Dampak dan Hasil Hijrah Terhadap Masa Depan

B. Dampak dan Hasil Hijrah Terhadap Masa Depan

Berbicara tentang masa lalu yang terputus dengan masa yang akan datang, pada hakikatnya hanyalah sebagai pelipur lara. Bahkan membuat orang terharu dan merenungi masa-masa keemasan. Yang terpenting dari membaca sejarah masa lalu ialah menjadikannya sebagai pelita bagi masa yang akan datang. Masa lalu bercerita tentang pengalaman dan tradisi yang baik untuk menghadapi kerancuan situasi dan kondisi. Sebagaimana petuah-petuah bijak yang menyeru kesadaran ke jalan yang benar dan menghindari segala macam kecenderungan yang mengarah pada kerusakan. Dari pemaparan ini akan melahirkan suatu pertanyaan tentang sejauhmana manfaat hijrah baik sebagai kapasitas umat Islam maupun individu dalam komunitas masyarakat Islam.

Kalau diamati secara tepat bahwa signifikansi hijrah tidak saja berlaku pada fase tertentu akan tetapi hikmah manfaat hijrah akan senantiasa tumbuh dan berkembang seiring berkembangannya ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya.

a. Hijrah sebagai Dakwah dalam Membangun Tatanan Dunia Baru

Peristiwa hijrah yang dilakukan Rasulullah saw. berserta para sahabatnya mengandung nilai yang dalam bagi kehidupan masyarakat muslim, baik dalam dimensi teologis, sosio-kultural maupun politik.

Secara teologis, hijrah mengandung makna penyebaran dakwah ke segenap umat manusia dan memperkokoh ukhuwah Islamiyah yang berdasarkan risalah Allah swt. dan Rasul-Nya. Secara sosio-kultural, hijrah bermakna transformasi sosial dan budaya menuju masyarakat yang menyakini keesaan Allah swt. dan tiada kekuatan yang menandingi kekuatannya. Sedangkan secara politik, hijrah merupakan strategi perjuangan handal yang tak mungkin gentar melawan musuh-musuh Islam serta dengan gigih mempertahankan aqidah tauhid.

Setelah hijrah, ajaran Islam tersebar ke seantero jazirah Arab. Malahan, dalam tempo yang tergolong singkat telah mencakup lebih dari separoh permukaan bumi. Secara efektif, kota Madinah memiliki akar spiritual yang sama dengan Islam sehingga amat memungkinkan penerimaan atas risalah Islam.

Penerimaan ini berimplikasi pada mobilisasi sosial yang besar, yaitu memberikan nasib baik bagi masyarakat dan agama Islam. Kenyataan ini, tentu saja, membimbing umat Islam serta sikapnya untuk akomodatif terhadap kekuatan- kekuatan sosial yang ada, termasuk dalam upaya mencari dukungan dari kaum

Yahudi dan beberapa kelompok kecil setempat di Madinah. Di samping itu, hal tersebut juga disebabkan oleh kesiapan pengikut Nabi untuk rela berkorban dalam melancarkan misi kerasulan yang diemban Nabi Muhammad saw. baik yang ditunjukkan oleh kaum Anshar maupun kaum Muhajirin.

Kesediaan berkorban inilah yang menjadi faktor mendasar bagi keberhasilan hijrah kaum Muslimin. Snouck Hurgronje dalam karyanya yang berjudul Le Voile des

Mesulmanes menjelaskan bahwa melakukan hijrah berarti melepaskan diri dari apa yang dikasihi di masa lampau, sanak keluarga, harta benda, tanah kelahiran mereka

untuk menghadapi masa depan yang penuh bahaya dan tidak menentu 22 untuk mengabdi kepada Allah yang dengan demikian membuktikan keimanan mereka. 23

Dalam hal ini, Rasulullah telah memberikan teladan tentang pengorbanan. Ketika Rasulullah saw. menyampaikan kepada Abu Bakar bahwa Allah memerintahkan untuk berhijrah bersama, sahabat tersebut menangis kegirangan. Seketika itu juga ia membeli dua ekor unta dan menyerahkannya kepada Rasul untuk

memilih yang dikehendaki. 24 Hanya saja, Rasulullah menolaknya dengan mengatakan: “ Aku tidak akan

mengendarai unta yang bukan milikku” , demikian katanya, “ Unta ini kuserahkan untukmu,” balas Abu Bakar. “ Baiklah, tetapi aku akan membayar harganya” , jawab Rasulullah. Setelah Abu Bakar bersikeras agar unta itu diterima sebagai hadiah, namun Nabi tetap menolak. Akhirnya Abu Bakar menerima pemberian Rasul dari

22 Snouck Hurgrunje, Kumpulan Karangan Snouk Hurgrunje II, (Jakarta: Percetakan INIS, 1995), h. 111.

23 Snouck Hurgrunje, Kumpulan Karangan …………, h. 112. 24 Muhammad Husein Haekal, Hayat Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad), (Jakarta:

Litera Antar Nusa, 2003), Cet. XX, h. 179.

unta yang diberikannya. Apa yang dikehendaki Rasul bahwa beliau ingin mengajarkan kepada umatnya untuk mencapai sesuatu usaha besar dibutuhkan pengorabanan maksimal dari setiap orang. Rasulullah berhijrah, sebagaimana disebutkan Quraish Shihab, dengan segala daya yang dimilikinya, berupa tenaga,

pikiran, materi bahkan jiwa dan raga. 25 Nilai yang semacam inilah yang telah menginternalisasi dalam kepribadian

masyarakat muslim di masa Rasul. Tak pelak lagi, peristiwa hijrah itu menjadi titik emas sejarah masyarakat muslim yang semula hidup teraniaya dalam kekejaman dan keganasan orang-orang kafir menjadi kelompok yang berkuasa dan mampu mendistribusikan kesejahteraan di seluruh Jazirah Arab secara adil.

Sebagai ungkapan pengagungan atas peristiwa hijrah, pada tahun 639 Khalifah Umar Ibn Khatthab menjadikannya sebagai permulaan kalender Islam. Penanggalan ini didasarkan atas peredaran bulan. Hal ini dimaksudkan oleh khalifah kedua ini agar umat Islam di masa selanjutnya tetap memiliki kesadaran historis serta mewarisi semangat pergorbanan, kepercayaan diri, etos kerja dan komitmen terhadap

kebenaran Islam. 26 Praktek hijrah yang berfungsi untuk menyelamatkan keimanan dari segala

bentuk intimidasi kaum yang ingkar kepada Allah swt. sudah menjadi tradisi para nabi, seperti Musa, Ibrahim, Nuh dan Syua’ib. Yang menarik untuk diperhatikan dari kisah hijrah para nabi sebagaimana diungkap dalam al-Qur’an adalah bahwa setelah melakukan hijrah, kaum beriman mendapatkan kemenangan dalam mempertahankan

25 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur ’ an, (Bandung: Mizan, 1992), h. 346. 26 Wahyudi, Islamologi Terapan, (Surabaya: Gitamedia Press, t.th), h. 163.

nilai-nilai keimanan mereka dan terjadinya kehancuran masyarakat yang ingkar pada risalah Allah melalui sebuah keajaiban.

Sebagai contoh adalah kaum ‘Ad yang dibinasakan oleh Allah sebagaimana firman Allah swt:

Artinya: Maka mereka mendustakan Hud, lalu kami binasakan mereka, sesungguhnya yang pada demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan

Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. (Q.S. al-Syuarâ’ [26]: 139) Angin badai menyapu bersih segala sesuatu kecuali bangunan-bangunan yang

diiringi dengan rasa dingin. Hal tersebut disebabkan karena mereka menutup diri dari ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud sehingga Allah memusnahkannya. 27

Demikian halnya dengan umat Nabi Shaleh, yaitu kaum Tsamud yang dimusnahkan oleh Allah dengan gempa bumi. Allah berfirman:

Artinya: Karena itu mereka ditimpa gempa maka jadilah mereka mayat-mayat yang

bergelimpangan di tempat-tempat mereka . (Q.S. al-A’râf [7]: 78) Begitu pula dengan azab petir,

Artinya: Adapun Tsamud maka mereka telah kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari petunjuk itu, maka mereka disambar azab

27 Ali as-Shabûnî, Shafwah ………, Juz II, h. 389.

petir yang menghinakan disebabkan apa yang mereka telah kerjakan. (Q.S. Fusshilat [41]: 17)

Firman Allah:

Artinya: Sesungguhnya kami menimpakan satu suara yang sangat keras mengguntur, maka jadilah mereka seperti rumput-rumput kering (yang dikumpulkan) oleh yang punya kandang binatang. (Q.S. al-Qamar [54]: 31)

Umat Nabi Syu’aib, kaum Madyan, ditumpas oleh Allah dengan gempa bumi sebagaimana firman-Nya.

Artinya: Seolah-olah mereka belum pernah tinggal di tempat itu. Ingatlah, binasalah penduduk Madyan sebagaimana kaum Tsamud (juga) telah binasa. (Q.S. Hûd [11]: 94)

Adanya dua kejadian yang selalu mengiringi sejarah para nabi setelah berhijrah yaitu kemenangan kaum beriman dan kehancuran kaum kafir. Ini menandakan bahwa Allah swt. turut mengontrol peristiwa-peristiwa sejarah. Allah,

seperti disebut Montgomery Watt, adalah The Lord of History (penguasa sejarah). 28 Dengan demikian, hijrah yang dilakukan para Nabi, termasuk Nabi Muhammad

adalah bagian dari dakwah mereka juga sebuah pola yang relevan bagi upaya pengendalian Allah atas jalannya peristiwa-peristiwa sejarah. 29

Keterlibatan Allah dalam proses ini melalui tiga cara, yaitu: Pertama, Allah mengintervensi hukum-hukum alam dalam menghasilkan peristiwa-peristiwa tertentu,

28 Montgomery Watt, Kristen dan Islam Dewasa Ini; Suatu Sumbangan Pemikiran untuk Dialog, (Jakarta: Gaya Media Pratama, t.th), h. 155.

29 Montgomery Watt, Kristen dan Islam …………., h. 158.

seperti yang merupakan azab bagi kaum yang tak beriman dan penyelamatan bagi kaum yang beriman. Berbagai kemukjizatan yang diterima oleh rasul seperti mendatangkan air bah, membelah lautan, menyembuhkan orang lumpuh dan menghidupkan mayat, tidak mempan dibakar dan partisipasi malaikat membela Nabi saat peperangan dengan kaum kafir menunjukkan keterlibatan Allah saw. melalui cara pertama.

Kedua adalah dengan pemberian wahyu kepada para rasul yang membawa prestasi-prestasi positif yang besar yang sarat dengan berbagai pemecahan masalah- masalah sosial, sebagaimana yang diterima oleh Nabi Ibrahim, Musa, Isa dan Muhhammad saw. Adapun cara ketiga yaitu dengan adanya penguatan oleh Allah swt. atas kaum yang adil dan beriman dan pelemahan atas para pelaku kejahatan, baik

secara individu maupun kolektif. 30 Berkenaan dengan peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw., Allah terlibat

dalam sejarah masyarakat Islam melalui ketiga cara tersebut sekaligus. Ketiga cara ini saling terkait dan berkesinambungan. Cara pertama dapat ditemukan pada penyelamatan Allah atas Rasulullah dari rencana pembunuhan orang-orang kafir Quraisy Mekkah di saat akan meninggalkan kediamannya dan ketika beliau bersama Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur.

Dalam keadaan yang sulit dan sangat membahayakan ini, Allah menghadirkan beberapa keajaiban yang memungkinkan Rasulullah saw. selamat dari usaha pembunuhan orang-orang kafir. Cara yang kedua bahwa Allah

30 Wahyudi, Islamologi Terapan, h. 166.

menginformasikan saat yang tepat kepada Rasulullah untuk melaksanakan hijrah melalui wahyu-Nya. Sedangkan cara yang ketiga adalah terbukti dari kemenangan demi kemenangan yang banyak berpihak pada kaum muslimin yang dipimpin Nabi dan sekaligus dapat menaklukkan kekuasaan kaum kafir. Hal ini dapat dipahami karena saat itu Allah telah memberi kaum muslim suatu kekuatan dan keterampilan serta keteguhan jiwa yang diperlukan dalam al-Qur’an. Berikut ini terlihat penegasan

Allah betapa dia telah membantu kaum yang dikehendaki-Nya bahkan memerintahkan para malaikat untuk menyabarkan hati orang-orang yang beriman.

Mungkin berlandaskan pada perspektif sejarah ini, Muhammad Iqbal, sebagaimana dikutip oleh Wahyudi memandang bahwa sampai sekarang tuhan tetap immanen dalam proses sejarah manusia yang suatu saat akan memberi pertolongan bagi nasib baik masyarakat muslim dari hegemoni kekuasaan dunia barat dewasa ini jika mereka menunjukkan komitmen dan pengorbanan yang sungguh-sungguh untuk berhijrah di jalan Allah swt. sebagaimana yang ditunjukkan oleh Rasulullah saw. dan

para sahabatnya. 31 Dengan demikian, harus segera diupayakan realisasi komitmen perjuangan

yang kuat di jalan Allah swt. serta bersedia mengorbankan yang lebih besar secara sungguh-sungguh hingga tercapai keberhasilan yang mulia (al-fawz al-‘adzhîm).

Sebelum Rasulullah saw. hijrah, sudah terdapat imperium-imperium besar yang berkuasa, yaitu Romawi dan Paris. Mereka berupaya untuk menguasai dunia. Para pembangun kekaisaran sebelum hijrah mempunyai gagasan tentang tatanan

31 Wahyudi, Islamologi Terapan, h. 168.

dunia yang menempatkan umat manusia dalam empat penjuru dalam satu sistem kekuasaan. Mereka senantiasa berfikir bagaimana memalingkan umat manusia

kepada satu agama yaitu agama mereka. 32 Proses pendirian kekaisaran dunia dan penaklukan dan pemalingan kepada

satu agama tersebut ialah dengan kekuatan dan ketidaktoleransian. Hal tersebut tercermin pada yang dilakukan oleh Abrahah ketika hendak menghancurkan Ka’bah,

akan tetapi segala niat busuk Abrahah digagalkan oleh Allah dengan mendatangkan penyakit cacar yang menimpa pasukannya. Mereka pun tewas satu persatu termasuk

Abrahah. 33 Negara Islam yang didirikan oleh Rasulullah saw. setelah masa hijrah

bukanlah sekedar sebuah negara, tetapi juga merupakan tatanan dunia yang menyeluruh dan meliputi sistem-sistem politik yang dikenal oleh dunia sampai saat ini. Sistem pembentukan Islam ini berbeda dengan sistem Bizantium dan Persia,

keduanya memilki sistem kekaisaran 34 . Dalam Islam tidak dikenal istilah kekaisaran, kesukuan dan kebanggaan diri

dan golongan, akan tetapi Islam mengenal istilah persaudaraan (al-ukhuwah al- Islamiah) . Istilah ini terbentuk oleh suatu ikatan kokoh yang mampu mempersatukan kawasan yang berbeda di bawah satu panji Islam yaitu ‘Lâ Ilâha Illallâh (Tiada Tuhan selain Allah).

32 Ali Muhammad Shallabi, Sirah an-Nabawiyah Ardh al-Waqâi ’ wa Tahlîl al-Ahdâts Durûs wa I ’ bâr , Juz I, h. 14.

33 Husaein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, h. 41. 34 Ali Muhammad Shallabi, Sirah an-Nabawiyyah ………….., h. 15.

Rasulullah ketika tiba di Madinah menjumpai tiga golongan yang masing- masing memiliki masalah dan kecenderungan yang berbeda-beda sehingga beliau membutuhkan tenaga ekstra dalam menghadapinya. Ketiga golongan tersebut adalah sahabatnya sendiri (yang ikut melaksanakan hijrah dari Mekkah ke Madinah), kaum musyrik (yang belum memeluk agama Islam) dan orang-orang Yahudi yang menetap di Madinah (baik Yahudi yang menerima kedatangan Nabi maupun yang menolak

kedatangannya). Untuk dapat mempersatukan mereka dalam satu wadah dan tidak terjadi benturan-berturan antara satu golongan dengan golongan yang lain, maka Rasulullah menanamkan kepada sahabatnya sifat persaudaraan dengan kelompok. Bagi musyrik dan Yahudi membuat suatu perjanjian dan undang-undang yang mengatur sistem muamalah antara mereka sehingga tidak terjadi kecenderungan sepihak.

Salah satu keberhasilan Rasulullah saw. dalam misi ini adalah dalam menyampaikan dakwah yang dapat diterima oleh khalayak ramai (penduduk Madinah). Penyampaiannya santun, berkesan, penuh wibawa serta membawa misi perdamaiaan dan keselamatan dunia dan akhirat. Hanya dalam beberapa tahun saja, wajah Madinah dapat dirubah seketika menjadi kota yang berperadaban.

Islam pun berkembang dan disebarkan oleh para mujahid sehingga dalam beberapa waktu saja Islam dapat tersebar di daratan Eropa dan Afrika. Penyebaran Islam dan perluasannya tak lepas dari semangat para sahabat dalam menyebarkan agama Islam.

b. Hijrah dalam Transformasi Sosial Budaya dan Berbangsa

Dalam istilah sekarang, kata budaya hanya dibagi ke dalam dua kubu yang dikenal dengan budaya timur dan barat. Istilah budaya atau kebudayaan sangat beragam sesuai dengan minat dan kecenderungan serta keahliaan orang yang merumuskannya. A.L. Krober dan Clide Kluchron (1952) mencatat bahwa tidak

kurang dari 164 definisi kebudayaan yang telah dikemukakan. 35 Islam lebih dari sekedar sebuah agama formal. Ia merupakan risalah yang

agung bagi transformasi sosial dan tantangan bagi kepentingan–kepentingan pribadi. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh penekanannya kepada pesan zakat yang sasarannya adalah mendistribusikan kekayaan kepada fakir dan miskin, membebaskan budak-budak, membayar hutang mereka yang berhutang dan

memberikan kemudahan bagi ibnu sabil. 36 Berbicara tentang hijrah, hampir selalu dikaitkan dengan peristiwa ketika

Nabi dan para sahabatnya meninggalkan kota Mekkah setelah menghadapi ancaman dan situasi 37 yang tidak kondusif untuk misi profetik menuju Madinah yang

menjunjung nilai-nilai keadaban. Pada masa kekhalifahan Umar Ibn Khatthab, peristiwa bersejarah ini diabadikan menjadi nama tahun dalam Islam (tahun Hijriyah). Sedangkan pada fase-fase berikutnya, term hijrah dijadikan sebagai harakah dan transformasi umat.

35 A.L. Krober dan Clide Kluckhorn, Culture a Critical of Concept and Definitions (Cambridge: Mass,1952), h. 123.

36 Asghar Ali Engineer, Islam dan Pembebasan, (Yogyakarta: LkiS dan Pustaka Pelajar, 1993), h. 6.

37 Ja’far Subhâni, Risâlah Sejarah Kehidupan Muhammad saw, (Jakarta: Lentera Basri Tama, 1996), Cet II, h. 269.

Kedatangan Islam tidak hanya sebagai gerakan pembebasan tetapi juga sebagai aqidah revolusioner yang aktif. Artinya, jika ia menyentuh hati manusia dengan cara yang benar, maka dalam hati itu akan terjadi suatu revolusi. Revolusi dalam konsep, revolusi dalam perasaan, revolusi dalam menjalani kehidupan, dan trevolusi dalam meniti hubungan individu dan kelompok. Revolusi yang berdasarkan perasaan mutlak antara seluruh umat manusia. Seseorang tidak lebih baik dari yang

lainnya kecuali ketaqwaannya. Perubahan-perubahan yang dibawa Islam sangat mendasar dan komprehensif, baik dalam sudut pandang keimanan dan aqidah. Ia merepresentasikan suatu loncatan dari penghambaan sesuatu yang nyata (tangible things) menuju penghambaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat digambarkan dengan sesuatu pun di dunia ini. Allah swt berfirman:

Artinya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (Q.S. al-An’âm [6]: 103)

Allah swt. hanya dapat diketahui dengan apa yang dia gambarkan tentang dirinya sendiri melalui firman-Nya yang diwahyukan kepada rasul-Nya tanpa tamtsîl (representasi), tasybih (antropomorfisme), nâfi (negasi), atau ta’thil (konsep teologi

yang menolak segala sifat tuhan). 38 Membaca fenomena bangsa pada hari ini, dengan kompleksitas persoalannya,

baik dalam skala makro, seperti utang luar negeri yang terus membengkak, image

38 Mun’im Sirri, Masyarakat Madani, (Jakarta: PT Gema Insani Press, 1999), h. 78.

negatif dan eksistensi negara di tengah-tengah pergaulan internasional yang makin terpinggirkan, maupun yang berskala mikro seperti urusan domestik, kemiskinan, kebodohan, kesehatan, keamanan, pelanggaran HAM, dekadensi moral bangsa dan sejumlah daftar lainnya, tampaknya mengharuskan untuk direnungkan kembali relevansi hijrah yang sesungguhnya.

Seteleh empat belas abad lebih peristiwa hijrah berlalu, agama Islam memang

menjadi salah satu agama yang mempunyai jumlah penganut terbesar di dunia. Namun, jika dilihat dari posisi dan kondisi sosial ekonomi dan politik, nasib umat Islam masih sangat memprihatinkan. Posisi umat Islam yang pernah mengalami masa kejayaan (sejak zaman Nabi sampai Dinasti Turki Utsmani di Turki) kini tinggal kenangan. Negara-negara Islam, utamanya yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), hampir tidak mempunyai bargaining position yang kuat dalam menghadapi kekuatan hegemonik barat dan zionis.

Seperti yang digambarkan Nabi, posisi mereka ibarat 'buih di lautan'. Dalam bidang ekonomi, mereka mempunyai pendapatan per-kapita yang rendah. Hanya sedikit yang mempunyai pendapatan per-kapita yang tinggi misalnya Brunei Darussalam, Kuwait, Uni Emirat Arab, Saudi Arabia dan lain-lain. Itu pun bukan karena hasil kreasi dan inovasi teknologi, melainkan karena 'berkah minyak' (oil boom) . Negara-negara muslim rata-rata masuk kelompok negara-negara sedang berkembang (developing countries). Fenomena serupa juga terjadi dalam bidang teknologi.

United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 2001 menerbitkan suatu laporan tentang Technology Achievement Index. Dalam laporan tersebut, negara-negara dikelompokkan menjadi empat, yaitu:

- Leaders, yakni negara-negara yang menjadi kampiun dalam pengembangan teknologi. - Potential leaders, yaitu negara-negara yang potensial menjadi kampiun.

- Dynamic adopters, yakni negara-negara yang secara dinamis mengadopsi teknologi. - Marginalized, atau marginal dalam pengembangan teknologi. Tidak ada satu negara pun yang berpenduduk mayoritas muslim yang masuk kelompok pertama (leaders). Hanya Malaysia yang masuk dalam kelompok kedua (potential leaders) sejajar dengan Singapura. Selebihnya, termasuk Indonesia, masuk kelompok ketiga dan keempat. Dalam Indeks Pengembangan Manusia (IPM) juga masih terlihat rendah. Hanya Malaysia yang relatif baik (ranking 61), sedang Indonesia berada di ranking 109.

Dari berbagai gambaran di atas, betapa kondisi negara berpenduduk mayoritas muslim masih memprihatinkan. Apalagi jika dikaitkan dengan kondisi kekinian bangsa Indonesia. Negara yang berpenduduk mayoritas muslim, bahkan terbesar di dunia ini, mendapat stigma (cap) yang kurang baik, yaitu sebagai negara terkorup di dunia dengan tingkat resiko yang sangat tinggi (high risk country).

Negara ini juga masih belum beranjak dari krisis multi dimensional yang sangat akut. Antara lain, menguatnya fanatisme suku (tribalisme), kelompok, politik

(partai) dan berbagai primordialisme negatif lainnya serta kecenderungan penggunaan kekerasan untuk menyelesaikan masalah.

Peristiwa hijrah Nabi, sekalipun nampaknya bersifat fisik, namun menyimpan muatan dan energi yang sangat besar dalam memberi spirit perubahan sosial dan transformasi masyarakat ke arah yang lebih baik. Di dalamnya terdapat kesabaran, ketabahan, keberanian, pengorbanan, visi serta gagasan yang akurat dan cemerlang

serta mampu memberikan kesadaran penuh akan eksistemnsi dirinya sebagai hamba Allah swt.

Sejarah mencatat bahwa hijrah yang dilakukan Nabi telah mengubah ketandusan dan kegersangan menjadi wajah Madinah yang damai dan sejahtera, kebengisan dan kezaliman aristokrat Quraisy berubah menjadi pribadi-pribadi santun dan bermoral, serta kepicikan pola pikir berubah dengan sinar ilmu.

Bahkan, terjadi perluasan teritorial yang sangat luar biasa dan kekuatan pengaruh yang mengagumkan yang membuat geger dua negara adidaya pada saat itu, Romawi dan Persia. Berangkat dari semangat hijrah yang digambarkan Nabi, terdapat beberapa point penting yang harus kita jadikan modal untuk transformasi kehidupan berbangsa.

Adanya i'tikad baik dan visi yang jelas dari pemimpin bangsa ini untuk menata Indonesia menjadi lebih baik dan bermartabat. Kemauan ini dibarengi dengan agenda perubahan yang akurat, feasible, accountable dan komprehensif, sebagaimana nilai akhlak yang dimiliki oleh Rasulullah yang dilingkupi oleh sifat-sifat spiritual dan lahiriyah sehingga hati dan jiwa merasa cenderung kepadanya. Hal tersebut Adanya i'tikad baik dan visi yang jelas dari pemimpin bangsa ini untuk menata Indonesia menjadi lebih baik dan bermartabat. Kemauan ini dibarengi dengan agenda perubahan yang akurat, feasible, accountable dan komprehensif, sebagaimana nilai akhlak yang dimiliki oleh Rasulullah yang dilingkupi oleh sifat-sifat spiritual dan lahiriyah sehingga hati dan jiwa merasa cenderung kepadanya. Hal tersebut

Niat dan i’tikad baik merupakan landasan utama dalam memulai setiap tindakan sebab keberhasilan dan kesuksesan ditentukan dari niat dan ketulusannya. Hanya niat yang ikhlas yang dinilai oleh Allah swt. Ikhlas yang berarti kesucian jiwa dari seluruh keinginan untuk mendapatkan sesuatu selain ridha Allah swt. itu

merupakan konsekuensi logis dari persaksian dan keyakinan dari “ Lâ Ilâha Illallah” (tiada tuhan selain Allah). 40

Jika hanya ridha Allah saja yang dikejar dalam seluruh aktifitas, maka tidaklah mungkin untuk melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah karena kedurhakaan kepada Allah dengan sengaja bertentangan dengan upaya meraih ridha Allah swt.

Keikhlsan ini yang merupakan sumber dari sifat-sifat mulia seperti keberanian berkorban di jalan Allah dan memperjuangkan sesuatu yang benar. Dampak dari itu akan melahirkan i’tikad baik dan ketenangan jiwa dalam mengendalikan dan mengatur urusan-urusan bernegara. Selain itu, orang yang ikhlas berjuang tidak akan bersifat munafik, pengecut dan mudah putus asa karena tujuan hidupnya adalah ridha Allah swt. semata. Hanya orang ikhlaslah yang mampu menghadapi godaan dan tipu daya syaitan.

39 Al-Mubârakfûri, Ar-Rahîq ……….., h. 259. 40 Muhammad Arif Marzuki, Indahnya Perjuanagan Islam, (Makassar: Darul Istiqamah

Press, 2005), Cet. I, h. 48.

Penataan dalam membangun suatu negara membutuhkan keterampilan dan kecakapan dalam mengenal dan memetakan masalah, merumuskan skala prioritas, mengatur strategi dan langkah konkret perubahan, ketajaman analisis dalam membaca situasi dan keadaan, meramu dan mempertimbangkan aspek-aspek yang bertalian dengan piranti kehidupan berbangsa, seperti faktor sosiologis yang meliputi: agama, budaya, geografis, ekonomis, politik dan filosofis bangsa.

Semangat mesti mendorong penataan pemerintahan yang profesional dan akuntable. Dalam konteks ini, penempatan posisi aparat pemerintahan mulai dari atas sampai ke level bawah harus menghindari praktek korupsi, nepotisme, dan unsur koneksitas. Yang menjadi perhatian adalah the right man in the right place.

Menempatkan sesuatu pada tempatnya juga hal yang sangat urgen. Begitu pula menempatkan seseorang pada profesi yang ia geluti adalah suatu keharusan sebab jika tidak demikian akan melahirkan suatu bencana besar. Jauh hari sebelumnya, Nabi saw. memperingatkan secara tegas bahwa memberikan tugas dan tanggung-jawab kepada sesesorang yang bukan ahlinya akan mendatangkan kebinasaan.

Profesionalisme dan akuntabilitas akan melahirkan manusia-manusia yang handal dan sanggup menatap ke depan serta memposisikan sesuatu pada tempatnya. Kondisi demikian juga akan melahirkan perubahan yang berarti ketimbang pemerintahan-pemerintahan sebelumnya sehingga kinerja pemerintahan memiliki daya dorong dan energi percepatan untuk melakukan perubahan dalam segala hal, di samping tingkat pertanggungjawaban publik yang memadai. Building of governance Profesionalisme dan akuntabilitas akan melahirkan manusia-manusia yang handal dan sanggup menatap ke depan serta memposisikan sesuatu pada tempatnya. Kondisi demikian juga akan melahirkan perubahan yang berarti ketimbang pemerintahan-pemerintahan sebelumnya sehingga kinerja pemerintahan memiliki daya dorong dan energi percepatan untuk melakukan perubahan dalam segala hal, di samping tingkat pertanggungjawaban publik yang memadai. Building of governance

Keberanian dalam mengusung agenda perubahan. Bangsa Indonesia memiliki

beban sejarah yang kompleks. Moralitas pejabat publik yang mengalami degradasi pada orde-orde sebelumnya telah menyisakan krisis multidimensi. Budaya KKN, kemiskinan, kebodohan, utang luar negeri dan separatisme memenuhi daftar keprihatinan bangsa. Sifat keberanian mesti dimiliki oleh pemimpin karena sifat inilah yang diperlukan untuk memenangkan perintah Allah atas kehendak seluruh manusia. Sifat ini diperlukan untuk menyebarkan nilai–nilai kebenaran di tengah- tengah masyarakat. Sifat ini juga diperlukan untuk memutuskan satu perkara yang benar dengan tidak ragu-ragu serta menghilangkan segala kebiasaan–kebiasaan bawahan yang terlena dengan korupsi. Pada akhirnya, sifat ini diperlukan untuk menatap masa depan dengan penuh optimisme. Adapun akar dari sifat ini adalah tawakkal kepada Allah swt. Semangat hijrah mengajarkan kepada bangsa ini untuk tidak selalu paralel dengan keinginan realitas, kepentingan golongan, dan kecenderungan elit, tetapi harus selalu mengedepankan kepentingan yang lebih luas, yaitu rakyat dan bangsa Indonesia.

Keberanian menegakkan hukum dan HAM (law inforcement), memberantas KKN dan menghadang ekonomi kapitalis merupakan prasyarat yang tidak bisa Keberanian menegakkan hukum dan HAM (law inforcement), memberantas KKN dan menghadang ekonomi kapitalis merupakan prasyarat yang tidak bisa

Tak kalah pentingnya adalah kesabaran dan konsistensi menegakkan perubahan. Energi ini sangat dibutuhkan karena gelombang perubahan selalu

mendapat perlawanan dari barisan yang merasa tidak diikutsertakan. Kekuatan antitesis ini akan muncul dengan multi wujud dan bergerak dalam berbagai segmen kehidupan masyarakat, yaitu sebagai borjuis, politikus busuk, intelijen hitam, provokator, publik figur dan sebagainya. Keteguhan jiwa dan ketahanan untuk terus maju dan survive merupakan titik simpul akan kelanggengan agenda perubahan. Pada tataran ini, patriotisme dan jiwa kepahlawanan seorang pemimpin diuji dan dipertaruhkan.

Point selanjutnya adalah semangat kebersamaan. Dalam politik modern, partisipasi publik merupakan salah satu syarat yang menentukan dalam menata kehidupan berbangsa. Dalam mengembangkan partisipasi publik, pemerintah harus membuka seluas-luasnya kesempatan masyarakat untuk mendirikan lembaga- lembaga mandiri berupa LSM dan Pers yang memiliki fungsi sebagai public empowering atau civic education sebagai agen kepentingan masyarakat vis a vis negara serta menjadi kontrol ekstra parlementer.

c. Hijrah sebagai Taktik Perjuangan yang Handal Terminologi perancangan strategi yang ditegaskan dalam konteks hijrah mengimplikasikan keterkaitan antara target dan resiko serta sikap yang tidak terburu- buru untuk meraih target. Sikap terburu-buru dalam meraih cita-cita akan memutarbalikkan umat Islam itu sendiri kepada keterpurukan.

Untuk menegakkan syari’at Allah di belahan bumi ini, diharuskan ada

kemapanan stabilitas politik, sosial, ekonomi dan taktik perang yang mampu mewujudkan cita-cita tersebut dan menerapkannya dalam sistem ketatanegaraan.

Inisiatif yang dijalankan Rasulullah untuk melaksanakan hijrah patut diacungkan jempol. Atas dasar tindakannya itu, beliau berhasil dalam membentuk masyarakat yang beragam di Madinah dan menjadikannya masyarakat yang satu, yaitu berada dalam pemerintahan dan undang-undang Islam.

Di awal hijrah, Rasulullah telah menanamkan pertahanan yang kuat pada diri dan jiwa sahabat, sebuah landasan awal sebelum melangkah ke tahapan selanjutnya yaitu menanamkan jiwa tauhid dan ubudiyah hanya kepada Allah serta menanamkan keyakinan bahwa hanya dengan kekuatan segala sesuatu bisa terwujud.

Landasan aqidah dijadikan oleh para sahabat sebagai perisai pertahanan dalam menghadapi berbagai tekanan, cobaan dan rintangan guna melakukan hijrah di jalan Allah swt. Aqidah adalah penentu segala tindakan diterima atau tidaknya di sisi Allah swt.

Hijrah merupakan bagian dari jihad karena berusaha mempertahankan segala sesuatu dari berbagai tekanan yang dapat merusak keyakinan kepada Allah swt. juga Hijrah merupakan bagian dari jihad karena berusaha mempertahankan segala sesuatu dari berbagai tekanan yang dapat merusak keyakinan kepada Allah swt. juga

Hijrah memainkan peran penting dalam mempertahankan ideologi Islam. Al- Qur’an telah memberikan penekanan yang besar pada keutamaan konsep ini. Dapat diutarakan bahwa dalam hal ini, semua usaha dan tenaga dilakukan semata-mata untuk ridha Allah semata. Tidak boleh ada unsur lainnya, betapa pun kecilnya, yang

melekat dalam usaha ini, seperti yang berbau pengkultusan pribadi, kemegahan atau keuntungan pribadi dalam bentuk apapun juga. Nabi Muhammad menjelaskan hal ini ketika seseorang datang kepadanya dan berkata: “ Seseorang berperang untuk memperoleh kasut musuhnya, yang seseorang untuk mendapat pujian, dan yang seseorang lagi untuk menunjukkan keberaniannya; yang manakah di antara mereka yang berperan di jalan Allah ?” Nabi suci menjawab: “ Orang yang berperang untuk menegakkan ayat-ayat Allah mendapat kemuliaan di jalan Allah .”

Al-Qur’an menekankan keutamaan jihad sebagai berikut:

Artinya:Wahai orang-orang yang beriman, maukah engkau aku tunjukkan perdagangan yang akan menyelamatkan dari siksa yang pedih? beriman pada tuhan dan Rasulnya, dan berjuanglah sekeras-kerasnya di jalan Allah dengan harta dan nyawamu. Yang demikian itu adalah terbaik bagi kamu, jika kamu mengetahui” . (Q.S. ash-Shaff [61]: 10-11)

Ayat di atas membimbing orang-orang yang beriman untuk melakukan perdagangan yang menyelamatkan mereka dari siksaan yang pedih. Perdagangan ini Ayat di atas membimbing orang-orang yang beriman untuk melakukan perdagangan yang menyelamatkan mereka dari siksaan yang pedih. Perdagangan ini

Urgensi konsep jihad dalam kehidupan sangat perlu disosialisasikan dan diterapkan baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Abdullah Nâshih ‘ Ulwân mengungkapkan bahwa jihad tidak terbatas pada mengangkat senjata dan

maju ke medan perang serta melawan musuh yang ingin menghancurkan, tetapi lebih jauh beliau membagi jihad dalam beberapa bagian antara lain:

1. Jihad dengan harta (jihâd al-mâl)

2 Jihad tablig

3. Jihad pendidikan (ta’limi)

4. Jihad politik

5. 41 Jihad peperangan (jihâd al-qitâl) Kelima macam jihad yang dikemukakan oleh ‘Ulwân ini seluruhnya bermuara

pada jihad yang pertama sebab keempat jihad tersebut tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa ditunjang oleh materi. Jihad tablig membutuhkan harta berupa buku-bukun penerbitan, koran ataupun majalah sebagai penunjang terlaksananya jihad dalam bidang tablig. Menurutnya, jihad adalah jihad yang meliputi pengorbanan harta benda

serta seluruh anggota badan. 42

41 Abdullah Nâshih ‘Ulwân, Hattâ Ya ’ lam as-Sabab , (Cairo: Dâr as-Salâm li at-Taba’ah wa al-Nasyr wa al-Tawzî’, 1998), Cet IX, h. 66.

42 Abdullah Nâshih ‘Ulwân, Hattâ Ya ’ lam as-Sabab , h. 67.

Menurut hemat penulis bahwa dengan adanya hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah akan dapat mengubah dan memperkuat pertahan diri, sosial dan agama sebab ia adalah merupakan taktik dan strategi untuk menciptakan kekuatan pertahanan yang handal.

Pada konteks sekarang, hijrah dipahami sebagai cara atau jalan untuk sampai kepada suatu kesuksesan karena suatu peningkatan dalam berbagai bidang tidak akan

mewujud kecuali diadakan hijrah. Hal tersebut telah menjadi tuntutan dan hukum alam.