Peran Hijrah dalam Al-Qur’an

A. Peran Hijrah dalam Al-Qur’an

Hijrah memiliki posisi penting dalam ajaran agama Islam. Ia merupakan suatu pilar keberhasilan dalam mengembangkan dan memperluas lahan dakwah juga

sebagai pijakan utama dalam menampilkan suatu kebenaran yang datangnya dari Allah swt. Jaminan keberhasilan hijrah itu didasari oleh desakan kekuatan dari dalam yang diikuti siraman keikhlasan akan melahirkan suatu titik keberhasilan dan jaminan keselamatan yang abadi dari sang pencipta.

Al-Qur’an mengetengahkan posisi penting dalam hijrah ini sebagai upaya penyelamatan keimanan, menjaga keimanan serta membebaskan diri dari berbagai belenggu dan kesengsaraan yang mengakibatkan hinaan dan intimidasi dan selanjutnya berujung kepada tekanan-tekanan moral dan materil. Keimanan yang dimiliki oleh Muhajirin tak terpengaruh oleh berbagai tindakan intimidasi yang pada akhirnya membuktikan keimanannya dengan rela meninggalkan segalanya demi mempertahankan keyakinannya.

Pengalaman pahit yang dihadapi mereka tak akan berakhir jika mereka tidak meninggalkan tempat dimana mereka dilahirkan, dibesarkan yaitu pindah dan berjuang dalam rangka mencari nilai keimanan yang benar serta mengharap ridha Allah swt.

Keberhasilan posisi dan strategi hijrah menurut kondisi waktu merupakan suatu keajaiban. Ia telah merealisasikan berbagai sarana. Sasaran yang dicapainya menunjukkan bahwa hijrah memang pantas dianggap sebagai titik awal bagi sejarah Islam, apalagi didasari dan dimotori oleh dorongan al-Qur’an yang memberikan motivasi penuh demi tercapainya suatu keberhasilan dalam tatanan dunia baru serta merealisasikan nilai-nilai kandungan al-Qur’an. Semua elemen yang ada dalam al-

Qur’an yang merupakan perangkat keberhasilan harus senantiasa diperhatikan dan ditanamkan dalam hati sebagai pondasi keyakinan sehingga mampu berdiri kokoh dalam segenap dimensi ruang dan waktu.

a. Peran Hijrah dalam Menanamkan Jiwa Sabar

Merealisasikan jiwa yang sabar dalam melaksanakan hijrah merupakan nilai utama dan tonggak dasar untuk meraih keberhasilan. Tanpa didasari jiwa tersebut, seorang muhajir tidak akan sanggup merealisasikan hijrah yang sesungguhnya, yaitu hijrah yang didasari karena Allah, menolong agama yang mereka yakini kebenarannya serta diawali pula kesabaran besar dalam menghadapinya. Keteguhan hati serta konsisten terhadap niat yang lahir dalam hati akan membawa kepada kesejahteraan dan keselamatan di dunia dan di akhirat.

Hijrah sesungguhnya dalam Islam memiliki tempat dan posisi mengagungkan. Lahan dan tempatnya sangat signifikan dalam al-Qur’an. Al-Qur’an telah memerintahkan dengan lafadz dan gaya bahasa tertentu, bentuk kata yang berbeda- beda serta uslub yang beragam. Dari satu sisi dengan bentuk perintah yang tegas, di Hijrah sesungguhnya dalam Islam memiliki tempat dan posisi mengagungkan. Lahan dan tempatnya sangat signifikan dalam al-Qur’an. Al-Qur’an telah memerintahkan dengan lafadz dan gaya bahasa tertentu, bentuk kata yang berbeda- beda serta uslub yang beragam. Dari satu sisi dengan bentuk perintah yang tegas, di

Sabar merupakan salah satu posisi pilar dalam hijrah yang diketengahkan al- Qur’an karena merupakan elemen serta rangkaian yang dapat memacu keberhasilan dalam berhijrah. Kesabaran merupakan bekal utama seorang muhajir dalam menghadapi fitnah dan tekanan-tekanan yang terjadi sebelum melakukan hijrah yang

juga akan menjadi nilai utama keberhasilan. Allah swt berfirman:

Artinya: Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah

sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. an-Nahl [16]:110).

Al-Mubârakfûrî mengatakan bahwa ini merupakan bukti tentang orang-orang yang lemah (mustadh’afîn) yang menetap di kota Mekkah, yang dihina dan dikucilkan oleh kaumnya lalu diuji oleh berbagai fitnah, kemudian dengan keadaan ikhlas mereka hijrah meninggalkan negeri, keluarga dan seluruh harta kekayaan mereka, mencari dan mengharap ridha Allah, ampunan-Nya, lalu bergabung di jalan orang-orang beriman, berjuang (mempertahankan keyakinan mereka) di tengah- tengah orang-orang kafir, lalu sabar dalam setiap keadaan, selain jaminan

keselamatan atas mereka juga ampunan akan diraih di sisi-Nya. 1

1 Shafiyyu al-Rahman al-Mubârakfûrî, al-Mishbâh al-Munîr fî Tahdzîb Tafsîr Ibn Katsîr (Saudi Arabia: Dâr as-Salâm li an-Nasyr wa al-Tawzi’, 1999), h. 747.

Kesabaran adalah wasiat dari Allah swt. untuk seluruh Rasul-rasul-Nya dan merupakan wasiat untuk para mukmin yang disampaikan melalui rasul-Nya sebab tidak mungkin dakwah akan terealisasi kecuali ditunjang oleh kesabaran. Sabar merupakan perisai dan senjata, tempat berlindung, perjuangan jiwa, dorongan syahwat dari berbagai penyimpangan-penyimpangan yang menghancurkan sendi- sendi kehidupan. Kesabaran juga merupakan perjuangan melawan musuh-musuh

yang tujuannya menghancurkan sarana dakwah yang meliputi tekanan dan tipu daya serta intimidasi. Semuanya ini tidak akan dapat ditekan dan dihancurkan kecuali

dengan kesabaran. 2 Kalau diamati secara saksama maka kesesuaian hijrah dan sabar tidak dapat

dipisahkan seperti yang disebutkan pada ayat di atas. Pasalnya, manusia ketika hijrah meninggalkan keluarga dan seluruh hal yang berkaitan dengan duniawi. Mereka harus didukung oleh kesabaran sebab manusia diibaratkan sebagai musafir dimana dalam perjalanannya ditemukan berbagai hal yang mengganggu serta dihadang oleh berbagai kendala yang suatu saat akan menenggelamkan jikalau tidak dihadapi dengan kesabaran.

Kesabaran manusia memiliki batas kewajaran yang harus diperhatikan. Jikalau tekanan dan intimidasi serta penganiayaan sudah mengarah kepada ancaman jiwa dan keimanan, maka harus dicari solusi tepat sehingga ancaman tersebut dapat selamat dari berbagai bentuk kerusakan serta mencari sarana lain sehingga kekurangan-kekurangan yang ada dapat terhindarkan, apalagi menyentuh batas

2 Sayyid Quthub, Fî Zhilâl al-Qur ’ ân , Juz VI, h. 3747.

kewajaran di dalam melaksanakan kewajiban dalam hidup, kewajiban dalam berdakwah kepada Allah swt. Hal tersebut didasari oleh karena hijrah merupakan perjuangan di jalan Allah swt sekaligus sebagai panji untuk membebaskan manusia dari berbagai tindakan intimidasi dan tekanan umat kafir dan fasiq di kota Mekkah, dan jalan yang kokoh yang seharusnya ditingkatkan dalam gerakan pertahanan dalam

Islam. 3

Hijrah memiliki makna global yang berarti juga sebagai hijrahnya jiwa orang- orang mukmin dari seluruh dosa-dosa yang dilakukan menuju petunjuk, taqwa, perbaikan diri serta kesabaran dalam menghadapi berbagai cobaan. Atas dasar itu, seorang mukmin juga hijrah (meninggalkan) seluruh apa yang dilarang oleh Allah

swt. sebagaimana sabda Rasulullah: ﻪﻨﻋ ﺍ ﻰﳖ ﺎﻣ ﺮﺠﻫ ﻦﻣ ﺮﺟﺎﻬﳌﺍ

Artinya : Muhajir adalah orang yang meninggalkan (hijrah) apa yang dilarang oleh Allah. 4

Keutamaan sabar di dalam al-Qur’an memiliki posisi penting sebagaimana yang diutarakan oleh Imam al-Razî. Allah swt. menyebutkan kata-kata sabar dengan panggilan yang terpuji, dimana penyebutannya dalam al-Qur’an lebih dari tujuh puluh kali di beberapa tempat, antara lain disandarkan banyak kebaikan serta di dalam

menegakkan kebenaran sebagaimana firman Allah swt:

3 Ahzâmi Samîun Jazûli, Al-Hijrah fî al-Qur ’ ân al-Karîm , h. 45. 4 Lihat: Shahîh Bukharî, (Kitâb al-Imân No. 10), (Kitâb al-Riqâq No. 6484), Abû Dâûd,

(Kitâb al-Jihâd , No. 2481), (Sunan an-Nasâî, No. 2481), (CD Room. Kutub Tis ’ ah )

Artinya: Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar. (Q.S. as-Sajadah [32]: 24)

Dan firman Allah:

Artinya: Dan telah sempurnalah perkatahan tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk

Bani Israil disebabkan kesabaran mereka” . (Q.S. al-A’râf [7]: 137). Begitu pula janji Allah swt. yaitu bersama mereka sebagaimana firman-Nya:

Artinya: Bersabarlah sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. (Q.S. al-Anfâl [8]: 46)

Janji pertolongan bagi yang sabar sebagaimana firman-Nya:

Artinya: ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertaqwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda .” (Q.S. Ali ‘Imrân [3]:

5 Al-Râzi, Tafsîr al-Kabîr, (Beirut: Dâr al-Ihyâ’ al-Turâts, t.th), Cet. III, Juz IV, h. 152.

Begitu pula hubungan hijrah dengan beberapa bentuk lain tentang cobaan yang membutuhkan jiwa sabar dalam menghadapinya, sebagaimana firman Allah swt.:

Artinya: Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan- Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Kuhapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." (Q.S. Âli ‘Imrân [3]: 195)

Ibn Abbas mengatakan bahwa kalimat fa al-ladzîna hâjaru yaitu hijrah setelah hijrahnya Nabi dari Mekkah ke Madinah. 6 Syaikh Muhammad Rasyid Ridha

mengemukakan tentang kandungan ayat ini bahwa beginilah Allah swt. menyebutkan sifat orang-orang beriman, mempertahankan keimanan dan keyakinannya dengan cara hijrah kepada Allah walaupun berhadapan dengan berbagai tekanan dan intimidasi, mereka konsisten mempertahankan serta memperjuangkan dengan penuh kesabaran

6 Fairuzâbâdi, Tanwîr al-Miqbâs min Tafsîr Ibn ‘ Abbâs, (Cairo: al-Maktab al-Tijâri al-Kubrâ, t.th), h. 63.

bahwa kalimah Allah maha tinggi, sedangkan kalimah bathil adalah yang paling rendah. 7

Menegakkan kalimah Allah sebagai yang paling tertinggi sedangkan kalimah bathil adalah terendah. Untuk sampai kepada tujuan yang sesungguhnya sangatlah susah dan membutuhkan kesabaran. Adapun sabar merupakan ketetapan tuhan yang tidak akan mungkin dapat mewujud kecuali atas ridha-Nya. Firman Allah:

Artinya: Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah . (Q.S. an-Nahl [16]: 127).

Allah swt. memerintahkan kepada Rasulullah saw. untuk bersabar sebagaimana kesabaran yang dimiliki oleh rasul-rasul Allah yang tergolong ulul ‘ azmi dan telah berhijrah dengan penuh kesabaran menjalani ketetapan Allah atas mereka. Firman Allah:

Artinya: Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dan rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta

disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari dimana mereka melihat azab yang dicamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari (inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasiq . (Q.S. al-Ahqâf [46]: 35).

7 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsîr al-Manâr, Juz IV, h. 307.

Menurut hemat penulis, sesungguhnya kesabaran merupakan modal utama dalam melakukan hijrah. Hal tersebut dipicu oleh tantangan dan hambatan yang akan dihadapi sehingga hijrah yang dilakukan tanpa didasari dengan kesabaran hanya akan melahirkan jiwa dan perilaku yang bertentangan dengan hijrah yang sesungguhnya.

Begitu juga peran hijrah dalam al-Qur’an sangat begitu besar dan signifikan. Kitab samawi terakhir ini menjelaskan dan mengetengahkan hijrah sebagai suatu

sarana penunjang untuk sampai kepada inti gagasan dan sasaran. Dorongan al-Qur’an terhadap jiwa sabar untuk menghadapi berbagai hal yaitu dengan cara meninggalkan sesuatu dengan cara-cara yang baik, dengan mengacu pada petunjuk Allah swt. dan tuntunan Nabi saw. Allah berfirman:

ِِِ Artinya: Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka

dengan cara yang baik .(Q.S. al-Muzzamil [73]: 10)

b. Peran Hijrah dalam Menanamkan Jihad

Al-Qur’an memberikan posisi yang sangat besar terhadap jihad kepada Allah swt. Suatu keberhasilan tidak akan diraih begitu saja karena mesti melalui jenjang perjuangan dan kesungguhan. Tanpa kesungguhan tersebut segala keberhasilan yang ada di depan mata tidak akan mungkin mewujud.

Hijrah kepada Allah swt. dan Rasul-Nya merupakan bagian dari jihad. Hijrah adalah berjuang mempertahankan diri, dan keyakinanan kepada Allah swt. agar dapat lebih bebas dan konsisten dalam menjalankan ajaran agama serta dapat lebih tenang merealisasikan segala perintah Allah swt. serta meninggalkan segala larangan-Nya.

Allah swt. telah memerintahkan untuk berjihad secara sungguh-sungguh yaitu berjihad mempertahankan aqidah dan keyakinan sesuai dengan perintah agama (syar’i) dengan cara menghadapi orang-orang kafir dengan tujuan memberikan pertolongan terhadap agama Allah swt. Hal ini ditafsirkan oleh Rasulullah saw. sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibn Abbas ra.: “Seorang laki- laki bertanya kepada Rasulullah, “ Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan

Islam?” Rasulullah menjawab, “ Menyelamatkan hatimu dari hal-hal yang tercela dan dosa kepada Allah swt. serta seorang muslim menyelamatkan lidah dan tangannya” . Lalu bertanya kembali, “ Yang mana yang paling afdhol?” , Lalu Nabi berkata, “ Al-Iman” , Kemudian bertanya lagi, “ Apakah yang dimaksud dengan iman?” beliau menjawab, “ Beriman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul dan hari kebangkitan setelah mati” . Lantas dia pun bertanya, “ Iman mana yang lebih utama?” dijawab, “ Hijrah” , Selanjutnya, “ Apa yang dimaksud dengan hijrah? Dijawab, “ Berperang melawan orang-orang kafir di saat engkau bertemu” , Kemudian, “ Jihad manakah yang paling utama?”

Ia menjawab, “ Dengan cara menumpahkan darah” . 8 Lafadz jihad yang digunakan tidak terbatas pada jihad mengorbankan atau

mempertahankan dengan diri, senjata atau jiwa, tetapi menghadapi orang-orang kafir yang tujuan dan sasarannya adalah untuk menegakkan panji-panji agama Allah. Sebagaimana hadits Rasulullah saw.: “ Seorang mujahid adalah orang yang

8 Ahmad Ibn Hanbal, Musnad al-Imâm Ahmad, (Cairo: Nasyr Dâr al-Ma’ârif, t.th), Juz IV, h. 114.

bersungguh-sungguh dalam mentaati Allah swt., sedangkan muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah swt” .

Posisi jihad sangatlah penting dalam al-Qur’an yang tersurat dalam beberapa ayat. Firman Allah swt.

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Baqarah [2]: 217)

Dari petunjuk ayat ini, dapat dirasakan tentang signifikansi hijrah dan jihad dalam merealisasikan harapan dan sasaran bertujuan menyelamatkan aqidah dan keyakinan dari berbagai hal, sehingga agama dan keyakinan itu dapat terjaga dari berbagai kerusakan.

Syaikh Ibn ‘Asyûr mengemukakan pengulangan isim maushûl pada ayat ini bahwa pengulangannya menandakan kedua kata tersebut memiliki kaitan makna yang besar. Lalu keduanya berdiri sendiri dalam merealisasikan harapan dan cita-cita. Adapun isim isyârah pada ayat ini (ulâ’ika) menunjukkan harapan mereka terhadap rahmat Allah swt. disebabkan oleh keimanan, hijrah dan jihadnya.

Tentang pengulangan penyebutan isim maushûl: wa alladzîna âmanû dan wa alladzîna hâjarû , setiap penggunaan kalimat dalam Al-Qur`an pasti ada tujuannya.

Digunakannya alladzîna yang pertama dan kedua yaitu pada wa alladzîna hâjarû dan wa jâhadû ini menunjukkan bahwa hijrah dan jihad adalah dua perkara yang Digunakannya alladzîna yang pertama dan kedua yaitu pada wa alladzîna hâjarû dan wa jâhadû ini menunjukkan bahwa hijrah dan jihad adalah dua perkara yang

harapan (ar-rajâ’) kepada Allah swt. 9 Iman al-Alûsi menyebutkan bahwa penyebutannya dikarenakan memiliki

tujuan dan sasaran yang sama (al-murâdu minha wâhid) yang intinya bertujuan menampakkan kebesaran dan keagungan-Nya sehingga seakan-akan merupakan

syarat mendapatkan keimanan yang benar. 10 Iman, hijrah dan jihad tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Sebagaimana

yang disebutkan oleh Imam al-Marâghî bahwa seorang mukmin yang memiliki keimanan yang benar (di masa Rasulullah saw. hidup) mereka itu orang yang beriman dan hijrah bersama Rasulullah saw, berhijrah guna menegakkan dan menolong agama Allah dan menegakkan kalimat Allah serta mengarahkan seluruh kemampuannya guna melawan dan menentang kaum kafir dan demi mempertahankan keimanan

kepada Allah swt. 11 Al-Qur’an memberikan pemilahan terhadap orang-orang yang beriman dan

ikut serta dalam hijrah dan orang beriman yang tidak turut berhijrah. Terhadap yang pertama, yaitu orang yang beriman dan berhijrah. Mereka telah melalui perjuangan yang besar untuk berhijrah, berusaha memberikan yang terbaik dan menolong agama Allah. Mereka itulah para Muhajirun dan di tengah–tengah mereka terdapat orang- orang yang mau memberikan bantuan ketika mereka dalam kesusahan yaitu kaum

9 Muhammad Thahir Ibn ‘Asyur, At-Tahrir wa at-Tanwîr, Juz II, h. 338. 10 Al-Alusi, Ruh al-Ma ’ ânî, Juz II, h. 111. 11 Musthafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghi, Jilid II, hal 131.

Anshar. Mereka memberikan hak perwalian terhadapnya dan saling mewarisi, mempererat hak kekerabatan sampai datangnya ayat Allah yang menasakh (menghapus hukumnya berganti dengan hak kekerabatan). Lain halnya dengan posisi yang kedua yaitu mereka yang sama sekali tidak memiliki keistimewaan serta derajat

di sisi Allah swt. 12 Ayat hijrah dan jihad yang kedua yaitu mengetengahkan seputar derajat

orang-orang Muhajirin dan Muhajidin, sebagaimana firman Allah:

Artinya: Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan . (Q.S. at- Taubah [9]: 20)

Janji dari Allah swt. kepada orang-orang yang berhijrah meninggalkan segala kesenangan dunia demi mempertahankan aqidah dan keyakinannya serta orang-orang yang berjihad dengan sebenar-benarnya akan mendapatkan kemenangan di sisi-Nya.

Menurut hemat penulis, janji Allah swt. yang ditegaskan pada ayat ini adalah benar, yaitu mereka dapat merealisasikan hijrah dan jihad tersebut sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Allah swt. tidak akan pernah menyalahi janji-Nya dan ketetapan-Nya tak satu pun yang dapat menolaknya. Jaminan kemenangan dunia dan akhirat serta derajat yang paling tinggi di sisi-Nya akan diraih oleh orang-orang yang berhijrah dan berjihad.

12 Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsîr, h. 327.

Ketika Allah mensifati kaum Muhajirin dengan kemenangan, maka jelaslah bahwa al-Qur’an memberikan perhatian penuh terhadap persoalan ini. Apalagi seluruh manusia menginginkan kehidupan seluruhnya berada dalam kemenangan dan keberuntungan. Manusia tidak mengetahui cara menemukan kebahagiaan dan keberuntungan itu ataukah mereka telah sampai keberuntunga, akan tetapi bukan keberuntungan yang hakiki. Adapun yang akan mendapatkan kebahagiaan dan

keberuntungan yang sesungguhnya serta derajat yang paling besar di sisi-Nya adalah orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah swt.

c. Peran Hijrah dalam Mengikuti Perintah Rasulullah

Mengikuti perintah Rasulullah adalah hal yang mutlak dan wajib dilaksanakan sebab tidak ada arti ibadah yang dilakukan tanpa mengikuti tuntunan-Nya. Begitupula hijrah yang dilaksanakan oleh para sahabat dari Mekkah ke Madinah harus melalui tuntunan dan ajaran dari Rasulullah saw.

Di dalam al-Qur’an, hijrah memiliki peran dan tempat yang besar. Allah swt. memberikan sifat kepada orang-orang Muhajirin dan Anshar bahwa mereka itulah orang yang telah membuktikan keyakinannya dengan ikut serta berhijrah dan memberikan pertolongan serta mengikuti langkah-langkah Rasulullah. Allah swt.

berfirman: ﺩﺎَﻛ ﺎﻣ ِﺪﻌﺑ ﻦِﻣ ِﺓﺮﺴﻌْﻟﺍ ِﺔﻋﺎﺳ ﻲِﻓ ﻩﻮﻌﺒﱠﺗﺍ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ِﺭﺎﺼﻧَﻷﺍﻭ ﻦﻳِﺮِﺟﺎﻬﻤْﻟﺍﻭ ﻲِﺒﻨﻟﺍ ﻰَﻠﻋ ﺍ ﺏﺎﱠﺗ ﺪَﻘَﻟ

Artinya: Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin

dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah

Imam al-Râzi mengatakan bahwa Allah swt. menggabungkan penyebutan Rasullah saw. bersama dengan penyebutan mereka (Muhajirin dan Anshar) mengindikasikan bahwa mereka memiliki derajat dan tingkatan yang besar dalam agama. Mereka telah sampai kepada satu titik yang sangat mereka harapkan disebabkan mereka mengikuti Rasulullah dalam berbagai hal. Selain itu, mereka

disandingkan dengan Rasulullah dalam hal (keistimewaan dari Allah) yaitu diterimanya taubat-taubat mereka. 13

Mengikuti perintah Rasulullah adalah menunjukkan hakikat keimanan, hakikat dari agama, yang mampu memilah antara iman dan kufur. Ini juga merupakan bukti kecintaan kepada Allah swt. yang bukan hanya dengan ucapan lidah atau dengan bisikan hati, tetapi harus diiringi dengan kecintaan kepada Rasulullah saw. dengan menjalankan petunjuknya yang terealisasikan dalam manhaj kehidupan. Alasannya, iman itu bukanlah ucapan belaka dan bukan pula suatu rasa yang menggelora serta hanya perasaan yang muncul, akan tetapi keimanan itu adalah taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mengamalkan segala petunjuk-Nya. Allah berfirman:

Artinya: Katakanlah: “ Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya, Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. ” Allah maha

pengampun lagi maha penyayang. (Q.S. Âli Imran [3]: 31). Menurut Imam Ibn Katsir, ayat ini menetapkan seluruh orang yang cinta

kepada Allah bukan atas dasar tharîqah Muhammadiyyah. Mereka telah mendustakan

13 Al-Râzi, Tafsir al-Kabir, Juz XVI, h. 214.

dirinya sampai ia cinta kepada Allah melalui ajaran dari Rasulullah pada seluruh perkataan dan perbuatan sebagaimana yang ditetapkan Nabi dalam sabdanya:

Artinya: Barang siapa yang melakukan suatu perbuatan bukan melalui petunjukku,

maka tertolak. 14

Pada ayat selanjutnya, Allah swt. mengisyaratkan dengan mengatakan (qul

athî’u Allah wa ar-rasûl fa in tawallaytum). Maksudnya, taatilah Allah dan rasul-Nya dengan sepenuh hati, janganlah menyalahi segala perintah-Nya. Allah swt. tidak menyukai golongan yang menyalahi perintah Allah (yaitu orang-orang kafir) karena thariqah al-kufr (jalur kekufuran) itu merupakan jalan orang-orang yang menyalahi, sedangkan barang siapa yang diberikan sifat itu, maka ia telah menyia-nyiakan dirinya serta membuat kerusakan pada dirinya dan jauh dari cinta kepada Allah dan

rasul-Nya. 15 Ia akan mendapatkan kebinasaan dan kesengsaraan di dunia maupun di akhirat.

Para Muhajirin dan Anshar merupakan hamba yang membuktikan kecintaannya kepada Rasulullah saw. dengan rela berkorban meninggalkan harta dan segala kesenangan dunia demi apa yang diinginkan oleh Rasulullah saw. Selain itu, kecintaannya juga terbukti melalui perkataan, perbuatan walaupun dalam waktu sesulit apapun mereka tetap melaksanakan dan mengamalkan ajaran Rasulullah saw. Hal ini membuktikan bahwa mereka itulah orang-orang yang layak mendapatkan derajat yang besar dan taubat yang diterima oleh Allah swt.

14 Shahih Muslim, (Kitâb Muhadditsât al-Umûr, No. 1718). (CD Room Kutub Tis ’ ah ) 15 Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsîr, Juz III, h. 466.

d. Hijrah sebagai Jalan Para Nabi

Al-Qur’an telah mengungkap dalam beberapa ayat bahwa sesungguhnya hijrah merupakan salah satu dari bererapa perintah Allah swt. kepada para nabi dan menjadikannya sebagai metode dan jalan yang tujuannya untuk mengokohkan keimanan yang dimiliki oleh para pengikutnya di muka bumi ini. Hal tersebut seperti tercermin pada perjalanan hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah yang bertujuan

untuk melanjutkan syariat para nabi terdahulu juga untuk mengokohkan ajaran yang beliau emban sehingga dapat berkembang dan dirasakan oleh umat.

Terdapat beberapa bukti yang diketengahkan al-Qur’an tentang hijrahnya para nabi Allah setelah mendapatkan tekanan, hinaan dari kaumnya, antara lain:

- Hijrah Nabi Ibrahim as. Perjalanan hijrah Nabi Ibrahim as. dimulai ketika ia mengenal Allah swt. dan

beribadah hanya kepada-Nya dan meninggalkan seluruh ibadah selain-Nya seperti bintang-bintang, patung yang berada di sisi kaumnya. Ia menolak, meninggalkan dan mengadakan permusuhan terhadap mereka yang melakukan tekanan sampai ia dimasukkan ke dalam api yang menyala-nyala. Akan tetapi, Allah swt. menyelamatkannya dari kobaran api tersebut dan api menjadi dingin. Setelah itu,

Nabi Ibrahim hijrah meninggalkan daerah kaumnya menuju Hawran, 16 kemudian menuju Palestina sebagaimana firman Allah swt. 17

16 Hawrân adalah satu daerah yang sangat luas yang letaknya di kota Damaskus (sekarang dinamakan Syiria). Posisinya dari arah Kiblat, daerah yang memiliki perkampungan, pertanian dan

Artinya: Mereka berkata: “ Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim; lalu lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala” . Mereka hendak

melakukan tipu muslihat kepadanya, maka kami jadikan mereka orang- orang yang hina. Dan Ibrahim berkata: “ Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada tuhanku, dan dia akan memberi petunjuk kepadaku .

(Q.S. ash-Shâfât [37]: 97-99).

- Hijrahnya Nabi Musa as. Nabi Musa as. melakukan perjalanan hijrah setelah mengajak Fir’aun untuk

mengakui dan meyakini apa yang dibawa oleh Nabi Musa yaitu ajaran dari Allah swt. yang tujuannya untuk menyembah kepada satu tuhan yaitu hanya beribadah dan menyembah kepada Allah swt. Ketika Musa as. menyampaikan ajaran kepada kaumnya khususnya kepada Fir’aun, penolakan atas ajaran itu disampaikan oleh mereka. Berbagai hinaan serta penganiayaan terjadi. Setelah penganiayaan tersebut

memuncak maka Nabi Musa as.bergegas melakukan hijrah ke Sina 18 ,

industri sutra dan masih berada di kawasan Arab. Lihat: Yâqût al-Hamawî, Mu ’ jam al-Buldân , (Beirut: Dâr al-Bairut, 1957), Juz II, h. 317.

17 Ahzâmi Samî’un Jazûlî, al-Hijrah fî al-Qur ’ ân al-Karîm,

h. 54.

18 Sîna merupakan nama daerah di Syam, terletak di sebuah bukit yaitu gunung tempat Nabi Musa melakukan percakapan langsung dengan Tuhan. Tempat itu memiliki banyak pepohonan. Lihat:

al-Hamawi, Mu ’ jam al-Buldân, Juz III, h. 300. Sekarang ini masuk dalam wilayah Republik Arab Mesir. Lihat: Muhammad Ismâ’il, Mu ’ jam al-Alfâdz wa al-A ’ lâm al-Qur ’ an, (Cairo: Dâr al-Fikr al- Arabiyyah, t.th), h. 261.

Artinya: Dan sesungguhnya telah kami wahyukan kepada Musa: “ Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah atas

mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah kwatir akan tersusul

dan tidak usah takut (akan tenggelam). Maka Fir’aun dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka. Dan Fir’aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi petunjuk. (Q.S.Thâhâ [20]: 77-79).

- Hijrah Nabi Luth as. Perjalanan Nabi Luth as. untuk menyebarkan dan menyampaikan risalah dari

Allah swt. kepada kaumnya diawali dengan keimanannya kepada Nabi Ibrahim dengan mengikuti petunjuknya. Kemudian dia hijrah dengan sebab yang sama dimulai dari tanah airnya di Iraq menuju daerah Syam kemudian Khalilullah Ibramim

mengutusnya ke negeri Sudum 19 lalu menetap di tempat itu. Firman Allah swt. Artinya: dan kami telah selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang

kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. Dan Frman Allah:

Artinya: Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah Ibrahim: "Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan)

19 Sudum adalah kota yang dihuni oleh kaum Luth. (Lihat: kata “ Sadama ” pada Lisan al- Arab ).

Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. al-‘Ankabût [29]: 26).

Perjalanan hijrah yang dilakukan oleh Luth bersama Ibrahim as. adalah dari daerah Irak menuju Syam kemudian menetap di daerah Sudum. Daerah ini merupakan daerah yang subur dan makmur, akan tetapi penduduknya memiliki akhlak yang jelek. Maksud dan niat mereka sangat tercela karena tidak pernah lepas dari perbuatan maksiat. Tidak ada larangan untuk melakukan hal yang munkar.

Mereka adalah golongan yang sangat tercela, kaum yang paling terhina, saling memutuskan hubungan, mengkhianati teman, menceritakan segala rahasia-rahasia yang ada, serta masih banyak lagi akhlak-akhlak yang tercela yang mereka miliki. Jiwa mereka dipenuhi oleh penganiayaan dan dosa serta mereka menjadikan laki-laki

sebagai pasangan mereka lalu meninggalkan lawan jenisnya (kaum wanita). 20 Dari ketiga contoh hijrah di atas, penulis menganggap hal itu bisa dijadikan

bukti bahwa hijrah yang dilakukan oleh para rasul terdahulu merupakan suatu keharusan dan juga termasuk bagian dari ajaran yang dibawa oleh mereka. Sehingga dengan adanya ajaran hijrah, maka akan melahirkan suatu bukti dan hikmah tentang penyebaran dakwah serta sebagai tamkîn (mengokohkan keyakinan iman) untuk orang-orang beriman.