Perencanaan Jadwal Perawatan Mesin dengan Pendekatan Reliability Centered Maintenancae pada PT. Neo National

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Afefy, Islam H. 2010. Reliability-Centered Maintenance Methodology and Application: A Case Study. Scientific Research Engineering, 2010,2, 863-873. (Diakses pada November 2010)

Corder, A. (1992). Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta: Erlangga.

Kister, T.C. and Hawkins, B. (2006). Maintenance Planning and Scheduling Handbook. USA: Elsevier.

Lee, JaeHoon. et.al. 2013. Development of Computerized Facility Maintenance Management System Based on Reliability Centered Maintenance and Automated Data Gathering. International Journal of Control and Automation Vol. 6, No. 1. (Diakses pada tanggal 1 Februari 2013)

Manzini, R. et al. (2010). Maintenance for Industrial Systems. London: Springer. Palit, Herry Christian dan Winny Sutanto. 2012. Perancangan RCM untuk

Mengurangi Downtime Mesin pada Perusahaan Manufaktur Aluminium. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS. (Diakses pada tanggal 4 Februari 2012)

Prayuda, Yoga. dkk. 2014. Implementasi Studi Preventive Maintenance Fasilitas Produksi pada Pabrik Teh Hitam dengan Metode RCM di PTPN VI Kebun Kayu Aro. E-Jurnal Teknik Industri FT USU Vol. 3, No. 2. (Diakses pada September 2014)


(2)

Smith, A.M. and Hinchcliffe, G.R. (2004). RCM-Gateway to World Class Maintenance. USA: Elsevier.

Stapelberg, Rudolph Frederick. (2009). Handbook of Reliability, Availability, Maintainability and Safety in Engineering Design. Spain: Springer.

Wahyudi, Didik. dkk. 2010. Analisis Perawatan Unit Pembangkitan Gresik Unit III dengan Metode Reliability Centered Maintenance.Seminar Nasional VI SDM Teknologi Nuklir, ISSN 1978-0176. (Diakses pada tanggal 18 November 2010)


(3)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Perawatan (Maintenance)1

Perawatan (Maintenance) adalah hal yang sangat penting agar mesin selalu dalam kondisi yang baik dan siap pakai. Perawatan adalah fungsi yang memonitor dan memelihara fasilitas pabrik, peralatan, dan fasilitas kerja dengan merancang, mengatur, menangani, dan memeriksa pekerjaan untuk menjamin fungsi dari unit selama waktu operasi (uptime) dan meminimisasi selang waktu berhenti (downtime) yang diakibatkan oleh adanya kerusakan maupun perbaikan.

Pemeliharaan (maintenance), menurut The American Management Association, Inc. (1971), adalah kegiatan rutin, pekerja yang berulang yang dilakukan untuk menjaga kondisi fasilitas produksi agar dapat dipergunakan sesuai dengan fungsi dan kapasitas sebenarnya secara efesien . Menurut corder (1992) maintenance didefenisikan sebagai sesuatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima.

Pemeliharaan/maintenance adalah suatu kegiatan untuk menjamin bahwa aset fisik dapat secara kontiniu memenuhi fungsi yang diharapkan. Maintenance hanya dapat memberikan kemampuan bawaan dari setiap komponen yang di rawatnya, bukan untuk meningkatkan kemampuannya.


(4)

Tujuan utama dari perawatan (maintenance) antara lain:2

1. Untuk memperpanjang usia kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan, dan isinya). Hal ini paling penting di negara berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk pergantian.

2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi (return on investment) maksimum yang mungkin.

3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan, unit pemadam kebakaran dan penyelamat, dan sebagainya.

4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

3.2. Pengklasifikasian Perawatan

Adapun klasifikasi dari perawatan mesin adalah: 1. Preventive Maintenance

Preventive Maintenance adalah salah satu komponen penting dalam aktivitas perawatan (maintenance). Preventive maintenance adalah aktivitas perawatan yang dilakukan sebelum terjadinya kegagalan atau kerusakan pada sebuah sistem atau komponen, dimana sebelumnya sudah dilakukan perencanaan dengan pengawasan yang sistematik, deteksi, dan koreksi, agar sistem atau komponen tersebut dapat mempertahankan kapabilitas fungsionalnya. Beberapa tujuan dari preventive maintenance adalah mendeteksi lebih awal terjadinya


(5)

kegagalan/kerusakan, meminimalisasi terjadinya kegagalan dan meminimalkan kegagalan produk yang disebabkan oleh kerusakan sistem. Ada empat faktor dasar dalam memutuskan penerapan preventive maintenance:

a. Mencegah terjadinya kegagalan. b. Mendeteksi kegagalan.

c. Mengungkap kegagalan tersembunyi (hidden failure).

d. Tidak melakukan apapun karena lebih efektif daripada dilakukan pergantian.

Dengan mengidentifikasi keempat faktor dalam melaksanakan preventive maintenance, terdapat empat kategori dalam mengspesifikasikan preventive maintenance. Keempat ketegori tersebut adalah sebagai berikut:

a. Time-Directed (TD) adalah perawatan yang diarahkan secara langsung pada pencegahan kegagalan atau kerusakan.

b. Condition-Directed (CD) adalah perawatan yang diarahkan pada deteksi kegagalan atau gejala-gejala kerusakan.

c. Failure-Finding (FF) adalah perawatan yang diarahkan pada penemuan kegagalan tersembunyi.

d. Run-to-Failure (RTF) adalah perawatan yang didasarkan pada pertimbangan untuk menjalankan komponen hingga rusak karena pilihan lain tidak memungkinkan atau tidak menguntungkan dari segi ekonomi.

2. Predictive Maintenance

Predictive maintenance didefinisikan sebagai pengukuran yang dapat mendeteksi degradasi sistem, sehingga penyebabnya dapat dieliminasi atau


(6)

dikendalikan tergantung pada kondisi fisik komponen. Hasilnya menjadi indikasi kapabilitas fungsi sekarang dan masa depan.

Pada dasarnya, predictive maintenance berbeda dengan preventive maintenance dengan berdasarkan kebutuhan perawatan pada kondisi actual mesin dari pada jadwal yang telah ditentukan. Dapat dikatakan bahwa preventive maintenance bersifat time-based, seperti pergantian oli setiap 3000 jam kerja. Hal ini tidak memperhatikan performa dan kondisi aktual mesin. Jika dilakukan pemeriksaan, mungkin penggantian oli dapat diperpanjang hingga 5000 jam kerja. Hal ini yang membedakan antara preventive maintenance dengan predictive maintenance dimana predictive maintenance menekankan kegiatan perawatan pada kondisi aktual.

3. Time Directed Maintenance

Time directed maintenance dapat dilakukan apabila variabel waktu dari komponen atau sistem diketahui. Kebijakan perawatan yang sesuai untuk diterapkan pada time directed maintenance adalah periodic maintenance dan on-condition maintenance. Periodic maintenance (hard time maintenance) adalah perawatan pencegahan yang dilakukan secara terjadwal dan bertujuan untuk mengganti sebuah komponen atau system berdasarkan interval waktu tertentu. On-condition maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan berdasarkan kebijakan operator.


(7)

4. Condition Based Maintenance

Condition Base Maintenance merupakan aktivitas perawatan pencegahan yang dilakukan berdasarkan kondisi tertentu dari suatu komponen atau sistem, yang bertujuan untuk mengantisipasi sebuah komponen atau sistem agar tidak mengalami kerusakan. Karena variable waktunya tidak pasti diketahui, kebijakan yang sesuai dengan kondisi tersebut adalah predictive maintenance. Predictive Maintenance merupakan suatu kegiatan perawatan yang dilakukan dengan menggunakan sistem monitoring, misalnya analisis dan komposisi gas.

5. Failure Finding

Failure Finding merupakan kegiatan perawatan pencegahan yang bertujuan untuk mendeteksi kegagalan yang tersembunyi, dilakukan dengan cara memeriksa fungsi tersembunyi (hcidden function) secara periodik untuk memastikan kapan suatu komponen mengalami kegagalan.

6. Run to Failure

Run to Failure tergolong sebagai perawatan pencegahan karena faktor ketidaksengajaan yang bisa saja terjadi dalam beberapa peralatan. Disebut juga sebagai no schedule maintenance karena dilakukan jika tidak ada tindakan pencegahan yang efektif dan efisien yang dapat dilakukan, jika dilakukan tindakan pencegahan terlalu mahal atau dampak kegagalan tidak terlalu esensial (tidak terlalu berpengaruh).

7. Corrective Maintenance

Corrective Maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan untuk mengatasi kegagalan atau kerusakan yang ditemukan selama masa waktu


(8)

preventive maintenance. Pada umumnya, corrective maintenance bukanlah aktivitas perawatan yang terjadwal, karena dilakukan setelah sebuah komponen mengalami kerusakan dan bertujuan untuk mengembalikan kehandalan sebuah komponen atau sistem ke kondisi semula.

3.3. Reliability Centered Maintenance3

1. Apakah fungsi dan hubungan performasi standar dari item dalam konteks pada saat ini (system function)?

Reliability Centered Maintenance (RCM) merupakan sebuah proses teknik logika untuk menentukan tugas-tugas pemeliharaan yang akan menjamin sebuah perancangan system keandalan dengan kondisi pengoperasian yang spesifik pada sebuah lingkungan pengoperasian yang khusus. Penekanan terbesar pada RCM adalah menyadari bahwa konsekuensi atau resiko kegagalan adalah jauh lebih penting dari pada karakteristik teknik itu sendiri. RCM dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk menjamin bahwa beberapa asset fisik dapat berjalan secara normal melakukan fungsi yang di inginkan penggunaannya dalam konteks operasi sekarang.

Penelitian mengenai RCM pada dasarnya berusaha menjawab tujuh pertanyaan utama tenteng item/peralatan yang di teliti. Ketujuh pertanyaan mendasar adalah:


(9)

2. Bagaimana item/peralatan tersebut rusak dalam menjalankan fungsinya (functional failure)?

3. Apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tersebut (failure mode)? 4. Apakah yang terjadi pada saat terjadi kerusakan (failure effect)?

5. Bagaimana masing-masing kerusakan tersebut terjadi (failure consequence)? 6. Apakah yang dapat dilakukan untuk memprediksi atau mencegah

masing-masing kegagalan tersebut (proactive task and task interval)?

7. Apakah yang harus dilakukan apabila kegiatan proaktif yang sesuai tidak berhasil ditemukan?

RCM merupakan suatu teknik yang dipakai untuk mengembangkan Preventive maintenance. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa keandalan dari peralatan dan stuktur dari kinerja yang akan dicapai adalah fungsi dari perencanaan dan kualitas pembentukan preventive maintenance yang efektif. Perencanaan tersebut juga meliputi komponen pengganti yang telah diprediksikan dan direkomendasikan. RCM didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk menentukan kebutuhan perawatan terhadap aset yang bersifat fisik dalam konteks operasinya. Secara mendasar, metodologi RCM menyadari bahwa semua peralatan pada sebuah fasilitas tidak memiliki tingkat prioritas yang sama. RCM menyadari bahwa disain dan operasi dari peralatan berbeda-beda sehingga memiliki peluang kegagalan yang berbeda-beda juga.


(10)

3.3.1. Langkah-langkah RCM4

a. Pemilihan Sistem

Sebelum menerapkan RCM, kita harus menentukan dulu langkah-langkah yang diperlukan dalam RCM. Adapun langkah-langkah yang diperlukan dalam RCM dijelaskan dalam bagian berikut:

1. Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi

Berikut ini akan dibahas secara terpisah anatar pemilihan sistem dan pengumpulan informasi.

Ketika memutuskan untuk menerapkan program RCM pada fasilitas ada dua pertanyaan yang timbul., yaitu:

1) Pada tingkat assembly yang keberapa proses analisis akan dilakukan.

Proses analisis RCM sebaiknya dilakukan pada tingkat sistem bukan pada tingkat komponen. Dengan proses analisis pada tingkat sistem akan memberikan informasi yang lebih jelas mengenai fungsi dan kegagalan fungsi komponen terhadap sistem.

2) Apakah seluruh sistem akan dilakukan proses analisis dan bila tidak bagaimana dilakukan pemilihan sistem.

Tidak semua sistem akan dilakukan proses analisis. Hal ini disebabkan karena bila dilakukan proses analisis secara bersamaan untuk dua sistem atau lebih proses analisis akan sangat luas. Selain itu, proses analisis akan dilakukan secara terpisah, sehingga dapat lebih mudah untuk menunjukkan setiap karakteristik sistem dari fasilitas (mesin/peralatan) yang dibahas.

4 Antonhy M. Smith. RCM-Gateway To World Class Maintenance (USA : Elsevier, 2004) p. 71-132


(11)

b. Pengumpulan Informasi

Pengumpulan informasi berfungsi untuk mendapatkan gambaran dan pengertian yang lebih mendalam mengenai sistem dan bagaimana sistem bekerja. Pengumpulan informasi ini juga akan dapat digunakan dalam analisis RCM pada tahapan selanjutnya. Informasi-informasi yang dikumpulkan dapat melalui pengamatan langsung di lapangan, wawancara, dan sejumlah buku referensi. Informasi yang dikumpulkan antara lain cara kerja mesin, komponen utama mesin, spesifikasi mesin dan rangkaian sistem permesinan.

2. Pendefinisian Batasan Sistem

Jumlah sistem dalam suatu fasilitas atau pabrik sangat luas tergantung dari kekompleksitasan fasilitas, karena itu perlu dilakukan definisi batas sistem. Lebih jauh lagi pendefinisian batas sistem ini bertujuan untuk menghindari tumpang tindih antara satu sistem dengan sistem lainnya.

3. Deskripsi Sistem dan Diagram Blok Fungsi

Dalam tahap ini ada lima fungsi informasi yang harus di kembangkan yaitu penguraian sistem, blok diagram fungsi, masukan dan keluaran sistem, dan data historis peralatan serta system work breakdown structure (SWBS).

a. Penguraian Sistem

Langkah pendeskripsian sistem diperlukan untuk mengetahui komponen yang terdapat di dalam sistem tersebut dan bagaimana komponen-komponen yang terdapat dalam sistem tersebut beroperasi. Sedangkan informasi fungsi peralatan dan cara sistem beroperasinya dapat dipakai sebagai


(12)

informasi untuk membuat dasar untuk menentukan kegiatan pemeliharaan pencegahan. Keuntungan yang didapat dari pendeskripsian sistem adalah: 1) Sebagai dasar informasi tentang desain dan cara sistem beroperasinya yang

dipakai sebagai acuan untuk kegiatan pemeliharaan pencegahan di kemudian hari.

2) Diperoleh pengetahuan sistem secara menyeluruh.

3) Untuk mengidentifikasi parameter-parameter yang menyebabkan kegagalan sistem.

b. Blok Diagram Fungsi

Melalui pembuatan blok diagram fungsi suatu sistem maka masukan, keluaran dan interaksi antara susb-sub sistem tersebut dapat tergambar dengan jelas. c. Masukan dan Keluaran Sistem

Bagian menggambarkan proses transformasi dari faktor masukan menjadi keluaran. Sebagai contoh arus listrik masuk ke dalam subsistem pompa adalah untuk menggerakkan motor pompa. Pada saat switch dalam keadaan on, maka motor akan bergerak. Motor pompa yang bergerak akan menggerakkan shaft, shaft akan menggerakan impeller. Arus listrik yang masuk ditransformasikan menjadi energi untuk menggerakkan pompa memindahkan fluida.

d. Data Historis Peralatan

Data historis ini berisikan informasi perkembangan dari sistem (mesin dan peralatan) dari awal pengoperasian hingga saat terakhir. Informasi ini dapat berupa penggantian komponen, penambahan kapasitas, kecelakaan kerja akibat


(13)

kegagalan fungsi atau perubahan design. Informasi ini akan sangat berguna dalam pengkajian langkah-langkah selanjutnya.

e. System Work Breakdown Structure (SWBS)

System Work Breakdown Structure dikembangkan bersamaan dengan Program Evaluation and Review Technique (PERT) oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat (DoD). Pada tahap ini akan digambarkan himpunan daftar peralatan untuk setiap bagian-bagian fungsi sub sistem. Sistem ini terdiri dari dua komponen utama yaitu diagram 56ank ode dari subsistem/komponen. Pada Gambar 3.1. berikut ini merupakan contoh system work breakdown structure (SWBS).

Gambar 3.1. Contoh System Work Breakdown Structure


(14)

4. Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi

Fungsi (Function) adalah kinerja (performance) yang diharapkan oleh suatu sistem untuk dapat beroperasi. Functional Failure (FF) didefinisikan sebagai ketidakmampuan suatu komponen atau sistem untuk memenuhi standar prestasi (performance standard) yang diharapkan. Persyaratan maintenance dari setiap item hanya dapat ditentukan bila fungsi-fungsi dari setiap dipahami secara jelas. Ada bebarapa kategori fungsi:

a. Fungsi Primer

Setiap aset dioperasikan untuk memenuhi suatu fungsi atau beberapa fungsi spesifik. Ini dikenal sebagai fungsi primer. Fungsi ini menyebabkan aset itu ada dan merupakan keterkaitan dari setiap orang yang ingin mengembangkan program maintenance. Fungsi primer bisanya sesuai dengan nama item-nya. b. Fungsi Sekunder

Hampir setiap item memiliki pula sejumlah fungsi sekunder yang kadang-kadang melebihi jumlah fungsi primer, namun kegagalan mereka masih menimbulkan konsekuensi yang serius, terkadang melebihi dari pada kegagalan pada fungsi primer. Ini berarti kebutuhan untuk mempertahankan fungsi sekunder membutuhkan usaha dan waktu sebagiamana pada fungsi primer, jadi perlu diidentifikasi dengan jelas. Fungsi sekunder memiliki unsur containment, support, appearance, hygiene dan gauges.

Definisi kegagalan fungsional mencakup kerugian fungsionalnya dan situasi dimana prestasinya jatuh dari batas yang dapat diterima. Dalam hal ini, standar prestasi fungsional yang terkait dengan mudah untuk didefinisikan. Tetapi


(15)

masalah tidak semudah itu bilamana pandangan terhadap kegagalan melibatkan banyak pertimbangan dari banyak orang. Yang perlu menjadi perhatian di sini adalah standar prestasi yang digunakan untuk menentukan kegagalan fungsional, menentukan tingkat maintenance pencegahan yang dibutuhkan untuk mencegah kegagalan. Dalam prakteknya, banyak waktu dan energi yang dihemat bila standar prestasi disetujui sebelum kegagalan terjadi, dan bila setiap orang bertindak dengan dasar standar tersebut apabila kegagalan memang terjadi. Inilah sebabnya mengapa standar ini harus didefinisikan secara jelas untuk setiap item peralatan dalam konteks operasinya dan juga mengapa mereka harus di-set oleh engineer (maintenance dan designer) bersama-sama dengan orang operasional.

5. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

FMEA merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mengevaluasi desain sistem dengan mempertimbangkan bermacam-macam mode kegagalan dari sistem yang terdiri dari komponen komponen dan menganalisis pengaruh-pengaruhnya terhadap keandalan sistem tersebut. Dengan penelusuran pengaruh-pengaruh kegagalan komponen sesuai dengan level sistem, item-item khusus yang kritis dapat dinilai dan tindakan-tindakan perbaikan diperlukan untuk memperbaiki desain dan mengeliminasi atau mereduksi probabilitas dari mode-mode kegagalan yang kritis, Davidson, John [1988].

Dari analisis ini kita dapat memprediksi komponen mana yang kritis, yang sering rusak dan jika terjadi kerusakan pada komponen tersebut maka sejauh mana pengaruhnya terhadap fungsi sistem secara keseluruhan, sehingga kita akan dapat memberikan perilaku lebih terhadap komponen tersebut dengan tindakan


(16)

pemeliharaan yang tepat. Hanya dengan menggunakan metode FMEA ini secara umum dibatasi dengan waktu dan sumber-sumber yang tersedia dan kemampuan untuk mendapatkan database yang cukup detail pada saat menganalisis (sebagai contoh pendefinisian sistem akurat, gambar terbaru /up to date) data failure rate. Risk Priority Number (RPN) adalah sebuah pengukuran dari resiko yang bersifat relatif. RPN diperoleh melalui hasil perkalian antara rating Severity, Occurrence dan Detection. RPN ditentukan sebelum mengimplementasikan rekomendasi dari tindakan perbaikan, dan ini digunakan untuk mengetahui bagian manakah yang menjadi prioritas utama berdasarkan nilai RPN tertinggi.

RPN = Severity x Occurrence x Detection RPN = S x O x D

Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan. Ada tiga komponen yang membentuk nilai RPN tersebut. Ketiga komponen tersebut adalah:

a. Severity (S)

Severity adalah tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan terhadap keseluruhan mesin. Nilai rating Severity antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki dampak yang sangat besar terhadap sistem. Berikut adalah nilai severity secara umum dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(17)

Tabel 3.1. Nilai Severity

Failure Effect

Severity Severuty Category Description

Rank Value

Minor Tidak berpengaruh pada kinerja sistem dan kegagalan

bahkan mungkin tidak diperhatikan 1

Low Terjadinya kegagalan akan menyebabkan hanya sedikit

ketidakpuasan jika diamati (yaitu potensi kerugian) 2, 3 Moderate Beberapa ketidakpuasan akan disebabkan oleh kegagalan 4 – 6

High

Tinggi tingkat ketidakpuasan akan disebabkan oleh kegagalan tapi kegagalan itu sendiri tidak melibatkan keselamatan atau bahkan ketidakpatuhan terhadap peraturan keselamatan

7, 8

Very High

Kegagalan mempengaruhi keamanan operasi dan berpengaruh terhadap ketidakpatuhan peraturan keselamatan

9, 10

Sumber: Rudolph F.S, Handbook of Reliability, Availability, Maintainability and Safety in Engineering Desain

b. Occurence (O)

Occurence adalah tingkat keseringan terjadinya kerusakan atau kegagalan. Occurence berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu pada mesin. Nilai rating Occurence antara 1 sampai 10. Berikut adalah nilai Occurence secara umum dapat dilihat pada Tabel 3.2.


(18)

Tabel 3.2. Nilai Occurrence

Ranking

Item Ranking Meaning

Probability Occurrence

Rank Value

Remote Terjadinya kegagalan sangat tidak mungkin < 1 in 106 1

Low Relatif sedikit kegagalan diharapkan 1 in 20.000 2 1 in 4.000 3

Moderate Kegagalan sesekali diharapkan

1 in 1.000 4

1 in 400 5

1 in 80 6

High Kegagalan berulang-ulang akan terjadi 1 in 40 7

1 in 20 8

Very High Terjadinya kegagalan yang tak terelakkan 1 in 8 9

1 in 2 10

Sumber: Rudolph F.S, Handbook of Reliability, Availability, Maintainability and Safety in Engineering Desain

c. Detection (D)

Deteksi diberikan pada sistem pengendalian yang digunakan saat ini yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi penyebab atau mode kegagalan. Nilai rating deteksi antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi sangat sulit terdeteksi. Berikut adalah nilai Detection secara umum dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Nilai Detection

Likelihood of detection and meaning Rank

Very High - Potensial kelemahan desain akan terdeteksi 1, 2 High - Kesempatan baik untuk mendeteksi potensial kelemahan desain 3, 4 Moderate - Deteksi kemungkinan potensial kelemahan desain 5, 6 Low - Potensial kelemahan desain tidak mungkin untuk dideteksi 7, 8 Very Low - Potensial kelemahan desain mungkin tidak terdeteksi 9 Uncertain - Potensial kelemahan desain tidak dapat dideteksi 10 Sumber: Rudolph F.S, Handbook of Reliability, Availability, Maintainability and Safety in Engineering Desain


(19)

6. Logic Tree Analysis (LTA)

Penyusunan Logic Tree Analysis (LTA) memiliki tujuan untuk memberikan prioritas pada tiap mode kerusakan dan melakukan tinjauan dan fungsi, kegagalan fungsi sehingga status mode kerusakan tidak sama. Prioritas suatu mode kerusakan dapat diketahui dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan dalam LTA ini.

Pada bagian kolom tabel LTA mengandung informasi mengenai nomor dan nama kegagalan fungsi, nomor dan mode kerusakan, analisis kekritisan dan keterangan tambahan yang dibutuhkan. Analisis kekritisan menempatkan setiap mode kerusakan ke dalam satu dari empat kategori. Empat hal yang penting dalam analisis kekritisan yaitu sebagai berikut:

a. Evident, yaitu apakah operator mengetahui dalam kondisi normal, telah terjadi ganguan dalam sistem?

b. Safety, yaitu apakah mode kerusakan ini menyebabkan masalah keselamatan? c. Outage, yaitu apakah mode kerusakan ini mengakibatkan seluruh atau sebagian

mesin terhenti?

d. Category, yaitu pengkategorian yang diperoleh setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Pada bagian ini komponen terbagi dalam 4 kategori, yakni:

1) Kategori A (Safety problem) 2) Kategori B (Outage problem) 3) Kategori C (Economic problem) 4) Kategori D (Hidden failure)


(20)

Pada Gambar 3.2. dapat dilihat struktur pertanyaan dari Logic Tree Analysis (LTA).

Gambar 3.2. Logic Tree Analysis Structure

7. Pemilihan Tindakan

Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dalam proses RCM. Proses ini akan menentukan tindakan yang tepat untuk mode kerusakan tertentu. Jika tugas pencegahan secara teknis tidak menguntungkan untuk dilakukan, tindakan standar yang harus dilakukan bergantung pada konsekuensi kegagalan yang terjadi. a. Jika tindakan pencegahan tidak dapat mengurangi resiko terjadinya kegagalan

majemuk sampai suatu batas yang dapat diterima, maka perlu dilakukan tugas menemukan kegagalan secara berkala. Jika tugas menemukan kegagalan berkala tersebut tidak menghasilkan apa-apa, maka keputusan standard selanjutnya yang wajib dilakukan adalah mendesain ulang sistem tersebut


(21)

(tergantung dari konsekuensi kegagalan majemuk yang terjadi). Jika tindakan pencegahan tidak dapat mengurangi resiko terjadinya kegagalan yang dapat mengancam keselamatan ataupun dampak lingkungan sampai batas aman, maka sebaiknya dilakukan desain ulang maupun perubahan terhadap sistem tersebut.

b. Jika tindakan pencegahan dilakukan, akan tetapi biaya proses total masih lebih besar daripada jika tidak dilakukan, yang dapat menyebabkan terjadinya konsekuensi operasional, maka keputusan awalnya adalah tidak perlu dilakukan maintenance terjadwal (jika hal ini telah dilakukan dan ternyata konsekuensi operasional yang terjadi masih terlalu besar, maka sudah saatnya untuk dilakukan desain ulang terhadap sistem).

c. Jika dilakukan tindakan pencegahan, akan tetapi biaya proses total masih lebih besar dari pada jika tidak dilakukan tindakan pencegahan, yang dapat menyebabkan terjadinya konsekuensi non operasional, maka keputusan awalnya adalah tidak perlu dilakukan maintenance terjadwal, akan tetapi apabila biaya perbaikannya terlalu tinggi, maka sekali lagi sudah saatnya dilakukan desain ulang terhadap sistem.

Pada Gambar 3.3. berikut dapat dilihat Road map pemilihan tindakan dengan pendekatan Reliability Centered Maintenance (RCM).


(22)

Gambar 3.3. Raod Map Pemilihan Tindakan


(23)

Keterangan:

1. Condition Directed (C.D), tindakan yang diambil yang bertujuan untuk mendeteksi kerusakan dengan cara visual inspection, memeriksa alat, serta memonitoring sejumlah data yang ada. Apabila ada pendeteksian ditemukan gejala-gejala kerusakan peralatan maka dilanjutkan dengan perbaikan atau penggantian komponen.

2. Time Directed (T.D), tindakan yang diambil yang lebih berfokus pada aktivitas pembersihan yang dilakukan secara berkala.

3. Finding Failure (F.F), tindakan yang diambil dengan tujuan untuk menemukan kerusakan peralatan yang tersembunyi dengan pemeriksaan berkala.

4. Run to Failure (R.T.F), tindakan yang dilakukan setelah terjadi kerusakan komponen (melakukan penggantian komponen). Suatu tindakan yang menggunakan peralatan sampai rusak, karena tidak ada tindakan ekonomis yang dapat dilakukan untuk pencegahan kerusakan.

3.4. Pola Distribusi

Pola distribusi kerusakan mesin atau komponennya biasanya merupakan distribusi Weibull, Lognormal, Eksponensial dan Normal. Pola-pola berikut ini merupakan pola yang umum menggambarkan distribusi kerusakan komponen mesin.


(24)

3.4.1. Distribusi Weibull

Distribusi ini dikembangkan oleh W. Weibull pada awal tahun 1950. Distribusi Weibull adalah salah satu distribusi yang penting pada teori reliability. Distribusi Weibull sangat luas digunakan untuk analisa kehilangan performansi pada sistem kompleks di dalam sistem engineering. Secara umum, distribusi ini dapat digunakan untuk menjelaskan data saat waktu menunggu hingga terjadi kejadian dan untuk menyatakan berbagai fenomena fisika yang berbeda-beda. Dengan demikian, distribusi ini dapat diterapkan pada analisa resiko karena dapat menduga umur pakai (life time) komponen. Fungsi-fungsi dari distribusi Weibull: 1. Fungsi Kepadatan Probabilitas

2. Fungsi Distribusi Komulatif

3. Fungsi Keandalan


(25)

5. Mean Time To Failure (MTTF)

MTTF adalah rata-rata waktu atau interval waktu kerusakan mesin atau komponen dalam distribusi kegagalan.

Γ = Fungsi Gamma, Γ(n) = (n-1)!, dapat diperoleh melalui nilai fungsi gamma.

Dimana, menurut Stirling Π = 3,142...

e = 2,718...

Parameter β disebut dengan parameter bentuk atau kemiringan weibull (weibull slope), sedangkan parameter α disebut dengan parameter skala atau arakteristik hidup. Bentuk fungsi distribusi weibull bergantung pada parameter bentuknya (β), yaitu:

a. β < 1: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi hyper-exponential dengan laju kerusakan cenderung menurun.

b. β = 1: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi eksponensial dengan laju kerusakan cenderung konstan.

c. β > 1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi normal dengan laju kerusakan cenderung meningkat.


(26)

Gambar 3.4. Pola Distribusi Weibull

3.4.2. Distribusi Lognormal

Distribusi lognormal sangat cocok menggambarkan lamanya waktu perbaikan suatu komponen. Fungsi-fungsi dari distribusi Lognormal:

1. Fungsi Kepadatan Probabilitas

2. Fungsi Distribusi Kumulatif

3. Fungsi Keandalan


(27)

5. Mean Time To Failure (MTTF)

Kosep reliability distribusi Lognormal tergantung pada nilai μ (rata-rata) dan σ (standar deviasi).

Gambar 3.5. Pola Distribusi Lognormal

3.4.3. Distribusi Eksponensial

Distribusi ini secara luas digunakan dalam kehandalan dan perawatan. Hal ini dikarenakan distribusi ini mudah digunakan untuk berbagai tipe analisis dan memiliki laju kegagalan yang konstan selama masa pakai. Fungsi-fungsi dari distribusi Eksponensial:

1. Fungsi Kepadatan Probabilitas


(28)

3. Fungsi Keandalan

4. Fungsi Laju Kerusakan

5. Mean Time To Failure (MTTF)

Gambar 3.5. Pola Distribusi Eksponensial

3.4.4. Distribusi Normal

Distribusi normal adalah distribusi yang paling sering dan umum digunakan. Distribusi normal disebut juga distribusi Gauss yang ditemukan oleh Carl Friedrich Gauss (1777-1855). Fungsi-fungsi dari distribusi Normal adalah: 1. Fungsi Kepadatan Probabilitas


(29)

3. Fungsi Keandalan

4. Fungsi Laju Kerusakan

5. Mean Time To Failure (MTTF)

Kosep reliability distribusi normal tergantung pada nilai μ (rata-rata) dan σ (standar deviasi).


(30)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Neo National yang bergerak dalam bidang industri produksi peralatan elektronik keperluan rumah tangga. Perusahaan ini berlokasi di Jalan M.G. Manurung no. 98 Timbang Deli, Medan Amplas. Penelitian dilakukan selama bulan Juli 2015 – Oktober 2015.

4.2. Jenis Penelitian5

Jenis penelitian ini adalah action research karena penilitian ini hanya mengajukan usulan jadwal perawatan yang belum diaplikasikan oleh perusahaan. Action Research merupakan penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan temuan-temuan praktis dalam keperluan pengambilan keputusan operasional.

4.3. Objek Penelitian

Objek penelitian yang diamati adalah perawatan mesin yang digunakan untuk produksi kipas angin pada PT. Neo National.

5 Sukaria Sinulingga, Metode Penelitian, USU Press, Medan, 2011, hal 29.


(31)

4.4. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Independen

a. Frekuensi kerusakan mesin

b. Interval waktu antar kerusakan komponen mesin injection molding c. Lamanya breakdown mesin injection molding

2. Variabel Dependen

Jadwal perawatan komponen mesin injection molding.

4.5. Kerangka Konseptual

Penelitian dapat dilaksanakan apabila tersedia sebuah perancangan kerangka konseptual yang baik sehingga langkah-langkah penelitian lebih sistematis. Kerangka konseptual merupakan landasan awal dalam melaksanakan penelitian. Kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Lamanya breakdown mesin

Jadwal perawatan komponen mesin

kritis Interval waktu antar

kerusakan Frekuensi kerusakan

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual

Keterangan:

a. Frekuensi kerusakan mesin adalah ukuran jumlah putaran ulang kerusakan mesin dalam periode tertentu.


(32)

b. Interval waktu antar kerusakan komponen adalah selang waktu antara kerusakan yang terjadi saat ini dengan kerusakaan yang terjadi setelahnya. Satuan dari interval waktu antar kerusakan komponen adalah hari.

c. Breakdown mesin adalah waktu mesin berhenti akibat mengalami kerusakan. Satuan dari breakdown adalah hari.

4.6. Rancangan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pada awal penelitian dilakukan studi pendahuluan untuk mengetahui proses produksi kipas angin, informasi pendukung, masalah yang dihadapi perusahaan. Selain itu, studi literatur tentang metode pemecahan masalah yang digunakan dan teori pendukung lainnya.

2. Tahapan selanjutnya adalah pengumpulan data. Data yang dikumpulkan ada dua jenis yaitu:

a. Data primer yang digunakan yaitu cara kerja mesin, jenis kerusakan pada mesin dan penyebab kerusakan pada mesin injection molding.

b. Data sekunder antara lain data historis breakdown dan interval waktu kerusakan mesin injection molding.

3. Pengolahan data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan. 4. Analisis terhadap hasil pengolahan data.

5. Penarikan kesimpulan dan diberikan saran untuk penelitian dan perusahaan. Adapun langkah-langkah proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2.


(33)

MULAI

Studi Pendahuluan 1. Uraian proses produksi 2. Informasi pendukung 3. Masalah

Studi Literatur 1. Teori Buku

2. Referensi Jurnal Penelitian 3. Langkah-langkah

penyelesaian

Identifikasi Masalah Awal

Penerapan perawatan yang digunakan saat ini belum terjadwal sehingga sering mengganggu keberlangsungan

proses produksi secara tiba-tiba

Pengumpulan Data 1. Data primer

- Cara kerja mesin injection molding - Jenis kerusakan mesin injection molding - Penyebab kerusakan mesin injection molding 2. Data sekunder

- Frekuensi kerusakan mesin

- Data historis breakdown mesin injection molding - Interval waktu antar kerusakan mesin injection

molding

Pengolahan Data 1. Reliability Centered Maintenance 2. Pemilihan pola distribusi

3. Perencanaan jadwal perawatan komponen mesin

Analisis Pemecahan Masalah

Merekomendasikan perawatan yang bersifat preventive dengan mengusulkan jadwal perawatan komponen kritis

dari mesin kritis

Kesimpulan dan Saran

SELESAI


(34)

4.7. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam memperoleh data primer tersebut adalah dengan melakukan wawancara dan kegiatan tanya jawab dengan operator dan mekanik secara langsung di lapangan. Adapun data primer yang dikumpulkan adalah:

1. Cara kerja mesin injection molding 2. Jenis kerusakan mesin injection molding 3. Penyebab kerusakan mesin injection molding

Metode pengumpulan data sekunder tersebut dilakukan dengan melihat dan mencatat data yang ada di perusahaan. Adapun data sekunder yang dikumpulkan adalah:

1. Frekuensi kerusakan mesin

2. Data historis breakdown mesin injection molding 3. Interval waktu antar kerusakan mesin injection molding

4.8. Pengolahan Data

Adapun tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:

1. Reability Centered Maintenance

Pada proses ini terdapat beberapa langkah yang dapat dilihat pada Gambar 4.3.


(35)

MULAI

SELESAI

Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi

Pendefinisian Batasan Sistem

Deskripsi Sistem dan Diagram Fungsi

Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Logic Tree Analysis (LTA)

Pemilihan Tindakan

Gambar 4.3. Langkah-langkah Metode Reability Centered Maintenance

2. Pemilihan pola distribusi.

3. Perencanaan jadwal perawatan komponen mesin kritis.

4.9. Kesimpulan dan Saran

Langkah akhir yang dilakukan adalah penarikan kesimpulan yang berisi hal-hal penting dalam penelitian tersebut dan pemberian saran untuk penelitian selanjutnya bagi peneliti yang ingin mengembangkan penelitian ini secara lebih mendalam lagi.


(36)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Data Kerusakan Mesin

Pengamatan dilakukan pada mesin yang digunakan untuk proses produksi kipas angin di PT. Neo National. Mesin yang digunakan adalah mesin injection molding dan mesin mixer. Adapun data yang digunakan adalah data jumlah waktu produksi dan downtime mesin pada bulan Oktober 2013 – September 2015 masinng-masing dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Data Breakdown Mesin Oktober 2013 – September 2015

No Mesin Breakdown Mesin (Jam)

Frekuensi Kerusakan

Waktu Produksi (Jam)

1 Injection Molding 359,6 80

4179

2 Mixer 23,3 11

Jumlah 382,9 91 4179

Sumber: PT. Neo National

Berdasarkan data diatas dilakukan dapat diketahui faktor penyebab dominan yang merupakan kunci permasalahan dengan menggunakan diagram pareto. Dalam membuat diagram pareto, hal pertama yang dilakukan adalah dengan mengurutkan mesin berdasarkan dari jumlah kerusakan terbesar hingga yang terkecil. Setelah itu dihitung persentase kesalahan dan kumulatif dari masing-masing mesin, dapat dilihat pada Tabel 5.2.


(37)

Tabel 5.2. Persentase Kumulatif Mesin

No Mesin

Breakdown Mesin (Jam) Persentase Breakdown (%) Persentasi Kumulatif Breakdown (%) Frekuensi Kerusakan (Kali) Persentase Frek. Kerusakan (%) Persentasi Kumulatif Frek. Kerusakan (%) 1 Injection

Molding 359,6 93,91 95,23 80 87,91 84,33

2 Mixer 23,3 6,09 100 11 12,09 100

Jumlah 382,9 100 91 100

Sumber: Pengolahan Data

Gambar 5.1. Diagram Pareto Breakdown Mesin PT. Neo National

5.2. Data Interval Waktu Antar Kerusakan Komponen Mesin Injection Molding

Interval waktu antar kerusakan komponen adalah selang waktu antara kerusakan yang terjadi saat ini dengan kerusakaan yang terjadi setelahnya. Berikut Tabel 5.3. dapat dilihat interval waktu kerusakan komponen kritis pada mesin injection molding PT. Neo National.

0 20 40 60 80 100 0 50 100 150 200 250 300 350 400

Injection Molding Mixer

Diagram Pareto

Breakdown

Mesin

Breakdown Mesin (Jam)

Persentasi Kumulatif Frek. Kerusakan (%)


(38)

Tabel 5.3. Interval Waktu Kerusakan Komponen Kritis Mesin Injection Molding

Frekuensi Kerusakan

Interval Waktu Kerusakan (hari)

Heater Oil Valve

Cylinder Clamping

O-ring Motor

Pressure

Clamp Nozzle

1 37 33 90 47 27 41

2 33 34 88 44 35 42

3 24 45 90 35 26 26

4 33 39 87 44 38 33

5 30 38 90 49 43 42

6 29 40 82 41 40 34

7 34 32 39 38 33

8 33 36 51 29 23

9 30 36 45 41 41

10 33 32 32 41 28

11 35 28 51 38 35

12 32 37 28 38

13 23 36 40 36

14 23 29 31 30

15 28 43 40

16 33 35

17 36

18 36

TOTAL 562 495 527 478 538 557


(39)

5.3. Data Jenis Kerusakan Mesin Injection Molding

Mesin injection molding mengalami kerusakan yang disebabkan oleh komponen yang terdapat dari mesin tersebut. Berikut dapat dilihat uraian komponen yang mengalami kerusakan serta penyebab kerusakannya pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Uraian Kerusakan Mesin Injection Molding

No. Komponen Kerusakan yang Dialami Penyebab Kerusakan

1. O-ring Motor Motor berhenti bergerak

- Kurangnya pelumas pada gear - Kumparan rusak

- O-Ring aus 2. Cylinder Screw Ram Cylinder Screw Ram rusak -Ram aus

3. Heater Heater pecah

-Kebocoran resin yang menyebabkan PCB rusak -Suhu pemanas terlalu tinggi

4. Nozzle Nozzle bocor -Rocket-ring aus

5. Oil Valve Oil valve rusak -Malfungsi heater yang menyebabkan pentil meleleh 6. Pressure Clamp Pressure Clamp rusak -Kebocoran udara

-Kebocoran oli Sumber: PT. Neo National

5.4. Data Fungsi Komponen Mesin Injection Molding

Komponen pada mesin injection molding memiliki fungsi masing-masing dalam menjalankan mesin tersebut. Berikut dapat dilihat fungsi dari komponen-komponen mesin injection molding pada Tabel 5.5.


(40)

Tabel 5.5. Fungsi Komponen-Komponen Mesin Injection Molding

No. Komponen Uraian Fungsi

1. O-ring Motor Berfungsi untuk menghasilkan daya yang digunakan untuk menggerakkan/memutar screw 2. Cylinder Screw

Ram

Berfungsi untuk mempermudah gerakan screw sekaligus menjaga perputaran screw tetap konstan 3. Heater Berfungsi sebagai pemanas elektrik

4. Nozzle Berfungsi untuk menginjeksi resin cair dari screw ke mold

5. Oil Valve Berfungsi untuk menjaga aliran oli tetap lancar 6. Pressure Clamp Berfungsi untuk mengatur tekanan hidrolik Sumber: PT. Neo National

5.5. Reliability Centered Maintenance

Reliability Centered Maintenance (RCM) merupakan sebuah proses teknik logika untuk menentukan tugas-tugas pemeliharaan yang akan menjamin sebuah perancangan sistem keandalan dengan kondisi pengoperasian yang spesifik pada sebuah lingkungan pengoperasian yang khusus. Adapun langkah-langkah yang diperlukan dalam RCM adalah:

1. Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi 2. Pendefinisian Batasan Sistem

3. Deskripsi Sistem dan Diagram Blok Fungsi 4. Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi 5. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) 6. Logic Tree Analysis (LTA)


(41)

5.5.1. Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi

Proses analisis RCM sebaiknya dilakukan pada tingkat sistem bukan pada tingkat komponen. Dengan proses analisis pada tingkat sistem akan memberikan informasi yang lebih jelas mengenai fungsi dan kegagalan fungsi komponen terhadap sistem. Namun proses analisis tidak dilakukan pada semua sistem, dikarenakan proses analisis akan menjadi sangat luas bila dilakukan pada dua atau lebih sistem.

Proses analisis RCM ini dilakukan pada sistem permesinan produk kipas angin. Pada Gambar 5.1. diketahui bahwa mesin injection molding yang memiliki frekuensi kerusakan dan downtime mesin yang paling tinggi, maka peninjauan lebih lanjut akan dilakukan pada mesin injection molding. Selanjutnya dilakukan pengumpulan informasi yang bertujuan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan mesin injection molding. Data tersebut dikumpulkan dengan melakukan pengamatan secara langsung, wawancara terhadap orang yang ahli dan data historis dari mesin tersebut.

5.5.2. Pendefinisian Batasan Sistem

Pendefinisian batasan sistem sangat diperlukan dalam analisis RCM. Hal ini dilakukan untuk menghindari tumpang tindih antara satu sistem dengan sistem lainnya dan untuk menentukan input dan output dari sistem tersebut, sehingga semua fungsi dapat diketahui lebih jelas dan akurat. Pendefinisian batasan sistem dilakukan dengan 2 step dokumentasi yaitu gambaran luar batasan (boundary


(42)

overview) dan gambaran detail batasan (boundary details) seperti pada Tabel 5.6. dan Tabel 5.7.

Tabel 5.6. Gambaran Luar Batasan (Boundary Overview) RCM-System Analysis

Step 2-1 System Boundary Definition Plant ID :

Information : Boundary Overview System ID :

Plant : PT. Neo National Rev no :

System : Permesinan Produk Kipas Angin Date : 4/11/2015 Subsystem : Mesin Injection Molding

Analyst : Agnes Cristine

Clamping Unit

Peralatan Utama, meliputi:

Plasticating Unit Drive Unit

Start with:

Batasan Fisik Primer, meliputi:

- Mold ditutup lalu dihimpit dengan tekanan tinggi.

- Plasticating unit yang terdiri dari nozzle, barrel dan screw bergerak mendekati mold dengan tekanan tinggi (hingga 100 kg/cm²), hingga nozzle bersentuhan dengan mold.

- Mesin melakukan proses injeksi pengisian dengan menyuntikkan plastik cair (resin cair) ke dalam mold.

- Menahan proses injeksi dengan besaran tekanan yang diatur beserta waktu yang dibutuhkan. - Pendinginan (cooling) dimulai bersamaan dengan waktu charging. Charging resin disuntikkan dengan berputarnya screw dengan bantuan motor hidrolik ke arah putaran yang telah ditentukan.

- Melepas himpitan mold dengan mengembalikan ke tekanan normal pada sistem hidrolik yang bekerja untuk menghimpit cetakan yang sebelumnya bertekanan tinggi.

- Membuka secara perlahan untuk menjaga kondisi cetakan yang rentan terhadap kerusakan akibat gesekan.

- Ejector mendorong produk dari sisi core agar mudah diambil.

Terminate with:

Hasil molding selanjutnya dibawa ke stasiun perakitan untuk melanjutkan produksi ke proses perakitan produk kipas angin.

System : Permesinan Produk Kipas Angin Wed, 4 Nov 2015

Sub System : Mesin Injection Molding Page 1 of 1


(43)

Pendefinisian batasan sistem dilakukan dengan gambaran detail batasan (boundary details) seperti pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7. Gambaran Detail Batasan (Boundary Details) RCM-System Analysis

Step 2-1 System Boundary Definition Plant ID :

Information : Boundary Overview System ID :

Plant : PT. Neo National Rev no :

System : Permesinan Produk Kipas Angin Date : 4/11/2015 Subsystem : Mesin Injection Molding

Analyst : Agnes Cristine

Tipe Batasan Sistem Lokasi Perhubungan

IN Mold Mold ditutup lalu dihimpit dengan tekanan tinggi.

IN Mold

Plasticating unit yang terdiri dari nozzle, barrel dan screw bergerak mendekati mold dengan tekanan tinggi (hingga 100 kg/cm²), hingga nozzle bersentuhan dengan mold.

IN Injection Mesin melakukan proses injeksi pengisian dengan menyuntikkan plastik cair (resin cair) ke dalam mold.

IN Injection Menahan proses injeksi dengan besaran tekanan yang diatur beserta waktu yang dibutuhkan.

IN Injection

Pendinginan (cooling) dimulai bersamaan dengan waktu charging. Charging resin cair disuntikkan dengan berputarnya screw dengan bantuan motor hidrolik ke arah putaran yang telah ditentukan.

OUT Eject

Melepas himpitan mold dengan mengembalikan ke tekanan normal pada sistem hidrolik yang bekerja untuk menghimpit cetakan yang sebelumnya bertekanan tinggi.

OUT Eject Membuka secara perlahan untuk menjaga kondisi cetakan yang rentan terhadap kerusakan akibat gesekan

OUT Eject Ejector mendorong produk dari sisi core agar mudah diambil.

System : Permesinan Produk Kipas Angin Wed, 4 Nov 2015

Sub System : Mesin Injection Molding Page 1 of 1


(44)

5.5.3. Deskripsi Sistem dan Diagram Blok Fungsi

Deskripsi sistem dan diagram blok fungsi merupakan representasi dari fungsi-fungsi utama sistem yang berupa blok-blok yang berisi fungsi dari setiap subsistem yang menyusun sistem tersebut. Ada beberapa item yang dikembangkan pada tahap ini yaitu:

1. Deskripsi sistem (system description)

Tabel 5.8. Deskripsi Sistem (System Description) RCM-System Analysis

Step 2-1 System Boundary Definition Plant ID :

Information : Boundary Overview System ID :

Plant : PT. Neo National Rev no :

System : Permesinan Produk Kipas Angin Date : 4/11/2015 Subsystem : Mesin Injection Molding

Analyst : Agnes Cristine Drive Unit:

Drive unit untuk kontrol kerja dari injection molding, terdiri dari O-ring Motor untuk menggerakan screw dan injection piston menggunakan hydraulic system (sistem pompa) yang akan mengalirkan fluida dan menginjeksi resin cair ke mold.

Plasticating Unit:

Resin masuk ke dalam plasticating unit. Dengan adanya screw yang berputar menjadikan resin tercampur lebih homogen. Dibagian depan screw terjadi pemanasan resin hingga titik melting, resin mengalami proses plastizicing. Resin berubah bentuk dari padat ke cairan. Dengan bentuk cairan mememudahkan untuk proses injeksi ke nozzle dan akhirnya ke dalam mold.

Clamping Unit:

Resin cair dalam plasticating unit diinjeksikan ke nozzle. Melalui sprue material mengalir ke mold, tekanan dan kecepatannya aliran ditentukan oleh perputaran screw. Kemudian dilakukan proses cooling dengan menentukan laju pendinginan untuk proses solidifikasi plastik. Mold dapat dibuka dengan memisahkan satu bagian dengan bagian lainnya. Selanjutnya plastik hasil injeksi dikeluarkan melalui ejector.

System : Permesinan Produk Kipas Angin Wed, 4 Nov 2015

Sub System : Mesin Injection Molding Page 1 of 1


(45)

2. Blok diagram

Blok diagram berfungsi untuk memberikan gambaran struktur fungsi sistem dengan jelas. Adapun blok diagram mesin injection molding dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Drive Unit Plasticating Unit Clamping Unit

Plastik Cair Tekanan 100 kg/Cm2

Listrik

Hasil Molding

Gambar 5.2. Blok Diagram Mesin Injection Molding

3. System work breakdown structure (SWBS)

SWBS akan menjabarkan komponen-komponen yang diasosiasikan dari masing-masing subsistem fungsi. Penguraian bagian dari unit proses dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Injection Molding A

B

C

A.1

A.2

A.3 Komponen

Level III Unit Proses

Level II Sistem

Level I


(46)

Susunan daftar peralatan akan lebih akurat, terstruktur dan mempermudah aktivitas penelusuran peralatan proses molding di mesin injection molding dengan melakukan pengkodean. Pengkodean yang dilakukan adalah sebagai berikut:

A.Huruf melambangkan nama subsistem dari mesin injection molding antara lain:

a) Huruf A adalah fungsi drive unit untuk melakukan kontrol kerja dari mesin injection molding.

b) Huruf B adalah fungsi plasticating unit untuk memasukkan plastik cair (resin) dan melakukan pemanasan.

c) Huruf C adalah fungsi clamping unit sebagai tempat untuk menyatukan molding.

B. Angka yang mengikuti huruf melambangkan nama komponen utama mesin injection moldingantara lain:

a) Drive Unit 1. O-ring Motor 2. Cylinder Screw ram b) Plasticating Unit

1. Heater 2. Nozzle 3. Oil valve c) Clamping Unit


(47)

Komponen-komponen yang sering mengalami downtime dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9. System Work Breakdown Structure Mesin Injection Molding

Kode Unit Proses Kode Nama Part

A Drive Unit A.1. O-ring Motor

A.2. Cylinder Screw Ram B Plasticating Unit

B.1. Heater

B.2. Nozzle

B.3. Oil Valve

C Clamping Unit C.1. Pressure Clamp Sumber : Pengumpulan Data

4. Data historis peralatan

Data historis peralatan dapat diperoleh dari kegagalan fungsi mesin injection molding pada PT. Neo National yang dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10. Data Historis Komponen

No. Parts Failure Mode Failure Cause

1. O-ring Motor Motor berhenti bergerak

- Kurangnya pelumas pada gear - Kumparan rusak

- O-ring aus 2. Cylinder Screw Ram Cylinder Screw Ram rusak -Ram aus

3. Heater Heater pecah

-Kebocoran resin yang menyebabkan PCB rusak

-Suhu pemanas terlalu tinggi

4. Nozzle Nozzle bocor -Rocket-ring aus

5. Oil Valve Oil valve rusak -Malfungsi heater yang menyebabkan pentil meleleh 6. Pressure Clamp Pressure Clamp rusak -Kebocoran udara

-Kebocoran oli Sumber : Pengumpulan Data


(48)

5.5.4. Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi

Fungsi sistem merupakan kinerja yang diharapkan oleh suatu sistem untuk dapat beroperasi sedangkan kegagalan sistem merupakan ketidakmampuan suatu komponen/sistem untuk memenuhi standar yang diharapkan. Aktivitas penelususuran data akan lebih terstruktur dan mudah dilakukan dengan pengkodean fungsi dan kegagalan fungsi. Pengkodean fungsi dan kegagalan fungsi dilakukan dengan keterangan sebagai berikut:

1. Huruf melambangkan nama unit operasi dari mesin injection molding

2. Angka pertama melambangkan nama komponen utama mesin injection molding

3. Angka kedua melambangkan kegagalan fungsi

Pendeskripsian fungsi dan kegagalan fungsi pada PT. Neo National dapat dilihat pada Tabel 5.11.

Tabel 5.11. Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi Kode Fungsi

Sistem

Kode Kegagalan

Fungsi Uraian Fungsi atau Kegagalan Fungsi

A.1. Berfungsi untuk menghasilkan daya yang digunakan untuk menggerakkan/memutar screw

A.1.1. Screw tidak bisa berputar sehingga tidak dapat mengalirkan resin cair ke mold

A.2. Berfungsi untuk mempermudah gerakan screw

sekaligus menjaga perputaran screw tetap konstan A.2.1. Tidak mampu menjaga gerakan screw tetap konstan

B.1. Berfungsi sebagai pemanas elektrik

B.1.1. Resin tidak dapat mencair sempurna sehingga tidak bisa dialirkan ke nozzle


(49)

Tabel 5.11. Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi (Lanjutan) Kode Fungsi

Sistem

Kode Kegagalan

Fungsi Uraian Fungsi atau Kegagalan Fungsi

B.2. Berfungsi untuk menginjeksi resin cair dari screw ke mold

B.2.1. Resin cair tidak bisa diinjeksi ke mold B.3. Berfungsi untuk menjaga aliran oli tetap lancar

B.3.1. Oli tidak dapat mengalir dengan lancar karena adanya kebocoran

C.1. Berfungsi untuk mengatur tekanan hidrolik

C.1.1. Tekanan yang dihasilkan tidak maksimal karena adanya kebocoran udara

Sumber : Pengumpulan Data

5.5.5. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Failure mode dan analisis FMEA memfokuskan pada penyebab kerusakan dan mekanisme terjadinya kerusakan seperti mode kegagalan, penyebab kegagalan dan dampak kegagalan yang ditimbulkan. FMEA menggambarkan tingkat keseringan kejadian, kerusakan, keparahan dan tingkat deteksi kerusakan yang dinyatakan dengan nilai RPN (Risk Priority Number). Nilai RPN yang dihasilkan menunjukkan tingkat prioritas perbaikan untuk area yang terdapat dalam sistem. Adapun FMEA pada kerusakan mesin injection molding dapat dilihat pada Tabel 5.10.


(50)

Tabel 5.12. Penentuan Risk Priority Number

Major Sub

System No Parts Failure Mode

Occurance Failure Causes Detection Failure Effect Severity RPN

Drive Unit

1 O-ring Motor

Gerakan motor putus-putus/berhenti

5

- Kurangnya pelumas pada gear

- Kumparan rusak - O-ring aus

4

Screw berhenti memutar karena O-ring Motor tidak mampu menghasilkan daya untuk menggerakkan screw

9 180

2 Cylinder Screw Ram

Cylinder Screw Ram tidak mampu

menahan gerakan screw

5 -Ram aus 9

Gerakan screw tidak konstan menyebabkan resin tidak

meleleh secara merata

3 135

Plasticating Unit

1 Heater Heater pecah 6

-Kebocoran resin yang menyebabkan PCB rusak

-Suhu pemanas terlalu tinggi

5 Resin tidak meleleh 9 270

2 Nozzle Nozzle bocor 5 -Rocket-ring aus 7 Resin cair yang akan

diinjeksi ke mold meluber 7 245

3 Oil Valve Oil valve bocor 5

-Malfungsi heater yang menyebabkan pentil meleleh

6 Oli tumpah 3 90

Clamping Unit 1

Pressure Clamp

Pressure Clamp tidak dapat menjepit clamp

5 -Kebocoran udara

-Kebocoran oli 4

Hidrolik tidak mampu menekan clamp dengan

maksimal

9 180


(51)

5.5.6. Logic Tree Analysis (LTA)

Penyusunan Logic Tree Analysis (LTA) memiliki tujuan untuk mengklasifikasikan failure mode ke dalam beberapa kategori sehingga nantinya dapat ditentukan tingkat prioritas dalam penanganan masing-masing failure mode bsrdasarkan kategorinya. Empat hal yang penting dalam menentukan prioritas LTA, yaitu:

1. Evident, yaitu apakah operator mengetahui telah terjadi gangguan pada sistem dalam kondisi normal?

2. Safety, yaitu apakah mode kerusakan ini menyebabkan masalah keselamatan? 3. Outage, yaitu apakah mode kerusakan ini mengakibatkan seluruh atau sebagian

mesin terhenti?

4. Category, yaitu pengkategorian yang diperoleh setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Pada bagian ini komponen terbagi dalam 4 kategori, yakni:

a. Kategori A (Safety Problem) b. Kategori B (Outage Problem) c. Kategori C (Economic Problem) d. Kategori D (Hidden Failure)


(52)

Pada kondisi normal, apakah operator mengetahui bahwa

sesuatu telah terjadi? Failure Mode

Apakah mode kegagalan menyebabkan masalah

keselamatan?

Hidden Failure

Safety Problem

Apakah mode kegagalan mengakibatkan seluruh/ sebagian sistem terhenti?

Outage Problem Kemungkinan kecil

economic problem TIDAK

TIDAK

TIDAK YA

YA

YA

A

D

B

C

Gambar 5.4. Flowchart Penyusunan LTA

Logic Tree Analysis diperoleh dari hasil wawancara terhadap operator pada mesin injection molding. Hasil wawancara LTA dapat dilihat pada Tabel 5.13.

Tabel 5.13. Identifikasi Hasil Wawancara LTA pada PT. Neo National

No. Parts Failure Mode Evident Safety Outage Category

1 O-ring Motor Motor berhenti bergerak Y T Y B

2 Cylinder Screw Ram Cylinder Screw Ram rusak T - - D

3 Heater Heater pecah Y T Y B

4 Nozzle Nozzle bocor Y T Y B

5 Oil Valve Oil valve rusak T - - D

6 Pressure Clamp Pressure Clamp rusak Y T Y B


(53)

5.5.7. Pemilihan Tindakan

Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dalam proses RCM. Proses ini akan menentukan tindakan yang tepat untuk mode kerusakan tertentu. Jika tugas pencegahan secara teknis tidak menguntungkan untuk dilakukan, tindakan standar yang harus dilakukan bergantung pada konsekuensi kegagalan yang terjadi. Pemilihan tindakan didasari dengan menjawab pertanyaan penuntun (selection guide) yang disesuaikan pada road map pemilihan tindakan yang dapat dilihat pada Gambar 5.5.


(54)

Apakah umur kehandalan untuk kerusakan ini dikertahui?

Apakah T.D task dapat digunakan?

Tentukan T.D task

Apakah C.D task dapat digunakan? TIDAK

TIDAK

TIDAK YA

YA

1

2

3

4

YA Sebagian

YA

Tentukan C.D task

Apakah mode kegagalan termasuk kategori D?

Apakah F.F task dapat digunakan?

Tentukan F.F task

Apakah dari antara task ini efektif?

5

6

TIDAK TIDAK

YA

YA

Dapatkah sebuah desain modifikasi mengeliminasi mode kegagalan dan efeknya?

Tentukan T.D/C.D/F.F task Menerima resiko kegagalan Desain Modifikasi

7

TIDAK

TIDAK YA

YA


(55)

Tabel 5.14. Pemilihan Tindakan Perawatan Mesin Injection Molding PT. Neo National

No. Parts Failure Mode Selection Guide Selection

Task

1 2 3 4 5 6 7

1 O-ring Motor Motor berhenti bergerak Y Y T T - Y - T.D

2 Cylinder Screw

Ram Cylinder Screw Ram rusak

Y T T Y Y Y - F.F

3 Heater Heater pecah Y Y T T - Y - T.D

4 Nozzle Nozzle bocor Y T T T - Y - T.D

5 Oil Valve Oil valve rusak T - Y Y Y Y - F.F

6 Pressure Clamp Pressure Clamp rusak Y Y T T - Y - T.D Sumber : Pengolahan Data

Pemilihan tindakan pencegahan berdasarkan hasil analisis terhadap FMEA dan LTA adalah sebagai berikut:

1. Time Directed (T.D) yaitu tindakan yang diambil yang lebih berfokus pada aktivitas pembersihan yang dilakukan secara berkala. Komponen yang termasuk dalam pemilihan tindakan ini adalah:

a. O-ring Motor b. Heater c. Noozle

d. Pressure Clamp

2. Finding Failure (F.F), tindakan yang diambil dengan tujuan untuk menemukan kerusakan peralatan yang tersembunyi dengan pemeriksaan berkala. Komponen yang termasuk dalam pemilihan tindakan ini adalah:

a. Cylinder Screw Ram b. Oil Valve


(56)

5.6. Pemilihan Pola Distribusi

Berdasarkan hasil analisis RCM pada mesin injection molding, maka perhitungan reliability hanya didasarkan pada komponen yang bersifat time directed (TD). Komponen yang bersifat time directed adalah o-ring motor, heater, nozzle dan pressure clamp. Reliability memerlukan bentuk pola data interval kerusakan komponen yang berdistribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Pengujian pola distribusi dilakukan dengan menggunakan data interval waktu antar kerusakan tiap-tiap komponen. Pemilihan distribusi dilakukan berdasarkan nilai Index of Fit yang terbesar dengan menggunakan metode Least Square.

5.6.1. Komponen O-ring Motor

Perhitungan secara manual dilakukan dengan menghitung Index of Fit. Pemilihan pola ditribusi dilakukan dengan cara memilih Index of Fit yang terbesar. Berikut adalah perhitungan untuk mendapatkan distribusi kerusakan komponen O-ring Motor.

1. Distribusi Normal

Langkah awal adalah menghitung nilai tengah kerusakan (median rank). Nilai ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

�(�) = � −0,3

�+ 0,4

�(�) = 1−0,3


(57)

Perhitungan Index of Fit dengan distribusi normal dapat dilihat pada Tabel 5.15.

Tabel 5.15. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Normal pada Komponen O-ring Motor

i ti

(hari)

(Xi) = ti

(hari) F(i) Yi (Xi -��)(Yi - Ῡ) ((Xi -��)

2)/n ((Yi - )2)/n

1 32 32 0,0614 0,5245 1,8375 11,9279 0,0023

2 35 35 0,1491 0,5593 1,0621 6,4981 0,0014

3 39 39 0,2368 0,5936 0,4066 1,8039 0,0008

4 41 41 0,3246 0,6272 0,1415 0,5477 0,0003

5 44 44 0,4123 0,6599 -0,0136 0,0270 0,0001

6 44 44 0,5000 0,6915 0,0036 0,0270 0,0000

7 45 45 0,5877 0,7216 0,0568 0,2171 0,0001

8 47 47 0,6754 0,7503 0,2319 1,1427 0,0004

9 49 49 0,7632 0,7773 0,5125 2,7956 0,0008

10 51 51 0,8509 0,8026 0,8880 5,1758 0,0013

11 51 51 0,9386 0,8260 1,0649 5,1758 0,0018

Jumlah 478 478 5,5000 7,5339 6,1918 35,3388 0,0093

Sumber : Pengolahan Data

�=

1

� ∑��=1(�� − ��)(�� − ��)

��∑� (�� − �� )2

�=1 � ��∑

(�� − ��)2

�=1 �

= 0,9844

2. Distribusi Lognormal

Perhitungan Index of Fit dengan distribusi lognormal dapat dilihat pada Tabel 5.16.


(58)

Tabel 5.16. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Lognormal pada Komponen O-ring Motor

i ti (hari)

(Xi) = ln(ti)

(hari) F(i) Yi (Xi -��)(Yi - Ῡ) ((Xi -��)

2)/n ((Yi - )2)/n

1 32 3,4657 0,0614 0,5245 0,0475 0,0080 0,0023

2 35 3,5553 0,1491 0,5593 0,0259 0,0039 0,0014

3 39 3,6636 0,2368 0,5936 0,0090 0,0009 0,0008

4 41 3,7136 0,3246 0,6272 0,0028 0,0002 0,0003

5 44 3,7842 0,4123 0,6599 -0,0006 0,0000 0,0001

6 44 3,7842 0,5000 0,6915 0,0001 0,0000 0,0000

7 45 3,8067 0,5877 0,7216 0,0017 0,0002 0,0001

8 47 3,8501 0,6754 0,7503 0,0058 0,0007 0,0004

9 49 3,8918 0,7632 0,7773 0,0120 0,0015 0,0008

10 51 3,9318 0,8509 0,8026 0,0200 0,0026 0,0013

11 51 3,9318 0,9386 0,8260 0,0240 0,0026 0,0018

Jumlah 478 41,3789 5,5000 7,5339 0,1482 0,0207 0,0093

Sumber : Pengolahan Data

�=

1

� ∑��=1(�� − ��)(�� − ��)

��∑� (�� − �� )2

�=1 � ��∑

(�� − ��)2

�=1 �

= 0,9734

3. Distribusi Eksponensial

Perhitungan Index of Fit dengan distribusi eksponensial dapat dilihat pada Tabel 5.17.


(59)

Tabel 5.17. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Eksponensial pada Komponen O-ring Motor

i ti (hari)

(Xi) = ti

(hari) F(i) Yi (Xi -��)(Yi - Ῡ) ((Xi -��)

2)/n ((Yi - )2)/n

1 32 32 0,0614 0,0634 9,9551 11,9279 0,0687

2 35 35 0,1491 0,1615 6,5183 6,4981 0,0540

3 39 39 0,2368 0,2703 2,9497 1,8039 0,0399

4 41 41 0,3246 0,3924 1,3256 0,5477 0,0265

5 44 44 0,4123 0,5315 -0,2187 0,0270 0,0146

6 44 44 0,5000 0,6931 -0,1305 0,0270 0,0052

7 45 45 0,5877 0,8861 -0,0717 0,2171 0,0002

8 47 47 0,6754 1,1253 0,6836 1,1427 0,0034

9 49 49 0,7632 1,4404 2,8165 2,7956 0,0235

10 51 51 0,8509 1,9030 7,3230 5,1758 0,0856

11 51 51 0,9386 2,7903 14,0181 5,1758 0,3138

Jumlah 478 478 5,5000 10,2572 45,1690 35,3388 0,6353

Sumber : Pengolahan Data

�=

1

� ∑��=1(�� − ��)(�� − ��)

��∑� (�� − �� )2

�=1 � ��∑

(�� − ��)2

� �=

1

= 0,8666

4. Distribusi Weibull

Perhitungan Index of Fit dengan distribusi lognormal dapat dilihat pada Tabel 5.18.


(60)

Tabel 5.18. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Weibull pada Komponen O-ring Motor

i ti

(hari)

(Xi) = ln(ti)

(hari) F(i) Yi (Xi -��)(Yi - Ῡ) ((Xi -��)

2)/n ((Yi - )2)/n

1 32 3,4657 0,0614 -2,7588 0,6607 0,0080 0,4530

2 35 3,5553 0,1491 -1,8233 0,2676 0,0039 0,1529

3 39 3,6636 0,2368 -1,3083 0,0767 0,0009 0,0555

4 41 3,7136 0,3246 -0,9355 0,0197 0,0002 0,0152

5 44 3,7842 0,4123 -0,6320 -0,0024 0,0000 0,0010

6 44 3,7842 0,5000 -0,3665 0,0036 0,0000 0,0023

7 45 3,8067 0,5877 -0,1210 0,0182 0,0002 0,0150

8 47 3,8501 0,6754 0,1180 0,0570 0,0007 0,0378

9 49 3,8918 0,7632 0,3649 0,1160 0,0015 0,0723

10 51 3,9318 0,8509 0,6434 0,1990 0,0026 0,1245

11 51 3,9318 0,9386 1,0261 0,2641 0,0026 0,2192

Jumlah 478 41,3789 5,5000 -5,7929 1,6803 0,0207 1,1485

Sumber : Pengolahan Data

�=

1

� ∑��=1(�� − ��)(�� − ��)

��∑� (�� − �� )2

�=1 � ��∑

(�� − ��)2

�=1 �

= 0,9905

Rekapitulasi hasil perhitungan pola distribusi interval waktu kerusakan komponen O-ring Motor dapat dilihat pada Tabel 5.19.

Tabel 5.19. Rekapitulasi Pola Distribusi Interval Waktu Kerusakan Komponen O-ring Motor

Distribusi Index of Fit Keterangan

Normal 0,9844

Lognormal 0,9734 Eksponensial 0,8666

Weibull 0,9905 Terpilih


(61)

5.6.2. Komponen Heater

Perhitungan secara manual dilakukan dengan menghitung Index of Fit. Pemilihan pola ditribusi dilakukan dengan cara memilih Index of Fit yang terbesar. Berikut adalah perhitungan untuk mendapatkan distribusi kerusakan komponen heater.

1. Distribusi Normal

Langkah awal adalah menghitung nilai tengah kerusakan (median rank). Nilai ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

�(�) = � −0,3

�+ 0,4

�(�) = 1−0,3

18 + 0,4= 0,0380

Perhitungan Index of Fit dengan distribusi normal dapat dilihat pada Tabel 5.20.

Tabel 5.20. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Normal pada Komponen Heater

i ti (hari)

(Xi) = ti

(hari) F(i) Yi (Xi -��)(Yi - Ῡ) ((Xi -��)

2)/n ((Yi - )2)/n

1 23 23 0,0380 0,5152 1,3938 3,7558 0,0016

2 23 23 0,0924 0,5368 1,2159 3,7558 0,0012

3 24 24 0,1467 0,5583 0,9126 2,8978 0,0009

4 28 28 0,2011 0,5797 0,3383 0,5768 0,0006

5 29 29 0,2554 0,6008 0,1864 0,2743 0,0004

6 30 30 0,3098 0,6216 0,0771 0,0830 0,0002

7 30 30 0,3641 0,6421 0,0520 0,0830 0,0001

8 32 32 0,4185 0,6622 -0,0175 0,0336 0,0000

9 33 33 0,4728 0,6818 -0,0051 0,1756 0,0000


(62)

Tabel 5.20. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Normal pada Komponen Heater (Lanjutan)

i ti (hari)

(Xi) = ti

(hari) F(i) Yi (Xi -��)(Yi - Ῡ) ((Xi -��)

2)/n ((Yi - )2)/n

11 33 33 0,5815 0,7196 0,0620 0,1756 0,0001

12 33 33 0,6359 0,7376 0,0940 0,1756 0,0002

13 33 33 0,6902 0,7550 0,1249 0,1756 0,0003

14 34 34 0,7446 0,7717 0,2418 0,4287 0,0004

15 35 35 0,7989 0,7878 0,3896 0,7929 0,0006

16 36 36 0,8533 0,8032 0,5664 1,2682 0,0008

17 36 36 0,9076 0,8180 0,6367 1,2682 0,0010

18 37 37 0,9620 0,8320 0,8509 1,8546 0,0012

Jumlah 562 562 9,0000 12,3244 7,1490 17,9506 0,0095

Sumber : Pengolahan Data

�=

1

� ∑��=1(�� − ��)(�� − ��)

��∑� (�� − �� )2

�=1 � ��∑

(�� − ��)2

�=1 �

= 0,9856

2. Distribusi Lognormal

Perhitungan Index of Fit dengan distribusi lognormal dapat dilihat pada Tabel 5.21.


(63)

Tabel 5.21. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Lognormal pada Komponen Heater

i ti (hari)

(Xi) = ln(ti)

(hari) F(i) Yi (Xi --��)(Yi - Ῡ) ((Xi --��)

2)/n ((Yi - )2)/n

1 23 3,1355 0,0380 0,5152 0,0501 0,0049 0,0016

2 23 3,1355 0,0924 0,5368 0,0437 0,0049 0,0012

3 24 3,1781 0,1467 0,5583 0,0320 0,0036 0,0009

4 28 3,3322 0,2011 0,5797 0,0104 0,0005 0,0006

5 29 3,3673 0,2554 0,6008 0,0053 0,0002 0,0004

6 30 3,4012 0,3098 0,6216 0,0019 0,0000 0,0002

7 30 3,4012 0,3641 0,6421 0,0013 0,0000 0,0001

8 32 3,4657 0,4185 0,6622 -0,0008 0,0001 0,0000

9 33 3,4965 0,4728 0,6818 -0,0002 0,0002 0,0000

10 33 3,4965 0,5272 0,7010 0,0011 0,0002 0,0000

11 33 3,4965 0,5815 0,7196 0,0023 0,0002 0,0001

12 33 3,4965 0,6359 0,7376 0,0035 0,0002 0,0002

13 33 3,4965 0,6902 0,7550 0,0046 0,0002 0,0003

14 34 3,5264 0,7446 0,7717 0,0083 0,0005 0,0004

15 35 3,5553 0,7989 0,7878 0,0128 0,0009 0,0006

16 36 3,5835 0,8533 0,8032 0,0181 0,0013 0,0008

17 36 3,5835 0,9076 0,8180 0,0203 0,0013 0,0010

18 37 3,6109 0,9620 0,8320 0,0265 0,0018 0,0012

Jumlah 562 61,7589 9,0000 12,3244 0,2411 0,0211 0,0095

Sumber : Pengolahan Data

�=

1

� ∑��=1(�� − ��)(�� − ��)

��∑� (�� − �� )2

�=1 � ��∑

(�� − ��)2

�=1 �


(64)

3. Distribusi Eksponensial

Perhitungan Index of Fit dengan distribusi eksponensial dapat dilihat pada Tabel 5.22.

Tabel 5.22. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Eksponensial pada Komponen Heater

i ti (hari)

(Xi) = ti

(hari) F(i) Yi (Xi --��)(Yi - Ῡ) ((Xi --��)

2

)/n ((Yi - Ῡ)2)/n

1 23 23 0,0380 0,0388 7,5199 3,7558 0,0465

2 23 23 0,0924 0,0969 7,0417 3,7558 0,0407

3 24 24 0,1467 0,1587 5,7394 2,8978 0,0351

4 28 28 0,2011 0,2245 2,3486 0,5768 0,0295

5 29 29 0,2554 0,2950 1,4631 0,2743 0,0241

6 30 30 0,3098 0,3707 0,7121 0,0830 0,0189

7 30 30 0,3641 0,4528 0,6119 0,0830 0,0139

8 32 32 0,4185 0,5421 -0,3199 0,0336 0,0094

9 33 33 0,4728 0,6402 -0,5567 0,1756 0,0054

10 33 33 0,5272 0,7490 -0,3633 0,1756 0,0023

11 33 33 0,5815 0,8711 -0,1462 0,1756 0,0004

12 33 33 0,6359 1,0102 0,1011 0,1756 0,0002

13 33 33 0,6902 1,1719 0,3885 0,1756 0,0027

14 34 34 0,7446 1,3648 1,1428 0,4287 0,0094

15 35 35 0,7989 1,6040 2,4580 0,7929 0,0235

16 36 36 0,8533 1,9191 4,6140 1,2682 0,0518

17 36 36 0,9076 2,3817 6,8244 1,2682 0,1133

18 37 37 0,9620 3,2690 13,3793 1,8546 0,2979

Jumlah 562 562 9,0000 17,1607 52,9588 17,9506 0,7250

Sumber : Pengolahan Data

�=

1

� ∑��=1(�� − ��)(�� − ��)

��∑� (�� − �� )2

�=1 � ��∑

(�� − ��)2

�=1 �


(65)

4. Distribusi Weibull

Perhitungan Index of Fit dengan distribusi lognormal dapat dilihat pada Tabel 5.23.

Tabel 5.23. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Weibull pada Komponen Heater

i ti (hari)

(Xi) = ln(ti)

(hari) F(i) Yi (Xi --��)(Yi - Ῡ) ((Xi --��)

2

)/n ((Yi - Ῡ)2)/n

1 1 23 3,1355 0,0380 -3,2497 0,8003 0,0049

2 2 23 3,1355 0,0924 -2,3336 0,5296 0,0049

3 3 24 3,1781 0,1467 -1,8408 0,3286 0,0036

4 4 28 3,3322 0,2011 -1,4939 0,0941 0,0005

5 5 29 3,3673 0,2554 -1,2209 0,0433 0,0002

6 6 30 3,4012 0,3098 -0,9922 0,0134 0,0000

7 7 30 3,4012 0,3641 -0,7924 0,0075 0,0000

8 8 32 3,4657 0,4185 -0,6123 -0,0024 0,0001

9 9 33 3,4965 0,4728 -0,4459 0,0063 0,0002

10 10 33 3,4965 0,5272 -0,2890 0,0165 0,0002

11 11 33 3,4965 0,5815 -0,1380 0,0264 0,0002

12 12 33 3,4965 0,6359 0,0102 0,0361 0,0002

13 13 33 3,4965 0,6902 0,1586 0,0458 0,0002

14 14 34 3,5264 0,7446 0,3110 0,0813 0,0005

15 15 35 3,5553 0,7989 0,4725 0,1261 0,0009

16 16 36 3,5835 0,8533 0,6519 0,1820 0,0013

17 17 36 3,5835 0,9076 0,8678 0,2149 0,0013

18 18 37 3,6109 0,9620 1,1845 0,3105 0,0018

Jumlah 562 61,7589 9,0000 -9,7522 2,8605 0,0211 1,2805

Sumber : Pengolahan Data

�=

1

� ∑��=1(�� − ��)(�� − ��)

��∑� (�� − �� )2

�=1 � ��∑

(�� − ��)2

�=1 �


(1)

1.1. Pencapaian Produksi PT. Neo National Oktober 2013 –

September 2015 ... I-2 1.2. Data Breakdown Mesin Oktober 2013-September 2015 ... I-2 1.3. Data Breakdown Mesin Injection Molding Oktober 2013-

September 2015 ... I-3 2.1. Daftar Toko Pelanggan Utama PT Neo National Wilayah

Medan dan Sekitarnya... II-2 2.2. Daftar Toko Pelanggan Utama PT Neo National Luar

Kota Medan ... II-3 2.3. Bahan Baku Perakitan Produk Kipas Angin Tipe 1651 KP .. II-13 2.4. Bahan Tambahan Perakitan Produk Kipas Angin Tipe

1651 KP ... II-15 3.1. Tabel Severity... III-15 3.2. Tabel Occurrence... III-16 3.3. Tabel Detection ... III-16 5.1. Data Downtime Mesin Oktober 2013 – September 2015 ... V-1 5.2. Persentase Kumulatif Mesin ... V-2 5.3. Interval Waktu Kerusakan Komponen Kritis Mesin


(2)

5.4. Uraian Kerusakan Mesin Injection Molding ... V-4 5.5. Fungsi Komponen-Komponen Mesin Injection Molding ... V-5 5.6. Gambaran Luar Batasan (Boundary Overview) ... V-7 5.7. Gambaran Detail Batasan (Boundary Details) ... V-8 5.8. Deskripsi Sistem (System Description) ... V-9 5.9. System Work Breakdown Structure Mesin Injection

Molding ... V-12 5.10. Data Historis Komponen... V-12 5.11. Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi ... V-13 5.12. Penentuan Risk Priority Number ... V-15 5.13. Identifikasi Hasil Wawancara LTA pada PT. Neo

National ... V-17 5.14. Pemilihan Tindakan Perawatan Mesin Injection Molding

PT. Neo National ... V-20 5.15. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Normal pada

Komponen O-ring Motor ... V-22 5.16. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Lognormal


(3)

5.17. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Eksponensial

pada Komponen O-ring Motor ... V-24 5.18. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Weibull pada

Komponen O-ring Motor ... V-25 5.19. Rekapitulasi Pola Distribusi Interval Waktu Kerusakan

Komponen O-ring Motor ... V-25 5.20. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Normal pada

Komponen Heater ... V-26 5.21. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Lognormal

pada Komponen Heater ... V-28 5.22. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Eksponensial

pada Komponen Heater ... V-29 5.23. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Weibull pada

Komponen Heater ... V-30 5.24. Rekapitulasi Pola Distribusi Interval Waktu Kerusakan

Komponen Heater ... V-31 5.25. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Normal pada

Komponen Noozle ... V-32 5.26. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Lognormal


(4)

5.27. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Eksponensial

pada Komponen Noozle ... V-34 5.28. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Weibull pada

Komponen Noozle ... V-35 5.29. Rekapitulasi Pola Distribusi Interval Waktu Kerusakan

Komponen Noozle ... V-36

5.30. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Normal pada

Komponen Pressure Clamp ... V-37 5.31. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Lognormal

pada Komponen Pressure Clamp ... V-38 5.32. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Eksponensial

pada Komponen Pressure Clamp ... V-39 5.33. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Weibull pada

Komponen Pressure Clamp ... V-40 5.34. Rekapitulasi Pola Distribusi Interval Waktu Kerusakan

Komponen Pressure Clamp ... V-41 5.35. Rekapitulasi Pola Distribusi Kerusakan dan Parameter

Interval Kerusakan Komponen Kritis Mesin Injection

Molding ... V-41 5.36. Perhitungan Keandalan Aktual Komponen O-ring Motor... V-42


(5)

5.37. Perhitungan Keandalan Aktual Komponen Heater ... V-44 5.38. Perhitungan Keandalan Aktual Komponen Noozle ... V-46 5.39. Perhitungan Keandalan Aktual Komponen Pressure Clamp. V-48 5.40. Rekapitulasi Reliability dan MTTF Komponen Kritis

Mesin Injection Molding ... V-49 5.41. Rencana Jadwal Perawatan Komponen Kritis Mesin

Injection Molding ... V-51 6.1. Persentasi Kumulatif Mesin PT. Neo National ... VI-2


(6)

2.1. Struktur Organisasi PT. Neo National ... II-5 3.1. Contoh System Work Breakdown Structure ... III-11 3.2. Logic Tree Analysis Structure ... III-18 3.3. Road Map Pemilihan Tindakan ... III-20 3.4. Pola Distribusi Weibull ... III-24 3.5. Pola Distribusi Lognormal ... III-25 3.6. Pola Distribusi Eksponensial ... III-26 3.7. Pola Distribusi Normal ... III-27 4.1. Kerangka Konseptual ... IV-2 4.2. Rancangan Penelitian ... IV-4 4.3. Langkah-langkah Metode Reliability Centered Maintenance IV-6 5.1. Diagram Pareto Downtime Mesin PT. Neo National ... V-2 5.2. Blok Diagram Mesin Injection Molding ... V-10 5.3. System Work Breakdown Structure (SWBS) ... V-10 5.4. Flowchart Penyusunan LTA ... V-17 5.5. Road Map Pemilihan Tindakan ... V-19