Dampak Hijrah Pada Masa Nabi

A. Dampak Hijrah Pada Masa Nabi

Mengawali liku-liku perjalanan hijrah dalam menyebarkan dakwah agama Allah, Nabi tidak pernah merasa gentar dan takut dalam menyampaikan ajaran Islam sebab ia memiliki nilai suci dan tuntunan dari Allah. Rasulullah juga memiliki kepercayaan diri yang besar sebab mendapatkan legitimasi jaminan dari Allah swt. terhadap apa yang dibawanya, sebagaimana firman-Nya:

Artinya: Sesungguhnya aku yang menurunkan al-Qur’an dan aku pulalah yang menjaganya. (Q.S. al-Hijr [15]: 9)

Jaminan ini melatarbelakangi sehingga tercipta suatu nilai, dampak dan hasil yang berkesinambungan dan berlaku pada kondisi masyarakat dimana Nabi hidup serta kepada segenap umat Islam.

Dampak dan hasil yang dilahirkan oleh Rasulullah pada saat beliau berada di Madinah adalah:

1. Mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar Persaudaraan merupakan bagian yang penting dalam ajaran Islam. Ia merupakan anjuran Nabi untuk direalisasikan dalam membentuk dasar masyarakat. Dengan adanya persaudaraan tersebut, maka akan terbina kelompok sosial dalam bingkai yang islami. Alasannya, Nabi tidak membentuk persaudaraan sebagai sarana untuk membantu kaum Muhajirin, tetapi ia memang disyari’atkan karena bertujuan

untuk memperkokoh kesatuan yang menunjang tercapainya kelompok umat yang satu (ummah wâhidah) . Jika semua umat Islam memperhatikan persaudaraan tersebut serta menghayati sasaran utamanya untuk direalisasikan sebagai dasar persaudaraan (mabda’ al-ukhuwah) lalu mengikat persaudaraan itu melalui ikatan hati atau batin (qalbiyah), maka akan lahir suatu pengaruh yang kokoh dalam perkembangan hubungan kemanusiaan dalam kelompok Islam serta tercipta komunitas yang memiliki konsistensi kuat dalam kehidupannya.

Persaudaraan dalam Islam memiliki tujuan yaitu melenyapkan persaingan antar suku, cinta diri yang berlebihan, sifat ego dan menghidupkan spirit saling membantu, bekerja sama dan saling mencintai dengan dasar cinta karena Allah dan

Rasul-Nya. 1 Nabi saw. telah memberikan perhatian besar tentang dasar persaudaraan

dalam Islam. Ia bertujuan untuk menciptakan hubungan antara umat Islam dengan sesamanya. Dengan jalan persaudaraan ini pula akan menghilangkan fanatisme (ashabiyyah) karena tidak ada fanatisme kecuali untuk Islam. Sebenarnya, tidak ada

1 Azhîm Muhammad, Al-Takhtith li al-Hijrah Mabâdî ’ Ilmiyah wa Ilhâmât Rabbanîyah, (Cairo: Dâr at-Tawzî’ wa an-Nasyr al-Islamiyah, 2004), h. 88.

fanatisme golongan, keturunan, warna kulit dan daerah, sedangkan orang tidak akan memiliki keistimewaan di hadapan Allah swt. serta tidak dipandang terdepan maupun

terbelakang kecuali dengan kadar ketaqwaannya. 2 Nabi juga telah menjadikan persaudaraan ini sebagai ikatan kuat dan bukan

sekedar ungkapan yang tidak bermakna. Perbuatan yang diikat dengan hubungan darah dan harta serta pengakuan yang muncul melalui obrolan akan tercipta jika

dilatari oleh dasar saling mencintai, pengorbanan yang tinggi yang terpatri pada suri teladan yang baik yaitu Rasulullah saw. 3

Adapun yang mengantarkan kepada konsistensi persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar adalah adanya keyakinan bahwa mereka adalah satu untuk bertaqwa kepada Allah swt. Mereka berdiri di atas agama yang satu (dîn al-Islam) dan merealisasikan agamanya melalui perkataan dan perbuatan. Mereka menyelaraskan antara iman dan amal seluruhnya. Firman Allah swt:

Artinya: Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara

mereka ialah ucapan, "Kami mendengar dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung . (Q.S. an-Nûr [24]: 51)

Yang menjamin kekal dan berkesinambungannya persaudaraan ini adalah karena hati mereka diliputi oleh pembinaan dan komitmen yang kuat serta keimanan

2 Muhammad al-Ghazalî, Fiqh al-Sîrah, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Haditsah, t.th), h. 193. 3 Muhammad Ibrâhim Abdur Rahman, Hijrah wa al-Muhâjirûn fî al-Qur ’ an wa as-Sunnnah,

h. 172.

kokoh yang mampu melahirkan buah dari keinginan tersebut dan terus berkembang dari zaman ke zaman. Persaudaraan akan memperluas pengaruhnya ke masyarakat muslim seluruhnya sehingga dapat mempersatukan kaum Muhajirin dan Anshar hingga fase pemerintahan khalifah Abu Bakar ra. Setelah Wafatnya Rasulullah saw., persaudaraan tersebut tetap kokoh tanpa ada indikasi yang mengarah kepada perpecahan. Oleh karena itu, kebijakan persaudaraan dalam Islam tercipta antara

Muhajirin dan Anshar di bawah naungan cinta kasih (mawaddah) bahkan mereka berlomba-lomba merealisaikannya ke dalam kehidupan bermasyarakat. 4

Dalam Islam tidak ada pembatasan persaudaraan antara satu golongan dengan golongan yang lain. Rasulullah saw. mempersaudarakan mereka seperti persaudaraan antara Muhajirin dengan sesamanya Muhajirin, antara Anshar dengan sesamanya Anshar serta dalam skala luas antara Muhajirin dan Anshar. Tujuannya adalah sebagai proses kedekatan antara satu kabilah yang berbeda. Bahkan, beliau mempersaudarakan kabilah yang terbesar di antara kabilah-kabilah Arab. Dalam skala terkecil sekalipun, Nabi mempersaudarakan hamba sahaya dengan tuannya seperti yang terjadi antara Hamzah Ibn ‘Abd al-Mutthalib dengan Zaid Ibn Hâritsah

dan antara Abû Dardâ’ dengan Salmân al-Fârisî. 5 Tujuan utama dari persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar adalah untuk

membentuk sebuah komunitas Islam yang terdiri dari kabilah-kabilah yang beragam. Ia juga diharapkan mampu menghilangkan segala akar intimidasi dan kemarahan

4 Muhammad Zayâd, Al-Huqbah al-Mitsâlîyah fî al-Islâm, (Beirut: Dâr Thabâ’at Muhammadiyah, 1965), h. 58.

5 Muhammad Ibrahim Abdur Rahman, Hijrah ……….., h. 174.

serta lahir melalui ikatan integritas cinta (mahabbah). Atas dasar itu, muncullah dua kelompok di Madinah, yaitu kelompok Islam dan kelompok non Islam (mayoritas orang-orang Yahudi). Rasulullah saw. telah menggariskan suatu langkah yang kuat untuk bersikap toleran terhadap para penduduk Madinah seluruhnya.

Persaudaraan ini juga didasari oleh asas materi (maddî) yang dalam hukum warisan berlaku bagi mereka antara satu dengan yang lain untuk saling mewarisi.

Persaudaraan ini lebih diutamakan ketimbang sistem persaudaraan sedarah. Persaudaraan seperti itu berlaku hingga terjadinya perang Badar yaitu ketika Allah swt. berfirman:

Artinya: Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-

orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah). (Q.S. al-Ahzâb [33]: 6)

Salah satu orientalis Amerika, Washinton Edvange, mengomentari persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar dengan mengatakan bahwa Muhammad ingin membentuk Madinah menjadi sebuah negara baru buat kaum Muhajirin. Persaudaraan mereka dengan kaum Anshar -baik senang maupun duka- harus tetap dijaga. Ikatan Islam jauh lebih kuat dari hanya sekedar hubungan darah. Sistem ini bernilai positif karena menjadikan kaum Muhajirin tetap eksis di Madinah. Dengan Salah satu orientalis Amerika, Washinton Edvange, mengomentari persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar dengan mengatakan bahwa Muhammad ingin membentuk Madinah menjadi sebuah negara baru buat kaum Muhajirin. Persaudaraan mereka dengan kaum Anshar -baik senang maupun duka- harus tetap dijaga. Ikatan Islam jauh lebih kuat dari hanya sekedar hubungan darah. Sistem ini bernilai positif karena menjadikan kaum Muhajirin tetap eksis di Madinah. Dengan

Sedangkan orientalis Prancis, Atin Daniel, dalam bukunya Muhammad Rasulullah

berkomentar bahwa tak dapat dilukiskan dengan kalimat bagaimana tingginya keikhlasan dan kemuliaan ukhuwah ini, sebuah bentuk persaudaraan yang lebih dari saudara kandung, karena dinaungi agama yang suci. Oleh karena itu, semua

hati yang ber-ukhuwah karena Allah ibarat segumpal hati kokoh yang menghuni banyak dada. Masing-masing memiliki cinta yang melebihi cintanya pada diri

sendiri. 7 Hijrah merupakan pendidikan yang memiliki banyak argumentasi logis.

Pendidikan tentang ini telah melahirkan para Mujahidin tangguh yang rela mengorbankan segala yang dimiliki. Mereka menjual diri, keluarga, harta dan tempat tinggal hanya kepada Allah swt. Mereka sanggup memikul penderitaan dan keterasingan demi mencari ridha-Nya.

Pada awalnya, Rasulullah mengajarkan kepada sahabatnya tentang persaudaraan yang suci dan benar. Dampak dan pengaruhnya masih tetap eksis dan melekat dalam diri ummat Islam seiring dengan perputaran zaman.

Beberapa pelajaran tentang landasan pendidikan hijrah serta dampak yang dirasakan oleh para sahabat tentang persaudaraan tersebut dapat disimpulkan dalam beberapa hal sebagai berikut:

6 Azhîm Muhammad, Al-Takhtith ………….., h. 89. 7 Azhîm Muhammad, Al-Takhtith ………….., h. 89.

- Keunggulan yang dimiliki oleh sahabat ketika melihat penderitaan dan beban saudaranya. Hal tersebut dikarenakan beban dan penderitaan harus dengan cepat dihilangkan pada diri sahabatnya. Mereka berusaha dengan segala kemampuan untuk memberikan bantuan dan pertolongan agar lepas dari jeratan beban dan penderitaan meskipun mereka akan merasakan penderitaan juga jika membantu saudaranya. Mereka lebih mementinkan orang lain dari pada dirinya sendiri. Hal

tersebut diabadikan dalam firman Allah swt:

Artinya: Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai

orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang- orang yang beruntung. (Q.S. al-Hasyr [59]: 9)

Imam al-Qurthubi menyebutkan tentang munasabah ayat ini bahwa ketika Rasulullah saw. mendapatkan harta rampasan perang dari suku Bani Nadhir, beliau juga melibatkan suku Anshar dalam pembagian harta rampasan dengan mengajak mereka. Hal tersebut disebabkan mereka telah memberikan bantuan sepenuhnya kepada saudaranya (Muhajirin). Selanjutnya, Rasulullah mengatakan jika engkau menyetujuinya maka bagilah harta rampasan itu antara kamu dengan mereka. Akan Imam al-Qurthubi menyebutkan tentang munasabah ayat ini bahwa ketika Rasulullah saw. mendapatkan harta rampasan perang dari suku Bani Nadhir, beliau juga melibatkan suku Anshar dalam pembagian harta rampasan dengan mengajak mereka. Hal tersebut disebabkan mereka telah memberikan bantuan sepenuhnya kepada saudaranya (Muhajirin). Selanjutnya, Rasulullah mengatakan jika engkau menyetujuinya maka bagilah harta rampasan itu antara kamu dengan mereka. Akan

Muhajirin dan tidak membagikan kepada suku Anshar kecuali kepada tiga orang. 8 - Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. berkata, “Seorang laki-laki datang

kepada Rasulullah saw. berkata, Wahai Rasulullah, saya mengalami kecapaian yang sangat dan Nabi bergegas menuju istrinya (untuk memberikan jamuan kepada orang tersebut). Nabi tidak menemukan sesuatu yang dapat menjamu orang itu dirumahnya dan berkata kepada sahabatnya, Adakah di antara kalian yang ingin menerima tamu untuk dijamu malam ini? Salah seorang dari kaum Anshar menjawab: Saya wahai Rasulullah. Bergegaslah ia menuju ke rumahnya (istrinya) dengan mengatakan bahwa ini adalah tamu Rasulullah. Tidakkah engkau memiliki sesuatu yang dapat menjamu tamu tersebut? Lantas istrinya berkata, Demi Allah, saya tidak memiliki simpanan makanan kecuali makanan (qût) untuk anak kita. Berkatalah suaminya, Apabila anak ingin makan, maka tidurkanlah dan padamkan lampu. Lantas istrinya melakukannya dan laki-laki itu datang kepada Rasulullah dan menceritakan apa yang terjadi. Rasulullah saw. berkata: Allah swt. begitu takjub dan gembira terhadap perbuatan si-fulan dan si-fulanah. Lalu Allah swt.

menurunkan ayatnya dengan mengatakan:

8 Al-Qurthubî, Al-Jâmi ’ li Ahkâm al-Qurân , (Beirut: Dâr Ihyâ al-Turâts al-Arabî, 1965), Juz XVIII, h. 24. Al-Syawkânî, Fath al-Qadîr, (Beirut: Dâr al-Fikr al-Islâmî, t.th), Juz V, h. 201.

Artinya : Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka

sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).

(Q.S. al-Hasyr [59]: 9). 9

- Disebutkan oleh Bukhari bahwa Abdur Rahman Ibn ‘Auf mengatakan: Setibanya

di Madinah, Rasulullah langsung menpersaudarakan antara aku (Abdur Rahman Ibn Auf) dengan Sa’ad Ibn Rabi’. Lantas Sa’ad Ibn Rabi’ mengatakan bahwa aku

adalah orang Anshar yang memiliki harta yang lumayan banyak, maka aku serahkan setengah dari harta yang kumiliki untuknya, dan aku memiliki istri dan juga aku halalkan baginya. Hanya saja, Abdur Rahman Ibn ‘Auf menjawab dengan

mengatakan bahwa aku tidak membutuhkan hal itu. 10 Inilah bukti tentang nilai persaudaraan yang dimiliki oleh sahabat dengan sahabatnya. Mereka rela

menyerahkan segala kesenangan yang mereka miliki demi memberikan kepuasan dan pelayanan kepada sahabatnya. Hal demikian dibuktikan pengalaman Abdur Rahman Ibn Auf di atas. Atas dasar cinta karena Allah, mereka lebih mementingkan saudaranya ketimbang dirinya sendiri.

Menurut hemat penulis, ketiga contoh di atas dapat memberikan keyakinan penuh kepada umat Islam terhadap metode pendidikan yang ditanamkan oleh Rasulullah saw. kepada para sahabatnya. Rasa peka dan perhatian besar terhadap penderitaan yang dialami oleh sahabatnya, dan realisasinya tidak terbatas pada

9 Bukhari, Kitab Mânaqib, No. 3798, Muslim, Kitab Usyribah, No. 172 dan riwayat ini dinukul juga oleh Al-Qurtubî, Al-Jâmi ’ ………,

h. 24. 10 Shahih al-Bukhâri, Kitâb al-Buyu ’ No. 2048. Dan Ibn Hâjar al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî,

(Beirut: Dâr al-Ma’rifah, t.th), Juz IV, h. 288.

kondisi tertentu (yaitu sewaktu Rasulullah hidup), melainkan akan terus berkesinambungan sampai hari kiamat.

2. Mendirikan Mesjid dan Menjadikannya Pusat Pemerintahan Salah satu proyek perdana yang dikerjakan Rasulullah di Madinah adalah mendirikan Mesjid Nabawi. Tepat di tempat berderungnya unta itulah beliau memerintahkan untuk membangun mesjid. Untuk itu beliau membeli tanah tersebut dari dua anak yatim pemiliknya. Beliau terjun langsung dalam pembangunan, memindahkan bata dan bebatuan, seraya bersabda, “ Ya Allah, tidak ada kehidupan yang lebih baik kecuali kehidupan akhirat. Maka ampunilah orang-orang Anshar dan

Muhajirin. 11 Mesjid menjadi tempat kaum muslimin membangun syiar-syiar, mempelajari al-Qur’an, dan memahami agama. Tempat ini juga dipakai untuk menjalankan roda pemerintahan, musyawarah, menuntut ilmu dan kantor pengadilan. Wejangan- wejangan Rasulullah ketika khutbah di mesjid menjadi pilar utama dalam membina masyarakat muslim di Madinah. Khutbah beliau selalu berisi dasar-dasar manajemen, undang-undang kemanusiaan yang tidak kalah dengan produk lembaga pendidikan

modern, baik manajemen maupun perundang-undangan. 12 Selain itu, mesjid juga menjadi tempat tinggal kaum Muhajirin yang miskin yang datang ke Madinah tanpa

memiliki harta dan tidak punya kerabat. 13

11 Al-Mubârakfurî, Al-Rahîq al-Makhtûm, (Riyadh: Dâr as-Salâm, 1994), Cet. I, h. 247. 12 Azhîm Muhammad, Al-Takhtith ………., h. 89. 13 Al-Mubârakfûrî, Al-Rahîq ……………, h. 248.

Begitu tiba di Madinah, Rasulullah langsung menyusun rencana untuk mendirikan masyarakat Islam yang berdaulat dan berasaskan kalimat tauhid berdasarkan al-Qur’an dan bercita-cita menegakkan bendera Islam. Sebagaimana layaknya perancang strategi yang mahir, Rasulullah menatap sekeliling, mempelajari realitas yang ada dan mencermati situasi dalam dan luar negeri. Hasilnya, ternyata

masyarakat sangatlah heterogen. 14

Kaum muslimin terbagi menjadi dua, yaitu Anshar dan Muhajirin. Kaum Anshar sendiri mempunyai pertentangan serius dan permusuhan kronis sejak lama karena dikuasai oleh fanatisme golongan. Dengan demikian, dengki mudah menyusup ke dalam hati dan menyulut peperangan.

Adapun kaum Muhajirin tidak mempunyai tanah, rumah dan harta. Semuanya telah mereka tinggalkan di Mekkah. Mereka tinggal sebatang kara tanpa suaka dan tempat berlindung, kecuali Allah. Mereka juga belum mempunyai pekerjaan tetap serta tidak memiliki secuil harta untuk dapat hidup dengan layak.

Kaum musyrikin berasal dari suku asli Madinah. Ada yang menyimpan dari tipu daya muslihat dan rasa permusuhan dengan Islam. Ada juga yang mendekatinya sehingga hatinya dapat menerima dengan hati yang lapang. Namun, untuk meninggalkan agama nenek moyang, mereka masih ragu.

Yahudi sangat membenci dan memusuhi Islam. Mereka memandangnya penuh dengki dan jijik. Mereka sangat membenci Rasulullah karena bukan dari ras

14 Al-Mubârakfûrî, Al-Rahîq ……………, h. 248.

mereka. Mereka juga menentang dakwah beliau karena membuat risalah langit pindah ke negeri Arab.

Benih-benih permusuhan itu sudah terlihat semenjak hari pertama hijrah, yaitu ketika Huyay bin Akhtab (pemuda Yahudi) bersama saudaranya (Abû Yasir) berupaya melakukan observasi terhadap pribadi rasul. Mereka berharap hasilnya berbeda dengan berita yang ada di Taurat. Shafiyyah binti Huyay menceritakan

bahwa dia masih menjadi anak kesayangan Huyai bin Akhtab dan paman Abu Yasir waktu itu. Pada hari kedatangan Rasulullah di Madinah, keduanya pergi di pagi hari, yaitu antara fajar dan subuh, dan tidak pulang sampai matahari terbenam. Mereka datang dengan tertatih-tatih karena lelah, bahkan sempoyongan. Aku langsung menyambut mereka dengan senyum seperti biasa. Oh, demi Allah, tak satu pun dari mereka yang menoleh ke arahku. Mereka hampir tak sadarkan diri. Samar-samar terdengar Yasir berbicara dengan ayahku, “Benarkah itu dia? Ayahku menjawab “Ya, memang dialah orangnya dan aku mengenalinya”. Yasir pun bertanya, “Bagaimana

perasaanmu terhadapnya?” Aku membencinya seumur hidup.” 15 Syekh Sya’rawi bercerita, bahwa Ahlul kitab sebelum datang Islam jadi para

pakar, hartawan, dan punya tempat terhormat di madinah. Sedangkan, Aus dan hazraj meminjam dengan system riba kepada mereka. Membeli senjata dan belajar dari mereka.lalu. ketika Islam datang, orang yahudi tak bisa apa-apa lagi. Karena itulah, mereka sakit hati. Islam merampas kekuasaan mereka yang sifatnya sementara, hal

15 Ibn Hisyâm, As-Sirah an-Nabawiyah, (Cairo: Dâr al-Hadîts, 1996), Cet. I, h. 165.

itulah yang menyebabkan mereka menyimpangkan kitab Allah, apakah tidak mungkin menyeret kalian kedalam kancah permusuhan?. 16

Situasi masyarakat yang dihadapi oleh Rasulullah sangatlah beraneka ragam. Semua rencana tidak akan terealisasi tanpa dukungan dan persatuan golongan- golongan tersebut. Kondisi luar juga yang sangat berpengaruh terhadap perencanaan Rasulullah saw. dalam mendirikan masyarakat Islam. Meskipun mereka tidak dapat

lagi menahan dakwah di Mekkah, tetapi secara politik mereka masih memiliki pengaruh karena pengurusan Baitullah (Ka’bah) menjadi tanggung-jawab mereka. Dengan demikian, mereka mampu menggerakkan kaum musyrikin di semenanjung Arab untuk memboikot Madinah.

Berdasarkan pemahaman atas peran dan pengaruh hubungan kemanusiaan terhadap anggota masyarakat, Rasulullah saw. menyadari bahwa pendirian Daulah Islamiyah dengan landasan yang benar memerlukan hal-hal sebagai berikut: - Jaminan keamanan dan penghidupan yang layak bagi semua muslim dan non

muslim. - Mencanangkan prinsip kebebasan memilih kepercayaan dan pendapat bagi semua lapisan masyarakat sehingga fitnah dapat dihindari dan tidak ada lagi perlakuan yang tidak wajar karena aqidah dan pendapat tertentu.

- Menghentikan persengketaan antar suku yang telah terjadi sejak lama antara suku Auz dan Khazraj. Persengketaan ini sudah turun dari beberapa generasi sampai kedatangan Nabi ke Madinah. Hal itulah yang mengilhami sehingga Nabi

16 Majalah Al-Liwâ ’ Islamiyah (Cairo: Maktab al-Rabiyyah, 1997), No. 262, Kamis, h. 29.

mempersaudarakan kedua suku tersebut setelah terjadi konflik yang berkepanjangan.

- Mewujudkan keadilan sosial kepada seluruh masyarakat Madinah baik yang muslim maupun non muslim. Beliau merupakan pemimpin negara yang mengayomi seluruh masyarakatnya sehingga mereka dapat hidup damai dalam kehidupan berbangsa.

Dengan demikian, berdirilah sebuah Daulah Islamiyah yang cahayanya memancar ke seantero bumi setelah lama dikungkung kegelapan. Islam meliputinya dengan keadilan setelah menangguhkan kezaliman, mengembalikan manusia kepada kemanusiaan, kehormatan dan kebebasannya yang telah dirampas oleh orang-orang aniaya.

Suatu pengakuan yang dilontarkan oleh Nallino, pemikir Barat, bahwa dalam waktu yang sama, Muhammad membangun agama dan negara yang sepanjang hidupnya mempunyai garis batas yang harmonis. Begitu pula Stroutmen mengatakan bahwa Islam merupakan fenomena agama dan politik secara bersamaan karena pendirinya seorang nabi sekaligus politikus bijak dan negarawan. Begitu juga dengan Mac Donald yang mengatakan bahwa di Madinahlah terbentuk sebuah Daulah

Islamiah pertama dengan prinsip-prinsip dasar hukum Islam. 17 Semua pengakuan itu menunjukkan betapa besarnya negara yang telah

dibangun oleh Rasulullah saw. dan kesuksesan strategi yang diterapkannya. Strategi tersebut semestinya dapat diajarkan di sekolah-sekolah dan universitas-universitas.

17 Azhîm Muhammad, Al-Takhtith ………….., h.93

Beliau sukses mendirikan sebuah negara dan peradaban yang memimpin dunia dari sebuah masyarakat heterogen dan memberikan cahaya di setiap sisi gelapnya dengan kebajikan.

Hal menarik yang patut ditilik adalah teori ilmu-ilmu sosial menekankan bahwa masyarakat yang bersekte-sekte (ketika bersatu) akan menjadi sebuah bangsa yang kaku dalam beberapa abad kecuali setelah melewati berbagai peristiwa dan

pengalaman sejarah yang menghantarkannya menjadi bangsa yang mempunyai prinsip dan nilai-nilai etika. Sepanjang sejarah, belum pernah ada dalam sejarah sebuah bangsa yang terbentuk secara mendadak kemudian berhasil bereksistensi kecuali setelah melalui proses bertahun-tahun.

Meskipun demikian, Daulah Islamiyah dalam waktu yang sangat singkat mampu menghirup prinsip-prinsip Islam dan semangatnya. Kekuatan yang solid tersebut mulai menyirami dunia dengan nilai-nilai dasar yang agung dan prinsip- prinsip yang paling sempurna. Bahkan, dalam kurun waktu seperempat abad saja, ia dapat menguasai dunia timur dan barat serta membebaskan manusia dari berhala dan

kemusyrikan. 18

3. Membentuk Kesatuan Politik dalam Masyarakat Secara Utuh Setelah Rasulullah saw. hijrah ke Madinah dan berhasil menancapkan sendi- sendi masyarakat Islam yang baru, ia berusaha menumpas habis akar permusuhan yang telah mendarah daging yang dapat membakar api peperangan antara kaum Auz dan Khazraj.

18 Azhîm Muhammad, Al-Takhtith ………….., h. 94.

Di samping mengerti betul watak orang Yahudi yang curang, beliau mengupayakan cara kaum muslimin agar dapat selamat dari mereka sekaligus menciptakan ketenteraman dalam hati. Untuk mewujudkannya, beliau mengumpulkan semua penduduk Madinah yang terdiri dari kaum Muhajirin, Anshar dan Yahudi untuk bermusyawarah.

Beliau merasa sangat perlu mengatur hubungan dengan selain golongan muslim. Perhatian beliau saat itu terpusat pada penciptaan keamanan, kebahagiaan

dan kebaikan bagi seluruh manusia. Beliau mengatur kehidupan di kawasan tersebut dalam satu kesepakatan. Untuk itu, beliau menerapkan undang-undang yang luwes dan tenggang rasa yang belum pernah terbayang dalam kehidupan dunia yang selalu dibayangi fanatisme.

Tetangga yang paling dekat dengan orang-orang muslim di Madinah adalah orang-orang Yahudi sekalipun memendam kebencian dan permusuhan terhadap kaum Muslimin. Namun, mereka tidak berani menampakkannya. Beliau menawarkan perjanjian kepada mereka yang artinya memberikan kebebasan menjalankan agama dan tidak boleh saling menyerang dan memusuhi. Hasilnya, terbentuklah sebuah badan yang mewakili segenap lapisan masyarakat Madinah dan perjanjian dengan orang-orang Yahudi, yang memosisikan mereka secara proporsional dan mengakui keberadaan agama serta harta benda yang mereka miliki. Untuk itu beliau juga mengajukan syarat-syarat baik yang bersifat hak maupun kewajiban. Semuanya bertujuan pada Madinah yang memiliki kesatuan integral, mampu meciptakan ketahanan nasional dan membela kepentingannya. Prinsip-prinsip perjanjian ini Tetangga yang paling dekat dengan orang-orang muslim di Madinah adalah orang-orang Yahudi sekalipun memendam kebencian dan permusuhan terhadap kaum Muslimin. Namun, mereka tidak berani menampakkannya. Beliau menawarkan perjanjian kepada mereka yang artinya memberikan kebebasan menjalankan agama dan tidak boleh saling menyerang dan memusuhi. Hasilnya, terbentuklah sebuah badan yang mewakili segenap lapisan masyarakat Madinah dan perjanjian dengan orang-orang Yahudi, yang memosisikan mereka secara proporsional dan mengakui keberadaan agama serta harta benda yang mereka miliki. Untuk itu beliau juga mengajukan syarat-syarat baik yang bersifat hak maupun kewajiban. Semuanya bertujuan pada Madinah yang memiliki kesatuan integral, mampu meciptakan ketahanan nasional dan membela kepentingannya. Prinsip-prinsip perjanjian ini

Perjanjian itu sendiri dikukuhkan setelah pengukuhan perjanjian di kalangan orang-orang muslim. Berikut ini butir perjanjian tersebut: - Orang-orang Yahudi Bani Auf adalah satu umat dengan orang-orang muslim. - Orang-orang Yahudi berkewajiban menanggung nafkah mereka sendiri begitu pula

orang-orang muslim. - Mereka harus bahu-membahu dalam menghadapi musuh-musuh yang hendak membatalkan piagam perjanjian ini. - Mereka harus saling nasehat-menasehati, berbuat baik dan tidak boleh berbuat jahat. - Tidak boleh berbuat jahat terhadap seseorang yang sudah terikat dengan perjanjian ini. - Wajib membantu orang yang dianiaya. - Orang-orang Yahudi berjalan seiring dengan orang-orang muslim selagi mereka

terjun dalam kancah peperangan. - Yatsrib adalah kota yang dianggap suci oleh setiap orang yang menyetujui perjanjian ini. - Jika terjadi sesuatu ataupun perselisihan di antara orang-orang yang mengakui perjanjian ini yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, maka tempat kembalinya adalah Allah dan Muhammad saw.

- Orang-orang Quraisy tidak boleh mendapatkan perlindungan dan tidak boleh ditolong. - Mereka harus saling tolong-menolong dalam menghadapi orang yang hendak menyerang Yatsrib. - Perjanjian ini boleh dilanggar kecuali memang dia orang-orang yang zalim dan

jahat. 19

Dengan disahkannya perjanjian ini, maka Madinah dan sekitarnya seakan- akan merupakan suatu negara yang makmur, ibu kotanya dipimpin oleh Rasulullah saw. Pelaksana pemerintahan dan penguasa mayoritas adalah orang-orang muslim sehingga Madinah benar-benar menjadi ibu kota bagi Islam.

Politik yang disosialisasikan pada penduduk Madinah merata, baik dalam kelompok Muslimin maupun golongan lain yang bermukim di kota Madinah yang telah melaksanakan perjanjian dengan Rasulullah saw. Perjanjian itu sangat ampuh dalam mengatur status dan hubungan mereka dan menyebarkan keadilan di antara manusia. Jamiman keadilan inilah yang merupakan pilar kebahagiaan yang senantiasa dicari dan diupayakan manusia demi ketenteraman hak-hak mereka dan berlakunya keadilan tersebut antara manusia.

Dengan hikmah dan kepintaranya seperti itu, Rasulullah saw. telah berhasil memancangkan sendi masyarakat yang baru. Fenomena seperti ini –tentunya- memberikan pengaruh spiritual yang sangat besar dan bisa dirasakan setiap anggota masyarakat karena mereka menjadi pendamping Rasulullah saw. Sementara itu,

19 Ibn Hisyâm, Sîrah an-Nabawiyah, Juz I, h. 502.

beliau sendiri yang mendidik, membimbing, menuntut mereka kepada akhlak yang baik, menanamkan adab kasih dan sayang, persaudaraan, kemuliaan ibadah dan ketaatan.

Ada seseorang yang bertanya kepada beliau, “Bagaimanakah Islam yang paling baik itu?” Beliau menjawab, “Hendaklah engkau memberi makan, mengucapkan salam kepada siapapun yang engkau kenal maupun yang engkau tidak

kenal.” Masih banyak lagi yang mengutarakan keadilan Rasulullah saw. yang berlaku kepada sahabatnya sendiri maupun kepada golongan yang berada dalam pemeritahannya. Tak satu pun dari mereka dirampas dan diambil haknya. Semua hak- hak dan kewajibannya dikembalikan kepada yang berhak dan bertanggung-jawab.

Di samping semua itu, beliau juga menganjurkan agar mereka menahan diri dan tidak suka meminta-minta, menyebutkan keutamaan sabar dan perasaan puas. Beliau menggambarkan kebiasaan meminta-minta itu seperti kutu atau nyamuk yang menempel di wajah orang yang meminta-minta, kecuali jika sudah sangat terpaksa. Rasulullah saw. menyampaikan keutamaan dan pahala berbagai ibadah di sisi Allah swt. Ia mengingatkan mereka akan wahyu yang turun dari langit dengan suatu ikatan yang kuat. Beliau juga membacakan wahyu tersebut agar mereka merasa terlibat langsung dengan dakwah dan risalah dan mereka semakin tangguh dan senantiasa mencermatinya.

Begitulah cara beliau mengangkat moral dan spirit mereka dan membekalinya dengan nilai-nilai yang luhur sehingga mampu tampil sebagai sosok yang ideal.

Keberhasilan beliau dalam menciptakan persatuan politik di kota Madinah disebabkan beliau memiliki sifat-sifat yang terpuji, baik lahir maupun secara batin. Di samping itu, beliau juga memiliki kesempurnaan, keutamaan, akhlak dan perangai mulia sehingga semua orang tertarik kepadanya. Setiap kalimat yang terujar dari lidahnya pasti diikuti oleh sahabatnya. Setiap kali ada bimbingan dan pengarahan yang beliau sampaikan, maka mereka akan berebut untuk melaksanakannya.

Dengan cara ini, Nabi saw. mampu membangun masyarakat yang baru di Madinah, sebuah masyarakat dan mengagumkan yang memiliki catatan tersendiri dalam sejarah. Beliau juga mampu memecahkan berbagai problem yang muncul di tengah masyarakat secara tuntas.

Dengan semangat persatuan dan dengan gambaran spiritual yang mengagumkan, maka segala aspek kehidupan sosial dapat tumbuh menjadi sempurna dan siap menghadapi segala tantangan yang ada di lingkungan Madinah maupun di luarnya.

4. Meletakkan Dasar-Dasar Ekonomi Islam Tak dapat dipungkiri bahwa setelah Rasulullah saw. mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, beliau membangun mesjid, membuat perjanjian dengan golongan-golongan yang ada di Madinah, khususnya Yahudi. Langkah selanjutnya adalah meletakkan dasar-dasar ekonomi sebagai sarana untuk memperkuat pertahanan dan memberikan dorongan kepada kaum muslimin agar mereka berusaha dalam mencari ridha Allah swt.

Dasar-dasar ekonomi Islam yang diletakkan oleh Rasulullah bertujuan mewujudkan keadilan sosial serta menciptakan keseimbangan antara kepentingan individu dan orang banyak. Sistem ini berkonsentrasi pada hal-hal sebagai berikut: - Menghargai nilai kerja merupakan panggilan untuk menunaikan kewajiban diri

setelah kewajiban kepada Allah ditunaikan. Hal tersebut termaktub dalam firman Allah swt.

Artinya: Apabila telah ditunaikan sembahyang, bertebarlah kau di muka bumi ini dan carilah karunia Allah swt. (Q.S. al-Jum’ah [62]: 10)

Ayat ini mengisyaratkan adanya anjuran untuk mencari karunia Allah swt. di muka bumi di timur dan barat. Anjuran tersebut ditujukan agar memenuhi kebutuhan jasmani manusia berupa makan dan minum serta menginfakkan sebagian harta karunia Allah di jalan-Nya. Hanya saja, anjuran ini dapat dilaksanakan setelah pemenuhan kewajiban kepada Allah telah ditunaikan.

‘ Ali as-Shabûni mengomentari ayat ini bahwa fa intasyirû fî al-ardh mengisyaratkan untuk bertebaran mencari kehidupan ekonomi dan mencari kemaslahatan dunia. Namun, pensyaratan ini harus didasari oleh harapan memperoleh

nikmat kemuliaan dari Allah dan mencari ridha-Nya. 20

- Adil dalam pembagian harta rampasan dan warisan. Islam tidak mengakui harta terpusat pada sekelompok kecil masyarakat, sementara yang lain hidup di bawah

20 Ali as-Shabûnî, Shafwah at-Tafâsir, (Cairo: Dâr as-Shabûnî, t.th), Cet IX, Juz. III, h. 381.

garis kemiskinan. Keadilan Rasulullah saw. terbukti ketika beliau hendak membagi harta itu yang melibatkan seluruh kaum mukminin untuk mendapatkannya. Namun, semua tindakan Rasulullah terilhami oleh petunjuk dari Allah swt. sebagaimana firman-Nya:

Artinya: Apa saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota adalah untuk Allah, Rasul, kerabat

Rasul, anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. (Q.S. al-Hasyr [59]: 7)

Al-Khâzin menyebutkan bahwa ayat ini mengindikasikan adanya harta rampasan yang Allah peruntukkan kepada kaum muslimin tanpa diawali peperangan. Ibn Abbas menyebutkan bahwa harta tersebut berasal dari harta Bani Nadzhir,

Quraidzhah, Fidâk serta Tabuk. 21 Ayat ini menjelaskan posisi dari harta rampasan yang diperuntukkan kepada

kaum yang lemah serta yang berada di bawah garis kemiskinan. Tujuannya adalah untuk mengangkat posisi orang-orang lemah tersebut serta tidak terjadi ketimpangan sosial di antara mereka sehingga status masyarakat bisa sederajat dalam bidang ekonomi. Pada akhirnya, terciptalah umat yang satu keyakinan dan status sosial dan tidak ada lagi diskriminasi dalam bidang tertentu.

21 Ali as-Shabûnî, Shafwah ………, h. 351.

- Melestarikan sumber daya alam. Rasulullah saw. menanamkan dorongan kepada umatnya untuk melestarikan sumber daya alam yang ada dan memanfaatkannya sesuai dengan kepentingan dan kecenderungan masing-masing sebagaimana firman-Nya:

Artinya: Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk

(kepentinganmu) apa yang ada di langit dan di bumi dan menyempurnakan baik untukmu nikmatnya baik lahir maupun batin. (Q.S. Luqmân [31]: 20)

Secara sepintas, ayat ini memberikan arahan untuk melestarikan apa yang diciptakan Allah swt. di langit dan di bumi. Penciptaan makhluk-makhluk itu demi kepentingan manusia di bumi dan pemanfaatannya dapat menambah wawasan dan keimanan kepada Allah saw. Semakin banyak manusia menggali apa yang terkandung di bumi, maka semakin besar pula manfaat yang akan diperoleh oleh manusia. - Larangan untuk tidak mengambil harta yang tidak sah, yaitu mengambil harta

dengan keadaan batil. Larangan ini mencakup semua bidang, baik ekonomi maupun perdagangan sehingga menghasilkan kesetaraan, keseimbangan serta penghormatan hak-hak pemilikan orang lain. Allah berfirman:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang

berlaku dengan suka sama suka di antara kamu . (Q.S. an-Nisâ’ [4]: 29)

Ayat ini secara tegas mengharamkan memakan makanan dengan cara yang batil, seperti dengan jalan merampas, mengambil dengan paksa, mencuri dan selainnya serta mengadakan penipuan untuk kepentingan diri sendiri. Semua hal tersebut merupakan larangan dari Allah swt. Akan tetapi, jika dijalankan dengan cara sukarela serta melalui saran dan tuntunan Rasulullah saw., maka hal itu dapat dilaksanakan sesegera mungkin.

- Tidak bertindak bodoh dan menimbun harta yang dimiliki. Anjuran dari Allah dan rasul-Nya untuk tidak memberikan kepercayaan penuh kepada orang yang belum sempurna akalnya disebutkan dalam firman-Nya:

Artinya: Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang sebelum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang

dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaiaan (dari hasil harta itu) . (Q.S. an-Nisâ’ [4]: 5)

Demikian halnya dengan larangan untuk tidak menimbun harta yang diamanahkan Allah. Pasalnya, hal tersebut merupakan tindakan menganiaya diri sendiri dan umat Islam. Larangan tersebut berlaku umum terhadap seluruh harta yang diberikan oleh Allah. Firman-Nya:

Artinya: Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkanya di jalan Allah, beritahukanlah kepada mereka bahwa

mereka akan mendapat siksa yang pedih. (Q.S. at-Taubah [9]: 34)

Ayat ini mengetengahkan sanksi yang sangat besar kepada orang-orang yang menimbung harta karena dapat merusak dan membuat penganiayaan di bumi ini serta melanggar aturan yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Harta yang ditimbun tersebut akan menghalangi nilai pemanfaatannya di jalan Allah swt. - Mengeluarkan zakat. Anjuran untuk mengeluarkan zakat yang diamanahkan Allah

buat orang-orang kaya (yang mencukupi syarat dan kadar ketentuan) kepada orang-

orang yang membutuhkan. Hal itu diterangkan oleh Allah dalam firman-Nya:

Artinya: Ambillah zakat dari sebahagian harta mereka. Dengan zakat itu, kamu

membersihkan dan menyucikan mereka. (Q.S. at-Taubah [9]: 103) Pada kenyataannya, zakat yang dikeluarkan bagi orang-orang yang wajib mengeluarkannya diperuntukkan kepada orang-orang yang membutuhkan tidak dapat ditunda jika syaratnya sudah terpenuhi. Kewajiban itu sangat besar pengaruhnya

karena selain membantu orang-orang yang lemah juga menghilangkan kesenjangan sosial di tengah-tengah masyarakat dan memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa harta yang diperolehnya merupakan amanah dari Allah swt.

Beberapa prinsip dalam bidang ekonomi telah ditanamkan oleh Rasulullah kepada jiwa para sahabatnya. Strategi yang dijalankan oleh beliau di Madinah berhasil dengan baik dalam menciptakan keadaan yang kondusif. Dengan demikian, komponen dasar sebuah negara sudah terbentuk, yaitu rakyat, negeri, kekuasaan, dan undang-undang.

Rakyat terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar yang telah dipersaudarakan dalam sebuah kesatuan, yaitu hati yang telah disirami oleh cinta kepada Allah dan Rasul serta dikuasai oleh kekuatan spritual yang bersumber dari penyatuan mereka terhadap Islam. Mereka bagaikan sebuah bangsa dalam satu tubuh dan kompi tentara dalam figur seorang prajurit. Al-Qur’an mengomentarinya:

Artinya: Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang badawi yang berdiam di sekitar mereka tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut pula bagi mereka lebih mencintai diri mereka dari pada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah. Dan tidak pula menginjak suatu tempat yang membangkitkan amanah orang- orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal shaleh. (Q.S. at-Taubah [9]: 120)

Firman Allah swt.

‘ W˝ WT ˚ W Ø S“ Q W£ @ X˜ T Y Y Y „ S QW ułPV WØ WT W WŁ $J W/ @ Wˆ TTV”VK ‘ X ‘ ~V W˘ —HT WT < W“ ‘ ⁄ V K : W WT ˚ ^T „ ~Y W

Artinya: Barang siapa mentaati rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka kami tidak mengutusmu menjadi pemelihara mereka. (Q.S. an-Nisâ’ [4]: 80)

Sebagai aplikasi perintah Allah, kaum muslimin membaiat untuk taat dan patuh terhadap perintahnya karena tidak dibenarkan patuh kepada mahluk yang maksiat kepada sang pencipta.

Adapun yang menjadi undang-undang adalah al-Qur’an yang tidak mengandung kebatilan sedikit pun. Kitab tersebut merupakan undang-undang dasar yang integral dari segi ibadah, muamalah, moral dan semua yang dibutuhkan oleh

sebuah Daulah Islamiyah, baik di dunia maupun akhirat. Undang-undang (dustûr) langit juga mengatur hubungan seseorang dengan tuhan. Komunitas muslim dengan non muslim. Bahkan, ia juga mengatur segi ekonomi, sosial, politik dan budaya.