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa besarnya cadangan devisa sangat tergantung pada perkembangan Balance of Payment (BOP). Atau tepatnya, penambahan devisa berasal dari dua sumber utama, yakni pendapatan ekspor netto dan arus modal masuk netto (surplus capital account). Diantara dua sumber tersebut, pendapatan ekspor yang paling diandalkan untuk penambahan cadangan devisa. Karena arus modal masuk bisa saja dalam bentuk pinjaman (ULN) yang harus dibayar kembali plus bunganya, berarti pengurangan cadangan devisa, atau investasi yang juga suatu ketika bisa menjadi arus modal keluar, terkecuali investasi dalam bentuk PMA.


(36)

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan cadangan devisa adalah rasio antara nilai cadangan devisa dan nilai impor dalam waktu tertentu, yang dapat dihitung dalam rumus berikut (Widodo,1990):

KCDt = CDVt/Mt (2.2)

dimana:

KCD = Kemampuan cadangan devisa mendukung impor dalam satuan waktu tertentu (misalnya bulanan atau tahunan)

CDVt = Cadangan devisa bulanan/tahunan

Mt = Nilai impor bulanan/tahunan

Cadangan devisa sangat penting bagi stabilitas dan kelangsungan proses ekonomi, dan hal ini dapat dilihat dari pengalaman Indonesia selama krisis ekonomi. Terutama sektor riil yang terpukul akibat masalah utang luar negeri menjadi semakin parah akibat menipisnya cadangan devisa, khususnya Dolar Amerika Serikat. Selain itu, banyak perusahaan-perusahaan, khususnya eksportir atau yang banyak melakukan impor terpaksa mengurangi atau menghentikan sama sekali kegiatan mereka akibat mahalnya nilai dolar AS di pasar valas dalam negeri.

Masalah serius lain yang muncul akibat keterbatasan cadangan devisa adalah yang berkaitan dengan ketergantungan impor dan net transfer yang tinggi. Hal ini membuat ekonomi Indonesia mengalami dua situasi yang sangat membahayakan BOP, yakni defisit transaksi berjalan dan capital account. Akibatnya, cadangan devisa menjadi semu, artinya banyak mengandung dan bahkan cenderung didominasi oleh komponen ULN. Cadangan devisa tidak lagi diperoleh dari surplus ekspor tetapi


(37)

didapat dari pinjaman luar negeri. Dan sebagian besar pinjaman luar negeri digunakan untuk menutup defisit transaksi berjalan dan membayar angsuran pokok ULN (Arief,1999).

Menurut Bank Dunia, peranan cadangan devisa ( 1. Untuk melindungi negara dari guncangan eksternal. Krisis keuangan pada akhir

1990-an membuat para pembuat kebijakan memperbaiki pandangannya atas nilai dari cadangan devisa sebagai proteksi dalam melindungi dari krisis mata uang. 2. Tingkat cadangan devisa merupakan faktor penting dalam pencapaian kelayakan

kredit dan kredibilitas kebijakan secara umum, sehingga negara dengan tingkat cadangan devisa yang cukup dapat mencari pinjaman dengan kondisi yang lebih nyaman.

3. Kebutuhan likuditas untuk mempertahankan stabilitas nilai tukar.

Selain berbagai kebaikan di atas, kebijakan untuk mempertahankan cadangan devisa juga mengeluarkan biaya, saat level cadangan devisa menjadi lebih besar, biaya yang diperlukan juga semakin besar. Membengkaknya cadangan devisa bisa berakibat kinerja moneter terekspansi melebihi kapasitas produksi ekonomi yang berakhir pada inflasi. Untuk meningkatkan cadangan devisa, sejak tahun 1970 pemerintah telah menerapkan sistem devisa bebas. Peraturan tentang sistem devisa bebas tersebut dituangkan dalam UU No.24 tahun 1999 tentang melarang lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar menggantikan UU lama yaitu UU No.32 tahun 1964.

Dalam mengelola cadangan devisa ini, Bank Indonesia lebih mengutamakan tercapainya tujuan likuditas dan keamanan dari pada keuntungan yang tinggi.


(38)

Walaupun demikian, BI tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar Internasional, sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam portofolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa. Dalam mengelola cadangan devisa yang optimal, Bank Indonesia menerapkan sistem diversifikasi, baik berdasarkan jenis valuta asing maupun berdasarkan jenis investasi surat berharga. Dengan cara tersebut diharapkan penurunan nilai dalam salah satu mata uang dapat dikompensasi oleh jenis mata uang lainnya atau penempatan lain yang mempunyai nilai yang lebih baik.

Posisi cadangan resmi yang dikuasai BI perlu dipertahankan pada tingkat yang wajar. Hal ini terutama untuk menjaga kestabilan ekonomi dan moneter serta untuk menghindarkan terjadinya gejolak kurs mata uang asing dan pelarian modal ke luar negeri. Dalam hubungan ini, sebagai ukuran yang lazim digunakan adalah rasio cadangan resmi terhadap impor. Jika cadangan devisa itu cukup untuk menutup impor selama 3 bulan pada lazimnya dipandang sebagai tingkat yang aman, dan jika hanya untuk 2 bulan atau kurang, maka akan menimbulkan tekanan terhadap neraca pembayaran.(Rustian Kamaluddin,1999)

Mulai bulan juli 2000, BI mengubah konsep pencatatan cadangan devisa, dari konsep GFA(Gross Foreign Asset) kepada konsep IRFCL. Angka cadangan devisa yang dilaporkan dengan menggunakan konsep International Reserve and Foreign Currency (IRFCL) merupakan standar pelaporan secara internasional (SDDS-IMF). Perbedaan antara angka cadangan devisa yang berdasarkan konsep GFA dengan yang berdasarkan IRFCL terjadi karena perbedaan definisi.


(39)

Dalam konsep IRFCL, hanya aset yang tergolong likuid yang diperhitungkan sebagai komponen International Reserve dan penilaiannya menggunakan kurs yang berlaku saat tanggal pelaporan. Sedangkan dalam konsep yang lama, GFA, tidak dibedakan tingkat likuiditas tersebut, serta tidak digunakan kurs yang berlaku pada saat pelaporan melainkan kurs mata uang asing per 31 maret 1998. konsep IRFCL berangkat dari standar penyebaran data khusus (Special Data Dessemination Standards/SDDS) yang merupakan bentuk penyajian data ekonomi melalui internet dengan menggunakan standar penyajian data dana moneter international (IMF). Cakupan SDDS adalah sektor riil, sektor fiskal, sektor keuangan, dan sektor eksternal. Mengenai IRFCL, struktur metode tersebut terbagi menjadi devisa international (International Reserve), perkiraan aliran bersih devisa yang terjadwal (Predetermined short-term net drains), perkiraan aliran devisa yang bersifat siaga (Contingent Short-term net drains), dan memo item.(sumber:Bank Indonesia).

2.2. Kurs dan Tingkat Suku Bunga terhadap Cadangan Devisa Nasional

Pertukaran suatu mata uang dengan mata uang lainnya disebut transaksi valas,

foreign exchange transaction (Kuncoro, 1996). Harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya disebut kurs atau nilai tukar mata uang/exchange rate.

Kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional. Suatu mata uang dikatakan “kuat” apabila transaksi


(40)

autonomous kredit lebih besar dari transaksi autonomous debit (surplus neraca pembayaran), sebaliknya dikatakan lemah apabila neraca pembayarannya mengalami defisit, atau bisa dikatakan jika permintaan valuta asing melebihi penawaran dari valuta asing (Nopirin, 2000). Kurs antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan (Mankiw, 2007).

Penurunan kurs antara Rupiah dan USD (misalnya, dari Rp 8000/USD menjadi Rp. 9000/USD) berarti dollar menjadi lebih mahal dalam nilai rupiah. Ini mencerminkan bahwa nilai dollar naik karena jumlah rupiah yang diperlukan untuk membeli dollar meningkat. Dengan kata lain, dollar mengalami apresiasi terhadap rupiah. Dari sisi lain, rupiah menjadi lebih murah dinilai dalam dollar, artinya rupiah mengalami depresiasi terhadap dollar.

Untuk menghindari kebingungan, harus diingat bahwa kurs antara mata uang domestik dan mata uang asing diartikan sebagai jumlah mata uang domestik yang diperlukan untuk membeli mata uang asing. Bila kurs meningkat berarti mata uang domestik mengalami depresiasi dan mata uang asing mengalami apresiasi. Sebaliknya penurunan kurs mencerminkan terjadinya apresiasi mata uang domestik dan depresiasi mata uang asing (Kuncoro, 1996).

Menurut teori klasik suku bunga terjadi berdasarkan kekuatan permintaan dana (tabungan) dipasar uang. Timbulnya penawaran dana disebabkan adanya masyarakat yang kelebihan pendapatan untuk dikonsumsi sehingga mereka berhasrat untuk menabung. Dilain pihak terdapat masyarakat yang memerlukan dana untuk


(41)

kegiatan investasi. Harga yang harus dibayar oleh pihak yang memerlukan dana untuk keperluan investasi yaitu tingkat bunga.

Pada hakekatnya, Suku Bunga adalah pembayaran yang harus dilakukan untuk penggunaan uang. Suku Bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat harus membayar peluang untuk meminjam uang. Biaya untuk meminjam uang, diukur dalam rupiah per tahun untuk setiap rupiah yang dipinjam, atau dalam persen pertahun, adalah suku bunga. Masyarakat mau membayar bunga karena dana yang dipinjam membantu mereka untuk membeli barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumsi mereka atau membuat investasi yang menguntungkan.

Makin tinggi tingkat suku bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil. Alasan seseorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi semakin besar dari tingkat bunga yang harus dia bayar untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos-ongkos penggunaan dana (Cost of capital). Makin rendah tingkat bunga, maka pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga makin kecil. Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan (tidak ada dorongan untuk naik atau turun) akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi.

Menurut Keynes bahwa tingkat suku bunga adalah balas jasa yang diterima seeorang karena orang tersebut tidak menimbun uang atau balas jasa yang diterima seseorang karena orang tersebut mengorbankan liquidity preferencenya. Makin besar


(42)

liquidity preference seseorang makin besar keinginan orang tersebut untuk menahan uang tunai, maka makin besar tingkat bunga yang diterima orang tersebut bilamana dia meminjamkan uang tersebut kepada orang lain. Pendapat Keynes ini sangat berbeda dengan pendapat aliran klasik, dimana tingkat bunga menurut Klasik adalah premi yang diterima karena menunda konsumsinya pada masa yang akan datang.

Hubungan kurs dan tingkat suku bunga terhadap cadangan devisa dapat dirumuskan sebagai berikut:

TB = TB (E,r) (2.3)

TM = TM (E,r) (2.4)

Subtitusi (2.3) dan (2.4) ke (2.1) sehingga cadangan devisa adalah:

CDV = CDV (E, r, CDVt-1) (2.5)

Dilihat dari rumus diatas dapat disimpulkan apabila kurs (E) meningkat, maka cadangan devisa juga akan meningkat. Tetapi apabila tingkat suku bunga meningkat akan menyebabkan penurunan terhadap cadangan devisa.

2.3. Perbedaan Tingkat Suku Bunga

Perbedaan tingkat suku bunga akan berdampak pada perubahan jumlah investasi di suatu negara, baik yang berasal dari investor domestik maupun investor asing, khususnya pada jenis-jenis investasi portofolio, yang umumnya berjangka pendek. Perubahan tingkat suku bunga ini akan berpengaruh pada perubahan jumlah permintaan dan penawaran di pasar uang domestik. Tingkat suku bunga riil umumnya


(43)

lebih sering dibandingkan antar negara guna mengukur pergerakan nilai tukar mata uang.

Tingkat inflasi selalu lebih tinggi dari suku bunga, akibatnya daya beli dari uang penabung atau deposan mengalami penurunan meskipun secara absolut jumlah uangnya sudah bertambah dengan adanya tambahan dari bunga yang diterimanya. Berdasarkan fakta, maka jelas bunga tidak membuat orang lebih kaya jika uangnya ditabungkan atau didepositokan, tetapi malah sebaliknya.

Inflasi menimbulkan biaya, jika inflasi menimbulkan biaya, maka bunga juga menimbulkan biaya. Biaya uang yaitu suku bunga (interest) yang ditimbulkan oleh inflasi (Mankiw, 2007) yaitu:

1). Biaya pulang pergi ke bank untuk mengambil uang (shoeleather cost) 2). Biaya perusahaan untuk merubah harga karena inflasi (menu cost) 3). Biaya ketidak nyamanan hidup dengan selalu berubahnya harga

4). Pajak yang dibebankan pada keuntungan (sebab pajak selalu menentukan besarnya pajak dari keuntungan nominal bukan dari keuntungan riil, padahal dengan adanya inflasi, maka keuntungan riil lebih kecil sedangkan pajak yang dibayarkan lebih besar).

Dalam teori klasik, bahwa bunga merupakan harga kapital (price of capital), dimana apabila permintaan modal (uang) naik maka bunga akan naik pula, tetapi orang meminta uang atau meminjam uang bukan semata-mata untuk investasi tetapi juga untuk transaksi (konsumsi) dan spekulasi. Meskipun demikian peminjam tetap dikenakan bunga. Itulah sebabnya dalam ekonomi kapitalis, kegiatan transaksi


(44)

ekonomi lebih banyak di sektor keuangan ini dibandingkan dengan sektor riil. Selanjutnya diketahui pula bahwa, tingkat bunga mempunyai hubungan dengan tingkat inflasi.

Hubungan tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil dengan inflasi dapat ditulis sebagai berikut:

i = r + π

Persamaan di atas merupakan persamaan Irving Fisher.Dari persamaan tersebut ditunjukkan bahwa, tingkat bunga bisa berubah karena dua alasan (Mankiw, 2007) yaitu:

1). Karena tingkat bunga riil berubah, dan 2). Karena tingkat inflasi berubah

Menurut teori kuantitas, kenaikan dalam tingkat pertumbuhan uang sebesar 1 persen menyebabkan kenaikan tingkat inflasi sebesar 1 persen, selanjutnya dari persamaan Fisher dapat dinyatakan pula bahwa kenaikan 1 persen tingkat inflasi akan menaikkan suku bunga nominal sebesar 1 persen. Dari fakta ini jelas bahwa suku bunga dan inflasi mempunyai hubungan yang positif.

2.4. Perbedaan Tingkat Inflasi

Pakar ekonomi menyatakan bahwa inflasi merupakan bagian dari ekonomi moneter, seperti dijelaskannya dalam tulisan bahwa “inflasi selalu dan dimanapun merupakan fenomena moneter (Mankiw, 2000).


(45)

Tingkat inflasi adalah persentase perubahan di dalam tingkat harga, sedangkan indeks harga itu sendiri adalah mengukur biaya dari sekelompok barang tertentu sebagai persentasi dari kelompok yang sama pada periode awal. Teori PPP ini terbagi menjadi dua yaitu versi absolut dan versi relatif. Teori PPP versi absolut sering dikaitkan dengan teori Law of One Price walaupun sebenarnya ada perbedaan antara keduanya. Teori Law of One Price lebih diterapkan pada satu jenis barang saja sedangkan teori PPP diterapkan pada tingkat harga secara keseluruhan yaitu dengan menggunakan sekeranjang barang dan jasa. Sementara versi relatif dari teori PPP muncul karena banyaknya kelemahan dalam versi absolut yaitu berupa asumsi-asumsi yang tidak realistis yaitu tidak adanya biaya transportasi dan bebas dari hambatan perdagangan. Dalam kenyataannya, biaya transportasi maupun hambatan perdagangan tidaklah dapat diabaikan. Dalam versi relatifnya, teori PPP mengubah pernyataan tingkat harga dan tingkat kurs keseimbangan menjadi "perubahan harga" dan "perubahan" kurs keseimbangan (Salvatore, 1997). Salah satu teori yang menjelaskan hubungan antara tingkat harga atau inflasi dengan pergerakan nilai tukar adalah teori paritas daya beli atau Purchasing Power Parity Theory (PPP). Teori paritas daya beli ini merupakan salah satu teori yang paling sering diuji validitasnya. Dalam teori paritas daya beli ini dikatakan bahwa nilai tukar antara dua negara seharusnya sama dengan rasio dari tingkat harga di kedua negara tersebut. Sehingga jatuhnya daya beli domestik pada suatu mata uang (meningkatnya tingkat harga domestik atau meningkatnya inflasi) akan diikuti oleh depresiasi pada mata uang negara tersebut di pasar uang luar negeri. Namun, jika yang terjadi adalah sebaliknya


(46)

yaitu daya beli domestik mengalami kenaikan (tingkat inflasi turun/terjadi deflasi) maka akan diikuti pula oleh apresiasi pada mata uangnya.

Kenaikan tingkat inflasi yang mendadak dan besar di suatu negara akan menyebabkan meningkatnya impor oleh negara tersebut terhadap berbagai barang dan jasa dari luar negeri, sehingga semakin diperlukan banyak valuta asing untuk membayar transaksi impor tersebut. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap valuta asing di pasar valuta asing. Inflasi yang meningkat secara mendadak tersebut, juga memungkinkan tereduksinya kemampuan ekspor nasional negara yang bersangkutan, sehingga akan mengurangi supply terhadap valuta asing di dalam negerinya.

Teori Inflasi Klasik berpendapat bahwa tingkat harga ditentukan oleh jumlah uang beredar, yang dapat dijelaskan melalui hubungan antara nilai mata uang dengan jumlah uang, serta nilai uang dan harga. Bila jumlah uang bertambah lebih cepat dari pertambahan barang maka nilai uang akan merosot dan ini sama dengan kenaikan harga. Jadi menurut Klasik, Inflasi berarti terlalu banyak uang beredar atau terlalu banyak kredit dibandingkan dengan volume transaksi (Gilarso, 1986).

2.5. Perbedaan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan untuk meningkatkan kekayaan suatu negara atau wilayah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi salah satu tujuan utama dari pembangunan suatu negara atau wilayah. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan


(47)

dengan dua kepentingan dalam proses pembangunan di sebuah negara. Pertumbuhan ekonomi yang bertambah besar merujuk kepada suatu skala aktiviti ekonomi yang semakin meluas di dalam semua sektor. Ada beberapa faktor penting yang diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari semasa ke semasa. Pertumbuhan ekonomi tidak akan berlaku sekiranya sumber ekonomi yang tersedia ada tidak

ditambah.

sumber tenaga, kemudahan infrastruktur dan sebagainya. Pertumbuhan ekonomi bukan saja memerlukan pertambahan sumber ekonomi secara kuantitatif, tetapi boleh juga dicapai melalui peningkatan kualiti sumber ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat meningkatkan ekspor, dengan meningkatnya ekspor maka cadangan devisa nasional akan semakin meningkat. Tetapi, apabila suatu pertumbuhan ekonomi suatu negara buruk, maka akan mengakibatkan rendahnya ekspor kesuatu negara, karena tidak adanya barang-barang yang dapat diproduksi, sehingga akan mengakibatkan cadangan devisa suatu negara akan menurun.

Untuk mampu mengekspor, negara tersebut harus menghasilkan barang-barang dan jasa di pasaran internasional. Kemampuan bersaing ini sangat ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi, manejeman bahkan sosial budaya.


(48)

IHSG merupakan kegiatan pada pasar modal yang bermanfaat bagi investor dan emiten yang tercatat di BEJ, hal ini dapat membantu mereka dalam menentukan apakah akan menjual, membeli, ataukah menahan saham yang mereka miliki berkenaan dengan perubahan kurs rupiah terhadap dollar AS dan tingkat suku bunga SBI. Karena kesalahan dalam menentukan dan menerapkan strategi perdagangan di pasar modal, akan berakibat buruk bagi perusahaan atau investor sehingga dapat mengalami kerugian apabila kurs rupiah/US$ dan suku bunga SBI memang benar-benar berpengaruh terhadap IHSG.

Demikian juga bagi pemerintah, diketahuinya dampak dari kurs rupiah/US$ dan tingkat suku bunga SBI terhadap IHSG, maka pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan kurs rupiah/US$ dan tingkat suku bunga SBI sehingga pengaruh yang telah atau akan terjadi dapat diantisipasi dan ditangani dengan sebaik-baiknya.

Hubungan IHSG dengan transaksi modal yaitu apabila IHSG meningkat maka akan mendorong munculnya investor-investor baru sehingga investor tersebut akan menambah modalnya ke Bursa Efek Indonesia sehingga kapitalisasi terhadap bursa efek ikut meningkat sehingga transaksi modal akan ikut meningkat juga.

ri= rf+ i (rm - rf)

dimana:

ri = Return saham

rm = Perubahan IHSG


(49)

βi =Resiko sistematis ri - rf = βi rm - βi rf

ri - rf + βi rf = βi rm

rm = f

i 1

i i r r  

Apabila Indeks Harga Saham Gabungan (rm) meningkat maka transaksi modal (tm) juga akan meningkat dan akan mengakibatkan cadangan devisa akan meningkat juga.

2.7. Pengaruh Nilai Tukar terhadap Cadangan Devisa

Keseimbangan Pasar Uang Domestik dan Luar Negeri:       P M

= L (r,π,y)

*       P M

= L* (r*,π*,y*)

M = L (r,π,y). P P =

y). , (r,

L 

M

M* = L* (r*,π*,y*). P P* =

). y , , (r

L   

  M E = ) , , ( / ) , , ( /     

  M L r y

y r L M P P  


(50)

e = (ln M - ln M*) + (ln r* - ln r) + (ln π* - ln π) + (lny*- ln y) e = (M - M*) + ( r - r*) + (π - π*) + (y* - y).

1. Jika pertambahan jumlah uang domestik (M) lebih tinggi dari pertambahan jumlah uang luar negeri (M*) maka nilai tukar (e) depresiasi dan akan mengakibatkan cadangan devisa akan menurun, karena impor akan lebih banyak dari pada ekspor 2. Jika tingkat bunga domestik (r) lebih tinggi dari tingkat bunga luar negeri (r*)

maka nilai tukar (e) depresiasi dan akan mengakibatkan cadangan devisa turun. 3. Jika tingkat inflasi domestik (π) lebih tinggi dari tingkat bunga luar negeri (π*)

maka nilai tukar (e) depresiasi dan cadangan devisa turun..

4. Jika pertumbuhan domestik (y) lebih tinggi dari tingkat bunga luar negeri (y*) maka nilai tukar (e) apresiasi dan cadangan devisa naik, karena kondisi yang membaik.

2.8. Peneliti Terdahulu

Jatnika dan Safuan (2004), menyatakan bahwa dengan pendekatan

cointegrated vector error correction model temukan bahwa dalam jangka panjang adanya relasi hubungan antara diferensiasi tingkat suku bunga dengan nilai tukar riil dan cadangan devisa. Dalam jangka pendek, kebijakan tingkat suku bunga domestik ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai tukar riil karena perubahan nilai tukar riil ternyata lebih ditentukan oleh perubahan cadangan devisa yang


(51)

mempresentasikan fakor-faktor fundamental ekonomi Indonesia dibandingkan perubahan difensiasi tingkat suku bunga riil.

Agung lisyanto (2006) dalam penelitiannya yaitu Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cadangan Devisa di Indonesia. Metode esitimasi yang dilakukan dengan menggunalan Ordinary Least Square. Penelitian ini menentukan bahwa cadangan devisa secara bersama oleh kurs rupiah, tingkat bunga, ekspor neto non migas sebesar 90,12%. Perubahan cadangan devisa dipengaruhi oleh variable tersebut secara signifikan pada tingkat kepercayaan 99%. Kurs rupiah berpengaruh positif terhadap cadangan devisa. Hal ini berarti bahwa cadangan devisa akan meningkat dengan meningkatnya nilai kurs secara stabil. Cadangan devisa dipengaruhi secara signifikan oleh nilai stabilitas kurs rupiah, SBI, nilai Ekspor neto non migas.

Terence, Chong, Melvin (2008) dalam penelitiannya tetntang dinamika nonlinier dari cadangan devisa dan Krisis Nilai Tukar. Mereka meneliti bahwa hubungan dinamis antara cadangan devisa dan krisis nilai tukar dengan menggunakan data panel 6 negara Asean dari tahun 1990-2003. Mereka menjelaskan persediaan cadangan devisa yang semakin deras adalah suatu hal yang paling utama sebelum robohnya sistem niali tukar. Hasil dari permulaan model autoregreeive menyatakan bahwa ketika cadangan jangka pendek dari hutang jatuh lebih dari 29,1% atau lebih cadangan ratio M2 jatuh lebih dari 24,3% dalam 6 bulan kemungkinan itu berasal dari peningkatan krisis. Model ini menyediakan peringatan yang sangat jelas untuk pembuta kebijakan untuk mulai bertindak sebelum cadangan sudah mencapai nilai yang sangat kritis menggembar gemborkan kedatangan dari serangan krisis.


(52)

Hastina Febriaty (2010) dalam penelitiannya yaitu Analisis Determinan Cadangan Devisa Indonesia. Penelitiannya bertujuan ingin menganalisis investasi langsung, cadangan devisa sebelumnya, dan utang luar negeri terhadap cadangan devisa Indonesia. Pengaruh cadangan devisa, investasi langsung, dan terhadap net ekspor, pengaruh net ekspor, jumlah uang beredar, dan suku bunga SBI terhadap kurs, serta pengaruh kurs, GDP dan suku bunga SBI terhadap investasi asing langsung selama kurun waktu periode 1989-2009.

Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan simultanitas adalah 2 SLS (Two Stage Least Square). dan kaidah identifikasinya menunjukkan bahwa kondisi pada persamaan simultan mengalami overidentified sehingga memungkinkan untuk menggunakan metode 2 SLS.

Berdasarkan hasil estimasi metode 2 SLS (Two Stage Least Square) pada persamaan cadangan devisa tahun sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan dengan kepercayaan 5% terhadap cadangan devisa. Cadangan devisa, investasi asing langsung, dan inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap net ekspor serta net ekspor, jumlah uang beredar dan suku bunga SBI berpengaruh positif dan signifikan.

2.9. Kerangka Konseptual

Kurs berpengaruh langsung terhadap cadangan devisa, dan kurs juga berpengaruh langsung terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Perbedaan tingkat suku bunga mempunyai pengaruh langsung terhadap cadangan devisa, kurs, perbedaan tingkat inflasi dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan mempunyai


(53)

pengaruh terhadap perbedaan pertumbuhan ekonomi tetapi hubungan yang tidak langsung. Perbedaan tingkat inflasi mempunyai pengaruh langsung terhadap cadangan devisa, perbedaan pertumbuhan ekonomi, kurs. Perbedaan pertumbuhan ekonomi berpengaruh langsung terhadap cadangan devisa dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpengaruh langsung terhadap cadangan devisa.

         

   

       

   

     

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cadangan Devisa Nasional

KURS

PERBEDAAN TINGKAT 

PERBEDAAAN TINGKAT  SUKU  

CADANGAN  DEVISA 

PERBEDAAN PERTUMBUHAN  EKONOMI


(54)

2.10. Hipotesis

Berdasarkan permasalahan maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut: 1. Cadangan devisa, kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi,

perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG berkontribusi terhadap cadangan devisa. 2. Kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan

pertumbuhan ekonomi, IHSG dan cadangan devisa berkontribusi terhadap kurs. 3. Perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan

ekonomi, IHSG, kurs dan cadangan devisa berkontribusi terhadap perbedaan tingkat suku bunga.

4. Perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG, kurs, perbedaan tingkat suku bunga dan cadangan devisa berkontribusi terhadap perbedaan tingkat inflasi.

5. Perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG, kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, dan cadangan devisa berkontribusi terhadap perbedaan pertumbuhan ekonomi.

6. IHSG, kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, dan cadangan devisa berkontribusi terhadap IHSG.


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk itu, penulis akan menggunakan teknik analisa Vector Auto Regression

(VAR) untuk melihat hubungan antar variabel-variabel yang menjadi pilihan dalam penentuan sarana operasional dalam usaha pengendalian tingkat inflasi ini. Dan setelah itu, kita akan bisa melihat variabel-variabel manakah yang mempunyai peran besar menentukan atau meramalkan cadangan devisa. Idealnya, variabel yang mempunyai keeratan hubungan yang lebih dekatlah yang seharusnya diperhitungkan oleh otoritas moneter atau pihak pihak pengambil keputusan yang berkepentingan. Sedangkan teknik penulisan penelitian ini adalah menggunakan teknik studi

literature, yaitu menggali dan menganalisa berbagai informasi yang terkait dalam berbagai buku dan bahan pustaka yang lain. Sedangkan data moneter diolah dari data yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data merupakan keterangan yang dapat memberikan gambaran tentang suatu keadaan. Data yang diperoleh perlu diolah untuk dapat menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian. Berdasarkan cara memperolehnya data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut klasifikasi pengumpulan datanya


(56)

adalah data time series tiga bulanan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif.

Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data runtun waktu (time series) selama kurun triwulan 2000-2009 (sampel data 40). Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari beberapa sumber antara lain: Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS), dan Jurnal peneliti terdahulu.

3.3. Uji Asumsi

3.3.1. Uji Unit Root Test

Sekumpulan data dikatakan stasioner jika nilai rata-rata dan varian dari data

time series tersebut tidak mengalami perubahan secara sistematik sepanjang waktu atau rata-rata variansnya konstan Nachrowi (2006).

Data tidak stationer dapat dijadikan menjadi data stationer. Caranya dengan melakukan uji stationeritas data pada tingkat diferensi data yang disebut juga dengan uji derajat integrasi. Jadi data yang tidak stasioner pada tingkat level akan diuji lagi pada tingkat diferen sampai menghasilkan data yang stasioner. Didalam menguji apakah data mengandung akar unit atau tidak, Dickey-Fuller menyarankan untuk melakukan regresi model-model berikut ini:, Dickey-Fuller menyarankan untuk melakukan regresi model-model berikut ini:

t t

t

Y

e

Y

1 (3.1)

t t

t

Y

e

Y


(57)

t t

t

t

Y

e

Y

1

2

1 (3.3)

Dimana: t adalah variabel trend waktu Perbedaan persamaan (3.1) dengan dua regresi lainnya adalah memasukkan konstanta dan variabel trend waktu. Dalam setiap model, jika data time series mengandung unit root yang berarti data tidak stasioner hipotesis nulnya adalah Ø = 0, sedangkan hipotesis alternatifnya Ø<0 yang berarti data stasioner. Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai DF statistik dengan nilai kritisnya yakni distribusi statistik τ. Nilai DF ditunjukkan oleh nilai t statistik koefisien ØYt-1. Jika nilai absolut

statistik DF lebih besar lebih besar dari nilai kritisnya maka kita menolak hipotesis nul sehingga data yang diamati stasioner. Sebaliknya data tidak stasioner jika nilai statistik DF lebih kecil dari nilai kritis distribusi statistik τ.

Salah satu asumsi dari persamaan (3.1) dan (3.2) adalah bahwa residual et tidak saling berhubungan. Dalam banyak kasus residual et seringkali berhubungan dan mengandung unsur autokorelasi. Dickey fuller kemudian mengembangkan uji akar unit dengan memasukkan unsur autokorelasi dalam modelnya yang kemudian dikenal dengan Augmented Dickey-Fuller (ADF). Dalam prakteknya uji ADF inilah yang digunakan untuk mendeteksi apakah data stasioner atau tidak. Adapun formulasi uji ADF sebagai berikut:

t n

t

t t

t Y Y e

Y

         1 1 1 1 

 (3.4) t

n

t

t t

t

Y

Y

e

Y

   

1 1 1 1

0


(58)

t n

t

t t

t

T

Y

Y

e

Y

  

1 1 1 1

0

1

(3.6) dimana,

Y : variabel yang diamati T : Trend waktu Yt : Yt – Yt-1 n : lag

Prosedur untuk mengetahui data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai kritis distribusi MacKinnon. Nilai statistik ADF ditunjukkan oleh nilai t statistik koefisien Yt-1 pada persamaan (4 s/d 6). jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Hal penting dalam uji ADF adalah menentukan panjangnya kelambanan. Panjangnya kelambanan bisa ditentukan berdasarkan kriteria AIC (Akaike Information Criterion) ataupun SC (Schwarz Information Criterion. Nilai AIC dan SIC yang paling rendah dari sebuah model akan menunjukkan model tersebut yang paling tepat (Pratomo dan Hidayat, 2007).

3.3.2. Uji Kointegrasi

Regresi yang menggunakan data time series yang tidak stasioner kemungkinan besar akan menghasilkan regresi lancung. Regresi lancung terjadi jika koefisien determinasi cukup tinggi tapi hubungan antara variabel independen dan variabel dependen tidak mempunyai makna. Hal ini terjadi karena hubungan keduanya yang merupakan data time series hanya menunjukkan tren saja. Secara umum bisa dikatakan bahwa jika data time series Y dan X tidak stasioner pada tingkat level tetapi menjadi stasioner pada diferensi (difference) yang sama yaitu Y


(59)

adalah I(d) dan X adalah I(d) dimana d tingkat diferensi yang sama maka kedua data adalah terkointegrasi (mempunyai hubungan dalam jangka panjang). Uji kointegrasi ada berbagai macam namun untuk uji dengan beberapa vektor uji yang sering digunakan adalah uji Johansen.

Setelah diketahui bahwa baik data inflasi dan pertumbuhan ekonomi keduanya stasioner, maka selanjutnya akan diuji apakah ada hubungan keseimbangan jangka panjang antara dua variabel tersebut. Granger (1988) menjelaskan bahwa jika dua variabel berintegrasi pada derajat satu, I (1) dan berkointegrasi maka paling tidak pasti ada satu arah kausalitas Granger. Berdasarkan teorema representasi Granger

(Engle, Granger, 1987), dinyatakan bahwa jika suatu vektor n I (1) dari data runtut waktu Xt berkointegrasi dengan vektor kointegrasi, maka ada representasi koreksi kesalahan atau secara matematis dapat dinyatakan dengan:

A (L) .Xt = - αXt-1 + (L) εt (3.7)

Dimana: A (L) adalah matrik polinomial dalam lag operator dengan A(0) = I; adalah (nx1) vektor konstanta yang tidak sama dengan nol; (L) adalah skalar polinomial dalam L; dan εt adalah vektor dari variabel kesalahan (error) yang bersuara resik (white noise). Dalam jangka pendek adanya penyimpangan dari keseimbangan jangka panjang (α’X=0) akan berpengaruh terhadap perubahan Xt dan akan menyesuaikan kembali menuju keseimbangan. Uji kointegrasi yang akan digunakan disini menggunakan prosedur uji kointegrasi Johansen-Juselius (1990). Dalam tulisan ini, prosedur Johansen-Juselius diaplikasikan untuk sistem persamaan


(60)

bivariat dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen dalam bentuk vector autoregressive (AR) yang meliput sampai ρ lag dari variabel Xt:

Xt: Π1Xt-1 + Π2Xt-2+.... ΠpXt-p+εt (3.8)

Dimana: Xt adalah vektor (2X1) dari I(1); Πt adalah (2x2) matrik parameter dan εt~I N(0, ε). Keseimbangan jangka panjangnya ditentukan oleh:

Π*X = 0 (3.9) Dimana Π* adalah matrik koefisien jangka panjang yang ditentukan oleh:

I – Π1 – Π2 - ...- Πp = Π* (3.10)

Rank (r) dari Π* menentukan banyaknya vektor kointegrasi yang ada antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Dalam kasus bivariate kointegrasi ada jika r sama dengan 1. Jika matrik Π adalah hasil dari dua matrik (2X1), atau: Π = α’. Kemudian, jika inflasi dan pertumbuhan ekonomi berkointegrasi maka vektor kointegrasi yang unik adalah α dan koefisien menunjukkan kecepatan penyesuaian menuju keseimbangan. Hipotesis yang akan diuji adalah dalam sistem persamaan paling sedikit satu vektor kointegrasi antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi Johansen menyarankan dua pengujian untuk menentukan banyaknya vektor kointegrasi.

Dua uji tersebut adalah trace test dan maximum eigenvalue statistic. Johansen trace statistic atau juga dikenal sebagai test statistik LR (Likelihood Ratio) untuk menguji hipotesis Ho: r<1 terhadap Ha: r=0, yang dirumuskan dalam persamaan:


(61)

Dimana λi adalah korelasi kuadrat antara Xt-p dan Xt yang merupakan koreksi terhadap pengaruh proses lagged differences variabel X. Alternatif uji kointegrasi dari Johansen adalah dengan menggunakan maximum eigenvalue statistic yang dapat dihitung dari trace statistic, yaitu:

Qmax = -nln(1 – λi) = Qr – Qr+1 ( 3.12)

Ada tidaknya kointegrasi didasarkan pada uji Trace Statistic dan Maksimum

Eigenvalue. Apabila nilai hitung Trace Statistic dan Maksimum Eigenvalue lebih besar dari pada nilai kritisnya, maka terdapat kointegrasi pada sejumlah variabel, sebaliknya jika nilai hitung Trace Statistic dan Maksimum Eigenvalue lebih kecil dari pada nilai kritisnya maka tidak terdapat kointegrasi. Nilai kritis yang digunakan adalah yang dikembangkan oleh Osterwald-Lenum.

3.4. Model Analisis

3.4.1. Vector Autoregression (VAR)

Menurut Sims (Manurung,2005) jika simultanitas antara beberapa variabel benar maka dapat dikatakan bahwa variabel tidak dapat dibedakan mana variabel endogen dan mana variabel eksogen. Pengujian hubungan simultan dan derajat integrasi antar variabel dalam jangka panjang variabel yang mempengaruhi cadangan devisa menggunakan metode VAR. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan simultan (Saling terkait) antara variabel kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan terhadap cadangan devisa nasional.


(62)

Model VAR dirumuskan sebagai berikut:

CADEV = CADEV(CADEVt-p, KURS t-p, PINR t-p, PINF t-p ,PPE t-p . IHSG t-p )

KURSt =KURS (CADEVt-p, KURS t-p, PINR t-p, P INF t-p , PPEt-p . IHSG t-p )

PINRt =P INR (CADEVt-p,KURS t-p,P INR t-p, PINF t-p , PPEt-p . IHSG t-p )

PINF t = PINF (CADEVt-p,KURS t-p,P INR t-p, PINF t-p , PPE t-p . IHSG t-p )

PPEt = PPE (CADEVt-p,KURS t-p, P INR t-p, PINF t-p , PPE t-p . IHSG t-p )

IHSG t = IHSG(CADEVt-p, KURS t-p,P INR t-p, PINF t-p , PPE t-p . IHSG t-p )

dengan:

CADEV = Cadangan Devisa Nasional

KURS = Kurs (Nilai Tukar Rupiah) dalam satuan Rp/US dollar. PINR = Perbedaan tingkat suku bunga dalam satuan persen PINF = Perbedaan tingkat inflasi dalam satuan persen

PPE = Perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi dalam satuan persen IHSG = Indeks harga saham gabungan dalam satuan persen

3.4.2. Impulse Response Function (IRF)

Impulse Response Function (IRF) dilakukan untuk mengetahui respon dinamis dari setiap variabel terhadap satu standar deviasi inovasi (Pramono, 2006). Analisis IRF bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel transmit terkointegrasi pada periode jangka pendek maupun jangka panjang. IRF merupakan ukuran arah pergerakan setiap variabel transmit akibat perubahan variabel transmit lainnya (Manurung, 2009). Nilai peramalan persamaan di atas dapat dituliskan sebagai berikut:


(1)

1 0.725570 1.050755 1.167730 5.919173 2.181770 4.581449 85.09912 2 0.917141 1.203898 2.041250 22.15663 1.758962 5.913222 66.92604 3 1.048179 3.115650 2.940807 27.85018 1.351633 9.184605 55.55713 4 1.142987 7.029407 3.158470 28.04750 1.149420 12.17152 48.44368 5 1.217318 12.23539 2.883977 26.34928 1.027800 13.96896 43.53459 6 1.282006 17.67732 2.641307 24.27869 0.931820 14.69203 39.77884 7 1.342792 22.51040 2.815343 22.32935 0.849861 14.77415 36.72090 8 1.402168 26.33283 3.505974 20.60870 0.779492 14.59340 34.17960 9 1.461298 29.10671 4.606566 19.12092 0.718170 14.38749 32.06015 10 1.520916 30.98311 5.936008 17.84858 0.663506 14.28604 30.28276 11 1.581435 32.17271 7.330056 16.76277 0.614072 14.34757 28.77282 12 1.642879 32.87954 8.678598 15.82594 0.569257 14.57883 27.46784 13 1.704905 33.27302 9.926482 15.00046 0.528831 14.94949 26.32171 14 1.766968 33.47930 11.05804 14.25677 0.492671 15.40985 25.30337 15 1.828478 33.58308 12.07928 13.57620 0.460644 15.90816 24.39264 16 1.888931 33.63531 13.00436 12.94916 0.432559 16.40261 23.57600 17 1.947951 33.66305 13.84789 12.37146 0.408142 16.86597 22.84349 18 2.005297 33.67847 14.62167 11.84112 0.387032 17.28487 22.18683 19 2.060840 33.68591 15.33414 11.35645 0.368811 17.65618 21.59851 20 2.114535 33.68634 15.99105 10.91520 0.353042 17.98296 21.07141 21 2.166391 33.67990 16.59649 10.51448 0.339311 18.27114 20.59868 22 2.216453 33.66697 17.15380 10.15088 0.327257 18.52721 20.17387 23 2.264783 33.64844 17.66607 9.820816 0.316577 18.75707 19.79103 24 2.311452 33.62557 18.13649 9.520685 0.307036 18.96545 19.44477 25 2.356535 33.59977 18.56838 9.247091 0.298447 19.15594 19.13038 26 2.400101 33.57236 18.96513 8.996938 0.290667 19.33114 18.84376 27 2.442220 33.54445 19.33011 8.767480 0.283586 19.49292 18.58146 28 2.482957 33.51689 19.66649 8.556330 0.277113 19.64266 18.34052 29 2.522373 33.49021 19.97724 8.361436 0.271177 19.78148 18.11846 30 2.560528 33.46475 20.26500 8.181043 0.265714 19.91029 17.91320 31 2.597479 33.44064 20.53214 8.013647 0.260673 20.02995 17.72295 32 2.633279 33.41791 20.78071 7.857952 0.256007 20.14125 17.54617 33 2.667980 33.39651 21.01251 7.712833 0.251677 20.24492 17.38155 34 2.701630 33.37636 21.22912 7.577303 0.247647 20.34166 17.22791 35 2.734276 33.35737 21.43191 7.450493 0.243886 20.43209 17.08425 36 2.765962 33.33945 21.62209 7.331630 0.240369 20.51681 16.94965 37 2.796728 33.32252 21.80073 7.220026 0.237073 20.59632 16.82332 38 2.826613 33.30651 21.96881 7.115064 0.233976 20.67108 16.70455 39 2.855655 33.29136 22.12718 7.016194 0.231061 20.74151 16.59269 40 2.883886 33.27701 22.27662 6.922919 0.228314 20.80796 16.48718

 

 


(2)

 

 

 

 

Variance Decomposition of IHSG:

Period S.E. CADEV IHSG KURS PINF PINR PPE

1 198.4697 39.05582 60.94418 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 2 276.0053 35.08382 60.06396 0.217871 0.005042 1.833562 2.795746 3 336.3594 31.04805 57.43870 1.161558 0.005493 4.772896 5.573303 4 388.8176 27.97523 53.79179 2.311184 0.005384 8.282130 7.634290 5 435.7594 25.97843 50.10905 3.177672 0.004769 11.76431 8.965768 6 477.8065 24.89889 46.93419 3.637536 0.003967 14.78051 9.744902 7 515.3608 24.50207 44.41544 3.777421 0.004220 17.13809 10.16276 8 548.9418 24.55714 42.50325 3.729380 0.006767 18.83711 10.36634 9 579.1390 24.87153 41.08248 3.596713 0.011961 19.98337 10.45395 10 606.5159 25.30331 40.03279 3.441001 0.019181 20.71747 10.48625 11 631.5610 25.76027 39.25001 3.292648 0.027299 21.17174 10.49802 12 654.6786 26.19093 38.65134 3.164098 0.035230 21.45117 10.50724 13 676.1979 26.57272 38.17488 3.058766 0.042244 21.63002 10.52138 14 696.3826 26.90102 37.77716 2.975698 0.048027 21.75614 10.54196 15 715.4405 27.18069 37.42981 2.911813 0.052577 21.85761 10.56750 16 733.5317 27.42038 37.11588 2.863142 0.056068 21.94898 10.59556 17 750.7775 27.62913 36.82626 2.825686 0.058729 22.03638 10.62382 18 767.2697 27.81470 36.55666 2.795980 0.060783 22.12128 10.65060 19 783.0789 27.98294 36.30536 2.771374 0.062412 22.20295 10.67496 20 798.2613 28.13782 36.07168 2.750054 0.063748 22.28013 10.69657 21 812.8631 28.28183 35.85510 2.730911 0.064886 22.35174 10.71554 22 826.9244 28.41640 35.65494 2.713342 0.065883 22.41726 10.73218 23 840.4807 28.54234 35.47021 2.697057 0.066777 22.47670 10.74690 24 853.5637 28.66017 35.29971 2.681935 0.067588 22.53049 10.76010 25 866.2025 28.77028 35.14211 2.667919 0.068329 22.57925 10.77210 26 878.4235 28.87309 34.99610 2.654965 0.069007 22.62369 10.78315 27 890.2504 28.96904 34.86043 2.643016 0.069628 22.66446 10.79342 28 901.7049 29.05864 34.73400 2.631997 0.070198 22.70214 10.80302 29 912.8066 29.14238 34.61585 2.621823 0.070722 22.73719 10.81204 30 923.5733 29.22078 34.50516 2.612402 0.071204 22.76995 10.82051 31 934.0210 29.29432 34.40122 2.603647 0.071649 22.80069 10.82848 32 944.1645 29.36342 34.30346 2.595478 0.072063 22.82960 10.83598 33 954.0174 29.42849 34.21135 2.587827 0.072448 22.85685 10.84304 34 963.5921 29.48987 34.12444 2.580637 0.072809 22.88256 10.84969 35 972.9003 29.54786 34.04233 2.573860 0.073148 22.90685 10.85596 36 981.9529 29.60272 33.96467 2.567460 0.073467 22.92981 10.86188 37 990.7599 29.65469 33.89112 2.561403 0.073768 22.95154 10.86748 38 999.3308 29.70398 33.82139 2.555664 0.074054 22.97213 10.87278 39 1007.675 29.75079 33.75519 2.550218 0.074324 22.99166 10.87781 40 1015.800 29.79528 33.69229 2.545045 0.074581 23.01022 10.88259


(3)

 

 

 


(4)

 

 


(5)

 


(6)