Diabetes Melitus Tipe-1

Diabetes Melitus Tipe-1

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia kronik akibat adanya gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Diabetes melitus tipe 1 (DMT1) terjadi akibat kerusakan sel β -pankreas sehingga terjadi defisiensi insulin secara absolut. Proses kerusakan sel β-pankreas dapat terjadi akibat proses autoimun maupun penyebab lain yang tidak diketahui (idiopatik). Hal ini tidak termasuk kerusakan β-pankreas yang disebabkan oleh keadaan khusus seperti cystic fibrosis dan defek mitokondria.

Secara global DMT1 ditemukan pada 90% dari seluruh diabetes pada anak dan remaja. Di Indonesia insidens tercatat semakin meningkat dari tahun ke-tahun, terutama dalam

5 tahun terakhir. Jumlah penderita baru meningkat dari 23 orang per tahun di tahun 2005 menjadi 48 orang per tahun di tahun 2009.

Untuk penderita baru DMT1 terdapat 3 pola gambaran klinis saat awitan: klasik, silent diabetes, dan ketoasidosis diabetik (KAD). Di negara-negara dengan kewaspadaan tinggi terhadap DM, bentuk klasik paling sering dijumpai di klinik dibandingkan bentuk yang lain. Di Indonesia 33,3 % penderita baru DMT1 didiagnosis dalam bentuk KAD, sedangkan bentuk silent diabetes paling jarang dijumpai; biasanya diketahui karena skrining/penelitian atau pemeriksaan khusus karena salah seorang keluarga penderita telah menderita DMT1 sebelumnya.

Diagnosis Anamnesis

Bentuk klasik: - Polidipsi, poliuri, polifagi. Poliuria biasanya tidak diutarakan secara langsung oleh orangtua kepada dokter, yang sering dikeluhkan adalah anak sering mengompol, mengganti popok terlalu sering, disertai infeksi jamur berulang di sekitar daerah tertutup popok, dan anak terlihat dehidrasi. - Penurunan berat badan yang nyata dalam waktu 2-6 minggu disertai keluhan lain yang tidak spesifik - Mudah lelah

Pada kasus KAD: - Awitan gejala klasik yang cepat dalam waktu beberapa hari - Sering disertai nyeri perut, sesak napas, dan letargi

Pedoman Pelayanan Medis

Pemeriksaan fisis dan tanda klinis

- Tanpa disertai tanda gawat darurat - Polidipsi, poliuri, polifagi disertai penurunan berat badan kronik - “Irritable” dan penurunan prestasi sekolah - Infeksi kulit berulang - Kandidiasis vagina terutama pada anak wanita prepubertas - Gagal tumbuh - Berbeda dengan DMT2 yang biasanya cenderung gemuk, anak-anak DMT1 biasanya kurus

- Disertai tanda gawat darurat (KAD – dibahas pada bab tersendiri) - Penurunan berat badan yang nyata dalam waktu cepat - Nyeri perut dan muntah berulang - Dehidrasi sedang sampai berat namun anak masih poliuria - Sesak napas, napas cepat dan dalam (Kussmaul) disertai bau aseton - Gangguan kesadaran - Renjatan

- Kondisi yang sulit didiagnosis (sering menyebabkan keterlambatan diagnosis KAD)

- Pada bayi atau anak <2-3 tahun - Hiperventilasi: sering didiagnosis awal sebagai pneumonia atau asma berat - Nyeri perut: sering dikira sebagai akut abdomen - Poliuri dan enuresis: sering didiagnosis awal sebagai infeksi saluran kemih - Polidipsi: sering didiagnosis awal sebagai gangguan psikogenik - Muntah berulang: sering didiagnosis awal sebagai gastroenteritis

- Harus dicurigai sebagai DMT2 Adanya gejala klinis poliuri, polidipsi, dan polifagi yang disertai dengan hal-hal di bawah ini harus dicurigai sebagai DMT2: - Obesitas - Usia remaja (>10 tahun) - Adanya riwayat keluarga DMT2 - Penanda autoantibodi negatif - Kadar C-peptida normal atau tinggi - Ras atau etnik tertentu (Pima – Indian, Arab)

Pemeriksaan penunjang

- Kadar gula darah sewaktu: > 200 mg/dL (11,1 mmol/L). Pada penderita asimtomatis ditemukan kadar gula darah puasa lebih tinggi dari normal dan uji toleransi glukosa terganggu pada lebih dari satu kali pemeriksaan. - Kadar gula darah puasa: > 126 mg/dL (yang dimaksud puasa adalah tidak ada asupan kalori selama 8 jam). - Kadar gula darah 2 jam pasca toleransi glukosa: > 200 mg/dL (11,1 mmol/L).

52 Diabetes Melitus Tipe-1

- Kadar C-peptida: untuk melihat fungsi sel β residu yaitu sel β yang masih memproduksi insulin; dapat digunakan apabila sulit membedakan diabetes tipe 1 dan 2. - Pemeriksaan HbA1c: dilakukan rutin setiap 3 bulan. Pemeriksaan HbA1c bermanfaat untuk mengukur kadar gukosa darah selama 120 hari yang lalu (sesuai usia eritrosit), menilai perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya, dan menilai pengendalian penyakit DM dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi diabetes. - Glukosuria: tidak spesifik untuk DM perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan gula darah. - Penanda autoantibodi: Hanya sekitar 70 – 80 % dari penderita DMT1 memberikan hasil pemeriksaan autoantibodi (ICA, IAA) yang positif, sehingga pemeriksaan ini bukan merupakan syarat mutlak diagnosis.

Pencitraan

Untuk mendiagnosis DMT1 tidak memerlukan pemeriksaan pencitraan khusus.

Tata laksana

Diabetes mellitus tipe 1 memerlukan pengobatan seumur hidup. Kepatuhan dan keteraturan pengobatan merupakan kunci keberhasilan. Penyuluhan pada pasien dan keluarga harus terus menerus dilakukan. Penatalaksanaan dibagi menjadi:

- Pemberian insulin - Pengaturan makan - Olahraga - Edukasi - Home monitoring (pemantuan mandiri)

Pemberian Insulin

- Harus diperhatikan: jenis, dosis, kapan pemberian, cara penyuntikan serta penyimpanan. - Jenis insulin berdasar lama kerjanya yang bisa digunakan: ultrapendek, pendek, menengah, panjang, dan mix (campuran menengah-pendek). - Dosis anak bervariasi berkisar anatara 0,7 – 1,0 U/kg/hari. Dosis insulin ini berkurang sedikit pada waktu remisi dan kemudian meningkat pada saat pubertas. Pada follow up selanjutnya dosis dapat disesuaikan dengan hasil monitoring glukosa darah harian. - Saat awal pengobatan insulin diberikan 3–4 kali injeksi (kerja pendek). Setelah diperoleh dosis optimal diusahakan untuk memberikan regimen insulin yang sesuai dengan kondisi penderita. - Regimen insulin yang dapat diberikan adalah 2x, 3x, 4x, basal bolus, atau pompa insulin tergantung dari: umur, lama menderita, gaya hidup (kebiasaan makan, jadwal latihan, sekolah, dsb), target metabolik, pendidikan, status sosial, dan keinginan keluarga. - Penyuntikan setiap hari secara subkutan di paha, lengan atas, sekitar umbilikus secara bergantian.

Pedoman Pelayanan Medis

- Insulin relatif stabil pada suhu ruangan asal tidak terpapar panas yang berlebihan. Insulin sebaiknya disimpan di dalam lemari es pada suhu 4-8 0 C bukan dalam freezer. Potensi insulin baik dalam vial atau penfill yang telah dibuka, masih bertahan 3 bulan bila disimpan di lemari es; setelah melewati masa tersebut insulin harus dibuang.

Pengaturan makan

- Tujuan: mencapai kontrol metabolik yang baik, tanpa mengabaikan kalori yang dibutuhkan untuk metabolisme basal, pertumbuhan, pubertas, ataupun untuk aktivitas yang dilakukan. - Jumlah kalori yang dibutuhkan: [1000 + (usia (tahun) x 100)] kalori per hari. Komposisi kalori yang dianjurkan adalah 60-65% berasal dari karbohidrat, 25% berasal dari protein dan sumber energi dari lemak <30%. - Jadwal: 3 kali makan utama dan 3 kali makanan kecil. Tidak ada pengaturan makan khusus yang dianjurkan pada anak, tetapi pemberian makanan yang mengandung banyak serat seperti buah, sayuran, dan sereal akan membantu mencegah lonjakan kadar glukosa darah.

Olahraga

- Olahraga tidak memperbaiki kontrol metabolik, akan tetapi membantu meningkatkan jatidiri anak, mempertahankan berat badan ideal, meningkatkan kapasitas kerja jantung, mengurangi terjadinya komplikasi jangka panjang, membantu kerja metabolisme tubuh sehingga dapat mengurangi kebutuhan insulin. - Yang perlu diperhatikan dalam berolahraga adalah pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya hipoglikemia atau hiperglikemia saat atau pasca olahraga, sehingga mungkin memerlukan penyesuaian dosis insulin. - Jenis olahraga disesuaikan dengan minat anak. Pada umumnya terdiri dari pemanasan selama 10 menit, dilanjutkan 20 menit untuk latihan aerobik seperti berjalan atau bersepeda. Olahraga harus dilakukan paling sedikit 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan pada waktu yang sama untuk memudahkan pemberian insulin dan pengaturan makan. Lama dan intensitas olahraga disesuaikan dengan toleransi anak. - Asupan cairan perlu ditingkatkan sebelum, setelah, dan saat olahraga.

Edukasi

- Penyuluhan dan tata laksana merupakan bagian integral terapi. Diabetes mellitus tipe

1 merupakan suatu life long disease. Keberhasilan untuk mencapai normoglikemia sangat bergantung dari cara dan gaya hidup penderita/keluarga atau dinamika keluarga sehingga pengendalian utama metabolik yang ideal tergantung pada penderita sendiri. Kegiatan edukasi harus terus dilakukan oleh semua pihak, meliputi pemahaman dan pengertian mengenai penyakit dan komplikasinya serta memotivasi penderita dan keluarganya agar patuh berobat. - Edukasi pertama dilakukan selama perawatan di rumah sakit yang meliputi: pengetahuan dasar mengenai DM tipe 1 (terutama perbedaan mendasar dengan DM

54 Diabetes Melitus Tipe-1 54 Diabetes Melitus Tipe-1

Pemantauan mandiri

- Oleh karena DM tipe 1 merupakan penyakit kronik dan memerlukan pengobatan seumur hidup, maka pasien serta keluarganya harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah serta penyakitnya di rumah. Hal ini diperlukan karena sangat menunjang upaya pencapaian normoglikemia. Pemantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin). - Pemeriksaan glukosa darah secara langsung lebih tepat menggambarkan kadar glukosa pada saat pemeriksaan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan secara teratur pada saat awal perjalanan penyakit, pada setiap penggantian dosis insulin, atau pada saat sakit.

Indikasi rawat inap

- Penderita baru (terutama <2 tahun) yang memulai terapi insulin - Ketoasidosis diabetikum (KAD) - Dehidrasi sedang sampai berat - Penderita dalam persiapan operasi dengan anestesi umum - Hipoglikemia berat (kesalahan pemberian dosis insulin atau dalam keadaan sakit berat) - Keluarga penderita yang tidak siap melakukan rawat jalan (memerlukan edukasi perawatan mandiri)

Kepustakaan

1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI. Data registrasi diabetes mellitus tipe 1 tahun 2009. 2. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI. Konsensus nasional pengelolaan diabetes mellitus tipe-1

di Indonesia. Jakarta: PP IDAI; 2009. 3. American Diabetes Association. Type 2 diabetes in children and adolescents. Diabetes Care. 2000;23:381-9. 4. Bangstad HJ. Insulin treatment. Pediatr Diabet. 2007:8:88–102. 5. Australian Paediatric Endocrine Group. Clinical practice guidelines: type 1 diabetes in children and adolescents. Australian Government – National Health and Medical Research Council; 2005. 6. Sperling MA. Diabetes Mellitus. Dalam: Sperling MA, penyunting. Pediatric endocrinology. Philadelphia: Saunders; 2002. h. 323-60. 7. Nancy AC, Lawrence MD. Definition, diagnosis, and classification of diabetes in youth. Dalam: Dabelea

D, J Klingensmith G, penyunting. Epidemiology of pediatric and adolescent diabetes. New York: Informa Healthcare; 2008. h.1-19.

8. Craig ME. ISPAD Clinical practice consensus guidelines 2006–2007: definition, epidemiology, and classification. Pediatr Diabet. 2006;7:343–51.

Pedoman Pelayanan Medis

9. Haller MJ, Atkinson MA, Schatz D. Type 1 diabetes mellitus: etiology, presentation, and management. Pediatr Clin N Am. 2005;52:1553–78.

10. Nadeau K, Dabalea D. Epidemiology of type 2 diabetes in children and adolescents. Dalam: Dabelea D, J Klingensmith G, penyunting. Epidemiology of pediatric and adolescent diabetes. New York: Informa Healthcare; 2008. h. 103-16.

11. Couper JJ, Donaghue KC. Phases of diabetes. Pediatr Diabet. 2007;8:44–7. 12. McKulloh DK, Anding RH. Effects of exercise in diabetes mellitus in children [diakses tanggal 8

Oktober 2009]. Diunduh dari: http://www.uptodate.com.

Tabel I. Kriteria diagnosis DM menurut WHO Kriteria

Kadar glukosa (mg/dL) Darah Vena

Kapiler

Plasma

Diabetes Melitus: Puasa*

>126 atau 2 jam P*