Meningitis Tuberkulosis

Meningitis Tuberkulosis

Meningitis tuberkulosis adalah radang selaput otak yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Biasanya jaringan otak ikut terkena sehingga disebut sebagai meningoensefalitis tuberkulosis. Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan mulai meningkat dalam 5 tahun pertama. Angka kejadian tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2 tahun. Angka kematian berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang normal secara neurologis dan intelektual. Anak dengan meningitis tuberkulosis bila tidak diobati, akan meninggal dalam waktu 3–5 minggu.

Diagnosis Anamnesis

- Riwayat demam yang lama/kronis, dapat pula berlangsung akut - Kejang, deskripsi kejang (jenis, lama, frekuensi, interval) kesadaran setelah kejang - Penurunan kesadaran - Penurunan berat badan (BB), anoreksia, muntah, sering batuk dan pilek - Riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis dewasa - Riwayat imunisasi BCG

Pemeriksaan fisis

Manifestasi klinis dibagi menjadi 3 stadium : - Stadium I (inisial) Pasien tampak apatis ,iritabel, nyeri kepala, demam, malaise, anoreksia, mual dan muntah. Belum tampak manifestasi kelainan neurologi. - Stadium II Pasien tampak mengantuk, disorientasi, ditemukan tanda rangsang meningeal, kejang, defisit neurologis fokal, paresis nervus kranial, dan gerakan involunter (tremor, koreoatetosis, hemibalismus). - Stadium III Stadium II disertai dengan kesadaran semakin menurun sampai koma, ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, pupil terfiksasi, pernapasan ireguler disertai peningkatan suhu tubuh, dan ekstremitas spastis.

Pedoman Pelayanan Medis 193

Pada funduskopi dapat ditemukan papil yang pucat, tuberkel pada retina, dan adanya nodul pada koroid. Lakukan pemeriksaan parut BCG dan tanda-tanda infeksi tuberkulosis di tempat lain .

Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula darah. Lekosit darah tepi sering meningkat (10.000 – 20.000 sel/mm 3 ). Sering ditemukan hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak adekuat. - Pungsi lumbal:

- Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau santokrom, - Jumlah sel meningkat antara 10–250 sel/mm 3 dan jarang melebihi 500 sel/mm 3 , hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium awal dapat dominan polimorfonuklear. - Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan glukosa menurun di bawah 35 mg/ dl, rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal. - Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M. Tbc tetap dilakukan. - Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal ulangan dapat memperkuat diagnosis dengan interval dua minggu.

- Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan latex particle agglutination dapat mendeteksi kuman Mycobacterium di cairan serebrospinal (bila memungkinkan). - Pemeriksaan pencitraan ( computed tomography (CT Scan )/magnetic resonance imaging/ (MRI) kepala dengan kontras) dapat menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma, maupun hidrosefalus. Pemeriksaan ini dilakukan jika ada indikasi, terutama jika dicurigai terdapat komplikasi hidrosefalus. - Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit tuberkulosis. - Uji tuberkulin dapat mendukung diagnosis - Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat menunjukkan perlambatan gelombang irama dasar.

Diagnosis

Diagnosis pasti bila ditemukan M. tuberkulosis pada pemeriksaan apus LCS/kultur.

Tata Laksana Medikamentosa

Pengobatan medikamentosa diberikan sesuai rekomendasi American Academy of Pediatrics 1994, yakni dengan pemberian 4 macam obat selama 2 bulan, dilanjutkan dengan pemberian INH dan Rifampisin selama 10 bulan.

194 Meningitis Tuberkulosis

Dosis obat antituberkulosis adalah sebagai berikut : - Isoniazid (INH) 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari. - Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari. - Pirazinamid 15-30 mg/kgBB.hari, dosis maksimal 2000 mg/hari. - Etambutol 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1000 mg/hari atau streptomisin IM

20 – 30 mg/kg/hari dengan maksimal 1 gram/hari. Kortikosteroid diberikan untuk menurunkan inflamasi dan edema serebral. Prednison

diberikan dengan dosis 1–2 mg/kg/hari selama 6–8 minggu. Adanya peningkatan tekanan intrakranial yang tinggi dapat diberikan deksametason 6 mg/m 2 setiap 4–6 jam atau

dosis 0,3–0,5 mg/kg/hari. Tata laksana kejang maupun peningkatan tekanan intrakranial dapat dilihat pada bab

terkait. Perlu dipantau adanya komplikasi Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH).

Diagnosis SIADH ditegakkan jika terdapat kadar natrium serum yang <135 mEq/L (135 mmol/L), osmolaritas serum < 270 mOsm/kg, osmolaritas urin > 2 kali osmolaritas serum, natrium urin > 30 mEq/L (30 mmol/L) tanpa adanya tanda-tanda dehidrasi atau hipovolemia. Beberapa ahli merekomendasikan pembatasan jumlah cairan dengan memakai cairan isotonis, terutama jika natrium serum < 130 mEq/L (130 mmol/L). Jumlah cairan dapat dikembalikan ke cairan rumatan jika kadar natrium serum kembali normal.

Bedah

Hidrosefalus terjadi pada 2/3 kasus dengan lama sakit > 3 minggu dan dapat diterapi dengan asetazolamid 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Perlu dilakukan pemantauan terhadap asidosis metabolik pada pemberian asetazolamid. Beberapa ahli hanya merekomendasikan tindakan VP-shunt jika terdapat hidrosefalus obstruktif dengan gejala ventrikulomegali disertai peningkatan tekanan intraventrikel atau edema periventrikuler.

Suportif

Jika keadaan umum pasien sudah stabil, dapat dilakukan konsultasi ke Departemen Rehabilitasi Medik untuk mobilisasi bertahap, mengurangi spastisitas, serta mencegah kontraktur.

Pemantauan pasca rawat

Pemantauan darah tepi dan fungsi hati setiap 3-6 bulan untuk mendeteksi adanya komplikasi obat tuberkulostatik.

Pedoman Pelayanan Medis 195

Gejala sisa yang sering ditemukan adalah gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, palsi serebral, epilepsi, retardasi mental, maupun gangguan perilaku. Pasca rawat pasien memerlukan pemantauan tumbuh-kembang, jika terdapat gejala sisa dilakukan konsultasi ke departemen terkait (Rehabilitasi Medik, telinga hidung tenggorokan (THT), Mata dll) sesuai indikasi.

Pencegahan

Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya jumlah pasien tuberkulosis dewasa. Imunisasi BCG dapat mencegah meningitis tuberkulosis. Faktor risiko adalah malnutrisi, pemakaian kortikosteroid, keganasan, dan infeksi HIV.

Kepustakaan

1. Bale JF. Viral infection of the nervous system. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric neurology principles and practice. Edisi ke-4. Philadelphia:Mosby; 2006. p. 1595-1630 2. Shingadia D, Novelli V. Review: Diagnosis and treatment of tuberculosis in children. Lancet Infect Dis. 2003;3:624-32.

3. Thwaites GE, Hien TT. Review: Tuberculous meningitis: many questions, too few answers. Lancet Neurol. 2005;4:160-70. 4. Woodfield J, Argent A. Clinical review:Evidence behind the WHO guidelines: Hospital care for children: what is the most appropriate anti-microbial treatment for tuberculous meningitis?. J of Trop Pediatr. 2008; 54:220-4. 5. Prasad K, Singh MB. Corticosteroid for managing tuberculous meningitis (Review). Cochrane database of systematic reviews 2008. 6. Fenichel GM. Clinical pediatric neurology. Edisi ke-6. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2009. h. 111- 112.

196 Meningitis Tuberkulosis