Ensefalitis Herpes Simpleks

Ensefalitis Herpes Simpleks

Ensefalitis herpes simplek (EHS) disebabkan oleh virus herpes simpleks dan merupakan ensefalitis yang tersering menimbulkan kematian. Angka kematian 70% dan hanya 2,5% pasien kembali normal bila tidak diobati. EHS mendapat perhatian khusus karena dapat diobati, keberhasilan pengobatan ensefalitis herpes simpleks tergantung pada diagnosis dini dan waktu memulai pengobatan. Virus herpes simpleks tipe 1 umumnya ditemukan pada anak, sedangkan tipe 2 banyak ditemukan pada neonatus.

Diagnosis Anamnesis

Ensefalitis herpes simplek dapat bersifat akut atau subakut. - Fase prodromal menyerupai influensa, kemudian diikuti dengan gambaran khas ensefalitis (demam tinggi, kejang, penurunan kesadaran). - Sakit kepala, mual, muntah, atau perubahan perilaku.

Pemeriksaan fisis

Kesadaran menurun berupa sopor-koma sampai koma (40% kasus) dan gejala peningkatan tekanan intrakranial. Hampir 80% memperlihatkan gejala neurologis fokal berupa hemiparesis, paresis nervus kranialis, kehilangan lapangan penglihatan, afasia, dan kejang fokal. Gejala serebral lain dapat beraneka ragam, seperti kelumpuhan tipe upper motor neuron (spastis, hiperrefleks, refleks patologis, dan klonus).

Pemeriksaan penunjang

- Gambaran darah tepi tidak spesifik - Pemeriksaan cairan serebrospinal memperlihatkan jumlah sel meningkat (90%) yang berkisar antara 10-1000 sel/mm3 dengan predominan limfosit. Pada 50% kasus dapat ditemukan sel darah merah. Protein meningkat sedikit sampai 100 mg/dl sedangkan glukosa normal. - Elektroensefalografi (EEG) dapat memperlihatkan gambaran yang khas, yaitu periodic lateralizing epileptiform discharge atau perlambatan fokal di area temporal atau frontotemporal. Sering juga EEG memperlihatkan gambaran perlambatan umum yang tidak spesifik.

70 Ensefalitis Herpes Simpleks

- Computed tomography (CT-Scan) kepala tetap normal dalam tiga hari pertama setelah timbulnya gejala neurologi, kemudian lesi hipodens muncul di regio frontotemporal. - T2- weight magnetic resonance imaging (MRI) dapat memperlihatkan lesi hiperdens di regio temporal paling cepat dua hari setelah munculnya gejala. Dapat pula memperlihatkan peningkatan intensitas signal pada daerah korteks dan substansia alba pada daerah temporal dan lobus frontalis inferior. - Polymerase chain reaction (PCR) likuor dapat mendeteksi titer antibodi virus herpes simpleks (VHS) dengan cepat. PCR menjadi positif segera setelah timbulnya gejala dan pada sebagian besar kasus tetap positif selama 2 minggu atau lebih. - Pemeriksaan titer serum darah terhadap IgG - IgM HSV-1 dan HSV-2 dapat menunjang diagnosis walaupun tidak dapat menyingkirkan diagnosis pasti.

Tata Laksana Medikamentosa

- Asiklovir 10 mg/kgBB setiap 8 jam selama 10-14 hari, diberikan dalam infus 100 ml NaCl 0,9% minimum dalam 1 jam. Dosis untuk neonatus 20 mg/kgBB setiap 8 jam selama 14-21 hari. - Pada kasus alergi terhadap asiklovir atau VHS resisten, dapat diberikan vidarabin 15 mg/kgBB/hari selama 14 hari. - Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit, tata laksana kejang dan peningkatan tekanan intrakranial. - Pasien sebaiknya dirawat di ruang rawat intensif. Jika keadaan umum pasien sudah stabil, dapat dilakukan konsultasi ke departemen rehabilitasi medik untuk mobilisasi bertahap, mengurangi spastisitas, serta mencegah kontraktur. - Pada keadaan yang meragukan pasien dapat diberikan tata laksana ensefalitis herpes simpleks sampai terbukti bukan.

Pemantauan Pasca Rawat

Gejala sisa yang sering ditemukan adalah epilepsi, retardasi mental maupun gangguan perilaku. Pasca rawat pasien memerlukan pemantauan tumbuh-kembang, jika terdapat gejala sisa dilakukan konsultasi ke departemen terkait sesuai indikasi. Kadang dijumpai sindrom koreoatetosis 1 bulan pasca perawatan.

Kepustakaan

1. Whitley RJ, Kimberlin DW. Viral encephalitis. Pediatr Rev. 1999;20:192-8. 2. Waggoner-Fountain LA, Grossman LB. Herpes simplex virus. Pediatr Rev. 2004;25:86-92. 3. Lewis P, Glaser CA. Encephalitis. Pediatr Rev. 2005;26:353-63 4. Bale JF. Viral infection of the nervous system. Dalam : Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric neurology principles and practice. Edisi ke-4. Philadelphia:Mosby; 2006. h. 1595-1630. 5. Maria BL, Bale JF. Infection of the nervous system. Dalam : Menkes JH, Sarnat HB, Maria BL, penyunting. Child neurology. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin;2006. h. 433-526. 6. Fenichel GM. Clinical pediatric neurology. Edisi ke-6. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2009. h.49-78.

Pedoman Pelayanan Medis